Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IJARAH

OLEH

Nurlaelah (105741101620)

PRODI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
SWT, Karena dengan rahmat-Nyakami dapat menyelesaikan dan dapat menyusun
makalah ini, serta kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Mungkin tanpa
bantuandarisemua pihak yang telah membantu kami, makalah ini tidak akan bisa selesai
dengan sebaik ini. sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
makalah yang berjudul “IJARAH”.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki, oleh karena itu segala saran dan kritikan dari pihak yang
bersikap membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan. Kami
berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para
pembaca umumnya, serta dapat membantu pengetahuan ilmu pengetahuan lainya.

Makassar,1 Mei 2023

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Ijarah ...................................................................................... 3

B. Landasan Syariah Sewa Menyewa (Ijarah ) .............................................. 4

C. Rukun Seya-menyewa (Ijarah) .................................................................. 6

D. Hikmah Sewa-menyewa (Ijarah) .............................................................. 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 8

A. Kesimpulan ............................................................................................... 8

B. Saran .......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu yang termasuk dalam kategori tolong menolong dalam bermu‟amalah
adalah sewa menyewa atau dalam istilah ekonomi syariah dikenaldengan istilah Ijārah.
Secara sederhana Ijārah dapat diartikan dengan transaksi sewa-menyewa baik barang
ataupun jasa. Bila yang menjadi objek transaksi itu adalah manfaat atau jasa dari suatu
benda disebut al-Ijārah al-„ain, seperti menyewa rumah untuk ditempati, bila yang
menjadi objek transaksi berupa manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut dengan
al-Ijārah ad-dzimah atau upah mengupah. Seperti upah pekerja bangunan, sekalipun
objeknya berbeda, dalam hukum ekonomi syariah keduanya masuk kategori Ijārah.

Ijārah dalam bentuk sewa menyewa atau upah mengupah merupakan muamalah
yang telah disyariatkan dalam islam. Hukum asalnya menurut jumhur ulama adalah
mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
syariat berdasarkan Al-Qur‟an, Hadis Nabi dan ketetapan ijma‟ulama.

Transaksi sewa menyewa atau Ijārah ini merupakan salah satu solusi yangsering
ditempuh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, dengan cara mengajukan
pinjaman kepada sesama atau kepada lembaga keuangan, seperti lembaga keuangan bank
maupun kepada lembaga keuangan non bank, baik syariah ataupun konvensional.

Transaksi akad Ijārah ini sering kali digunakan oleh lembaga keuangan syariah
dalam produk pembiayaan konsumtif. Lembaga Keuangan Syariah juga menerapkan
akad Ijārah pada layanan produk pembiayaan multijasa untuk mengimbangi kebutuhan
masyarakat yang semakin beragam seperti pemenuhan kebutuhan pendidikan dan
kesehatan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ijarah ?

2. Bagaiman landasan hukum syariah Sewa-menyewa (Ijarah)

3. Apa saja rukun dalam sewa-menyewa ( Ijarah)

4. Bagaiman hikmah seya-menyewa (Ijarah)

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Ijarah

2. Mengetahui landasan hukum syariah sewa-menyewa (Ijarah)

3. Mengetahui rukun dalam Ijarah

4. Mengetahui Hikmah dalam Ijarah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sewa-menyewa (Ijarah)

Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasadengan


imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat ataujasa dari suatu
benda disebut ijarah al-„ain artinya sewa-menyewa. Bila yangmenjadi objek transaksi
adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebutijarah al-zimmah artinya upah-
mengupah. Keduanya di dalam literatur Arab yaituijarah.

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama:


1. Ulama Hanafiah

Artinya: Akad suatu kemanfaatan atas pengganti.


2. Ulama Asy-Syafi‟iyah

‫ل‬

Artinya: Akad suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu danmubah,


serta menerima pengganti tertentu.

3. Ulama Malikiyah dan Hanabilah:

ٍ ْ‫َى ٍء ُمبَا َح ٍت ُم َّدةً َم ْعلُوْ َمتً بِ َعو‬


‫ض‬ ُ ٍْ ِ‫تَ ْمل‬
ْ ‫ك َمنَا فِ ِع ش‬

Artinya: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu

dengan pengganti.”

