Fiqh Istishodi
Dosen pengampuh :
Disusun oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Hal yang pertama dan utama yang wajib disampaikan adalah ungkapan
rasa syukur kami sebagai penulis kepada Allah SWT karena hanya atas bimbingan
dan hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hiwalah (Perpindahan Hutang) dan Kafalah” ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih istishodi.
Dalam penyusunan makalah ini kami sempat mengalami berbagai kesulitan, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan kepada:
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan
umat islam umumnya. Amiin Ya Robbal’alamin.
2
Kelompok 05
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I..............................................................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
A. Hiwalah………………………………..................................................................
B. Kafalah……………………………….................................................................
A. KESIMPULAN....................................................................................................
B. SARAN................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiwalah dan Kafalah adalah dua konsep yang berakar pada prinsip ekonomi
dan keuangan Islam. Islam mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk
transaksi dan kontrak keuangan, untuk menjamin keadilan dan kepatuhan
terhadap nilai-nilai Syariah. Dalam konteks ini, Hiwalah dan Kafalah merupakan
instrumen penting dalam transaksi keuangan berdasarkan prinsip Islam.
Konsep Hiwalah dan Kafalah didasarkan pada prinsip syariah yang mengacu
pada hukum Islam. Landasan ini muncul dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits serta
kesepakatan Ijmah para ulama. Hiwalah, misalnya, didasarkan pada prinsip saling
membantu dan memikul beban dalam Islam. Hal ini memungkinkan individu atau
organisasi untuk mengalihkan hutang atau kewajiban kepada pihak lain secara sah
dan sesuai dengan hukum syariah.
Konsep Hiwalah dan Kafalah menjadi penting tidak hanya dalam konteks
sejarah atau dalam masyarakat yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Mereka masih penting di dunia saat ini, terutama di negara-negara dengan
populasi Muslim yang besar atau di lembaga-lembaga keuangan Islam. Produk
dan layanan keuangan berbasis syariah seperti pembiayaan dan investasi sering
kali menggabungkan konsep Hiwalah dan Kafalah untuk memastikan pengalihan
risiko dan tanggung jawab sesuai dengan hukum Islam.
4
menerus memodernisasi dan mengadaptasi prinsip-prinsip Syariah untuk
mengakomodasi perubahan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Hiwalah dan
Kafalah bukan hanya sekedar konsep hukum tetapi juga mempunyai implikasi
sosial dan ekonomi yang kuat dalam Islam. Hal-hal tersebut mencerminkan nilai-
nilai keadilan, tanggung jawab, dan berkelanjutan dalam masyarakat Islam dan
akan terus relevan di dunia saat ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah yang berjudul “Hiwalah (Perpindahan Hutang)
dan Kafalah” ini disusun utamanya untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih
istishodi yang diampuh oleh Bapak Dr. H. M. Lathoif Ghozali, Lc., MA. Dan
juga untuk mengetahui serta menambah ilmu pemahaman kita tentang hiwalah
dan kafalah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hiwalah
1
Nizaruddin, “Hiwalah Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah,” Studia Islamika 7,
no. 1 (2013): 326–65.
2
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh, Juz 5, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1986, h. 143
3
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Beirut, Dar Al-Fikr, t.t.,
h.. 210.
6
a. Menurut Hanafiyah, yang dimaksud "al-hiwalah" adalah,
“Memindahkan beban utang dari tanggung jawab muhil (orang yang
berutang) kepada tanggung jawab muhal ‘alaih (orang lain yang punya
tanggung jawab membayar utang pula)”4.
b. Menurut Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, "al-hiwalah" adalah,
“Pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran utang
dari satu pihak kepada pihak yang lain”5.
4
Ad-Dur Al-Mukhtar Syarhu Tanwir Al-Abshar, V:340; dinukil dari Mauqif Asy-Syari’ah min
AlMasharif Al-Islamiyyah Al-Mu’ashshirah, karya Dr. Abdullah Abdurrahim Al-Abadi, h.. 339.
