Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN AKAD HIWALAH DALAM LINGKUNGAN SOSIAL DAN

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

1)
Nur Vianti Tel
2)
Muamar Khaddafi
1,2
Universitas Malikussaleh
1)
E-mail: nur.200420070@mhs.unimal.ac.id, 2)khaddafi@unimal.ac.id

Abstrak
Hutang sudah menjadi hal yang lumrah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun, karena itu
pinjaman maka harus dikembalikan, dan terkadang tidak semua orang bisa mengembalikannya di waktu
yang telah di sepakati. Oleh karena itu, Islam menawarkan solusi berupa dari Akad Hiwalah. Hiwalah
merupakan pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang mempu untuk
membayarnya. Hiwalah merupakan sistem unik yang cocok untuk diadaptasi oleh manusia, karena
Hiwalah merupakan bagian dari hidup manusia dalam bermuamalah. Dasar hukum penerapan Hiwalah
adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Hiwalah tidak dipergunakan untuk memecahkan masalah
account dibayarkan tetapi lebih dari itu juga berperan sebagai transfer dana dari satu orang kepada
orang yang lain atau dari suatu kelompok kepada kelompok lain. Dalam hal ini sebagimana sistem
Perbankan juga telah mempraktekkan akad Hiwalah. Sistem pengalihan hutang merupakan transfer
beban hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang berkewajiban untuk membayar karena
terdapat kesamaan kadar hutang yang serupa. Untuk memindahkan utang bisa menggunakan jaminan
yang merupakan harta milik bersama dalam pembiayan tersebut, maka dapat dialihkan kepada yang
mampu untuk menanggungnya dengan jaminan harta tersebut berpindah kepada si penanggung. Bahkan
disisi lain bisa juga bagi orang lain yang ingin meneruskan pembiayaan yang macet tersebut dengan
harta yang dibiayai merupakan jaminan kemudian terjadi pemindahan penggunaan kepada si
penanggung.

Kata Kunci : Hutang, Hiwalah, Syariah

PENDAHULUAN
Islam merupakan suatu agama yang memiliki nilai kesempurnaan. Dengan itu
Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap yang
meliputi ibadah, akidah, akhlak dan tidak lepas dari aturan perbuatan manusia yang
telah diatur oleh ajaran agama Islam, yaitu yang disebut muamalah. Muamalah adalah
aturan-aturan atau hukum Allah untuk mengatur manusia kaitannya dalam urusan
duniawi dalam pergaulan sosial. diantara muamalah islam yang telah diajarkan dan
sudah tidak asing lagi di lingkungan sekitar kita adalah pemindahan hutang (Hiwalah).
Dalam hutang piutang, Islam mengajarkan untuk segera melunasinya, karena
menunda bagi orang yang mampu adalah perbuatan yang zalim. Namun, terdapat
kemurahan bagi orang yang tidak mampu membayarnya. Dalam hal ini, orang yang
berhutang dapat mengalihkan hutangnya kepada pihak lain.
Keberadaan individu sebagai makhluk sosial tidak bisa terhalang dari ruang
lingkup muamalah oleh karena itu sebagai manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya akan membutuhkan orang lain. Yang mana manusaia yang hidup di zaman
seperti ini sangat tertuntut untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi maupun keluarga

