Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“AKAD DALAM SOSIAL (ARIYAH, QARDHUL HASAN)”

Dosen Pengampu:
Orin Oktasari, Mhi

Disusun Oleh:
Intan Febriyanti (2111140107)
Cindy Fattika Sari (2111140119)
Taufik Hussein (2111140112)
Selvi Sintia (2111140113)

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak.
yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Bengkulu, November 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB l PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB ll PEMBAHASAN
A. Ariyah.............................................................................................................3
B. Qardhul Hasan................................................................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai pedoman hidup manusia, merupakan agama yang tidak
hanya berkaitan dengan masalah ritual, akan tetapi merupakan sistem yang
komprehensif dan mencangkup seluruh aspek kehidupan, salah satunya
masalah industri keuangan sebagai motor penggerak roda perekonomian.
Sekalipun Islam menganjurkan manusia untuk melakukan aktivitas ekonomi
yang mampu mendatangkan keuntungan bagi para penggiat usaha, namun
tidak semua persoalan ekonomi Islam yang berorientasi pada keuntungan
semata (profit oriented). Banyak sekali kegiatan ekonomi yang justru bernilai
sosial dengan mengenyampingkan aspek keuntungan.
Islam adalah agama yang selalu mengedepankan kepentingan umat,
sekaligus menghargai hak-hak pribadi seorang muslim. Ini berlaku dalam
segala hal termasuk kebijakan ekonomi. Sistem ekonomi Islam berbeda
dengan sistem ekonomi kapitalis yang terlampau membuka ruang kebebasan
individu, juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang membatasi
kebebasan perorangan. Sebagaimana dikatakan Naqwi bahwa dari
postulatpostulat etik dasar Islam setidaknya ada lima sasaran kebijakan yang
bisa ditarik, yaitu kebebasan individual, keadilan distributif, pertumbuhan
ekonomi, pendidikan universal (untuk umum) dan peluang kerja maksimum.
Selain anjuran investasi, Islam memberikan kebebasan kepada
manusia untuk memasuki pintu usaha yang ia kehendaki sesuai dengan
kemampuan dan kecenderungan hatinya dan diharapkan bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya. Di satu segi ajaran Islam hendak mendorong umatnya
untuk berprestasi termasuk dalam bidang ekonomi, namun di segi lain Islam
sarat dengan muatan etika, termasuk etika ekonomi dan bisnis serta hukum
menurut Islam

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ariyah dan dasar Hukum Ariyah?
2. Apa Pengertian dan Dasar Hukum Qardhul Hasan?
3. Bagaimana Rukun dan Syarat Ariyah?
4. Bagaimana Rukun dan Syarat Qardhul Hasan?
5. Bagaimana Prinsip Qardhul Hasan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui pengertian Ariyah dan dasar Hukum Ariyah.!
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Dasar Hukum Qardhul Hasan.!
3. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Ariyah.!
4. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Qardhul Hasan.!
5. Untuk Mengetahui Prinsip Qardhul Hasan.!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ariyah
1. Pengertian Ariyah
Ariyah menurut bahasa ialah pinjaman. Sedangkan menurut istilah,
pengertian ‘ariyah di bagi menjadi beberapa pendapat:1
a. menurut Hanafiyah, ariyah ialah: kepemilikan atas manfaat secara Cuma-
Cuma
b. menurut malikiyah, Ariyah ialah:Memiliki manfaat dalam waktu tertentu
dengan tanpa imbalan.
c. Menurut syafi’iyah, Ariyah adalah:
“Kebolehan mengambil manfaat dari sesorang yang membebaskannya,apa
yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya
dapat dikembalikan kepada pemiliknya.”
d. Menurut Hanbaliyah, Ariyah ialah:
“kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam
atau yang lainnya.”
Dari definisi yang diungkapkan oleh para ulama mazhab tersebut
dapat disimpulkan bahwa, ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat
barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan
tanpa di ganti atau secara Cuma-Cuma (gratis). Bila diganti dengan sesuatu
atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah.
2. Dasar Hukum ‘Ariyah
Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah.
Sedangkan menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutif oleh Taqiy al-Din, bahwa
ariyah hukumnya wajib ketika awal islam. Ada juga yang berpendapat ariyah
ini adalah suatu usaha tolong menolong oleh karena itu hukumnya boleh atau
mubah sapanjang yang demikian itu dilakukan sesuai dengan ketentuannya.2