5
Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta, Karya Indah, 1986, h. 47
7
ٰٓل
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِا ى َاَجٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُۗه َو ْلَيْكُتْب َّبْيَنُك ْم َك اِتٌۢب ِباْلَع ْدِۖل َو اَل َي ْأَب َك اِتٌب َاْن َّيْكُتَب
َك َم ا َع َّلَم ُه ُهّٰللا َفْلَيْكُتْۚب َو ْلُيْمِلِل اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َو ْلَيَّتِق َهّٰللا َر َّبٗه َو اَل َيْبَخْس ِم ْن ُه َشْئًـ ۗا َف ِاْن َك اَن اَّل ِذ ْي َع َلْي ِه اْلَح ُّق
َس ِفْيًها َاْو َضِع ْيًفا َاْو اَل َيْسَتِط ْيُع َاْن ُّيِم َّل ُهَو َفْلُيْمِلْل َو ِلُّيٗه ِباْلَع ْدِۗل َو اْسَتْش ِهُد ْو ا َش ِهْيَد ْيِن ِم ْن ِّر َج اِلُك ْۚم َف ِاْن َّلْم َيُك ْو َن ا
َر ُج َلْيِن َفَر ُجٌل َّواْمَر َاٰت ِن ِمَّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن الُّش َهَۤد اِء َاْن َتِض َّل ِاْح ٰد ىُهَم ا َفُتَذِّك َر ِاْح ٰد ىُهَم ا اُاْلْخ ٰر ۗى َو اَل َيْأَب الُّش َهَۤد اُء
ِاَذ ا َم ا ُدُع ْو اۗ َو اَل َتْس َٔـُم ْٓو ا َاْن َتْكُتُب ْو ُه َص ِغ ْيًرا َاْو َك ِبْي ًرا ِآٰلى َاَج ِل ٖۗه ٰذ ِلُك ْم َاْقَس ُط ِع ْن َد ِهّٰللا َو َاْق َو ُم ِللَّش َهاَد ِة َو َاْد ٰن ٓى َااَّل
َتْر َتاُبْٓو ا ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َح اِض َر ًة ُت ِد ْيُرْو َنَها َبْيَنُك ْم َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَن اٌح َااَّل َتْكُتُبْو َه ۗا َو َاْش ِهُد ْٓو ا ِاَذ ا َتَب اَيْع ُتْم ۖ َو اَل
ُيَض ۤا َّر َك اِتٌب َّو اَل َش ِهْيٌد ۗە َو ِاْن َتْفَع ُلْو ا َفِاَّنٗه ُفُسْو ٌۢق ِبُك ْم ۗ َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهّٰللاۗ َو ُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم
Yang artinya:
6
Tafsirweb.com/1048-surat-al-baqarah-ayat-282.html
8
di hiwalah ada juga bukti kasih terhadap orang lain, yang membuat segalanya
lebih mudah Muamalah, ampunan, membantu menyempurnakan kebutuhan
mereka, pembayaran hutang dan peredaan hati mereka. Di bawah ini akan
ditampilkan latar belakang Syariah dan Landasan hukum hukum hiwalah:
a. Al-Qur’an
َو ِاۡن َك اَن ُذ ۡو ُع ۡس َرٍة َفَنِظَر ٌة ِاٰل ى َم ۡي َسَرٍة ؕ َو َاۡن َتَص َّد ُقۡو ا َخ ۡي ٌر َّلـُك ۡم ِاۡن ُك ۡن ُتۡم َتۡع َلُم ۡو َن
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah : 280)
b. Hadist
c. Ijma’
Menurut Hanafiyah rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan qabul, ijab
(pernyataan melakukan transaksi hiwalah)yang diucapkan muhil dan qabul
(pernyataan menerima transaksi hiwalah) yang diucapkan oleh muhal dan
muhal’alaih9.
7
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Juz 2, Dar al-Fikr, Beirut, tt, h.. 37.
8
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2012, h.
9
Abdul Aziz .op.cit. h. 563.
9
Rukun hiwalah menurut Syafi’iyah
Syarat hiwalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih
(hutang yang dipindahkan). 1) Syarat Muhil (Pemindah Hutang) Ia disyaratkan
harus dengan dua syarat :
10
Abdurrahman Aljaziri, Al-fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, juz XII, Maktabah al-Tijariyah, h.
160.
11
M. Syaikhul Arif and Siti Halilah, “Kafalah Dalam Pandangan Islam,” Jurnal Hukum Tata
Negara 2, no. Desember (2019): 7.