3
Menurut Hasbi Ash-Shiddiq, ijarah ialah akad yang objeknya ialahpenukaran
manfaat untuk masa tertentu yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan,sama dengan
menjual manfaat.

Menurut pendapat Ibnu Qayyim, konsep yang digunakan oleh para fuqahaadalah
bahwa sesuatu yang bisa dijadikan objek ijarah adalah manfaat bukanbarang merupakan
konsep yang salah. Hal tersebut tidak ada dalilnya baik dalam al-Qur‟an, sunnah, ijma‟,
maupun qiyas yang benar. Akan tetapi, justru sumber- sumber hukum justru menunjukan
bahwa barang yang muncul sedikit demi sedikitdisertai tetap pokok barangnya, maka
dihukumi sebagai manfaat. Seperti buah pada pohon, susu pada hewan dan air di sumur.
Oleh karena itu, dalam akad wakaf disamakan antara barang dan manfaat sehingga
dibolehkan mewakafkanmanfaat seperti mewakafkan tempat tinggal, dan dibolehkan
mewakafkan barangseperti mewakafkan barang ternak untuk dimanfaatkan susunya.
Akad ijarahterkadang berbentuk akad atas manfaat dan terkadang pula berbentuk akad
atas barang yang tercipta atau muncul sedikit demi sedikit, tetapi pokok barangnya tetap,
seperti susu dari perempuan yang menyusui dan manfaat dari kolam air.Barang-barang ini
karena ia tumbuh sedikit demi sedikit dengan tetapnya sosokpokok barang maka ia
bagaikan manfaat. Yang menyatukan keduanya adalahtercapainya maksud akad sedikit
demi sedikit, baik yang tercapai adalah barang maupun manfaat.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa padadasarnya


tidak ada perbedaan yang prinsip di antara para ulama dalammengartikan ijarah atau
sewa-menyewa. Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa ijarah atau sewa-
menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa-
menyewa adalah manfaat atas suatu barang.

B. Landasan Syariah Sewa-menyewa (Ijarah)

Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara‟,
kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail bin „Aliyah,Hasan Bashri,
Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena

4
ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad, tidak
bisa diserah terimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati
sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh di
perjualbelikan. Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd, bahwa
manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada ghalibnya ia (manfaat) akan
berwujud,dan inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara‟.

1. Al-Qur‟an

QS. Baqarah (2) ayat 233:

Artinya :

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang
ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan
pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu
pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan
antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada bekas suami untuk mengeluarkan
biaya-biaya yang diperlukan bekas istrinya untuk memungkinkan menyelenggarakan
susuan yang baik bagi anak yang diperoleh dari bekas suaminya itu. Biaya-biaya yang
diterima bekas istri itu dinamakan upah, leh karena hubungan perkawinan mereka
telah terputus, sehingga di antara bekas suami dan bekas istri itu adalah orang lain
5
yang tiada hubungan hak dan kewajiban suami istri lagi. Yang masih ada ialah
kewajiban, bekas suami sebagai ayah anaknya, untuk mengeluarkan nafkah bagi
anaknya itu sampai umur baligh. Dengan demikian nafkah yang diperlukan untuk
menyusui anak tersebut, meskipun menyusu kepada ibunya sendiri, harus dikeluarkan
oleh ayah anak itu,yang dapat dinamakan upah sebagai imbangan susuan itu.

2. Hadits
‫ َما‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ٍْ ِھ َو َسلَّ َم قَا َل‬
َ ًَّ ِ‫ َع ِن النَّب‬،‫ي هللاُ َع ْنھ‬ ِ ‫ع َْن ابِ ًْ ھُ َر ٌْ َرةَ َر‬
َ ‫ض‬

‫ نَ َع ْم‬: ‫ال‬ َ َ‫ فَق‬،‫ث هللاُ نَ ِبًٍا اِالَّ َ َرعَى ال َغنَ ُم‬


َ َ‫ فَق‬،‫ َو اَ ْنتَ ؟‬: ُ‫ال اَصْ َحا بُھ‬ َ ‫بَ َع‬
‫ى‬

Artinya : "Dari Abu Harairah ra. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : Allah tidak
mengutus seorang Nabi kecuali pernah mengembala kambing. Parasahabat bertanya,
apakah engkau juga?, beliau menjawab: iya, dulu aku mengembala kambing penduduk
Mekkah dengan upah beberapa kirath ) :ira kuB .RH(

