Anda di halaman 1dari 17

HUTANG PIUTANG,HIWALAH & SHULH & SYARIKAT,

IJARAH & ARIAH


MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih 2
Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: H.Nurudin, M.Ag

Oleh:
MOHAMMAD FALDO FIRDATULLAH (21.01.0014)
KHAYA TETI (21.01.0043)
FAUZAN HUSNA (21.01.0054)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-AMIN
INDRAMAYU 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT serta salam dan
cinta kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Atas segala rahmat dan karunia Allah
SWT sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “HUTANG
PIUTANG,HIWALAH & SHULH & SYARIKAT,IJARAH & ARIAH”.

Tugas ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam. Dalam proses pembuatan makalah ini, kami harap dapat membantu
pembaca untuk mengetahui bagaimana hakikat, sumber, dan implikasi ilmu pengetahuan
terhadap filsafat pendidikan Islam.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam isi dan
bahasa penulisannya. Sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat membantu
kami demi kesempurnaan makalah ini.

Indramayu, 06 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
A. PENDAHULUAN....................................................................................................1
B. PEMBAHASAN.......................................................................................................3
1. Pengertian Hutang Piutang........................................................................................3
2. Pengertian Hiwalah....................................................................................................5
3. Pengertian Syariat......................................................................................................6
4. Pengertian Ijarah........................................................................................................8
5. Pengertian Ariyah......................................................................................................9
C. KESIMPULAN.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam islam kehidupan sehari-hari adalah suatu cara untuk terpenuhinya kebutuhan,
baik yang diatur oleh islam. Dengan cara mengatur sistem bermuamalah terhadap sesama
manusia. Manusia tidak terlepas dari suatu penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan
(psak) nomor 110 akuntansi hawalah. Hawalah adalah suatu pemindahan hutang atau
mengalihan hak kepada pihak yang bersangkutan. Dengan penerapan psak nomor 110 kita
mengetahui bagaimana permasalahan yang sering terjadi yaitu hutang-piutang, atau kata lain
yaitu pemindahan hutang dari individu kepada individu lain. Sebagaimana sesuai dengan
yang digunakan oleh sebagian sistem perbankan syariah. Secara tidak langsung dengan
adanya pengaturan keuangan yang diterapkan dalam bentuk akuntansi keuangan yang sangat
diperlukan setiap orang. Begitu juga dengan akuntansi hawalah akan terjadi apabila dalam
keadaan terdesak dan sangat diperlukan pada saat itu juga. Akad hiwalah yang mana telah
disebutkan dalam Surat Edaran BI (SEBI) No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 menjadi
salah satu produk jasa tersendiri pada perbankan syariah.

Hawalah adalah seseorang mengalihkan hutang kepada orang lain, tetapi setelah itu ia
mengambil pembayaran dari orang lain itu. Dalam buku ini syaikhul islam ibnu taimiyyah
ditanya, ada seseorang yang mengalihkan hutang atas mahar yang tunai.

B. Rumus Masalah

1. Bagaimana Hukum Hutang Piutang

2. Bagaimana Hukum Hiwalah

3. Bagaimana Hukum Syarikat

4. Bagaimana Hukum Ijarah

5. Bagaimana Hukum Ariyah

1
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Tentang Hutang Piutang

2. Untuk Mengetahui Tentang Hiwalah

3. Untuk Mengetahui Tentang Syarikat

4. Untuk Mengetahui Tentang Ijarah

5. Untuk Mengetahui Tentang Ariyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hutang Piutang

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan
istilah Al-Qardh.Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti
memotong.Diartikan demikian karena orang yang Memberikan utang memotong sebagian
dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.

Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i),makna Al-Qardh ialah menyerahkan


harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan
akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.Atau dengan kata
lain,Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman
kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah
yang sama.Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa
depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga. Memberikan utang
merupakan kebajikan yang membawa kemudahan kepada muslim yang mengalami kesulitan
dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.

Hukum hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi.Pada
umumnya pinjam-meminjam hukumnya sunnah bila dalam keadaan normal. Hukumnya
haram jika meminjamkan uang untuk membeli narkoba,berbuat kejahatan,menyewa
pelacur,dan lain sebagainya.Hukumnya wajib jika memberikan kepada orang yang sangat
membutuhkan seperti tetangga yang anaknya sedang sakit keras dan membutuhkan uang
untuk menebus resep obat yang diberikan oleh dokter,dsb.

a. Hukum Hutang Piutang dan Hikmahnya

Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang
yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah
hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar.

b. Rukun dan Syarat Hutang Piutang

Adapun yang menjadi rukun qardh adalah:

1.Muqridh (yang memberikan pinjaman).