1
yang sangat beragam, namun diantara mereka tidak semua dapat mencukupi
kebutuhanya dengan sendiri sehingga perlu bantuan dari pihak lain, tetapi ada juga
diantara mereka yang sudah mapan dan mampu dalam mencukupi kebutuhanya. Banyak
diantara mereka yang berusaha di berbagai bidang sehingga dengan mencapai semua itu
dilakukan dengan cara berhutang kepada pihak lain dulu untuk menutupi kekurangan
yang dialami. Maka, dengan cara melunasi hutang sesuai dengan kesepakatan waktu
dan telah memenuhi semua aturan yang ditentukan sebelumnya merupakan sebuah dasar
kepercayaan. Oleh karena itu, islam memberikan solusi untuk mengatasi masalah ini
dengan cara yang adil dan sesuai dengan aturan agama, yang sekarang sudah diterapkan
dalam Lembaga Keuangan Perbankan Syariah.
Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan sebuah lembaga intermediasi
yang menegakan aturan ekonomi islam. Didalam nya menerapkan prinsip operasi
syariah islamiah. Dalam agama islam telah mengatur transaksi muamalah yang harus
memperhatikan syarat, rukun, serta bentuk transaksi yang dibolehkan dalam agama
islam. Salah satunya adalah akad. Berdasarkan tujuan akad dibagi menjadi dua, yaitu:
akad muawwadhat serta akad tabarru’.
Pembiayaan merupakan tugas pokok dari perbankan untuk menyalurkan dana
nasabah untuk mengembangkan produk – produk perbankan syariah. Pembiayaan ini
merupakan fasilitas pemberian dana kepada yang membutuhkan dana berdasarkan
kesepakatan bersama dengan mewajibkan kepada pihak yang diberi fasilitas dana untuk
mngembalikan dana tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Kegiatan utama yang dimilki adalah penghimpunan dana masyarakat serta
menyalurkan dana. Hal beresiko pembiayaan tak bisa dihindari oleh lembaga keungan
syariah. Maka salah satu cara untuk mengatasi masalah yang beresiko adalah dengan cara
Hiwalah. Semakin tinggi nya tingkat pembiayaan bermasalah disebuah lembaga
keuangan perbankan syariah menjadikan alat sebagai pengangkat semangat bagi
pegawai bank tersebut untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.penyebab
terjadinya pembiayaan bermasalah memiliki dua kemungkinan, yaitu dari pihak
lembaga nya atau dari pihak nasabah nya.
Kesalahan dari pihak Lembaga Keuangan Syariah ini terjadi ketika melakukan
analisis pembiayaan yang dikhawatirkan oleh pihak analisis ataupun ada kolusi antara
pihak peminjaman dengan pihak analisis sehingga kemungkinan ada kesalahan data.
Tidak sedikit perbankan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan
operasional bisnis nya. Prinsip syariah merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana pembiayaan kegiatan usaha
atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Bank syariah terus berupaya untuk
terus memerikan berbagai terobosan baru, yang mana salah satu nya adalah memberikan
penyediaan produk jasa keuangan dalam bidang pertanggungan piutang pembiayaan
usaha.

2
PEMBAHASAN
Defenisi Hiwalah

Secara bahasa Hiwalah atau Hiwalah (‫ ) ةال ح‬berasal dari kata dasarnya dalam
fi'il madhi: haala - yahuulu - haulan ( ‫)ح ال و ح ي ل و ال ح‬. Kata “Al Hiwalah” huruf
ha’ dibaca kasrah atau kadang-kadang dibaca fathah, berasal dari kata “At-Tahawwul”
yang berarti “Al-Intiqal” (pemindahan/pengalihan). Orang arab biasa mengatakan “Hala
‘anil ‘ahdi” yaitu terlepas dari tanggungjawab (Nurazizah, 2008).

Pengertian Hiwalah juga dikemukakan oleh beberapa para ulama yang berbeda-beda
dalam menjelaskannya, antara lain:
a. Menurut Idris Ahmad, Hiwalah adalah Sejenis ijab qabul yang digunakan untuk
pemindahan utang dari orang yang mempunyai tanggungan ke orang yang
beruhutang, dimana orang tersebut mempunyai hutang ke orang yang
memindahkannya.
b. Menurut Fuqaha, yang dimaksud Hiwalah adalah persetujuan kedua belah pihak
yang dipandang oleh suatu muamalah.
c. Menurut Zainul Arifin yang dikutip dari buku Abdul Ghofur Anshori yaitu
perpindahan utang ke pihak yang lain. Yaitu pihak pertama (muhil), kedua
(muhal), dan ketiga (muhal ‘alaih).
d. Menurut Hanafiyah yaitu, beban utang dari tanggung jawab pihak pertama akan
dipindahkan ke tanggungjawab pihak ketiga yang mempunyai tanggungan
membayar.
e. Menurut Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, yaitu pembayaran utang yang
menggunakan cara pemindahan hak kepada pihak yang yang mempunyai
tanggungan.
Secara umum maknanya adalah ‘berpindah’ atau ‘berubah’. Pemindahan yang
dimaksud adalah dalam konteks pemindahan utang dari tanggungan orang yang
berutang atau al-muhil menjadi tanggungan orang yang akan melakukan pembayaran
utang atau al-muhal ‘alaih.
Sedangkan mengenai hukum menerima Hiwalah para ulama terbagi menjadi tiga
pendapat yaitu:
1) Wajib. Ketika orang yang berhutang mengalihkan utangnya kepada orang lain,
maka wajib hukumnya bagi orang yang mempunyai piutang tersebut untuk
menerima akad pengalihan utangnya (Hiwalah). Hal ini berdasarkan pada sabda
nabi yang berbunyi: ”hendaklah menerima” dimaknai sebagai perintah yang
wajib dilaksanakan.
2) Mustahab (tidak sampai wajib). Jika hutangnya dialihkan kepada orang yang
mampu memberikannya, maka dianjurkan kepada orang yang mampu tersebut
untuk menerimanya. Karena hal tersebut termasuk mempermudah urusan orang
yang sedang kesusahan.
3) Boleh. Menerima Hiwalah dari orang yang berutang kepadanya adalah
diperbolehkan, boleh untuk menerima, boleh juga untuk tidak menerima. Tidak
sampai pada hukum sunnah atau bahkan wajib.

