Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HIWALAH
Dosen Pengampu : Arif Wiratma Abdillah, S. SY. M. H

Disusun Oleh :

Haya Ardi Nur Rohmat (2231710005)

Sri Wahyuni (2231710004)

Heru Asbar (2231710094)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang sudah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah “Kaidah Fiqhiyyah Muamalah” dengan judul
“Hiwalah” ini dengan baik serta tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan kerja sama dari kelompok kami, tantangan tersebut
dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas kerja sama dan solidaritas dalam penyusunan makalah ini, semoga
atas kerja samanya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dalam pembuatan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samarinda, 3 Maret 2023

Kelompok 10

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan dan Manfaat.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

A. Pengertian Hiwalah.........................................................................................3

B. Rukun dan Syarat Hiwalah..............................................................................5

C. Kaidah yang berkaitan dengan hiwalah...........................................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................11

A. SIMPULAN...................................................................................................11

B. SARAN..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam dari sudut pandang Muamalah, yaitu Islam mengajarkan umatnya
bekerja bahu membahu dan saling membantu dalam berbagai hal, ini lebih disebut
muamalah dalam ajaran Islam kepada saudara-saudara Mengingat sifat manusia
lebih dari sekedar berperan karena makhluk individu juga berfungsi sebagai
makhluk sosial. Islam adalah agama yang sempurna, maka dari itu islam telah
mengatur cara hidup manusia dengan system serba lengkap dan detail, termasuk
cara bermuamalah kepada sesama manusia, salah satu bentuk muamalah yang
diatur dalam ajaran Islam adalah masalah (pengalihan utang), atau dalam istilah
syariah dinamakan dengan “hawalah/hiwalah”.1

Hiwalah ditengah regulasi anjak piutang konvensional perlu diketahui


spesifikasi anjak piutang. Anjak piutang adalah transaksi pembelian atau
penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek kepada
perusahaan factoring, dalam hal ini perusahaan anjak piutang menagih piutang
dari pembeli berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan anjak
piutang. Hiwalah merupakan salah satu produk yang ditawarkan kepada
masyarakat. Menurut BMI, transaksi hiwalah harus diketahui dan disetujui oleh
pihak-pihak yang terlibat.

1
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 1

v
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hiwalah?
2. Bagaimana Syarat dan Rukun Hiwalah?
3. Apa saja Kaidah Fikih yang berkaitan dengan Hiwalah?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui Pengertian Hiwalah
2. Untuk mengetahui Syarat dan Rukun Hiwalah
3. Untuk mengetahui Kaidah Fikih yang berkaitan dengan Hiwalah

vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hiwalah
Hiwalah (pengalihan hutang) secara bahasa artinya al-intiqal
(pindah), diucapkan Hala’anil’ahdi (berpindah, berbalik dari janji).
Sedangkan hiwalah (pengalihan hutang) menurut istilah adalah pengalihan
hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.2 Akad hiwalah adalah pemindahan/pengalihan dari
tanggung jawabnya, perpindahan dari tempat lama ke baru. Akad hiwalah
adalah transaksi keuangan pengalihan piutang. Jasa keuangan pada
perusahaan yang mengalihkan atau menjual hak atas piutang sebagai prinsip
terpenting yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama
perusahaan tersebut. Hiwalah secara etimologi, pengertian hiwalah adalah
istilah dari kata tahawwul artinya berpindah atau tahwil berarti pengalihan.
Sederhananya, pengertian hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari
pihak kreditur kepada pihak penanggung pelunasan hutang.3 Konsep hiwalah
adalah memindahkan utang dari muhil sebagai peminjam pertama kepada
pihak muhal’alaih sebagai peminjam kedua. Proses pengalihan tanggung
jawab ini harus disahkan melalui akad hiwalah atau kata-kata.

Pengertian hiwalah menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam


mendefinisikannya, yakni:

Menurut hanafiyah, yang dimaksud hiwalah adalah memindahkan tagihan


dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung
jawab kewajiban pula.

2
Hery Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi Edisi 4,
(Yogyakarta : 2012), h. 80.
3
Khulafa , P. W. Apa Itu Hiwalah? Ketahui Pengertian dan Hukumnya dalam Islam:
https://www.merdeka.com/trending/apa-itu-hiwalah-ketahui-pengertian-dan-hukumnya-dalam-
islam-kln.html Diakses pada tanggal 10 Maret 2023

vii
1. Menurut sayyid sabiq yang dimaksud hiwalah ialah pemindahan dari
tanggung jawab muhil menjadi tanggungan muhal 'alaih.
2. Menurut idris ahmad, hiwalah adalah semacam akad pemindahan utang
dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana
orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkannya.
3. Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa hiwalah ialah pemindahan
kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang
menerima pemindahan.
4. Syihab al-din al-qalyubi berpendapat bahwa hiwalah adalah akad yang
menetapkan pemindahan beban hutang dari seseorang kepada yang lain.
5. Muhammad Syatha al-Dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud
hiwalah adalah akad yang menetapkan pemindahan utang dari beban
seorang menjadi beban orang lain.
6. Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud hiwalah ialah pemindahan utang
dari beban seseorang menjadi beban orang lain.4

