Dosen Pengampuh :
Disusun oleh :
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Fiqh Muamalah ini sesuai jadwal yang
ditentukan.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dra. Zuraidah, M.H.I selaku dosen pengampu yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada
teman-teman yang telah mendukung kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
Kesimpulan................................................................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiwalah (pengalihan hutang) menurut istilah adalah pengalihan hutang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Hiwalah diambil dari kata tahwil yang
berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud di sini adalah memindahkan hutang dari
tanggungan orang yang berhutang (muhil) menjadi tanggungan orang yang berkewajiban
membayar hutang (muhal 'alaih). Dalam konsep hukum perdata, Hiwalah adalah serupa dengan
lembaga pengambilalihan utang, atau lembaga pelepasan hutang atau penjualan utang, atau
Utang piutang adalah salah satu dari pada akad bermu'amalah antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain. Karena banyak sekali manusia di desa, di kota, di negara, bahkan
manusia di seluruh dunia ini telah melakukan utang piutang. Karena pada kenyataannya manusia
tidak sanggup melengkapi hidupnya sendiri. Ia memerlukan sandang pangan dan rumah untuk
hidupnya. Dan harus diperoleh dengan cara berusaha. Orang mengusahakan akad pinjam atau
utang piutang itu bisa pada siapa saja dan lembaga apa saja, terkadang sama tetagga, sama-sama
dekat, orag tua, saudara dan siapa saja yang sekira-kira mereka mendapatkan pinjaman. Dan
Tidak ada seorang muslim pun yang membuat hutang dan Allah mengetahui bahwa dia ingin
mengembalikan hutangnya tetapi Allah membayarkan untuknya di dunia ini dan di akhirat. Allah
bersama orang yang berhutang sampai dia membayar hutangnya, sepanjang hutangnya bukan
untuk sesuatu yang dimurkai Allah. Al-Qur’an dan Sunnah memberikan kelonggaran bagi
mereka yang memiliki hutang. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beralihlah
1
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua uang) itu, lebih
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar bisa mengetahui dan memahami apa itu Hiwalah,
kemudian apa dasar hukumnya, apa saja syarat dan rukunnya, kemudian jenis-jenisnya, sampai
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI HIWALAH
Secara etimologi hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqal yang artinya
pemindahan. Yang dimaksud dalam konteks ini, hiwalah adalah memindahkan utang dari
tanggungan orang yang berhutang (al-muhil) menjadi tanggungan orang yang akan melakukan
1. Menurut Wahban al-Juhaili, hiwalah adalah pengalihan kewajiban membayar hutang dari
beban pihak pertama kepada pihak lain yang berhutang kepadanya atas dasar saling
mempercayai.
2. Menurut Imam Taqiyyudin, hiwalah adalah pemindahan utang dari beban seseorang menjadi
3. Menurut Syihabudin al-Qalyubi, hiwalah adalah akad atau transaksi yang menetapkan
Hukum hiwalah adalah boleh (mubah), dengan syarat tidak terdapat unsur penipuan dan tidak
1
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2022), cet. ke-6, halaman 254).
2
Jafar Sodiq, Tinjauan Hukum Islam tentang Hiwalah dalam Transaksi Jual Beli Ayam, (Lampung: Fakultas
Syariah, 2019), halaman 36.
3
1. Al-Qur’an
َﺻﺩﱠ ُﻗ ْﻭﺍ َﺧﻳ ٌْﺭ ﱠﻟ ُﻛ ْﻡ ﺍ ِْﻥ ُﻛ ْﻧﺗ ُ ْﻡ ﺗَ ْﻌ َﻠ ُﻣ ْﻭﻥ َ ﻋﺳ َْﺭ ٍﺓ َﻓ َﻧﻅِ َﺭﺓٌ ﺍ ِٰﻟﻰ َﻣ ْﻳ
َ َﺳ َﺭ ٍﺓ ۗ◌ َﻭﺍ َ ْﻥ ﺗ ُ َوﺍ ِْﻥ ﻛَﺎﻥَ ﺫُ ْﻭ
Artinya: "Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai
dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
2. Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw,
bersabda:
"Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman. dan jika salah seorang
diantara kamu dihiwalahkan kepada orang kaya yang mampu maka turutlah". (HR. Bukhari dan
Muslim)
1. Rukun Hiwalah
Muhil adalah orang yang berutang (debitor) yang memindahklan utangnya kepada orang
lain. Muhil haruslah orang yang mampu berakad, yaitu orang yang sudah baligh. Hiwalah
tidak sah jika berasal dari orang gila atau anak kecil yang belum bisa berfikir.