Hiwalah merupakan salah satu akad yang digunakan Bank Syariah serta yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah dalam pelayanan jasa, disamping kafalah

3
dan sharf. Kedua lembaga itu mempergunakan Hiwalah dalam dua kegiatan pelayanan
jasa pemberian dan pengalihan utang, yaitu Hiwalah muthlaqat dan Hiwalah muqayyad.
Hiwalah adalah salah satu transaksi yang ada dalam ekonomi Syariah. Hiwalah
dapat ditemukan pada saat Sahabat melakukan transaksi pembiayaan atau pinjaman.
Keberadaan Hiwalah cukup membantu sebagian orang karena Hiwalah sendiri dapat
dijadikan sebagai salah satu opsi penyelesaian utang. Hiwalah adalah kata dalam bahasa
Arab yang berasal dari hawala-yahwulu-haulan. Arti kata Hiwalah adalah pindah.
Sementara menurut ilmu fiqih, Hiwalah adalah pengalihan penagihan utang dari orang
yang berutang kepada orang yang menanggung hutang tersebut. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa Hiwalah adalah memindahkan utang dari orang yang meminjam kepada pihak
lain yang menjamin pelunasan utang tersebut.

Landasan Hukum
Dalam landasan hukum Hiwalah, Ulama juga mengemukakan tiga pendapat, yaitu:
a. Mayoritas ulama juga mengemukakan pendapat bahwa kewajiban muhil (pihak
pertama) untuk membayar utang kepada muhal (pihak kedua) secara langsung
akan terlepas. Ada juga yang lain menurut ulama Mazhab Hanafi, yakni Kamal
ibn al-Humam, kewajiban itu masih ada selama muhal ‘alaih (pihak ketiga)
belum melunasi utangnya kepada muhal (pihak kedua), karena mereka
memandang bahwa persetujuan awal tersebut berdasarkan pada prinsip saling
percaya bukan menggunakan prinsip pengalihaan hak dan kewajiban.
b. Lahirnya hak bagi muhal disebabkan oleh akad Hiwalah dan untuk menuntut
pembayaran utang kepada pihak ketiga.
c. Akad Hiwalah mutlaqah jika terjadi karena inisiatif muhil (pihak pertama), maka
kewajiban dan hak antara pihak muhil (pihak pertama) dan muhal (pihak ketiga)
yang mereka tentukan sendiri ketika melakukan proses kesepakatan utang-
piutang sebelumnya masih tetap berlaku. Khususnya jika jumlah utanng piutang
antara pihak tidak sama. Pendapat dari Mazhab Hanafi yang sudah dibenarkan
perihal terjadinya Hiwalah mutlaqah.

Hiwalah mempunyai dasar hukum yaitu:


1. Al-Quran

- QS: Al-Maidah Ayat: 1


“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”

- QS: Al-Isra’, Ayat: 34


“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.”