1
Febriyanti, Imel. Al-Ariyah Menurut Hukum Ekonomi Syariah (StudiKasus Pada Petani
Singkong di Desa Labuhan Ratu IX, Labuhan Ratu, Lampung Timur). Diss. IAIN Metro, 2017.
2
Retnaeni, Nur Hidayati. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN
KAS MASJID UNTUK PINJAMAN KEGIATAN USAHA KELOMPOK BUDIDAYA

3
4

Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran ialah: “dan tolong-


menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (Qs. Al-Maidah(5):2).
Selain dari Al-Quran, landasan hukum yang kedua adalah Al-Hadis,
ialah: “barang peminjaman adalah benda yang wajib dikembalikan” (Riwayat
Abu Daud) “Dari SamurahIbnu jundab bahwa Rosululloh SAW bersabda:”
tangan bertanggung jawab terhadap apa yang ia ambil sampai ia
mengembalikan”( Riwayat Ahmad dan empat imam, hadis sohih menurut
hakim).
Dari anas bin malik ia berkta; telah terjadi rasa ketakutan (sernngan
musuh) dikota madinah. Lalu nabi meminjam seekor kuda dari abi talhah yang
diberi mandub, kemudian beliau mengendarainya, setelah beliau kembali
beliau bersbda: kami tidak melihat apa-apa yang kami temui hanya lautan .
(HR. Muttafaq ‘alaih)
3. Rukun dan Syarat ‘Ariyah
Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah satu yaitu ijiab, dan Kabul tidak
wajib diucapkan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam
barang yang dipinjam.3 Menurut jumhur ulama termasuk Syafi’iyah
berpendapat rukun ariyah adalah sebagai berikut:
1. Kalimat shighat/ ijab qabul
2. Mu’ir yaitu orang yang yang meminjam
3. Mus’tair yaitu orang yang meminjamkan dan
4. Mu’ar yaitu barang yang dipinjam
Syarat bagi mu’ir dan musta’ir yaitu: Baik peminjam atau yang
meminjamkan disyaratkan keduanya telah berkemampuan untuk bertindak dan
berbuat kebajikan dan mampu membuat perjanjian, yaitu telah dewasa,
berakal sehat, cakap atas harta dan berbuat dengan kesadaran dan pilihan
sendiri dan tidak dalam keadaan terpaksa.
Sedangkan syarat untuk barang yang dipinjamkan adalah dapat
PERIKANAN BAGI REMAJA MASJID NURUL FALAH BUKATEJA PURBALINGGA. Diss.
UIN Prof. KH Saifudin Zuhri, 2022.
3
Shobirin, Shobirin. "Ariyah Dalam Pandangan Hukum Islam."
5

dimanfaatkan tanpa mengurangi wujud barangnya, dapat diserahkan dan


dimanfatkan untuk kepentingan yang tidak bertentangan dengan agama, tidak
syah ariyah yang barangnya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung
yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi,
maka batal ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara,
seperti meminjam benda-benda najis.
4. Tanggung Jawab Peminjam
Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian
barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik karena pemakaian
yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demonian menurut Idn Abbas,
Aisyah, Abu Hurairah, Syai’I dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Samurah, Rasulallah Saw. Bersabda: “Pemegang kewajiban menjaga apa
yang ia terima, hingga ia mengambilkannya”. Sementara para pengikut
hanafiyah dan Malik berpendapat bahwa, peminjam tidak berkewajiban
menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakan yang berlebihan,
karena Rasulallah Saw.4
5. Meminjam Pinjaman dan Menyewakan
Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa peminjamn boleh
meminjamkan benda-benda pinjaman kepada orang lain. Sekalipun
pemiliknya belum mengizinkan jika penggunanya untuk hal-hal yang tidak
berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman. Menurut Mazhab Hanbali,
peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang
menggantikan setatusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang
tersebut disewakan. Haram hukumnya menurut Hanbaliyah menyewakan
barang pinjaman tanpa seizing pemilik barang. Jika peminjam suatu benda
meminjamkan benda pinjaman tersebut kepada orang lain, kemudian rusak
ditangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan kepada salah seorang
diantara keduanya. Dalam keadaan seperti ini, lebih baik barang meminta
jaminan kepada pihak kedua karena dialah yang memegang ketika barang itu
4
Saprida, Saprida, and Choiriyah Choiriyah. "Sosialisasi ‘Ariyah dalam Islam Di
Kecamatan Air Kumbang Kabupaten Banyuasin." AKM: Aksi Kepada Masyarakat 1.1 (2020): 13-
20.
6