3
2.Muqtaridh (peminjam).

3.Qardh(barang yang dipinjim dipinjamkan)

4.Ijab qabul

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah:

1.Orang yang melakukan akad harus baligh,dan berakal.

2.Qardh harus berupa harta yang menurut syara’ boleh Digunakan/dikonsumsi.

3.Ijab qabul harus dilakukan dengan jelas.

Menurut Hanafiah, rukun Al-Qardh adalah satu yaitu Ijab dan Kabul,tidak wajib
diucapkan tetapi cukup menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan
boleh hukum ijab kabul dengan ucapan.Menurut Syafi’iyah,rukun dari al-Qardh adalah
sebagi berikut;

1) Kalimat atau Lafazh “Saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata
“Saya mengaku berutang benda tersebut kepada kamu”,syarat bendanya ialah sama dengan
syarat benda dalam jual-beli.

2) Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan dan Musta’ir yaitu orang yang menerima
utang,syarat dari Mu’ir adalah pemilik yang Berhak menyerahkannya,sedangkan syarat-
Syarat dari Mu’ir dan Musta’ir adalah;

 Baligh,maka batal Ariyah yang dilakukan anak kecil.


 Berakal,maka batal Ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang tidur atau gila.
 Orang tersebut tidak diMahjur (dibawah curatelle),maka tidak sah Ariyah yang
dilakukan oleh orang yang berada dibawah perlindungan(curatelle),seperti pemboros.

3) Benda yang di utangkan diisyaratkan yaitu;

 Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan,maka tidak sah‘ariyah yang materinya


tidak dapat digunakan,seperti meminjam karung yang telah hancur sehingga tidak
dapat digunakan untuk menyimpan padi.
 Pemanfaatan itu dibolehkan,maka batal‘ariyah yang pengambilan Manfaat materinya
dibatalkan oleh syara’ seperti meminjam benda-benda najis

4
B. Pengertian Hiwalah

Rukun hiwalah adalah rukun-rukun yang wajib dipenuhi sebelum akad hiwalah
terjadi.Apabila tidak terpenuhi salah satunya,maka akad hiwalah tidak dapat dilakukan.

Rukun-rukun tersebut antara lain:

 Muhil

Pertama, rukun hiwalah adalah muhil, yaitu orang yang mempunyai hutang. Dalam hal
ini,muhil harus berakal sehat, baligh,dan mempunyai kemampuan melaksanakan akad
hiwalah. Selain itu,pemilik hutang atau muhil menjalankannya atas keinginan pribadi tanpa
paksaan dari pihak lain.

 Muhal

Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama seperti syarat muhil,pihak
muhal harus mencapai usia baligh,berakal sehat dan melaksanakan akad ini secara sukarela
tanpa paksaan.Ijab qabul hiwalah yang dikatakan oleh muhal harus berada dalam majelis
akad disaksikan pihak terkait, dan dilakukan secara sadar tanpa paksaan.

 Muhal’alaih

Rukun hiwalah ketiga yakni muhal’alaih sebagai orang pemilik hutang dan bertanggung
jawab melunasi hutang pihak muhil,pihak ini harus mempunyai akal sehat,baligh,
kemampuan finansial, dan memahami pelaksanaan akad, serta pengucapan ijab qabul dalam
majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.

 Hutang yang Diakadkan

Dalam konsep hiwalah,hutang merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan oleh muhil dari
muhal,dan dinyatakan akan dilunasi oleh muhal’alaih.Hutang tersebut boleh berupa
uang,aset,dan benda-benda berharga lainnya

Meski demikian,sesuai dengan hukum syariah,hutang tersebut tidak boleh berbentuk benda
setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit tanaman yang belum berbuah,janji bantuan
hibah belum di tangan,dan sebagainya).

Syarat-syarat hiwalah sebagai berikut:

 Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.

5
 Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis dan jumlah
utang,waktu pelunasan,dan kualitasnya.Misalnya bentuk hutang berupa emas, maka
pelunasannya harus berbentuk emas dengan nilai setara.
 Pihak muhal’alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang setelah
adanya kesepakatan bersama muhil.
 Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.
 Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan.

Mazhab Syafi’i juga menambahkan bahwa kedua hutang itu harus sama pada waktu jatuh
temponya,jika tidak sama maka tidak sah akad hiwalah.

Konsekuensi hiwalah di antaranya

 Kewajiban muhil kepada muhal untuk membayar hutang dengan sendirinya menjadi
terlepas (bebas).
 Adanya hak muhal untuk menuntut pembayaran hutang kepada muhal alaih.

Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi dua jenis yaitu:

 Hiwalah al-Haq yaitu apabila yang dipindahkan itu hak menuntut hutang (pemindahan
hak).
 Hiwalah ad-Dain, yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar
hutang (pemindahan hutang/kewajiban).