- QS: Al-Maidah, Ayat: 2

4
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, janganlah (mengganggu) binatang-
binatang had-nya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

2. Al-Hadist
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi dan ‘Amr bin ‘Auf Al-Muzni, Nabi
SAW, berbunyi:
“Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”

3. Sunnah
Ada riwayat dari Imam Bukhari dan Muslim menyampaikan dari Abu Hurairah
bahwa ada sabda Rasulullah yang mengakatan,
“ Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah kezhaliman. Jika salah satu
diantara kalian mendapatkan perintah untuk mengalihkan utang kepada orang kaya,
maka hendaklah dia menerimanya.”
“ Barangsiapa yang dialihkan kepada orang yang kaya, maka hendaklah diturutinya.”
(HR. Ahmad ibn Hanbai)

Hadist diatas menyebutkan bahwa Rasulullah menyampaikan kepada orang yang


rela meminjamkan, jika orang yang mempunyai hutang memindahkan utangnya kepada
orang kaya/mampu, maka ia harus menerima Hiwalah tersebut dan hendaklah ia
menagih kepada orang yang diHiwalahkan (muhal ‘alaih). Dengan begitu, haknya akan
terpenuhi.
Pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa perintah untuk menerima Hiwalah
dalam hadist diatas menunjukkan wajib. Maka dari itu, orang yang mengutangkan wajib
menerima Hiwalah. Ada juga jumhur Ulama mengatakan bahwasannya perintah itu
sunnah. Jadi, hukunya sunnah bagi muhal menerima Hiwalah.

4. Ijma
Hiwalah disepakati oleh para ulama dan diperbolehkan. Hiwalah yang tidak
berbentuk barang/benda diperbolehkan dipakai berutang. Oleh karena itu, uang atau
kewajiban harus finasial.

5. Kaidah Fikih
Dalam setiap muamalah dan transaksi seperti jual beli, sewa-menyewa, Hiwalah dan
sebagiamya diperbolehkan. Akan tetapi, ada juga yang diharamkan seperti sesuatu hal
yang mengakibatkan kemudharatan, judi, dan riba. Kaidahnya sepeti:

5
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

Ketentuan dan Rukun Hiwalah


Dalam Fatwa DSN-MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hiwalah, disebutkan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Rukun Hiwalah yaitu: Pertama, orang yang berhutang (muhil) Kedua, orang
yang berpiutang kepada orang yang berhutang (muhal atau muhtal) Ketiga,
orang yang berhutang kepada orang yang berhutang dan wajib membayar
kepada orang yang berpiutang (muhal ‘alaih) Keempat, hutang orang yang
berhutang kepada yang berpiutang (muhal bih) Kelima, Ijab qabul.
b. Pernyataan sighat harus dinyatakan kepada pihak guna menunjukkan akad yang
sudah dikontrak.
c. Kontrak yang sudah disepakati akan dituangkan secara tersurat melalui
komunikasi modern.
d. Hiwalah harus dilakukan dengan persetujuan pihak yang terkait.
e. Tingkatakn dan suatu keharusan para pihak akan dinyatakan dalam kesepakatan
secara tegas dan logis.
f. Jika transaksi Hiwalah sudah dilakukan, maka pihak yang terlibat hanyalah
orang yang berpiutang kepada orang yang berhutang dan juga kepada muhal
‘alaih segaligus hak penagihan muhal akan berganti posisi kepada muhal ‘alaih.

Ada hal yang wajib dipenuhi sebelum melakukan Hiwalah. Yaitu ada 4 rukun
Hiwalah berikut:
a. Muhil atau Orang yang Berhutang
Syarat yang harus dipenuhi Muhil ialah:

 Baligh

 Memiliki akal sehat

 Mampu melakukan Akad atau perjanjian Hiwalah

 Melakukan tanpa paksaan dari pihak manapu.


b. Muhal atau Orang yang Meminjamkan
Syarat yang harus dipenuhi oleh Muhal yaitu:

 Baligh

 Berakal sehat

 Tidak berdasarkan paksaan pihak manapun

 Bisa melakukan ijab dan qabul Akad Hiwalah

6
c. Muhal ’alaih atau Orang yang Menjamin Pelunasan Utang
Syarat yang harus dipenuhi oleh Muhal ’alaih adalah sebagai berikut:

 Baligh

 Berakal sehat

 kondisi finansial tergolong mampu

 Mampu melaksanakan ijab dan qabul Akad Hiwalah


d. Objek Utang
Syarat yang harus dipenuhi oleh objek utang tersebut ialah:

 Utang boleh berbentuk uang, aset, dan benda berharga

 Objek utang tidak boleh hal yang dilarang syariat Islam

 Objek utang tidak boleh berupa barang setengah jadi atau barang yang belum
ada nilainya (misal bibit tanaman yang belum berbuah, janji bantuan hibah
belum di tangan, dan sebagainya).