rusak.
Perubahan status ‘Ariyah dari manah kepada tanggungan Menurut
ulama Hanafiyah, penyebab perubahan ariyah dari amanah kepada tanggungan
anatara lain sebagai berikut:
a. Menghilangkan barang
b. Tidak menjaganya ketika menggunakan barang
c. Menggunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan persyaratan atau
kebiasaan yang berlaku
d. Menyalahi tata cara penjagaan seharusnya
B. Qardhul Hasan
1. Pengertian Qardhul Hasan
Secara epistimologi kata qardhul hasan berasal dari q-r-d berarti
memotong. Dikatakan demikian karena harta tersebut benar-benar dipotong
apabila diberikan kepada peminjam. Berdasarkan hadist Nabi Muhammad
Saw, pemberian pendahuluan pinjaman dengan cara alqardh lebih berkenan
bagi Allah daripada memberi shadaqah. Ini merupakan keterangan yang sah
dan tidak perlu dipergunakan lagi, serta merupakan sunnah Nabi Muhammad
Saw dan ijma’ ulama.5
Secara terminologi, al-qardhu al-hasan (benevolent loan) adalah suatu
pinjaman yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dalam hal ini
anggota tidak dituntut untuk mengembalikkan apapun kecuali pinjaman. Sifat
qardhul hasan ini tidak memberi keuntungan finansial. al-qardh al-hasan
merupakan gabungan dari dua kata, yaitu al-qardh dan al-hasan. Secara bahasa
qardh berasal dari kata qarada dan sinonimnya qatha’a yang berarti
memotong. al-qardh secara bahasa juga bisa diartikan sebagian pinjaman atau
hutang, sedangkan al-hasan artinya baik. Dalam menjelaskan al-qardh al-
hasan para ahli fiqh muamalah menggunakan istilah qardh, karena istilah
alqardh al-hasan tidak ditentukan dalam literatur fiqh muamalah. Namun
demikian, maka qardh yang dimaksudkan oleh mereka adalah al-qardh al-

5
Velayati, Naili. "Implementasi Pembiayaan Al-Qardh Pada Pelatihan Kewirausahaan."
Jurnal Qiema (Qomaruddin Islamic Economics Magazine) 7.2 (2021): 179-197.
7

hasan.
Disebut qardhul hasan karena pinjaman ini merupakan wujud peran
sosial lembaga keuangan syariah non bank untuk membantu masyarakat
muslim yang kekurangan secara finansial. Di samping itu, karena sifatnya
dana sosial, pinjaman ini juga bersifat lunak. Artinya jika anggota mengalami
kesulitan untuk mengembalikkan sebagian atau seluruh kewajibannya pada
saat yang telah disepakati dan Baitul Maal wal-Tamwil (BMT) memastikan
ketidakmampuannya mengembalikkan pinjaman, maka BMT harus
memberikan dispensasi/keringanan dengan tidak memberikan denda dan
menunggu sampai anggota mempunyai kemampuan untuk membayarnya yaitu
dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian.
Dilihat dari definisi di atas, al qardh adalah suatu akad yang membawa
kepada pemindahan harta milik pemiutang kepada penghutangnya dan hutang
itu akan dibayar balik kepada pemiutangnya sebagaimana hutang yang
diterimanya. Hutang berlaku pada harta yang bernilai (mithli). Al-hasan
adalah kalimah ini digandingkan dengan kalimah al-qardh itu maknanya ialah
“yang baik”. Kalimah ini digandingkan bertujuan untuk menguatkan maksud
al qardh. Kalimah al- qardh sebenarnya sudah cukup menggambarkan suatu
muamalah yang baik yang tidak memerlukan ganjaran faedah atau
keuntungan, bahkan setiap faedah atau keuntungan ke atas pinjaman adalah
riba yang dilarang oleh Allah.
2. Dasar Hukum Qardhul Hasan
1) Al-qur’an
Al-qur’an merupakan sumber hukum islam yang utama. Setiap
muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang
terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT,
yaitu mengikuti segala perintah allah dan menjauhi segala larangannya.
a. QS. Al-Baqarah ayat 245
“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka
Allah melipat gandakan ganti kepadamu dengan banyak Allah menahan dan
melapangkan (rezeli) dan kepadanya lah kamu dikembalikan.”
8

