Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FIQIH MUAMALAH

IJARAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN


SYARIAH

DISUSUN OLEH:

M JUSRAN MARPIANSYAH 10120210001

RAHMAT HIDAYAT 10120210002

ANDI FADEL MUHAMMAD 10120210007

AGIL TAQWA 10120210064

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT , sang pencipta alam semesta
dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah “ Ijarah Dan Implementasinya Dalam Lembaga
Keuangan Syariah “ ini. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah.

Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan, dimana kami pun sadar bahwasanya
kami hanyalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangkan kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT, sehingga dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran akan senantiasa kami terima sebagai upaya evaluasi
diri. Akhirnya penyusun hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penyuusn
makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah
bagi penyusun dan pembaca.

Gowa, 27 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................................

Daftar isi...................................................................................................................................

PENDAHULUAN

A. Rumusan masalah.........................................................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................................................
C. Tujuan pembahasan ....................................................................................................

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah...........................................................................................................
B. Dasar Hukum Ijarah ....................................................................................................
C. Rukun Dan Syarat Ijarah..............................................................................................
D. Macam-macam Ijarah...................................................................................................
E. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan.......................................................................................
F. Berakhirnya Akad Ijarah .............................................................................................
G. Implementasi Ijarah Dalam Lembaga Keuangan Syariah............................................

PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian tentang mudharabah penting untuk disajikan pada kelas Perbankan
Syariah, karena agar kita mengetahui bagaimana akad ijarah itu terjadi dalam
Lembaga Keuangan Syariah dan bagaimana mengaplikasikan ijarah dalam Lembaga
Keuangan Syariah.

Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam kitab, buku dan jurnal
yang berkaitan langsung dengan masalah mudharabah.Pembahasan dalam makalah ini
dimulai dari...Dengan beralihnya dunia perbankan dari konvensional ke syari'at,
memberi motivasi terhadap penulis untuk mengkaji salah satu transaksi yang
dilakukan oleh perbankan syari‟ah yaitu akad ijarah, dengan beralihnya ke sistem
syari‟at islam pastilah banyak hal-hal yang perlu dikaji lagi terutama dalam akad
ijarah ini. Dan memang masih banyak kalangan masyarakat yang belum mengerti cara
kerja transaksi ijarah ini. Dari persoalan yang sedang terjadi menjadi daya tarik si
penulis untuk mengkaji tentang akad ijarah.

Dalam lalu lintas ekonomi, ijarah memiliki intensitas yang tinggi, baik
dilakukan orang perorang, lembaga keuangan dengan orang perorang maupun
lembaga keuangan dengan lembaga hukum lainnya. Ijarah yang merupakan jual beli
manfaat barang maupun jasa (baik jasa profesional maupun non profesional)
mengfharuskan adanya dua pihak yang mengikatkan diri dalam suatu diktum-diktum
kesepakatan dan tujuan tertentu. sehingga ia memiliki syarat dan rukun tertentu
sebagai parameter keabsahannya, para pakar hukum islam klasik dan kontenporer
berkonsensus bahwa syarat ijarah adalah: kerelaan kedua belah pihak, manfaat objek
ijarah diketahui dengan pasti, barang sewaaan berspesifikasi tertentu, objek sewaan
suatu yang mubah, bisa diserah-terimakan, bukan suatu kewajiban dan uapah adalah
suatu yang bernilai, adapun rukunnya adalah: dua pihak yang bertransaksi, redaksi
transaks, manfaat dan upah. Dalam kajian hukum islam kontemporer, kajian ijarah
meliputi sektor perburuhan dan perbakkan dan non perbakkan. Transaksi ijarah
berakhir bila ada ha-hal berikut: adanya cacat atau kerusakan pada barang sewaan,
meninggalnya salah satu pihak dan tujuan transaksi telah tercapai.

B. Rumusan Masalah

4
1. Apakah yang di maksud dengan istilah ijarah?
2. Apa saja hukum dalam ijarah?
3. Apa saja rukun dan syarat ijarah?
4. Berapa macam-macam ijarah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian ijarah


2. Untuk mengetahui hukum yang ada dalam ijarah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat dalam ijarah
4. Untuk mengetahui berapa banyak macam-macam ijarah

BAB II

5
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah

Ijarah menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “alajru”yang berarti “al-
iwadu” (ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala) dinamakan ajru (upah).

Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-
ijarah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan hidup
manusia, seperti sewa-meyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.

Ijarah menurut arti lughat adalah balasan, tebusan, atau pahala. Menurut syara’
berarti melakukan akad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain
dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-
syarat tertentu pula.

Menurut Syafi‟i Antonio, ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang atau jasa, melalui sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri.

Menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya wakaf, alijarah syirkah


mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti balasan atau timbangan yang diberikan
sebagai upah atas pekerjaan. Secara istilah ijarah berarti suatu perjanjian tentang
pemakaian atau pemungutan hasil suatu benda, binatang atau tenaga manusia.
Misalnya menyewa rumah untuk tinggal, menyewa kerbau untuk membajak sawah,
menyewa manusia untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan sebagainya.

Menurut Gufron A. Mas”adi dalam bukunya Fiqih muamalah kontekstual


mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa jasa atau imbalan.
Sesungguhnya merupakan transaksi yang memperjualbelikan suatu harta benda.

Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa arab ke bahasa Indonesia,
antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional. Sewa biasanya
digunakan untuk benda, seperti seorang mahasiswa menyewa kamar untuk tempat
tinggal selama kuliah, sedangkah upah digunakan untuk tenaga, seperti karyawan
yang berkerja di pabrik di bayar gajinya (upahnya.) satu kali dalam dua minggu, atau
sekali dalam sebulan, dalam bahasa arab upah dan sewa disebut ijarah.11 Dalam
konteks substansi pembahasan ini yang dimaksud dengan ijarah adalah upah. Definisi
upah menurut Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tercantum
pada Pasal 1 ayat 30 yang berbunyi :

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada perkerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

6
Manurut Dewan Peneliti Perubahan Nasional, upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa
yang telah dan akan di lakukan, befungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup layak
bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan yang di bayarkan
atas suatu perjanjian kerja antara pemberi dan penerima.

Menurut PP No. 5 tahun 2003 upah memiliki hak pekerja yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas
suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan ,atau peraturan perundang-undangan termasuk
tunjangan bagi pekerja dan keluarganya

B. Dasar Hukum ijarah


Hukum ijarah dapat diketahui dengan mendasarkan pada teks-teks al-Qur‟an,
hadist-hadist Rasulullah, dan Ijma‟ ulama fikih sebagai berikut:
a. Berdasarkan Al-quran
Dalam al-Qur‟an ketentuan tentang upah tidak tercantum secara terperinci.
Akan tetapi pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti
ditemukan dalam surah an-Nahl:97, al-Kahfi:30

َ ‫صلِ ًحا ِمنْ َذ َك ٍر اَ ْوَأ ْنشَئ َو ُه َو ُمْؤ ِمنٌ فَلَنُ ْحيِ ْينَّهُ َحيَوةً طَيّبَةً َولَنَ ْج ِز يَنَّهم اَ ْج َر ُه ْم بَِأ ْح‬
‫س ِن َم َكانُوأ‬ َ ‫َمنْ َع ِم َل‬
َ‫يَ ْع َملُ ْون‬
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl:
(16) :97)16

Di dalam ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam
Islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama, dan Allah akan memberikan
imbalan yang setimpal dan lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.

ِ ُ‫ت ِإنَّا اَل ن‬


َ ‫ض ْي ُع اَ ْج َر َمنْ اَ ْح‬
‫سنَ َع َم ًل‬ َ ‫او َع ِملُو ْا ل‬
ِ ‫صلِ َح‬ َ ‫ِإنَّ الِّ ِذ يْنَ َءا َمنُ ْو‬

Artinya :
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
yang baik.” (Q.S. Al-Kahfi:(18) :30).17
Ayat di atas menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah
dilakukan manusia pasti Allah akan membalasnya dengan adil. Allah tidak akan
berlaku dzalim dengan menyia-nyiakan amal hambanya.

