HUKUM KETENAGAKERJAAN
Disusun Oleh :
Aldino Febri Daviandra
20310161
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul FIQIH MUALAMAH. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad saw. Sebagai uswatun hasanah, yang
telah berjuang menyempurnakan akhlak manusia di muka bumi.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mengalami kesulitan karena
kurangnya ilmu pengetahuan. Namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan meskipun banyak kekurangan. Saya mengucapkan
terima kasih kepada Ibu ............. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Fiqh muamalah yang
telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami
maupun pembaca.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan untuk membangun acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................5
1. Bagaimana konsep dan tafsir hadits al-hiwalah dalam Islam?......................................................5
2. Apa saja implementasi hadits al-hiwalah dalam konteks kredit?..................................................5
3. Bagaimana pengaruh implementasi hadits al-hiwalah terhadap kredit macet?.............................5
4. Apa faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kredit macet dalam perspektif implementasi hadits
al-hiwalah?..............................................................................................................................................5
5. Bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kredit macet dalam
konteks hadits al-hiwalah?.......................................................................................................................5
C. Tujuan..........................................................................................................................................5
1. Menegakkan keadian....................................................................................................................5
2. Mencegah penipuan.....................................................................................................................5
3. Mendrong tanggung jawab finansial............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................6
A. Pengertian Ketenagakerjaan.........................................................................................................6
B. Dasar Hukum Hiwalah.................................................................................................................6
C. Rukun dan Syarat Hiwalah...........................................................................................................7
D. Jenis Akad Hawalah.....................................................................................................................8
E. Konsekuensi Akad Hiwalah.......................................................................................................10
F. Penyebab Berakhirnya Hukum Hiwalah....................................................................................10
G. Contoh Kasus Transaksik Akad Hawalah..................................................................................11
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................12
Daftar Pustaka........................................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tafsir hadits al-hiwalah dalam Islam mengacu pada pemahaman dan aplikasi
prinsip-prinsip keuangan Islam terkait dengan kredit macet atau pembayaran yang
gagal dalam konteks perbankan dan transaksi keuangan lainnya. Dalam Islam,
keadilan, kejujuran, dan pertanggungjawaban dalam bertransaksi sangat dijunjung
tinggi. Oleh karena itu, tafsir hadits al-hiwalah menjadi penting dalam menangani
masalah kredit macet dan memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah.
Ini bisa berarti memberikan waktu tambahan untuk melunasi hutang atau
mencari alternatif yang memenuhi persyaratan syariah. Kedua, prinsip kesepakatan
dan transparansi menjadi penting dalam menafsirkan hadits ini. Tafsir hadits al-
hiwalah menekankan bahwa setiap pemindahan utang harus dilakukan dengan
persetujuan dan kesepakatan yang jelas antara pemberi pinjaman dan penerima
pinjaman. Kepastian dan transparansi dalam mengatur ulang pembayaran hutang
adalah bagian integral dari proses penyelesaian kredit macet menurut prinsip-prinsip
Islam.
C. Tujuan
1. Menegakkan keadian.
2. Mencegah penipuan.
3. Mendrong tanggung jawab finansial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hiwalah
Secara etimologi hiwalah adalah istilah dari kata tahawwul artinya berpindah
atau tahwil berarti pengalihan. Sederhananya, pengertian hiwalah adalah pengalihan
utang atau piutang dari pihak kreditur kepada pihak penanggung pelunasan hutang.
Konsep hiwalah adalah memindahkan utang dari muhil sebagai peminjam pertama
kepada pihak muhal’alaih sebagai peminjam kedua. Proses pengalihan tanggung
jawab ini harus disahkan melalui akad hiwalah atau kata-kata
Kemudian dasar hukum hiwalah tersebut diikuti oleh ijma ulama yang
hukumnya sunnah. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama
Indonesia mengatur akad hiwalah dengan mengeluarkan fatwa DSN-MUI No.
12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah, Fatwa DSN-MUI No.
34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, dan Fatwa DSN-
MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah.
C. Rukun dan Syarat Hiwalah
Dikemukakan pada umunya bahwa keputusan suatu akad harus diawali dengan
yang namanya rukun dan syaratnya dari suatu kesepakatan tersebut. “Rukun adalah
bagian yang dipenuhi dengan peristiwa, suatu, atau tindakan danbersifat mutlak.
Sedangkan syarat adalah suatu hal, peristiwa, atau tindakan yang sifatnya harus ada.”
Suatu akad harus memenuhi beberapa rukun dan syarat. “Suatu perbuatan secara sah
dalam hukum islam merupakan rukun yang akan terpenuhi. Rukun adalah bagian
yang tidak akan terpisahkan oleh suatu perbuatan atau lembaga, dan akan menentukan
sah atau tidaknya perbuatan.
Pada saat terjadi sebuah akad pasti terdapat rukun-rukun dan syrata-syarat yang
harus dilakukan. Adapun rukun dan syarat yang terdapat pada akad hawalah yaitu:
Shighat Shighat adalah umgkapan serah terima pada pihak-pihak yang terkait,
dimana didalamnya ada prosesi ijab dari orang yang mengalihkan hutangnya
(muhil), kemudian diterima dengan pernyataan persetujuan (qabul) dari pihak
yang menerima kewajiban atas pengalihan piutang (muhal’alaihi).