Dan dalam harta yang dikeluarkan untuk jihad itu tidak boleh
tercampur dengan harta yang tidak halal atau syubhad. Allah akan melipat
gandakan hartanya, satu dirham akan dilipatkan oleh Allah menjadi tujuh ratus
dirham, maka berinfaklah kalian dijalan-Nya untuk menegakkan kalimat-Nya,
wahai orang-orang mukmin. Dan janganlah kalian takut akan menjadi miskin
karena sesungguhnya Allah yang melapangkan dan menyempitkan (rezeki)
atas hamba-Nya sebagai cobaan atau melapangkannya sebagai ujian pula,
maka dengan kalian tidak berinfaq dijalan Allah, tidak akan merubah
ketentuan-Nya sedikitpun.
b. QS. Al-Baqarah Ayat 280:
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran”. Setelah Allah SWT
menetapkan kepada orang-orang yang melakukan riba untuk mengambil
modal dasar mereka saja dan mengembalikan harta yang mereka hasilkan dari
perbuatan riba, jika mereka masih memiliki harta tersebut, lalu Allah SWT
menerapkan bagi orang yang merasa kesulitan dalam mengembalikannya
untuk menunggu hingga keadaanya membaik.
c. QS. Al-hadid Ayat 11:
“Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang
baik, maka Allah akan mengembalikan berlipat ganda untuknya dan baginya
pahala yang mulia.”
Ayat ini menganjurkan kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah.
Orang-orang Arab sudah terbiasa menyebutkan kata qardh (pinjaman) ini
untuk mengungkapkan sebuah perbuatan baik, dan alasannya adalah karena
qardh ini maknanya adalah mengeluarkan sedikit harta sekaligus
mengharapkan penggantinya (pengembaliannya). Untuk itu, makna ayat ini
adalah: barang siapa yang mau berinfaq di jalan Allah dan ingin diganti
dengan kelipatan yang sangat banyak.
Ayat-ayat yang diuraikan diatas adalah hujah yang kuat tentang
9

hukum al-qardh yang wajar dilaksanakan. Ayat-ayat tersebut merupakan


perintah Allah SWT diperuntukan kepada seseorang yang mempunyai harta
supaya memberikan pinjaman al-qardh, perintah ini bukanlah suatu perintah
wajib. Walau bagaimanapun, hukum meminjam kepada seseorang adalah
harus.
2) Al-Hadis
Hadis merupakan sumber hukum hukum islam yang kedua setelah Al-
Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukumhukum dan
perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Saw berkata, bukan seorang
muslim yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya
adalah (senilai) sedekah. Akad al-qardh diperbolehkan secara syar’i dengan
landasan hadis atau ijma’ ulama.
3) Ijma
Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardhul hasan boleh
dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa
hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang
memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam
sudah menjadi bagian dari kehidupan di dunia. Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.
3. Hukum Qardhul Hasan
Qardh merupakan transaksi yang diperbolehkan oleh syariah dengan
menggunakan skema pinjam meminjam. Akad qardh merupakan akad yang
memfasilitasi transaksi pinjaman sejumlah dana tanpa adanya pembebanan
bunga atas dana yang dipinjam oleh nasabah. Transaksi qardh merupakan akad
yang bersifat sosial karena tidak diikuti dengan pengambilan keuntungan dari
dana yang dipinjamkan.6
Haram bagi pemberi pinjaman untuk mensyaratkan tambahan atas
hartanya kepada peminjam. Sebab para ulama sepakat bahwa jika ia
6
Mubarak, Syahrul. Analisis Sistem Pinjam Meminjam Emas Dengan Kompensasi Padi
Dikalangan Masyarakat Kec. Kuta Baro Dalam Perspektif Akad Qardh. Diss. UIN Ar-Raniry,
2019.
10