C. Pengertian Syarikat

Syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerja sama. Baik dalam bidang modal
maupun jasa antara pemilik modal atau pemilik jasa tertentu.Kerja sama modal (syirkah)
banyak sekali manfaatnya yang penting para anggota syirkah mempunyai niat baik dan
masing-masing harus jujur dan tidak boleh berkhianat.

Macam-Macam Syarikat

Adapun macam-macam syarikat/perseroan itu ada tiga macam yaitu :

1 Syarikat harta
2 Syarikat kerja dan
3 Asuransi

6
1. Syarikat Harta

Syarikat harta atau dalam istilah agama syirkah Inan ialah akad dari dua orang atau lebih
untuk bersyarikat harta, sehingga terbentuk modal untuk mendapatkan keuntungan
bersama.Adapun rukun dan syarat serta bentuk-bentuknya sebagai berikut :

Rukun Syarikat “syirkah”

1 Sigat (lafal akad) atau surat perjanjian


2 Ada orang yang berserikat
3 Pokok pekerjaan (modal)
2. Syarikat (syirkah) Kerja

Syarikat kerja atau dalam bahasa agama “syirkah Mudharabah” ialah bentuk kerja sama
yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bergerak dalam suatu pekerjaan atau memberikan
pelayanan kepada masyarakat (bidang jasa).

Syarikat kerja ini dapat terdiri atas suatu keahlian yang sama atau berbeda
keahlian.Keuntungan yang diperoleh menjadi milik bersama dan digabi menurut
perjanjian.Bila para anggota itu memiliki profesi yang sama dan tingkat pendidikannya pun
sama,maka penghasilan dapat dibagi rata.Sebaliknya bila profesi atau tingkat pendidikannya
atau skilnya berbeda maka penghasilan tentunya berbeda pula.

Berbicara masalah syarikat kerja,maka ada tiga yang perlu diketahui yaitu

1.Hukum syarikat kerja

Menurut mazhab Hanafi,Malik dan Hambali,hukum syarikat kerja boleh (jaiz).Sedangkan


menurut mazhab Syafi’ hukum syarikat kerja tidak sah dan tidak boleh.Akan tetapi, jika kita
melihat betapa banyak masyarakat yang berhajat pada sistim ini,kita akan sependapat dengan
pendapat yang tiga mazhab.

2.Manfaat syarikat Kerja

Syarikat kerja memang banyak manfaatnya bagi masyarakat dan manfaat itu antara lain
sebagai berikut :

 Terciptanya persaudaraan dan kekeluargaan


 Penghasilan para peserta syarikat kerja akan lebih cepat bertambah
 Masing-masing anggota dapat saling menukar pengalaman

7
3. Asuransi

Asuransi (pertanggungan) ialah perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan
membayar uang dengan pihak lain,bila terjadi kecelakaan,kematian,dan sebagainya,
sedangkan pihak yang lain akan membayar iuran.

Dengan pengertian tersebut,asuransi merupakan perlindungan terhadap resiko yang


kemungkinan muncul dikemudian hari dan resiko itu dapat berupa
kebakaran,banjir,gempa bumi,kecelakaan dijalan,dan sebagainya. Dengan demikian,jika
terjadi risiko,kerugian tidak hanya ditanggung sendiri tetapi juga ditanggung oleh
perusahaan asuransi.

D. Ijarah (sewa-menyewa)

Al-ijarah Berasal dari kata Al-ajru Yang berarti Al-iwadhu (ganti).Definisi ijarah
Dalam syara’ adalah akad atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu
Atau yang disebutkan ciri-cirinya,dalam jangka waktu yang diketahui,atau akad atas
pekerjaan yang diketahui, dengan bayaran yang diketahui.Maka al-ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa,tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan(Ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri

Rukun-Rukun Ijarah

Rukun ijarah ada empat, yaitu dua belah pihak yang mengadakan akad,sighat
ijarah,imbalan (ujrah), dan objek akad.

1. belah pihak yang mengadakan akad, terdiri dari penyewa (Mustajir ) adalah pihak yang
menyewa aset dan pemilik (Mu’jir/muajir ) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.

2.Sighat Ijarah yakni ijab dan qabul.

3.Imbalan (Ujrah).

4.Objek akad, yaitu Ma’jur(aset yang disewakan)

Syarat-Syarat Ijarah

Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam,sebagai
berikut:

1.Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu dan
diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.

8
2.Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya,
sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.

3.Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti.

