HIWALAH
Dosen Pengampu : Arif Wiratma Abdillah, S. SY. M. H
Disusun Oleh :
Kelompok 10
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
A. Pengertian Hiwalah.........................................................................................3
A. SIMPULAN...................................................................................................11
B. SARAN..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam dari sudut pandang Muamalah, yaitu Islam mengajarkan umatnya
bekerja bahu membahu dan saling membantu dalam berbagai hal, ini lebih disebut
muamalah dalam ajaran Islam kepada saudara-saudara Mengingat sifat manusia
lebih dari sekedar berperan karena makhluk individu juga berfungsi sebagai
makhluk sosial. Islam adalah agama yang sempurna, maka dari itu islam telah
mengatur cara hidup manusia dengan system serba lengkap dan detail, termasuk
cara bermuamalah kepada sesama manusia, salah satu bentuk muamalah yang
diatur dalam ajaran Islam adalah masalah (pengalihan utang), atau dalam istilah
syariah dinamakan dengan “hawalah/hiwalah”.1
1
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 1
v
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hiwalah?
2. Bagaimana Syarat dan Rukun Hiwalah?
3. Apa saja Kaidah Fikih yang berkaitan dengan Hiwalah?
vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hiwalah
Hiwalah (pengalihan hutang) secara bahasa artinya al-intiqal
(pindah), diucapkan Hala’anil’ahdi (berpindah, berbalik dari janji).
Sedangkan hiwalah (pengalihan hutang) menurut istilah adalah pengalihan
hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.2 Akad hiwalah adalah pemindahan/pengalihan dari
tanggung jawabnya, perpindahan dari tempat lama ke baru. Akad hiwalah
adalah transaksi keuangan pengalihan piutang. Jasa keuangan pada
perusahaan yang mengalihkan atau menjual hak atas piutang sebagai prinsip
terpenting yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama
perusahaan tersebut. Hiwalah secara etimologi, pengertian hiwalah adalah
istilah dari kata tahawwul artinya berpindah atau tahwil berarti pengalihan.
Sederhananya, pengertian hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari
pihak kreditur kepada pihak penanggung pelunasan hutang.3 Konsep hiwalah
adalah memindahkan utang dari muhil sebagai peminjam pertama kepada
pihak muhal’alaih sebagai peminjam kedua. Proses pengalihan tanggung
jawab ini harus disahkan melalui akad hiwalah atau kata-kata.
2
Hery Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi Edisi 4,
(Yogyakarta : 2012), h. 80.
3
Khulafa , P. W. Apa Itu Hiwalah? Ketahui Pengertian dan Hukumnya dalam Islam:
https://www.merdeka.com/trending/apa-itu-hiwalah-ketahui-pengertian-dan-hukumnya-dalam-
islam-kln.html Diakses pada tanggal 10 Maret 2023
vii
1. Menurut sayyid sabiq yang dimaksud hiwalah ialah pemindahan dari
tanggung jawab muhil menjadi tanggungan muhal 'alaih.
2. Menurut idris ahmad, hiwalah adalah semacam akad pemindahan utang
dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana
orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkannya.
3. Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa hiwalah ialah pemindahan
kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang
menerima pemindahan.
4. Syihab al-din al-qalyubi berpendapat bahwa hiwalah adalah akad yang
menetapkan pemindahan beban hutang dari seseorang kepada yang lain.
5. Muhammad Syatha al-Dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud
hiwalah adalah akad yang menetapkan pemindahan utang dari beban
seorang menjadi beban orang lain.
6. Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud hiwalah ialah pemindahan utang
dari beban seseorang menjadi beban orang lain.4
4
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:Rajagraffindo Persada,2017) h. 99-101
viii
tegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada
pihak kedua yang disebut hiwalah mutlaqa( pemindahan mutlak.)5
2) Ijma
Ulama sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah diperbolehkan
dalam utang yang tidak berupa barang atau barang, karena hiwalah
adalah pengalihan utang. Oleh karena itu pasti tentang uang atau
kewajiban finansial. Risiko yang harus diperhatikan dalam akad
hiwala adalah penipuan nasabah dengan menerbitkan tagihan palsu
atau kelalaian (wanprestasi) dalam memenuhi kewajiban kepada
bank.(Syafi'i Antonio 201: 127).