Pihak-pihak Terkait Pihak yang terkait dalam proses akad hawalah ada tiga
yaitu: Muhil (orang yang berhutang), Muhal (orang yang mempunyai hutang),
dan Muhal’Alaih (orang yang yang membayarkan hutangnya ke Muhil).
Dalam masing-masing pihak yang terkait juga mempunyai syarat-syarat
sendiri yang harus terpenuhi, supaya akad hawalah bisa menjadi sah untuk
dipergunakan.
Sifat objek akad hawalah yaitu mencakup keuangan (financial). Hawalah tidak
berlaku untuk utang yang sifatnya seperti barang. Maka dari itu agar bisa
digunakan utang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Utang merupakan hukum dari suatu perjanjian yang sudah disepakati dan
bersifat pasti. Oleh karena itu tidak sahnya hukum mengalihkan hutang
yang timbul dari suatu perjanjian atau perjanjian yang masih berlaku hak
khiyar.
3. Pada umumnya pembayaran utang bisa saja dilakukan dengan cara tunai
atau ditangguhkan, tapi tergantung dengan kesepakatan pihak tersebut.
Dalam hal ini juga diisyaratkan bahwasannya muhal ‘alaih adalah orang
yang terjamin akan memiliki kemampuan untuk melunasi utang tersebut.
1. Hawalah dayn yaitu suatu 1. Hawalah muthlaqah yaitu sebuah hutang 1. Ujrah/hawalah tanpa upah
kewajiban yang dimiliki seseorang yang dipindah tangankan kepada yaitu pengalihan utangnyayang
sesorang atau orang lain guna muhal ‘alaih tanpa menyangkut pautkan tanpa diikuti dengan cara
memindahkan utang muhal ‘alaih. Contoh: Aiko diberikan upah. 2. Menurut
mempunyai utang kepada Beni sebesar tiga Fatwa DSN MUI No. 58 Tahun
2. Hawalah haqq yaitu tagihan
ratus ribu rupiah. Cici mempunyai utang 2007 menyebutkan hawalah
yang dimiliki seseorang guna
kepada Aiko dengan nominal yang sama. dengan pengenaanupah pada
memindahkan haknya ke pihak
Aiko menghawalahkan atau memindahkan pengalihan upah biasa disebut
lain.
utangnya kepada Cici maka dari itu Cici dengan hawalah muthlaqah.
mempunyai kewajiban membayar utang Besarnya pendapatan akan
Aiko ke Beni, tanpa menyebutkan bahwa ditetapkan secara sah, rinci,
utang yang sudah dipindahkan tersebut dan sesuai akad.
sebagai ganti dari pembayaran utang Cici
kepada Aiko. Dengan begutu, hawalah
mutlaqah hanya mengandung hawaah dayn,
karena yang dipindahkan hanya utang Aiko
ke Beni menjadi utang Cici ke Beni.
A. Sebelum perjanjian diberlakukan secara sah atau tetap maka salah satu pihak akan
membatalkan hawalah tersebut.
B. Untuk melunasi utangnya pihak ketiga akan melunasi terlebih dahulu yang akan
dialihkan ke pihak kedua.
C. Dalam membayar hutangnya pihak ketiga dibebaskan oleh pihak kedua dari
kewajibannya.
D. Menghibahkan harta yang dimiliki pihak kedua merupakan salah satu hutang
dalah akad hawalah yang dialihkan kepada pihak ketiga.
E. Jika pihak ketiga mengalami kesulitan atau kebangkrutan dalam keadaan juga
pihak ketiga tidak menepati janji adanya akad tersebut maka hak pihak kedua
tidak bisa memenuhi akad hawalah tersbut menurut Ulama Hanafi..
F. Ahli waris akan menjadi hak pihak ketiga jika pihak kedua meninggal dunia.
Sehingga pihak ketiga akan mewarisi harta pihak kedua.
hak bagi muhal tidak bisa dipenuhi karena pihak ketiga mengalami bangkrut atau
kesusahan. Bisa juga wafat dalam keadaan bangkrut, menurut Madzab Hanafi.
Namun, menurut Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali selama akad hiwalah akan
berlaku bisa dipakaikarena persyaratan sudah terpenuhi makan akad hawalah tidak
bisa berakhir dengan mengalami bangkrut.
G. Contoh Kasus Transaksik Akad Hawalah
Bank syariah terjadi kerugian dari PT. Mandala ke PT. Subur karena piutang tidak
tertagih dari PT. Mandala kepada PT. Subur. Oleh sebab itu, PT. Subur mempunyai
hak untuk menolak dalam bertanggungjawab atas tindakan tidak tertagihnya piutang
tersebut dalam jumlah yang sudah ditentukan yaitu sebesar Rp. 95.000.000,- jurnal
dalam kasus tersebut sebagai berikut:
b. Atas tidak tertagihnya piutang PT. Mandala kepada PT. Subur maka PT. Mandala
berhak tidak mempunyai wewenang untuk bertanggungjawab atas tidak
tertagihnya piutang tersebut kepada PT. Subur. Oleh sebab itu Bank Syariah
mengakibatkan kerugian dari PT. Mandala ke PT. Subur, dengan jurnal sebagai
berikut:
KESIMPULAN