3. Ijma‟

Umat Islam pada masa sahabat telah sepakat membolehkan akad ijarah sebelum
keberadaan Asham, Ibnu Ulayyah dan lainnya. Hal itu didasarkan pada kebutuhan
masyarakat terhadap manfaat ijarah sebagaiman kebutuhan mereka terhadap barang
yang riil, dan selama akad jual beli barang diperbolehkan maka akad ijarah manfaat
harus diperbolehkan juga.

C. Rukun Sewa-menyewa (Ijarah)

Menurut ulama Hanafiah, rukun ijarah adalah ijab dan kabul, antara lain dengan
menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti‟jar, al-iktira‟, dan al-ikra.Adapun menurut Jumbur
ulama, rukun ijarah ada (4) empat, yaitu:

1. Aqid, yaitu mu‟jir (orang yang menyewakan) dan musta‟jir (orang yang menyewa)

2. Shighat akad, yaitu ijab dan qabul


6
3. Ujrah (uang sewa atau upah)

4. Manfaat, yaitu baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga
dari orang yang bekerja.

D. Hikmah Sewa-menyewa (Ijarah)

Hikmah dalam pensyariatan sewa menyewa sangatlah besar sekali, karena


didalam sewa terdapat unsur saling bertukar manfaat antara manusia yang satu dengan
yang lainnya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh satu orang pastilah tidak sama
dengan perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau tiga orang misalnya, apabila
persewaan tersebut berbentuk barang, maka dalam akad persewaan diisyaratkan untuk
menyebutkan sifat dan kuantitasnya.

Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan


perselisihan. Tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya,
yaitu sebatas perkiraan dan terkaan belaka. Dan barangkali tanpa di duga barang tersebut
tidak dapat memberikan faedah apapun.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasadengan


imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat ataujasa dari suatu
benda disebut ijarah al-„ain artinya sewa-menyewa. Bila yangmenjadi objek transaksi
adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebutijarah al-zimmah artinya upah-
mengupah. Keduanya di dalam literatur Arab yaituijarah.

Salah satu ayat yang membahasa tentang ijarah terdapat dalam QS.Al-Baqarah ayat 233.

Rukun Sewa-menyewa (Ijarah)Menurut ulama Hanafiah, rukun ijarah adalah ijab


dan kabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti‟jar, al-iktira‟, dan
al-ikra.Adapun menurut Jumbur ulama, rukun ijarah ada (4) empat, yaitu:1. Aqid, yaitu
mu‟jir (orang yang menyewakan) dan musta‟jir (orang yang menyewa)2. Shighat akad,
yaitu ijab dan qabul3. Ujrah (uang sewa atau upah)4. Manfaat, yaitu baik manfaat dari
suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang yang bekerja.

Hikmah Sewa-menyewa (Ijarah) Hikmah dalam pensyariatan sewa menyewa


sangatlah besar sekali, karena didalam sewa terdapat unsur saling bertukar manfaat antara
manusia yang satu dengan yang lainnya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh satu
orang pastilah tidak sama dengan perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau tiga
orang misalnya, apabila persewaan tersebut berbentuk barang, maka dalam akad
persewaan diisyaratkan untuk menyebutkan sifat dan kuantitasnya.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi kita,dan
diharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran guna untuk
memperbaiki makalah kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta:PT Raja

Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-II, hal. 227.

Helmi Basri dan Masrun, Fiqih Muamalah, (Pekanbaru, Suska Press, 2011),

Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Alih bahasa oleh Abdul Hayyie al- Kattani, (Jakarta:

Gema Insani, 2011)


Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013)

M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Alih bahasa oleh Elly Lathifah,Jakarta:

Gema Insani Press, 2005. Cet. Ke-1, hal. 91. 11.

Anda mungkin juga menyukai