Syarat Hiwalah
Hal lain yang harus diperhatikan sebelum melakukan transaksi Hiwalah adalah
syarat Hiwalah. Syarat Hiwalah adalah hal yang berdampingan dengan rukun Hiwalah
sebagai aspek yang wajib dipenuhi.
Oleh sebab itu, ini dia 5 syarat Hiwalah:

 Muhil melakukan Akad Hiwalah dengan rela

 Muhal atau pemberi pinjaman setuju dengan kesepakatan Hiwalah

 Muhal ’alaih wajib bertanggung jawab melunasi objek utang yang telah
disepakati sebelumnya

 Objek utang harus ada dalam jaminan pelunasan

 Objek utang harus dilunasi dengan nilai yang setara

Jenis-Jenis Akad Hiwalah


a) Hiwalah Muthlaqoh
Hiwalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada
orang lain (orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa
didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B
dan A mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya hubungan

7
hutang pituang kepada B, maka Hiwalah ini disebut Muthlaqoh. Ini hanya dalam
madzhab Hanafi dan Syi’ah sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis Hiwalah
ini sebagai kafalah.
b) Hiwalah Muqoyyadah
Hiwalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal
kepada Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhal. Inilah Hiwalah
yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya membolehkan
Hiwalah muqayyadah dan mensyaratkan pada Hiwalah muqayyadah agar utang muhal
kepada muhil dan utang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun
jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahnya, maka sahlah Hiwalahnya. Tetapi jika
salah satunya berbeda, maka Hiwalah tidak sah.

Ditinjau dari segi obyeknya Hiwalah dibagi 2, yaitu :


a) Hiwalah Haq
Hiwalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang
lain dalam bentuk wang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak
sebagai Muhil adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi
hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang
berganti adalah piutang.
Ini terjadi jika piutang A mempunyai hutang kepada piutang B.
b) Hiwalah Dayn
Hiwalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai
hutang kepadanya. Ini berbeza dari Hiwalah Haq. Pada hakikatnya Hiwalah dayn sama
pengertiannya dengan Hiwalah yang telah diterangkan terdahulu.

Manfaat Akad Hiwalah


Akad Hiwalah memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, diantaranya sebagai
berikut:
a. Memungkinkan penyelesaiaan utang dan piutang dengan cepat dan
simultan
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan
c. Dapat menjadi salah satu fee-beased income / sumber pendapatan non
pembiayaan bagi Bank Syariah

Akad Hiwalah yang Terlarang


Beberapa bentuk akad Hiwalah yang melanggar aturan hukum islam adalah sebagai
berikut :
a. Menjual Utang tak tertagih
Kejadian ini sering terjadi dan sering dilakukan oleh seseorang atau lembaga
keuangan dengan cara menjual utang yang sulit tertagih contohnya jual beli utang
dilakukan dengan nilai yang lebih rendah dari jumlahnilai utang yang tak tertagih.
Contohnya: si A mempunyai piutang kepada si B sebesar 5 juta rupiah. Karena
piutang si A yang ada pada si B sulit tertagih maka si A menjual piutangnya kepada si C
sebesar 4 juta rupiah. Dengan demikian si C mendapat keuntungan sebesar 1 juta rupiah
meskipun piutang belum pasti tertagih. Kejadian seperti ini jelas dihukumi riba karena

8
dalam akad jual beli harus ada barang atau jasa yang diperjualbelikan, sedangkan yang
terjadi dalam hal ini yang diperjualbelikan adalah piutang. Padahal di dalam aturan
agama piutang tidak boleh dijadikan objek yang dapat menghasilkan manfaat.
Rasulullah Saw. Bersabda : Dilarang (tidak boleh) melakukan transaksi salaf
bersamaan dengan transaksi jual-beli. (H.R Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan
Ibnu Majah).
Yang dimaksud dengan salaf adalah “piutang”, diriwayatkan oleh sahabat Ubay
bin Ka’ab, Ibnu Mas’ud, san Ibnu Abbas R.a bahwa mereka melarang setiap piutang
yang mendatangkan manfaat karena piutang adalah suatu akad yang bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Maka dari itu jika pemberi
piutang mempersyaratkan suatu manfaat, berarti akad piutang tersebut telah keluar dari
tujuan utamanya.

b. Menjual Giro (Cek Mundur)