Muhal adalah orang yang member pinjaman (kreditor) yang utangnya dipindahkan untuk
dilunasi oleh orang lain yang bukan peminjamnya atau orang yang memberi pinjaman kepada
muhil yang memindahkan utangnya untuk dilunasi oleh orang lain. Muhal harus orang yang
4
sudah cakap untuk berakad, yaitu berakal. Qabul dari muhal termasuk rukun akad hiwalah.
Orang yang tidak berakal tidak akan dapat melakukan qabul. Dipersyaratkan pula bahwa ia
sudah baligh. Ini menurut pendapat Mazhab Syafi'i. Sebaliknya, Mazhab Hanafi berpendapat
bahwa baligh adalah syarat pelaksanaan bukan syarat sahnya. Jika anak kecil yang sudah bisa
berpikir menerima hiwalah, qabul yang dilakukan adalah sah. Akan tetapi, pelaksanaannya
bergantung pada izin dari walinya karena dalam hiwalah terdapat unsur mu’awadhah
(transaksi). Menurut mereka, transaksi sah dengan izin wali dan boleh dilakukan atas
persetujuan wali.
c. Muhal ‘Alaih (orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang
kepada muhal)
Muhal ‘alaih adalah orang yang harus melunasi utang kepada muhal. Muhal ‘alaih adalah
orang yang sudah baligh. Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i sepakat atas hal ini. Hiwalah
tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil, sekalipun ia sudah bisa berpikir. Hal ini
karena kewajiban melunasi utang merupakan bagian dari tabbaru’ (berbuat baik), sedangkan
orang yang belum baligh tidak sah ber-tabbaru’. Oleh karena itu, menurut ulama Mazhab
Hanafi, balighnya muhal ‘alaih adalah syarat sah, bukan syarat pelaksanaan hiwalah
Muhal bih adalah hak muhal yang harus dilunasi oleh muhil. Namun kewajiban (untuk
melunasi) hak itu, kemudian dialihkan oleh muhil kepada muhal ‘alaih.
5
e. Sighat (ijab qabul)
Ijab adalah ucapan muhil. Misalnya, “saya alihkan kepadamu kewajiban (untuk
membayar utang) kepada si fulan”. Qabul adalah ucapan muhal, misalnya “saya terima” ijab
2. Syarat Hiwalah
a. Syarat Muhil
1) Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal.
hiwalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun ia sudah mengerti (mumayyiz)
2) Ada pernyataan persetujuan atau rida. Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan
hiwalah maka akan itu tidak sah titik adapun persyaratan ini berdasarkan
pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika
b. Syarat Muhal
1) Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak
pertama.
2) Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hiwalah.
utang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada yang sulit membayarnya, sedangkan
3
Jafar Sodiq, Op. cit., halaman 36.
6
c. Syarat Muhal 'Alaih
1) Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak
2) Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (muhal 'alaih). Hal ini diharuskan
kewajiban kepada pihak ketiga (muhal 'alaih) untuk membayar utang kepada pihak
kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada pihak kedua. Atas dasar itu,
kewajiban itu hanya dapat dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad hiwalah.
3) Imam abu Hanifah lmenambahkan syarat bahwa qabul atau pernyataan menerima
akad harus dilakukan dengan sempurna oleh pihak ketiga di dalam suatu majelis
akad.
1) Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk hutang piutang yang
telah pasti.
2) Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya. Jika terjadi
perbedaan waktu jatuh tempo pembayarannya diantara kedua utang itu, maka hiwalah
tidak sah.
3) Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak
kedua mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika antara kedua utang itu terdapat
7
perbedaan jumlah, misalnya utang dalam bentuk uang atau perbedaan kualitas
misalnya utang dalam bentuk barang, maka hiwalah itu tidak sah.4
D. JENIS-JENIS HIWALAH
1. Hiwalah Muthlaqoh
Hiwalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (muhil) kepada orang lain (muhal)
mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga (muhal 'alaih) tanpa didasari pihak
2. Hiwalah Muqoyyadah
Hiwalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada
Muhal 'Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhal. Inilah hiwalah yang boleh
a. Hiwalah Haq
Hiwalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain dalam
bentuk wang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil adalah
pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan
orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang.
b. Hiwalah Dayn
Hiwalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang
kepadanya.5
4
Abdul Rahman Ghazaly, Op. cit., halaman 256.
8
E. BEBAN MUHIL SETELAH HIWALAH
Dalam buku Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq mengatakan bahwa apabila hiwalah berjalan sah,
dengan sendirinya tanggung jawab muhil menjadi gugur. Andai kata muhil 'alaih mengalami
kebangkrutan atau membantah adanya hiwalah atau meninggal dunia maka pihak kedua (muhal)
tidak boleh kembali lagi berurusan dengan pihak pertama (muhil) karena utangnya telah
Berbeda dengan Jumhur Ulama, Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam keadaan muhal
'alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang mengutangkannya
(muhal) boleh menagih utangnya lagi kepada pihak pertama (muhil). Sementara mazhab Maliki
berpendapat apabila muhil telah menipu muhal ternyata muhal 'alaih adalah orang fakir yang
tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil.
Dalam hitab al-Muwatta Imam Mlik menulis bahwa orang yang menghiwalahkan utang kepada
orang lain, kemudian muhal 'alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum
1. Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hiwalah belum dilaksanakan sampai
tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali
5
Nizaruddin, Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, (Metro: Stain Juro Metro, 2013),
halaman 11
6
Abdul Rahman Ghazaly, Op. cit., halaman 257.
9
2. Hilangnya hak Muhal 'Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari
adanya akad hiwalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad
4. Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hiwalah karena pewarisan
merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hiwalah muqoyyadah, maka
5. Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hiwalah kepada Muhal Alaih dan
G. HIKMAH HIWALAH
Dengan adanya akad hiwalah ini, syariat islam memberikan solusi agar harta dari orang
yang meminjamkan itu bisa kembali lagi ke tangannya, yaitu lewat perantara orang ketiga
Dengan adanya akad hawalah ini, maka syariat Islam memberikan peluang kepada orang
yang mempunyai kemampuan finansial untuk membantu orang yang memiliki hutang.8
7
Nizaruddin, Op. cit., halaman 12
8
Syafri M Noor, Akad Hawalah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), halaman 25.
10
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hiwalah merupakan memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil)
menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal 'alaih). Kemudian dasar
3. Muhal 'Alaih (orang yang harus membayar hutang muhil kepada muhal),
1. Muhil
a. Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal.
2. Muhal
b. Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hiwalah.
3. Muhal ‘Alaih
11
c. Imam abu Hanifah menambahkan syarat bahwa qabul atau pernyataan menerima akad
harus dilakukan dengan sempurna oleh pihak ketiga di dalam suatu majelis akad.
Jenis-jenis Hiwalah:
1. Hiwalah Muthlaqoh
2. Hiwalah Muqoyyadah
a. Hiwalah Haq
b. Hiwalah Dayn
12
DAFTAR PUSTAKA
Nizaruddin. (2013). Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syari'ah. 1-17.
Sodiq, J. (2019). Tinjauan Hukum Islam tentang Hiwalah dalam Transaksi Jual Beli Ayam. 33-
52.
13