mensyaratkan tambahan kepada peminjam lalu memungutnya, maka ia telah


memunggut riba. Dalam pinjaman qardh, tidak diperbolehkan disyaratkan
tambahan pengembalian atas pinjaman tersebut.
4. Rukun Qardhul Hasan
Setiap kegiatan bermuamalah sebagai umat muslim hendaknya
memerhatikan rukun-rukun yang sudah ditetapkan dalam hukum Islam, guna
melengkapi suatu akad atau transaksi, sehingga transaksi yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak dinyatakan sah sesuai dengan hukum Islam. Menurut
Madani rukun yang terdapat pada akad qardhul hasan itu ada tiga yaitu
sebagai berikut:
a. Shighat Shighat merupakan bentuk akad ijab dan qabul, tidak ada
perbedaan di antara fukaha bahwa ijab qabul itu sah dengan lafaz utang
dan dengan semua lafaz yang menunjukkan maknanya, seperti kata,”Aku
meminjami utang” atau “Aku mengutangimu”. Demikian pula qabul sah
dengan semua lafaz yang menunjukan kerelaan, seperti “Aku berutang”
atau “Aku menerima” atau “Aku rida” dan lain sebagainya.
b. Aqidain ‘aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) yaitu pemberi
utang (muqridh) dan peminjam (muqtaridh). Adapun syarat-syarat bagi
pengutang adalah merdeka, balig, berakal sehat dan pandai (rasyid, dapat
membedakan baik dan buruk).
c. Harta yang diutangkan Harta yang diutangkan adalah sebagai berikut: 1.
Harta yang berupa padanan (maal mitsli), maksudnya harta yang sama lain
dalam jenis yang sama tidak ada perbedaan nilai, seperti uang, barang-
barang yang dapat ditakar, ditimbang, ditanam dan dihitung. 2. Harta yang
bermanfaat 3. Harta yang diutangkan keketahui, yaitu diketahui kadarnya
dan diketahui sifatnya.
5. Syarat Qardhul Hasan
Syarat sahnya al-qardh adalah orang yang memberi pinjaman
(muqridh) benar-benar mempunyai harta yang akan dipinjamkan tersebut.
Harta yang dipinjamkan hendaknya berupa harta yang ads padanya (barang
mitsli) baik yang bisa ditimbang diukur maupun dihitung. Syarat selanjutnya
11

adalah adanya serah terima barang yang dipinjamkan dan hendaknya terdapat
manfaat (imbalan) dari akad ini bagi orang yang meminjamkan karena jika hal
itu terjadi maka akan menjadi riba. Syarat lainnya ialah mengetahui jumlah
dan ciri-ciri harta yang dipinjamkan. Agar seorang peminjam bisa
mengembalikan ganti yang serupa kepada pemiliknya. Sebab qardh akan
menjadi hutang yang ditanggung si peminjam dan ia harus mengembalikannya
begitu ia mampu tanpa diundur-undur. Dalam Fatwa DSN-MUI dijelaskan
bahwa syarat qardh yaitu nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah
pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama, biaya
administrasi dibebankan kepada nasabah. Dari pengertian tersebut dapat
dijelaskan bahwa syarat akad qardh adalah harta yang dipinjamkan harus milik
sendiri dan tidak ada kelebihan dalam pengembalian hutang.
Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam takaran,
timbangan, bilangan, maupun ukuran panjang supaya mudah dikembalikan.
Para ulama empat madzab telah sepakat bahwa pengembalian barang
pinjaman hendaknya ditempat pelaksanaan akad qardhul hasan dilaksanakan.
Boleh ditempat mana saja, apabila tidak membutuhkan biaya kendaraan.
Apabila diperlukan, maka bukan sebuah keharusan bagi pemberi pinjaman
untuk menerimanya. Orang yang meminjam adalah orang yang memberi
amanat yang tidak ada tanggungan atasnya, kecuali karena kelalaian, atau
pihak pemberi pinjaman mempersyaratkan penerima harus bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang dipinjamnya. Ketika seorang hendak meminjamkan
uang kepada seseorang, alangkah lebih baik mereka membuat kontrak tertulis
dengan menetapkan syarat dan ketentuan utang itu disertai dengan penetapan
jatuh temponya. Kontrak atau dokumen seperti itu harus dibuat di depan dua
orang saksi.
6. Sebab-sebab yang Membatalkan Qardhul Hasan
Pembayaran utang dengan membaginya kepada beberapa bagian
seperti diserahkan pada waktu-waktu tertentu, bisa berupa cicilan maupun
tanpa cicilan (langsung lunas). Yang demikian ini sah dan boleh menurut
syariat. Akan tetapi, jika pemberi utang mensyaratkan kepada orang yang
12