Hiwalah dibedakan menjadi beberapa jenis. Hanafi membagi


menjadi dua jenis, yaitu :
a. Hiwalah Al-Muqayyadah
Hiwalah Al-Muqayyadah adalah skema hiwalah yang memindahkan
tanggung jawab pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak
kedua. Sebagai contohnya syarif berpiutang kepada basuki sebesar
satu juta ringgit, sedangkan basuki berpiutang kepada rusman juga
sebesar satu juta ringgit.
b. Hiwalah al- Mutlaqah
Kebalikan dari contoh hiwalah sebelumnya, hiwalah al- mutlaqah
yaitu konsep hiwalah dengan peengalian utang yang tidak di

4
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:Rajagraffindo Persada,2017) h. 99-101

viii
tegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada
pihak kedua yang disebut hiwalah mutlaqa( pemindahan mutlak.)5

Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma.


1) Sunnah
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬
ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،

َ َ‫َو َم ْن ُأ ْتبِ َع َعلَى َو َسلَّ َم ق‬


‫ال‬ ‫ َملِ ٍّي فَ ْليَتَّبِ ْع‬:
"Menunda membayar hutang bagi orang yang kaya adalah
kezaliman dan apabila seseorang dari kalian hutang dialihkan
kepada orang kaya, hendaklah dia ikut”.

2) Ijma
Ulama sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah diperbolehkan
dalam utang yang tidak berupa barang atau barang, karena hiwalah
adalah pengalihan utang. Oleh karena itu pasti tentang uang atau
kewajiban finansial. Risiko yang harus diperhatikan dalam akad
hiwala adalah penipuan nasabah dengan menerbitkan tagihan palsu
atau kelalaian (wanprestasi) dalam memenuhi kewajiban kepada
bank.(Syafi'i Antonio 201: 127).

B. Rukun dan Syarat Hiwalah


Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu, yakni ijab dan qabul yang
dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah.

Syarat-syarat hiwalah menurut Hanafiyah ialah:

1. Orang yang memindahkan utang (muhil) adalah orang yang berakal, maka
batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masi kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn) adalah orang yang berakal,
maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
5
Redaksi OCBC “Hiwalah: Pengertian, Skema, Dasar Hukum, dan contohnya”
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/hiwalah-adalah diakses pada tanggal 10 Maret
2023

ix
3. Orang yang dihiwalahkan (muhal ‘alaih) juga harus orang berakal dan
disyaratkan pula dia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal ‘alaih.

Menurut Syafi’iyah, rukun hiwalah ada empat, yakni:

1. Muhil, yaitu orang yang menghiwalahkan atau orang yang memindahkan


hutang.
2. Muhtal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai
utang kepada muhil.
3. muhal ‘alaih, yaitu orang yang menerima hiwalah.
4. Shighat hiwalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya; “aku
hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada anu” dan Kabul dari
muhtal dengan kata-katanya; “aku terima hiwalah engkau”.

Sementara itu, syarat-syarat hiwalah menurut Sayyid sabiq ialah:

a. Relanya pihak muhil daan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang
harus rela itu muhil dan muhal ‘alaih. Bagi muhal ‘alaih rela
maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.
b. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya,
penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
c. Stabilnya muhal ‘alaih, maka penghiwalahan kepada seseorang
yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
d. Hak tersebut diketahui secara jelas.6

C. Kaidah yang berkaitan dengan hiwalah


Kaidah-Kaidah Furu’ Fi Al-Hiwalah yaitu :

1) Kaidah Kesatu

6
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 101-102

x
Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian dipindahkan uangnya kepada
orang yang mampu membayarnya, maka hendaklah ia menerima pemindahan itu.

Artinya: Siapa saja yang dipindahkan utangnya kepada yang orang mampu untuk
membayarnya, maka hendaklah dia ikuti (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah).

2) Kaidah ke dua

Artinya: Sesungguhnya tujuan hiwalah adalah memperkokoh hak.

3) Kaidah ke tiga

Artinya: Setiap yang menunjukkan pemindahan utang, maka disebut ijab. 7

Artinya: Setiap sesuatu yang menunjukkan keridhaan atas pemindahan tersebut,


maka disebut kabul.

7
Doli Witro, “Qaidah Furu’ Fi Al-Hiwalah: Sebuah Tinjauan umum”, dalam Jurnal Qawain edisi
no. 1, Vol. 5, 2021, hal. 4-6

xi
4) Kaidah ke empat

Artinya: Hukum asal dalam akad adalah adanya keridhaan kedua belah pihak.