10
dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hiwalah tidak sah dilakukan oleh orang gila
dan kanak-kanak karena tidak mampu atau belum dapat dipandang sebagai
orang yang bertanggung secara hukum.
b) Kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hiwalah mengandungi pengertian
pelupusan hak milik sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Ibn Kamal berkata
dalam al Idah bahawa syarat kerelaan pemindah hutang diperlukan ketika
berlaku tuntutan12.
Jika akad hiwalah telah terjadi maka akibat dari akad ini adalah:
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama untuk membayar
utang pada pihak kedua secara otomatis menjadi terlepas.
2. Akad hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut
pembayaran hutang pada pihak ketiga.
3. Mazhab Hanafi yang membenarkan terjadinya al-hiwalah almuthlaqah
perpendapat bahawa jika akad hiwalah al-muthlaqah terjadi kerana kemahuan
pihak pertama, maka hak dan kewajiban antara pihak pertama dan ketiga yang
mereka tentukan ketika melakukan akad utang piutang sebelumnya masih tetap
berlaku, khususnya jika jumlah utang piutang antara ketiga pihak tidak sama13.
Para ulama fiqh mengatakan bahwa akad hiwalah akan berakhir apabila:
1. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad membatalkan akad hiwalah
12
Ali Fikri, Al-Mu’amalat Al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz 2, Mathba’ah Musthafa Al-Babiy
AlHalaby, Mesir, cet I, 1357 H, h. 74-80
13
Al-Kasani, al-Bada’i’u ash-Shana’i’u, (Beirut: Dar Al-Fikr, tt), Jilid VI. h. 16, dan Ibnu
Qudamah, hal, 538
11
sebelum akad itu berlaku secara tetap, dan dengan ada nya pembatalan, pihak
kedua kembali menuntut hak pembayaran hutang kepada pihak pertama.
2. Pihak ketiga melunasi hutang yang dialihkan pada pihak kedua
3. Apabila piak kedua wafat, sedang pihak ketiga merupakan ahli waris yang
mewarisi harta pihak kedua.
4. Pihak kedua menghibahkan harta nya yang merupakan hutang dalam akad
hiwalah pada pihak ketiga.
5. Hak pihak kedua, menurut ulama Hanafi, tidak dapat dipenuhi kerana attawa
yaitu: pihak ketiga mengalami muflis (bangkrut), atau wafat dalam keadaan
muflis, atau dalam keadaan tidak ada bukti yang kuat tentang akad hiwalah,
pihak ketiga mengingkari akad itu14.
B. Kafalah
1. Pengertian Kafalah
14
Ibid, hal.535
12
seseorang yang dijamin dengan tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. 15
atau dalam artian lain yakni berarti pengalihan tanggung jawab terhadap
sesuatu yang dijamin/ yang ditanggung.16
َو اَل ُتْؤ ِم ُنٓو ۟ا ِإاَّل ِلَم ن َتِبَع ِد يَنُك ْم ُقْل ِإَّن ٱْلُهَد ٰى ُهَدى ٱِهَّلل َأن ُيْؤ َتٰٓى َأَح ٌد ِّم ْثَل َم ٓا ُأوِتيُتْم َأْو ُيَح ٓاُّج وُك ْم ِع نَد َر ِّبُك ْم ۗ ُقْل ِإَّن
ٱْلَفْض َل ِبَيِد ٱِهَّلل ُيْؤ ِتيِه َم ن َيَش ٓاُء ۗ َو ٱُهَّلل َٰو ِس ٌع َع ِليٌم
Imran:73)
15
Dimyaudin Djuwaini, pengantar fiqh muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008, hlm.247
Roos Nelly, “Wakalah, Kafalah Dan Hawalah,” Juripol 4, no. 2 (2021): 228–33,
https://doi.org/10.33395/juripol.v4i2.11138.
16
Nurilla Indah Arianti, “AKAD KAFALAH (Pengimplementasian Akad Kafalah Dalam Perbankan
Syariah),” Osfreprints, 2020, 1–13.