7
b. Berdasarkan Hadist

Hadist-hadist Rasulullah Saw yang membahas tentang ijarah atau upah


mengupah di antaranya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
bersabda :

Artinya :

“Dari Abdullah bin „Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah “berikanlah upah
pekerja sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah).

Terdapat juga pada Hadist riwayat Abd Razaq dari Abu Hurairah Rasulullah
Saw bersabda:

Artinya:

“Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya”.


(HR.Abd Razaq dari Abu Hurairah)

Dalam hadist riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Sa‟d ibn Abi Waqqash, ia
berkata

8
Artinya :

Dahulu kami menyewa tanah dengan bayaran hasil dari bagian tanah yang dekat
dengan sungai dan tanah yang banyak mendapat air. Maka Rasulullah melarang cara
yang demikian dan memerintahkan kami membayarnya dengan emas atau perak”.
(HR.Ahmad dan Abu Daud dan Nasa‟i)

a. Berdasarkan Ijma

Para ulama sepakat bahwa ijarah itu dibolehkan dan tidak ada seorang ulama
pun yang membantah kesepakatan (ijma‟) ini. Jelaslah bahwa Allah SWT telah
mensyariatkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan umat, dan tidak ada
larangan untuk melakukan kegiatan ijarah. Jadi, berdasarkan nash al-Qur‟an, Sunnah
(hadis) dan ijma‟ tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa hukum ijarah atau upah
mengupah boleh dilakukan dalam islam asalkan kegiatan tersebut sesuai dengan
syarat.

C. Rukun dan Syarat Ijarah


a. Rukun Ijarah

Menurut Hanafiyah, rukan dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul,
yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan meyewakan. Sedangkan menurut
jumhur ulama, Rukun-rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid (orang yang
berakad), sighat, upah, dan manfaat. Ada beberapa rukun ijarah di atas akan di
uraikan sebagai berikut:

1. Aqid (orang yang berakat)

Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan mustajir.
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Sedangkan
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang
menyewa sesuatu. Bagi yang berakad ijarah di syaratkan mengetahui manfaat barang
yang di jadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.

Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan,


yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal

9
itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan baik ataupun buruk , maka
akad menjadi tidak sah.

2. Sighat Akad

Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul
adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai
gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.

Dalam Hukum Perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji
atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Sedangkan qobul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad
pula (musta’jir) untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya
ijab.

Syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab-qabul pada jual beli, hanya saja ijab
dan qabul dalam ijarah harus menyebutkan masa atau waktu yang ditentukan.

3. Ujroh (upah)
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah
diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat hendaknya:
a. Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbal balik,
karena itu iijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.
b. Pegawai khusus seperti hakim tidk boleh mengambil uang dari pekerjaannya,
karena dia sudah mendapatkan gaji khusus dari pemerintah. Jika dia
mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan
hanya mengerjakan satu pekerjaan saja.
c. Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus lengkap.
4. Manfaat
Di antara cara untuk mengetahui ma’qud alaih (barang) adalah dengan
menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan
jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang. Semua harta benda boleh
diakadkan ijarah di atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut
a. Manfaat dari objek akad sewa-menyewa harus diketahui secara jelas.
Hal ini dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa atau pemilik
memberika informasi secara transparan tentang kualitas manfaat
barang.
b. Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung
dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak
dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam
penguasaan pihak ketiga.
c. Objek ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan Hukum
Syara‟. Misalnya menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah
untuk kegiatan maksiat tidak sah.
10
d. Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya,
sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, dan sebagainya.
Tidak dibenarkan sewa-menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya
tidak langsung. Seperti, sewa pohon mangga untuk diambil buahnya,
atau sewa-menyewa ternak untuk diambil keturunannya, telurnya,
bulunya ataupun susunya.

Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat
isty’mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa
mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan sifatnya. Sedangkan harta
benda yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang
sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah
diatasnya.

b. Syarat Ijarah
Menurut M. Ali Hasan syarat-syarat ijarah adalah:
1. Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan berakal
(Mazhab Syafi‟i Dan Hambali). Dengan demikian apabila orang
itubelum atau tidak berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa
hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa),
maka Ijarah nya tidak sah. Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan maliki
bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh ,
tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh melakukan akad Ijarah dengan
ketentuan disetujui oleh walinya.
2. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah itu, apabila salah seorang keduanya terpaksa
melakukan akad maka akadnya tidak sah.
3. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga
tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas.
Maka, akad itu tidak sah.
4. Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan
bahwa tidak boleh menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan,
dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Umpamanya rumah atau took
harus siap pakai atau tentu saja sangat bergantung kepada penyewa
apakah dia mau melanjutkan akad itu atau tidak, sekiranya rumah itu atau
toko itu disewa oleh orang lain maka setelah itu habis sewanya baru dapat
disewakan oleh orang lain.
5. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama
fikih sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh
menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh
menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi

11
(pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-
muslim untuk tempat mereka beribadat.

D. Macam-macam Ijarah

Ijarah terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :


a. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah bagian pertama
ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
b. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah . Dalam ijarah bagian
kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang. Al-ijarah yang
bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa menyewa rumah, kendaraan,
pakaian, dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang
dibolehkan syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih sepakat
menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
E. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan (Upah-mengupah)

Ijarah atas pekerjan atau upah mengupah adalah suatu akad ijarah untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit pakaian,
mengangkut barang ke tempat tertentu, memperbaiki mesin cuci atau kulkas dan
sebagainya. Orang yang melakukan pekerjaan disebut ajir atau tenaga kerja.

Ajir atau tenaga kerja ada dua macam, yaitu :

a. Ajir (tenaga kerja) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk
masa tertentu. Dalam hali ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain
orangyang telah mempekerjakannya. Contohnya, seseorang yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.
b. Ajir (tenaga kerja) musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih darisatu
orang sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.
Contohnya, tukang jahit, notaries, dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir
musytarik) boleh bekerja untuk semuaorang, dan orang yang menyewa
tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang lain . ia (ajir
musytarik) tidak berhak atas upah kecuali dia bekerja.

F. Berakhirnya akad ijarah


Para ulama fiqh meyatakan bahwa akad al-ijarah akan berakhir apabila:
a. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang di jahitkan
hilang.
b. Tenggang waktu yang di sepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila
yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan
apabila yang disewa itu adalah jasa seseorang maka ia berhak menerima upahnya.
Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqih.
c. Menurut ulama hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad. Karena akad al-
ijarah menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama,
12
akad al-ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad. Karena
manfaat, menurut mereka boleh diwariskan dan al-ijarah sama dengan jual beli,
yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
d. Menurut ulama hanafiyah, apabila uzur dari salah satu pihak. Seperti rumah yang
disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka al-ijarah batal.
Uzur-uzur yang dapat mebatalkan akad al-ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah
adalah salah satu pihak muflis, dan berpindah tempat penyewa. Misalnya,
seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa, sebelum sumur itu selesai
penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, uzur
yang boleh membatalkan akad al-ijarah itu hanyalah apabila objeknya
mengandung cacat atas manfaat yang dituju dalam akal itu hilang, seperti
kebakaran dan dilanda banjir.
G. Implementasi Ijarah Dalam Lembaga Keungan Syariah

Ijarah dalam teknis perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Transaksi ijarah di tandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya


prinsip ijarah sama saja dengan primdip jual beli. Namun perbedaan terletak pada
objek transaksinya. Bila pada objek jual-beli objek transaksinya adalah barang.
Maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
b. Pada ahir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan
kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenai al-ijarah al
mutahiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).
c. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dan
nasabah