4.Memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontra, akad
ijarah masih tetap berlaku

E. Ariyah

Ariyah artinya ganti mengganti pemanfaatan sesuatu kepada orang lain. Ada juga yang
menyatakan bahwa ariyah berasal dari kata Ura yang berarti kosong.
Dinamakan Ariyah karena kosongnya /tidak ada ganti rugi. Sedangkan ariyah menurut istilah
adalah akad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain
tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu (menjaga keutuhan
barang) dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya.

1. Dasar Hukum Ariyah

Dasar hukum ariyah bersumber pada:

a. Al-Qur’an

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).

b. Hadis

Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus
membayar dan hutang harus ditunaikan.” (HR. At-Tirmizi).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayyid dari
Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah meminjam perisai kepada
Shafwan bin Umayyah pada waktu perang Hunain. Shafwan bertanya: “Apakah Engkau

9
merampasnya wahai Muhammad? Nabi Saw. menjawab:” Cuma meminjam dan aku yang
bertanggung jawab”.

c. Hukum Ariyah

Hukum pinjam meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi empat yaitu:

1. Mubah, artinya Ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.


2. Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan memenuhi suatu kebutuhan
yang cukup penting, misalnya meminjamkan sepeda untuk mengantarkan anak ke
sekolah, meminjamkan buku pelajaran dan sebagainya.
3. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat
mendesak dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu Misalnya
meminjamkan baju dan sarung untuk shalat wajib, apabila tidak dipinjami maka
orang tersebut tidak bisa shalat karena bajunya najis. Hal ini wajib bagi peminjam
dan juga orang yang meminjamkan.
4. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau
untuk berbuat Misalnya seseorang meminjam pisau untuk mencuri, pinjam tempat
(rumah) untuk berbuat maksiat dan hal-hal lain yang dilarang oleh agama. Hukum
haram ini berlaku bagi peminjam dan orang yang meminjamkan.

d. Macam-macam Ariyah

1. Ariyah Mutlaqah

Yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan
apapun atau tidak dijelaskan penggunaannya. Misalnya meminjam sepeda motor di mana
dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan sepeda motor
tersebut. Meskipun demikian, penggunaan barang pinjaman harus disesuaikan dengan adat
kebiasaan dan tidak boleh berlebihan.

2. Ariyah Muqayyadah

Ariyah muqayyadah adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu
dan kemanfaatannya, baik disyaratkan oleh kedua orang yang berakad maupun salah satunya.

10
Oleh karena itu, peminjam harus menjaga barang dengan baik, merawat, dan
mengembalikannya sesuai dengan perjanjian.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transaksi akad hawalah dibutuhkan oleh masyarakat meskipun dikatakan baru di


Indonesia. Pembahasan akuntansi akad hawalah akan terus maju sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sekarang. Produk yang dikeluarkan oleh prinsip syariah ini sudah memperoleh
pertimbangan oleh orang yang kurang mampu untuk membayar hutang kepada orang lain.
Dengan adanya ini supaya pihak yang mengutangkan tidak merasa rugi, pihak yang
berhutang akan memindahkan haknya membayar kepada pihak lain. Pembahasan hawalah
akan terus maju baik dari perhitungan, praktek, dan pencatatannya. Akad hawalah ini
berharap besar bisa membantu kalangan masyarakat yang kurang mampu dan bisa menjadi
solusi terbaik di Indonesia.

B. Saran

Transaksi akad hawalah perlu terus disosialisasikan ke masyarakat baik melalui buku
maupun media sosial cetak dan elektronik lainnya yang ada dan berkembang dimasyarakat.
Dengan semakin pahamnya masyarakat bahwa ada anjak piutang secara syariah diharapkan
kedepan masyarakat lebih memilih akad hawalah daripada anjak piutang konvensional.

12
DAFTAR PISTAKA

Abbdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta: Pradnya


Paramita, 1991, Cetakan Keenam.

Abdullah, Ru‟fah Fiqih Mumalah, Serang: Media Madani, 2018

Abd, Atang Hakim, Fikih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih

Muamalah ke dalam Peraturan Perundangundangan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011


Anwar, Saiful, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003, Cetakan
Keempat.

Azhim, „Abdul Jalal Abu Zaid, Fiqih ar-Riba: Dirasat Muqaranah Wa Syamilah li at-
Tathbiqat alMu’ashirah, Penterjemah: Abdullah, Jakarta: Senayan Publishing, 2011

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Ttp:
Erlangga, 2014

Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Prenadamedia Group, 2006

Dumairy, Perekonomia Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1996, Cetakan Ke lima

Fanani, Achmad, Kamus Populer Inggris-Indonesia IndonesiaInggris, Jogjakarta: Literindo,


2015 Ghofur, Abdul Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada
Umiversity Press, 2009

13

Anda mungkin juga menyukai