berutang bahwa seandainya dia terlambat membayar salah satu cicilan pada
waktunya, uang tersebut menjadi jatuh tempo semuanya, maka syarat ini tidak
wajin dilaksanakan.
Jika penjual pertama menjual barang kepadanya sekaligus
meminjaminya, maka yang demikian tersebut termasuk transaksi yang
diharamkan Allah dan Rasul-nya. Keduanya sama-sama layak dikenai sanksi
manakala ia telah mengetahui larangannya. Ia wajib mengembalikan pinjaman
atau barang kepada pemiliknya. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, maka ia
hanya berhak atas pinjamanya, jika tidak, maka barang tersebut diganti dengan
nilai yang sama. Ia tidak berhak atas tambahan di luar itu.
7. Prinsip Qardhul Hasan
Prinisip qardhul hasan berarti pemilik dana (masyarakat) memberikan
fasilitas dananya kepada bank (penerima dana) di mana pemilik dana tidak
mengharapkan imbalan atas dana yang telah diberikan. Bank juga sebagai
pemilik dana yang biasanya diambil dari denda nasabah dan pendapatan non
halal. Hanya nasabah yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini.
Kegiatan yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan atau pinjaman ini
ialah nasabah yang terdesak dalam melakukan kewajiban-kewajiban non
usaha atau pengusaha yang menginginkan usahanya bangkit kembali yang
oleh karena ketidak mampuannya untuk melunasi kewajiban usahanya.
Kemudian penerima pinjaman (muqtaridh) wajib mengembalikan
pinjamannya dalam jumlah yang sama dan apabila peminjam tidak mampu
mengembalikan pada waktunya maka peminjam tidak boleh dikenai sanksi.
8. Manfaat Qardhul Hasan
Manfaat al-qardhul hasan banyak sekali, diantaranya meliputi: 1.
Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk dapat
talangan jangka pendek. 2. Al-qardhul hasan juga merupakan salah satu ciri
pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya
terkandung misi sosial, disamping misi komersial. 3. Adanya misi sosial
kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas
masyarakat terhadap bank syariah. 4. Resiko al-qardh terhitung tinggi karena
13

ia dianggap pembiayaan yang tidak cukup dengan jaminan. Tetapi menurut


Fatwa DSN MUI tentang al-qardh, menyatakan bahwa LKS dapat meminta
jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ariyah (pinjaman) adalah memberikan manfaat suatu barang dari
seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Apabila digantikan
dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ¸’Ariyah.
Dalam ‘ariyah ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, rukun ‘ariyah yaitu
adanya akad (ijab dan qabul), Orang-orang yang berakad, dan barang yang
dipijamkan.
Qardhul Hasan adalah bentuk pinjaman dalam keuangan Islam yang
diberikan tanpa tambahan bunga atau keuntungan. Ini dilakukan dengan niat
baik, dan peminjam diharapkan mengembalikan jumlah pinjaman tanpa biaya
tambahan. Prinsip ini mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan
dalam sistem keuangan syariah.
B. Saran
Demikian penulisan makalah yang kami susun tentang Akad Ariyah
dan Qardhul Hasan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
khususnya bagi pembaca. Kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Febriyanti, Imel. Al-Ariyah Menurut Hukum Ekonomi Syariah (StudiKasus Pada


Petani Singkong di Desa Labuhan Ratu IX, Labuhan Ratu, Lampung
Timur). Diss. IAIN Metro, 2017.

Mubarak, Syahrul. Analisis Sistem Pinjam Meminjam Emas Dengan Kompensasi


Padi Dikalangan Masyarakat Kec. Kuta Baro Dalam Perspektif Akad
Qardh. Diss. UIN Ar-Raniry, 2019.

Retnaeni, Nur Hidayati. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP


PENGGUNAAN KAS MASJID UNTUK PINJAMAN KEGIATAN
USAHA KELOMPOK BUDIDAYA PERIKANAN BAGI REMAJA
MASJID NURUL FALAH BUKATEJA PURBALINGGA. Diss. UIN
Prof. KH Saifudin Zuhri, 2022.

Saprida, Saprida, and Choiriyah Choiriyah. "Sosialisasi ‘Ariyah dalam Islam Di


Kecamatan Air Kumbang Kabupaten Banyuasin." AKM: Aksi Kepada
Masyarakat 1.1 (2020): 13-20.

Shobirin, Shobirin. "Ariyah Dalam Pandangan Hukum Islam."

Velayati, Naili. "Implementasi Pembiayaan Al-Qardh Pada Pelatihan


Kewirausahaan." Jurnal Qiema (Qomaruddin Islamic Economics
Magazine) 7.2 (2021).

Anda mungkin juga menyukai