17
Hendi Suhendi, fiqh muamalah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.187
13
2. Dasar Hukum Kafalah
َقا َل َلْن ُأْر ِس َلُه َمَع ُك ْم َح َّتٰى ُتْؤ ُتو ِن َمْو ِثًق ا ِم َن ال َّلِه َلَتْأ ُتَّنِني ِبِه ِإاَّل َأْن
ِك َّل ِث ِب
ُيَح ا َط ُك ْم ۖ َفَلَّم ا آ َتْو ُه َمْو َق ُه ْم َقا َل ال ُه َع َلٰى َم ا َنُق و ُل َو ي ٌل
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf : 72).
18
Al-Qur‟an dan terjemahannya, Departemen Agama RI, hlm 327
14
Pada tafsir Aisarut Tafasir disebutkan bahwa para pembantu raja menjawab,
"Kami sedang mencari bejana tempat minum raja. Kami akan memberikan
hadiah bagi orang yang menemukannya berupa makanan seberat beban unta."
Pemimpin mereka pun menyatakan dan menegaskan hal itu dengan berkata,
"Aku menjamin janji ini." Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan
za‟im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin.19
Jabir Radliyallaahu 'anhu juga berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami
meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan
mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda akan menyolatkannya?. Beliau
melangkah beberapa langkah kemudian bertanya: "Apakah ia mempunyai
hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah
menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah
berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu
terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan
Hakim.
1. Rukun kafalah
19
Al-Jumanatul Ali, Al-qur‟an dan Terjemahan ( Bandung, CV Penerbit J-Art, 2004), hlm 267
15
“saya akan menjadi penjamin atas kewajibanmu atas seseorang” atau ungkapan
lain yang sejenisnya.
c. Kafil, ulama fiqh mensyaratkan seorang kafil haruslah orang yang berjiwa
filantropi, orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan orang lain.
Selain itu, ia juga orang yang baligh dan berakal. Akad kafalah tidak boleh
dilakukan olehh anak kecil, orang-orang safih ataupun orang yang terhalang
untuk melakukan transaksi. Akad kafalah harus dilakukan oleh seorang kafil
dengan penuh kebebasan, tanpa adanya paksaan.
d. Makful ‘Anhu, syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung
(makfu’anhu) adalah kemampuannya untuk menerima objek pertanggungan,
baik dilakukan oleh diri pribadinya atau orang lain yang mewakilinya.
e. Makful lahu, ulama mensyaratkan makful lahu harus dikenali oleh kafil,
guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah untuk
memenuhinya.
16
pada sesuatu yang berarti sementara.20
2. Syarat-syarat Kafalah
2. Yang terutang adalah orang yang dikenal oleh penjamin. Maka apabila
penjamin berkata, “saya menjamin salah seorang dari manusia”, tidak sah
kafalahnya, karena manusia tidak mengenalnya, dan syarat ini adalah untuk
mengenal yang berutang (makful anhu).
20
Hendi Suhendi, fiqh muamalah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.191
21
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012) hlm
217-218
17
2. Orang yang berpiutang hadir di tempat akad.
3. Berakal sehat
4. Macam Kafalah
22
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah
18
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang
disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
d) Kafalah al-Munjazah () المنجزة لة الكفا.
Kafalah al-Munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka
waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu.
Akad kafalah juga sering disebut dengan garansi. Garansi dapat diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.24
Sebagaimana akad hiwalah, akad kafalah termasuk akad pelengkap dari akad
pokoknya yaitu al-uqud al-mudayyanah. Kedudukannya hampir sama dengan
akad hiwalah mutlaqah di mana kafil sebagai pihak yang independen tanpa
adanya utang kepada ashil. Namun apabila pihak kafil mempunyai utang kepada
ashil maka kedudukan penjaminan yang diakukan kafil sebagaimana langkah
pelunasan utangnya kepada ashil dalam akad hiwalah. Adapun yang
membedakannya adalah akad yang dilakukannya. Di mana akad kafalah boleh
dilakukan sesudah pihak terjamin (ashil) mempunyai kewajiban utang terhadap
makful lahu ataupun akan melakukan pinjaman atau hal lain yang dapat
melahirkan utang.