Praktik ini juga sering dilkukan oleh seseorang ketika mereka dalam keadaan
membutuhkan uang yang bisa diperoleh dengan cepat sebelum tanggal pencairan giro.
Diantara mereka menjual giro dengan harga dibawah nilai yang sudah tertera dalam giro
tersebut, hal ini jelas dihukumi riba karena sama persis dengan jual beli piutang atay
piutang dijadika objek yang dapat menghasilkan manfaat.
Contohnya, si A memiliki giro senilai 3 juta, dan itu bisa dicairkan pada tanggal
12 februari 2020. Kemudian, sepuluh hari sebelum pencairan yaitu tanggal 2 februari
2020, giro tersebut dijual kepada si B senilai 2 juta. Dengan demikian si B mempunyai
keuntungan sebesar 1 juta yang bisa dicairkan pada tanggal 12 februari 2020.
Dalam akad seperti ini gironya adalah tumpang tindih. Dalam hal ini gironya
sudah mengandung riba karena adanya Gharar (ketidakpastian), apakah masih bisa
dicairkan atau tidak. Bisa jadi ketika pencairan ternyata giro itu kosong.

Berakhirnya Akad Hiwalah


Akad Hiwalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini :
a. Karena dibatalkan atau fasakh.
Ini terjadi jika akad Hiwalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu
difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada
Muhil.
b. Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia
mengingkari adanya akad Hiwalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti
atau saksi.
c. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti
akad Hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
d. Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta Hiwalah karena
pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini Hiwalah
muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad Hiwalah itu menurut madzhab Hanafi.
e. Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta Hiwalah kepada Muhal
Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
f. Jika Muhal menghapus bukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal
Alaih.

9
Aplikasi Akad Hiwalah Terhadap Perbankan Syariah
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas Hiwalah umumnya untuk membantu
suplier dalam mendapatkan modal tunai sehingga mereka dapat melanjutkan kegiatan
usahanya. Dalam ini bank mendapat upah ganti biaya atas jasa pemindahan hutang.
Untuk mengantisipasi dan mengatasi kerugian yang akan terjadi pihak bank perlu
melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan adanya kebenaran
transaksi antara yang berhutang dan yang memindahkan hutang. Karena kebutuhan
suplier akan di likuiditas, maka ia meminta pihak bank untuk mengakihkan pitang dan
ban akan menerima pembayaran dari pemilik proyek. Kontrak Hiwalah biasanya
diterapkan dalam hal-hal seperti dibawah ini :
 Factoring ( Anjak piutang), dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada
pihak ketiga memindahkan itu kepada bank, bank lalu membayar piutang
tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
 Post dated cheek, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan
dulu piutang tersebut.
 Bill discounting, secara prinsip serupa dengan Hiwalah, hanya saja dalam bill
counting nasabah hanya membayar fee, sedangkan 15 pembahasan fee tidak
disepakati dalam kontrak Hiwalah.

Perbedaan antara Akad Hiwalah dengan perjanjian anjak piutang.


Dewasa ini perkembangan bisnis perbankan Syariah telah meningkat tajam jika
dibandingkan dengan beberapa tahun lalu. Banyak bermunculan Bank-Bank Syariah
baru yang siap bersaing dengan Bank Syariah yang telah lebih dahulu berdiri maupun
dengan Bank konvensional, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang kian tinggi
akan keberadaan Bank Syariah. Bisnis perbankan Syariah dapat mengalami
perkembangan yang begitu pesat karena adanya kepercayaan masyarakat yang semakin
besar pada perbankan Syariah, hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya orang
yang menjadi nasabah Bank Syariah. Oleh karena itu, topik perbankan Syariah menjadi
menarik untuk dibahas sekaligus sebagai pengenalan lebih jauh pada masyarakat
tentang produk perbankan Syariah khususnya Akad Hiwalah.
Akad Hiwalah dan perjanjian anjak piutang dibandingkan untuk menemukan
perbedaan antara Akad Hiwalah dengan perjanjian anjak piutang yang memiliki konsep
dasar yang sama yaitu konsep pengalihan. Akad Hiwalah merupakan suatu Akad
pengalihan utang dari orang yang berutang pada orang lain yang memiliki piutang
kepadanya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari
muhil (orang yang berutang sekaligus berpiutang) menjadi tanggungan muhal’alaih
(orang yang mempunyai piutang kepada muhil). Sedangkan definisi anjak piutang
dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut.
Apabila kita teliti membaca definisi Akad Hiwalah dengan perjanjian anjak
piutang, maka akan terlihat jelas perbedaan antara Akad Hiwalah dengan perjanjian
anjak piutang. Akad Hiwalah merupakan suatu Akad pengalihan utang sedangkan anjak
piutang adalah perjanjian pengalihan piutang yang dilakukan dengan cara jual beli.
Sebenarnya dalam fiqh muamalah Hiwalah dapat pula berupa pengalihan piutang yaitu