Ijarah sebagai produk pembiayaan syariah termuat dalam UU No. 21 Tahun 2008
dan peraturan lainnya. Di dalan UU terdapat di pasal 1 ayat (25) huruf b dan e, pasal 19
ayat (1) huruf f dan i, pasal 19 ayat (2) huruf f dan i dan pasal 21 huruf b, angka 4. Makna
ijarah dalam peraturan perbankkan syari‟ahmengacukepada dan bersumber dari fatwa
DSN MUI dan hukum islam. Maka dalam konteks perbankkan syri‟ah, ijarah adalah suatu
lase contrak dimana bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan seperti gudang
atau alat transportasi kepada nasabah berdasarkan pembebanan biaya yang telah
ditentukan secara pasti sebelumnya. Dengan demikian ijarah tidak lain adalah kegiatan
lesing yang dikenal dalam sistem keuangan tradisional. Persamaan dan perbedaannya
terdapat dalam objek, cara pembayaran dan pemindahan kepemilikan. Objek leasing hanya
terbatas pada pemanfaatan barang, sedangkan objek ijarah adalah pemanfaatan barang dan
tenaga kerja atau jasa. Dari cara pembayaran leasing hanya memiliki satu metode
pembayaran, yakni bersifat not coontingent to perpromance. Artinya pembataran sewa
pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang di sewa.

Dalam ijarah, metode pembayaran dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objeknya sewa. Jemis pembayaran ini disebut Ujrah.
Kedua, ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang di sewa dalam

13
perfektif fiqih disebut ju‟alah. Aturan yang terkait dengan bank dipersentasikan sebagai
berikut:

1. Bank diposisikan sebagai pemilik atau pihak yang memiliki penguasaan atas objek
sewa, baik berupa barang maupun jasa dan penyewaan terhadap nasabah.
2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah karakteristik pembiayaan ijarah dan hak
kewajiban nasabah.
3. Bank melakukan analisis atau rencana pembiyaan ijarah yang diajukan nasabah
meliputi persoalan berupa karakter, dan aspek usaha berupa kapasitas usaha,
keuangan, serta prospek usaha.
4. Sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, bank wajib memenuhi kualitas dan
kuantitas objek sewa, serta ketepatan waktu penyediaan objek sewa. Disamping itu,
bank wajib menyediakan dana guna merealisasikan penyediaan objek dana.
5. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga kebutuhan objek sewa dan menggangu
pemeliharaannya sesuai kesepakatan.
6. Bank tidak dapat membebankan kepada nasabah untuk menanggung biaya kerusakan
objek sewa jika kerusakan bukan disebabkan pelanggaran akad atau kelalaian
nasabah.

Dalam istilah perbakkan syari‟ah, ijarah dapat diartikan sebagai leasecontrac dan juga
hirecontract. Leasecontract adalah suatu lembaga keuangan penyewaan peralatan (eguipment)
baik dalam sebuah banguanan maupun barang-barang, seperti mesin, pesawat terbang dan
lain misalnya. Sedangkan hirecontract adalah akad sewa sebagaimana dalam kajian sewa
menyewa pada hukum perdata. Dan hukum islam pada umumnya dalam praktik perbakkan ,
akad ijarah diartikan sebagai akad yang memberikan kesempatan kepada penyewa, untuk
mengambil manfaat dari barang sewaan, untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang
besarnya telah disepakati. Dalam kasus sewa atas tanah, ijarah atau sewa berarti nilai surplus
sebidang tanah.

Dari beberapa terminologi tersebut diatas, dapat dipahami bahwa:

1. Akad ijarah adalah akad atau transaksi pemindahan hak guna atas suatu barang atau
jasa ketrampilan tertentu melalui pembayaran upah (sewa) secara proporsional.
2. Akad ijarah tidak berakibat pada pemindahan kepemilikan atas barang tertentu atau
jasa ketrampilan tertentu.
3. Akad ijarah ditentukan untuk masa tertentu dan tujuan tertentu dari barang atau jasa
yang disewa.

14
Keterangan sekema:

1. Nasabah mengajukan pembiyaaan ijarah ke bank syariah


2. Bank kemudian memberi/ menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah, sebagai
objek ijarah, tarif ijarah, dari suplayer/ penjual / pemilik.
3. Setelah dicapai kesepakatan anatara nasabah dengan bank mengenai baranf objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah, dan biaya pemelihaannya, maka akad ijarah
ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
4. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah
periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada bamk.
5. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai‟u wal ijarah) setelah periode ijarah
berakhir, objek ijarah tersebut disimpan oleh bank sebagai aset yang dapat disewakan
kembali.
6. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-ijarah wal ijarah, atau ijarah paralel)
setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada
suplayer/penjual/ pemilik.

Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai ketentuan ijarah dalam
Lembaga Keuangan Syariah sebagai berikut:

1. Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.


b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

15
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang
serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materil).
c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Jenis barang atau jasa yang dapat disewakan adalah sebagai berikut:

a. Barang modal; aset tetap, seperti bangunan, gedung, kantor, dan ruko.
b. Barang produksi; mesin, alat alat berat, dan lain-lain
c. Barang kendaraan transportasi; darat, laut, dan udara
d. Jasa untuk mmebayar ongkos; uang sekolah/kuliah, tenga kerja, hote, angkutan/
transportasi, dan sebagainya.

Bank- bank Islam yang mengoperasikan produk al –ijarah, dapat melakukan leasing,
baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya,
bank- bank tersebut lebih banyak menggunakan al- ijarah al- muntahia bit- tamlik karena
lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidakdirepotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

Pengembalian sewaan

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan,


jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya. Dan jika
bentuk barang sewaan adalah benda tetap („iqar), ia wajib menyerahkan kembali dalam
keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya
dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk menyerahkannya,
seperti barang titipan.

Metode Pembayaran Ijarah

Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya
tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to formance) dan ijarah yang
pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to
formance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut
ijarah gaji, ijarah sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja
objek yang disewa disebut jualah atau success fee.

16
Manfaat dan Risiko yang Harus diantisipasi

Manfaat dari transaksi al- ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya
uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam al- ijarah adalah sebagai berikut:

a. Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.


b. Rusak; aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bartambah,
terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaaan harus dilakukan
oleh bank.
c. Berhenti; nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membali aset
tersebut. Akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan
mengembalikan sebagian kepada nasabah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam istilah
perbakkan syari‟ah, ijarah dapat diartikan sebagai leasecontrac dan juga hirecontract.
Leasecontract adalah suatu lembaga keuangan penyewaan peralatan (eguipment) baik
dalam sebuah banguanan maupun barang-barang, seperti mesin, pesawat terbang dan
lain misalnya. Sedangkan hirecontract adalah akad sewa sebagaimana dalam kajian
sewa menyewa pada hukum perdata. Dan hukum islam pada umumnya dalam praktik
perbakkan , akad ijarah diartikan sebagai akad yang memberikan kesempatan kepada
penyewa, untuk mengambil manfaat dari barang sewaan, untuk jangka waktu tertentu
dengan imbalan yang besarnya telah disepakati. Dalam kasus sewa atas tanah, ijarah
atau sewa berarti nilai surplus sebidang tanah.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya bagi pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, maka dari
itu kami mohon kritik dan saran yang dapat membangun kami ke depannya agar lebih
baik lagi.

17
Daftar Pustaka

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, h .203

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, h. 228

Syaifullah Aziz, Fiqih Islam Lengkap, Asy-syifa, Surabaya, 2005, h .377

Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press,
Jakarta, h. 177

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Syirkah, Al-ma‟rif, Bandung,
1995, h. 24

Gufron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h.
181

Hendi Suhendi, Op.Cit. h. 113

Undang-undang Ketenagakerjaan Lengkap, cet 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,h. 5

Http://www.academis.edu./Pengertian dan perbedaan gaji dan upah

Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 tentang UMR Pasal 1. Poin b

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Diponogoro, Bandung, 2006

Muhammad bin Yazid Abu „Abdullah al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah Jilid II, Dar al- Fikr,
Beirut, 2004, h. 20

Imam Nasaiy, Sunan Nasaiy, Dar al-Fikr, Beirut, 1994, h. 271

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, Pena Ilmu dan Amal, Jakarta, 2006, h. 205

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, h. 63

5 Syaifullah Aziz, Fiqih Islam Lengkap, Ass-syifa, Surabaya, 2005, h. 378

http://irhamanas.blogspot.com/2013/aplikasi-pembiyaan-ijarah-dalam-perbakkan.html

18

Anda mungkin juga menyukai