Akad kafalah sejatinya adalah akad tabarru’ (tolong menolong), yang mana
pihak kafil mendapatkan pahala atas penjaminan yang diberikannya. Oleh karena
23
Nurul Ichsan, “5_Akad Bank Syariah_Nurul Ichsan,” Jurnal Ilmu Syari’ah Dan Hukum 50, no. 2
(2016).
24
Nurul Ichsan, Pengantar Perbankan Syariah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), 254.
19
itu, yang lebih utama tentunya adalah hendaknya akad kafalah tetap dijaga
kemurniannya sebagai akad tabarru’, tanpa imbalan atau kompensasi. Dengan
begitulah pihak kafil bisa lebih terjauhkan dan terjaga dari kecurigaan yang tidak
baik. Dalam hal ini, diperbolehkan jika seandainya pihak makful lahu memberikan
imbalan kepada kafil dalam bentuk hibah atau hadiah.25
1. Jika kafalah berbentuk harta, maka dianggap lunas dengan dua cara:
a. Membayarkan kepada pemberi utang atau sesuatu yang sama
dengan makna membayar, baik pembayaran itu dilakukan oleh
penjamin atau orang yang dijamin, karena hak menagih adalah
cara untuk pembayaran utang. Jika telah dibayar, maka tercapailah
maksud dari kafalah dan selesailah akad tersebut.
b. Dibebaskan (pemutihan) atau cara yang sama dengannya. Apabila
pemberi utang membebaskan penjamin atau orang yang dijamin,
maka utangnya berarti sudah lunas (selesai) berdasarkan asas
kafalah, kecuali jika yang dibebaskan itu adalah penjamin saja,
maka orang yang berutang tidak bebas dari utangnya. Jika orang
yang berutang dibebaskan, maka otomatis penjamin juga bebas
karena kafalah merupakan perjanjian ikutan (assesoir) yang
mengikuti perjanjian pokoknya yaitu utang piutang. Pembebasan
untuk penjamin dimaksudkan sebagai pembebasan dari tagihan,
bukan bebas dari utang, karena penjamin tidak pernah berutang.
2. Jika kafalah dengan badan (diri) atau kafalah bi al–nafsi dapat selesai
25
Desycha Yusianti, “Penggunaan Akad Kafalah Bil Al- ‘Ujrah Pada Pembiayaan Take Over,”
Maliyah 7, no. 11 (2017): 108–36.
26
Weni Krismawati, Robiatul Auliyah, and Yuni Rimawati, “Kajian Kafalah Pada Koperasi Jasa
Keuangan Syariah As-Sakinah Di Kamal Bangkalan,” Jurnal InFestasi 9, no. 2 (2013): 151.
20
dengan tiga cara, yaitu:
a. Penyerahan diri kepada orang yang menuntut kafalah, pada tempat
yang mungkin untuk menghadirkan di majelis hakim. Karena
penjamin telah menghadirkannya, maka tercapailah maksud dari
kafalah diri atau badan, yaitu hakim dapat mengadilinya.
b. Pembebasan yaitu orang yang memberi utang (yang berhak)
membebaskan penjamin dari jaminan badan, maka lunaslah
jaminan tersebut. Akan tetapi orang yang berutang tidaklah bebas,
kecuali jika pembebasan tersebut diberikan kepada yang berutang,
maka keduanya bebas.
c. Meninggalkan orang yang menjamin jaminan. Jika orang yang
menjadi jaminan meninggal, maka penjamin bebas dari kafalah,
karena tidak mungkin untuk menghadirkannya.
3. Jika kafalah dengan barang jaminan tertentu, akan selesai dengan dua cara,
yaitu:
a. Penyerahan barang jaminan kalau masih ada atau barang yang
serupa dengannya atau sama harganya, jika barang tersebut
musnah.
b. Pembebasan, yaitu pembebasan penjamin dari kafalah (jaminan),
kalau orang yang berhak berkata pada penjamin, “saya bebaskan
kamu dari kafalah”, maka dia bebas karena kafalah adalah hak
orang yang memberi utang. Kalau ia membebaskan penjamin maka
penjamin menjadi bebas, seperti pembebasan utang atau juga
penbebasan orang yang berutang.
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
22
Rukun dan syarat Kafalah melibatkan elemen seperti sighat kafalah
(ungkapan jaminan), makful bihi (objek pertanggungan), kafil (penjamin),
dan lainnya.
B. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24