Artinya: Sesungguhnya hiwalah itu sempurna dengan ridhanya muhil (orang


yang memindahkan utang) dan muhal (orang yang menerima pemindahan
kewajiban membayar utang).

5) Kaidah kelima

Artinya: Hukum asal bahwa utang itu tidak gugur kecuali dengan membayarnya.

Artinya: Sesungguhnya pembebasan itu dapat

Artinya: Apabila terjadi hiwalah, maka tanggung jawab muhil membayar utang
kepada muhal menjadi bebas.8

8
Ibid, hal. 6-7.

xii
Artinya : Apabila muhal lah membebaskan utang muhil setelah terjadi
pemindahan urang adalah tidak sah.

6) Kaidah ke Enam

Artinya: Sesungguhnya utang (muhal bih) dalam hiwalah tidak disyaratkan


.adanya serah terima uang

Artinya: Apabila muhal lah mewakilkan kepada muhil untuk menyerahkan utang
.(muhal bih) dari muhal alaih, maka hukumnya tidak sah

7) Kaidah ketujuh

Artinya: Kalau muhil memindahkan utang kepada yang mampu


membayarnya (muhal alaih), kemudian mulai menolaknya, sehingga ia
(muhal alaih) jatuh miskin, maka ia (muhil) diperbolehkan menarik
Kembali hiwalah tersebut.9

8) Kaidah kedelapan

9
Ibid, h. 8-9.

xiii
Artinya: Sesungguhnya orang yang tidak mampu membayar utang tidak
termasuk kedalam perbuatan zalim.
9) Kaidah kesembilan

Artinya: Jika muhal alaih meninggal dunia, maka utang nya dapat
dibayarkan dari harta peninggalannya.

Artinya: Jika muhal alaih meninggal dunia dalam keadaan pailit, maka
utang Kembali menjadi tanggung jawab muhil.

10) Kaidah kesepuluh

Artinya: Hiwalah fasakh karena difasakh dan diqalah oleh muhil dan
muhal alaih.10

11) Kaidah kesebelas

Artinya: Jika muhal lah meninggal dunia, sedangkan muhal alaihnya satu-
satunya ahli warisnya, maka tidak ditetapkan hukum wakalah.

10
Ibid, h. 9-10.

xiv
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1) Hiwalah (pengalihan hutang) secara bahasa artinya al-intiqal (pindah),


diucapkan Hala’anil’ahdi (berpindah, berbalik dari janji). Sedangkan
Hiwalah (pengalihan hutang) menurut istilah adalah pengalihan hutang
dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Hiwalah secara etimologi, pengertian hiwalah adalah istilah dari kata
tahawwul artinya berpindah atau tahwil berarti pengalihan. Sederhananya,
pengertian hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak
kreditur kepada pihak penanggung pelunasan hutang.

2) Menurut Syafi’iyah, rukun hiwalah ada empat, yakni:


a. Muhil, yaitu orang yang menghiwalahkan atau orang yang
memindahkan hutang.
b. Muhtal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai
utang kepada muhil.
c. muhal ‘alaih, yaitu orang yang menerima hiwalah.
d. Shighat hiwalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya; “aku
hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada anu” dan Kabul dari
muhtal dengan kata-katanya; “aku terima hiwalah engkau”.

Syarat-syarat hiwalah menurut Sayyid sabiq ialah:

a) Relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang
harus rela itu muhil dan muhal ‘alaih. Bagi muhal ‘alaih rela
maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.

xv
b) Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya,
penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
c) Stabilnya muhal ‘alaih, maka penghiwalahan kepada seseorang
yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
d) Hak tersebut diketahui secara jelas

3) Kaidah yang berkaitan dengan hukum asal wajib orang yang mempunyai
utang kepada orang lain dengan membayarnya. Dengan mempraktekkan
akad hiwalah, maka utang muhil kepada muhal menjadi bebas.

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca
sekalian untuk perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami dapat sampaikan.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Doli Witro, “Qaidah Furu’ Fi Al-Hiwalah: Sebuah Tinjauan umum”, dalam Jurnal
Qawain edisi no. 1, Vol. 5, 2021, h. 4-6
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 1

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan


IlustrasiEdisi 4, ( Yogyakarta: 2012), h. 80

Khulafa , P. W. Apa Itu Hiwalah? Ketahui Pengertian dan Hukumnya dalam


Islam: https://www.merdeka.com/trending/apa-itu-hiwalah-ketahui-
pengertian-dan-hukumnya-dalam-islam-kln.html Diakses pada tanggal 10
Maret 2023
Redaksi OCBC “Hiwalah: Pengertian, Skema, Dasar Hukum, dan contohnya”
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/hiwalah-adalah diakses
pada tanggal 10 Maret 2023

xvii
.

xviii

Anda mungkin juga menyukai