10
dilakukan dengan Hiwalah hak. Namun demikian, konsep dasar Hiwalah merupakan
pengalihan utang. Sekalipun objek pengalihan Hiwalah hak adalah piutang, namun
piutang yang dapat dialihkan tidak dikhususkan berupa piutang dagang dan Hiwalah
hak bukan skema pengalihan piutang dalam bentuk jual beli sebagaimana terdapat
dalam anjak piutang.

Solusi Dalam Mengatasi Kredit Bermasalah


Aplikasi dalam Perbankan
Kredit macet bukan suatu hal yang aneh dalam dunia perbankan. Miskipun
pelaksanaan perbankan sudah dilaksanakan dengan sempurna, namun kemacetan dalam
pembiayaan tetap saja terjadi. Terjadinya kredit macet jangan dijadikan suatu persoalan
yang menakutkan, tetapi solusi apa yang harus ditawarkan oleh syari‟ah untuk
mengatasinya. Adapun tawaran yang diberikan oleh syari‟ah salah satunya adalah akad
Hiwalah.
Hiwalah dalam perkreditan perbankan dapat dilakukan dengan memindahkan
harta jaminan kepada yang menanggung hutang. Harta tersebut merupakan jaminan
untuk melunasi hutang yang terjadi kemacetan dalam perkreditan tersebut, hal ini
biasanya pada harta jaminan milik bersama. Oleh sebab itu pihak bank tidak langsung
menjual barang jaminan untuk melunasi hutang, namun dapat dilakukan dengan
pemindahan harta jaminan kepada orang lain.
Kontrak Hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:
a) Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang
kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar
piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu. Pada tataran ini
bank selaku pihak yang melakukan eksekusi jaminan dapat melaksanakan
beberapa tindakan untuk mencegah jangan sampai terjadinya kezaliman pada
pihak nasabah.
b) Post Dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayarkan dulu piutang tersebut.
c) Bill Discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan Hiwalah. Hanya
saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan
pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak Hiwalah.

Skema Al-Hiwalah

11
Contoh Kasus Transaksi Akad Hiwalah

Bank syariah terjadi kerugian dari PT. Mandala ke PT. Subur karena piutang
tidak tertagih dari PT. Mandala kepada PT. Subur. Oleh sebab itu, PT. Subur
mempunyai hak untuk menolak dalam bertanggungjawab atas tindakan tidak
tertagihnya piutang tersebut dalam jumlah yang sudah ditentukan yaitu sebesar Rp.
95.000.000,- jurnal dalam kasus tersebut sebagai berikut:
d. PT. Subur melakukan sebuah wanprestasi/hutangnya tidak dilunasi dan PT.
Mandala yang akan bertanggungjawab atas pelunasan tersebut, dengan adanya
itu yang dialihkan oleh piutang Hiwalah terlibat outstanding menjadi piutang
milik Bank Syariah ke PT. Mandala yang dilakukan secara langsung. Jurnal
pengalihan piutang sebagai berikut:
Rekening Debit Kredit
Piutang (PT. Mandala) Rp. 95.000.000
Piutang Rp. 95.000.000

e. Atas tidak tertagihnya piutang PT. Mandala kepada PT. Subur maka PT.
Mandala berhak tidak mempunyai wewenang untuk bertanggungjawab atas
tidak tertagihnya piutang tersebut kepada PT. Subur. Oleh sebab itu Bank
Syariah mengakibatkan kerugian dari PT. Mandala ke PT. Subur, dengan jurnal
sebagai berikut:

Rekening Debit Kredit


Kerugian Hiwalah Rp. 95.000.000
Piutang Hiwalah PT. Mandala Rp. 95.000.000

KESIMPULAN
Dari penjelasan yang telah dikemukakan bahwa Hiwalah adalah pemindahan
hak menuntut hutang kepada pihak lain atas dasar persetujuan dari pihak yang memberi
hutang. Dalam istilah ulama’ Hiwalah adalah pengalihan beban hutang dari orang yang
berhutang (muhil) kepada orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal ‘alaih).
Hiwalah yang telah dipelajari terdapat dua macam, yaitu Hiwalah muthlaqah dan
muqayyad. Muthlaqah terjadi kjika orang yang berutang (orang pertama) kepada pihak
lain mengalihkan hak penagihan nya kepada pihak ketiga tanpa disadari pihak ketiga ini
berutang pada orang pihak pertama. Sedangkan Muqayyad pemindahan sebagai ganti
dari pembayaran utang pihak pertama kepda pihak kedua.
Dalam praktek perbankan syariah, Hiwalah pada umumnya untuk membantu
supplier dalam mendapatkan modal tunai sehingga mereka dapat melanjutkan kegiatan
usahanya. Dan dalam hal ini, bank mendapatkan upah ganti biaya atas jasa pemindahan
hutang. Untuk mengantisipasi dan mengatasi kerugian yang akan terjadi pihak bank
perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan adanya
kebenaran transaksi antara yang berhutang dan yang memindahkan hutang. Karena
kebutuhan suplier akan di likuiditas, maka ia meminta pihak bank untuk mengakihkan
pitang dan ban akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

12
DAFTAR PUSTAKA
Andri Rivai. “Produk Jasa Pada Bank Syariah Dan Aplikasinya.” WARAQAT : Jurnal
Ilmu-Ilmu Keislaman 5, no. 1 (2020): 25.
E-issn, Volume Nomor P-issn, and Efrita Norman. “Reslaj : Religion Education Social
Laa Roiba Journal Manajemen Dana Pensiun Syariah Resah : Religion
Education Social Laa Roiba Journal” 3 (2021): 227–235.
Fadillah, Rahmat. “Hadis-Hadis Tentang Jasa (Fee-Based Served): Wakalah, Kafalah,
Hiwalah.” Indonesian Interdisciplinary Journal of Sharia Economics (IIJSE)
2, no. 2 (2020): 125–146.
Iwan, Ridwan, and Pengenalan Perbankan Syariah. “Implementasi Hiwalah Dalam
Lembaga Keuangan Syariah” (n.d.).
Kasanah, Nur, and Mohammad Ghozali. “Analisis Hukum Terhadap Praktik Produk
Jasa Perbankan Syariah (Fee Based Service).” Jurnal Diklat Keagamaan
Vol.12, no. No.2 (2018): 97–105.
Kurniati, Vivi. “Halaman 1 Dari 67 Muka | Daftar Isi” (2017): 1–35.
Noor, Syafri M, and others. “Akad Hiwalah (Fiqih Pengalihan Hutang)” (2019).
Sadhana Priatmadja. “Wakalah, Kafalah Dan Hiwalah.” Muamalat 4, no. September
(2012): 1–24.
Sjahdeini, Sutan Remy,Perbankan Islam dan Kedudukanya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007).
Daryono, A. M. (2021, Desember 23). ALAMI. Retrieved Desember 18, 2022, from
alamisharia.co.id: https://alamisharia.co.id/blogs/hiwalah-solusi-bayar-
utang/?amp#
Dwirifqi, Z. (2022, Juli 9). Kompasiana. Retrieved Desember 18, 2022, from
kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/zakidwirifqi8549/62c8f75d0758cb33ef625502/im
plementasi-hutang-dalam-islam
Felnia, N. D. (2016, Oktober 28). REPOSITORY. Retrieved Desember 18, 2022, from
repository.unair.ac.id: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/11207
Musa, M. b. (2013, Januari 21). PengusahaMuslim.com - Komunitas Pengusaha Muslim
Indonesia (KPMI). Retrieved from Yufidia.com:
https://pengusahamuslim.com/3319-belajar-fikih-hiwalah-1799.html
Nurazizah, N. E. (2020). TAFAQQUH:Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Ahwal
Syahsiyah. IMPLEMENTASI AKAD HIWALAH DALAM HUKUM
EKONOMI ISLAM DALAM PERBANKAN SYARIAH, 5(2), 59-74.
Wakalahmu. (2022, April 22). Retrieved from wakalahmu.com:
https://wakalahmu.com/artikel/literasi-keuangan/apa-pengertian-hiwalah-dan-
contoh-hiwalah

13

Anda mungkin juga menyukai