1. Orang yang memindahkan utang (muhil) adalah orang yang berakal, maka
batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masi kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn) adalah orang yang berakal,
maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
5
Redaksi OCBC “Hiwalah: Pengertian, Skema, Dasar Hukum, dan contohnya”
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/hiwalah-adalah diakses pada tanggal 10 Maret
2023
ix
3. Orang yang dihiwalahkan (muhal ‘alaih) juga harus orang berakal dan
disyaratkan pula dia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal ‘alaih.
a. Relanya pihak muhil daan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang
harus rela itu muhil dan muhal ‘alaih. Bagi muhal ‘alaih rela
maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.
b. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya,
penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
c. Stabilnya muhal ‘alaih, maka penghiwalahan kepada seseorang
yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
d. Hak tersebut diketahui secara jelas.6
1) Kaidah Kesatu
6
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 101-102
x
Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian dipindahkan uangnya kepada
orang yang mampu membayarnya, maka hendaklah ia menerima pemindahan itu.
Artinya: Siapa saja yang dipindahkan utangnya kepada yang orang mampu untuk
membayarnya, maka hendaklah dia ikuti (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah).
2) Kaidah ke dua
3) Kaidah ke tiga
7
Doli Witro, “Qaidah Furu’ Fi Al-Hiwalah: Sebuah Tinjauan umum”, dalam Jurnal Qawain edisi
no. 1, Vol. 5, 2021, hal. 4-6
xi
4) Kaidah ke empat
Artinya: Hukum asal dalam akad adalah adanya keridhaan kedua belah pihak.
5) Kaidah kelima
Artinya: Hukum asal bahwa utang itu tidak gugur kecuali dengan membayarnya.
Artinya: Apabila terjadi hiwalah, maka tanggung jawab muhil membayar utang
kepada muhal menjadi bebas.8
8
Ibid, hal. 6-7.
xii
Artinya : Apabila muhal lah membebaskan utang muhil setelah terjadi
pemindahan urang adalah tidak sah.
6) Kaidah ke Enam
Artinya: Apabila muhal lah mewakilkan kepada muhil untuk menyerahkan utang
.(muhal bih) dari muhal alaih, maka hukumnya tidak sah
7) Kaidah ketujuh
8) Kaidah kedelapan
9
Ibid, h. 8-9.
xiii
Artinya: Sesungguhnya orang yang tidak mampu membayar utang tidak
termasuk kedalam perbuatan zalim.
9) Kaidah kesembilan
Artinya: Jika muhal alaih meninggal dunia, maka utang nya dapat
dibayarkan dari harta peninggalannya.
Artinya: Jika muhal alaih meninggal dunia dalam keadaan pailit, maka
utang Kembali menjadi tanggung jawab muhil.
Artinya: Hiwalah fasakh karena difasakh dan diqalah oleh muhil dan
muhal alaih.10
Artinya: Jika muhal lah meninggal dunia, sedangkan muhal alaihnya satu-
satunya ahli warisnya, maka tidak ditetapkan hukum wakalah.
10
Ibid, h. 9-10.
xiv
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a) Relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang
harus rela itu muhil dan muhal ‘alaih. Bagi muhal ‘alaih rela
maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.
xv
b) Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya,
penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
c) Stabilnya muhal ‘alaih, maka penghiwalahan kepada seseorang
yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
d) Hak tersebut diketahui secara jelas
3) Kaidah yang berkaitan dengan hukum asal wajib orang yang mempunyai
utang kepada orang lain dengan membayarnya. Dengan mempraktekkan
akad hiwalah, maka utang muhil kepada muhal menjadi bebas.
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca
sekalian untuk perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami dapat sampaikan.
xvi
DAFTAR PUSTAKA
Doli Witro, “Qaidah Furu’ Fi Al-Hiwalah: Sebuah Tinjauan umum”, dalam Jurnal
Qawain edisi no. 1, Vol. 5, 2021, h. 4-6
Hendi Suhandi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajagraffindo Persada,2017) h. 1
xvii
.
xviii