Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Muamalat
HKI A/3
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapak
Hilman Taqiyudin, S.Ag., M.H.I. selaku dosen pengampu mata kuliah fikih muamalat
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Dan juga terima kasih
kepada teman-teman yang telah mendukung kami dalam penyusunan makalah ini, yang
berjudul Mudharabah dan Hubungannya dengan Bank Syari’ah.
Terakhir kami selaku penyusun menyadari banyak kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat memohon kepada para
pembaca saran dan kritiknya yang dapat membangun potensi kami sehingga
kedepannya kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khusunya sebagai penyusun dari malakah
ini Amin ya robbal ‘Alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring dengan perkembangan waktu praktik muamalat semakin banyak
dikembangkan pada lembaga keuangan syari’ah termasuk negara Indonesia.
Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia begitu cepat dan pesat, namun di sisi
lain masih ada sebagian masyarakat masih memiliki asumsi bahwa bank Syariah hanya
sebuah label untuk menarik simpati masyarakat muslim di bidang perbankan. Sebagian
masyarakat menganggap tidak ada perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan
pada umumnya yang membedakan hanya istilah-istilah Bahasa arab yang digunakan
dalam perbankan syari’ah.
Asumsi tersebut berkembang salah satu sebabnya adalah belum maksimalnya
pemahaman maysarakat muslim Indonesia terhadap makna akad yang digunakan pada
perbankan Syariah, salah satu akad dalam fiqh muamalat yang digunakan dalam
perbankan syari’ah di Indonesia adalah akad Mudharabah.1
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Mudharabah?
2. Apa landasan hukum Mudharabah?
3. Apa saja rukun dan syarat mudharabah?
4. Ada berapa jenis mudharabah?
5. Dan apa hubungannya mudharabah dengan bank Syariah?
C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam
tentang salah satu akad dalam fiqh muamalat yaitu akad Mudharabah, meliputi
pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, jenis-jenis, dan hubungannya dengan bank
Syariah.
1
Dikutip dari journal Sri Abidah Suryaningsih, Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syari’ah di
Indonesia, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya, Vol.4, No.1 2013, hlm.14-15
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Salah satu bentuk kerja sama dalam menggerakkan antara pemilik modal dan
seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. Sebab ada orang
yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda
perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal dan keahlian, tetapi tidak
mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang mempunyai keahlian dan waktu, tetapi
tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada kerja sama dalam
menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan mendapatkan
keuntungan modal dan skill (keahlian) dipadukan menjadi satu.2
Istilah mudharabah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Irak,
sedangkan penduduk Hijaz menyebut mudharabah dengan istilah mudharabah atau
qiradh, sehingga dalam perkembangan lebih lanjut mudharabah dan qiradh juga
mengacu pada makna yang sama. Secara lughowi mudharabah berasal dari kata ad-
dharb ( )الضربderivasi dari wazan fi’il ضرب – یضرب ضرباberarti memukul dan berjalan.3
Muhammad Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori Ke
Praktek, menuliskan bahwa pengertian berjalan lebih tepatnya adalah proses seseorang
dalam menjalankan usaha. Dari sini dapat dipahami bahwa mudharabah secara lughowi
adalah proses seseorang menggerakkan kakinya dalam menjalankan usahanya dengan
berdagang untuk memperoleh laba.
Secara istilahi mudharabah adalah menyerahkan modal kepada orang yang
berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan. Definisi mudharabah
menurut Sayyid Sabiq adalah “Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak
mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada lainnya untuk diperdagangkan.
Laba dibagi sesuai dengan kesepakatan”.4
2
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003, hlm. 169.
3
Adib Bisri dan Munawwir, Al-Bisri Kamus Arab – Indonesia Indonesia –Arab, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1999, hlm. 432.
4
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid 4, Jakarta: Darul Fath, 2004, hlm. 217.
2
Sedangkan definisi mudharabah menurut fatwa DSN No. 07/DSN-
MUI/IV/2000 adalah: Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS
kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini LKS
sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek
(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha.5
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian mudharabah
yaitu akad yang dilakukan oleh shahibul mal dengan mudharib untuk usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Keuntungan yang dituangkan dalam kontrak ditentukan dalam bentuk nisbah.
Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh
shahibul mal sepanjang kerugian itu bukan akibat kelalaian mudharib. Namun jika
kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka mudharib harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
Dalam ayat di atas terdapat acuan dasar dilakukannya akad mudharabah adalah
kata “yadhribun” ( )یضربونyang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki
makna melakukan suatu perjalanan usaha.6
5
Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
6
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 225
3
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu (QS. Al-Baqarah: 198).
2. Al-Hadist.
Diantara hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib:
“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah adalah jual beli yang
ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan
mencampurkan gandum kualitas baik dengan gandum kualitas rendah untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual”. (HR Ibnu Majah).
Dan pada hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Darulquthni:
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas
itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”. (HR. Ad-Darulquthni).
Pada hadits pertama mengandung tentang kebolehan mudharabah, seperti yang
sudah di sabdakan oleh nabi, bahwa memberikan modal kepada orang lain termasuk
salah satu perbuatan yang berkah, dan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ad-
Darulquthni menjelaskan bahwa seorang shahibul mal boleh memberikan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh mudharib.
7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh…, hlm. 477.
4
lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal, dengan
demikian, adanya mudharabah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia agar
mereka saling bermanfaat.8
Kaidah fiqh:
Al-ashlu fil Muamalati Al-Ibahatu illa anyyadulla Ad-Dalilu ‘ala tahrimiha.
Artinya: Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya
8
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm. 224-226.
5
e. Pekerjaan (amal)
f. Keuntungan atau nisbah9
Menurut jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu:
Dari perbedaan para ulama diatas dipahami bahwa rukun pada akad
mudharabah pada dasarnya adalah:
Dalam akad mudharabah harus ada dua pelaku, dimana ada yang
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan yang lainnya menjadi
pelaksana usaha (mudharib).
9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 139.
10
Rachmat Syafei, Fiqh …, hlm. 226.
11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafino Persada,
2014), hlm. 205.
6
barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh
mudharib dan shahibul mal.
d. Nisbah keuntungan
Nisbah yakni rukun yang menjadi ciri khusus dalam akad mudharabah.
Nisbah ini merupakan imbalan yang berhak diterima oleh shahibul mal ataupun
mudharib. Shahibul mal mendapatkan imbalan dari penyertaan modalnya,
sedangkan mudharib mendapatkan imbalan dari kerjanya.12
2. Syarat Mudharabah
12
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafino Persada,
2014), hlm. 205.
13
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar…, hlm. 228.
7
pemilik modal dan itu mengandung unsur wakalah yang mengandung arti
mewakilkan. Syarat bagi keduanya juga harus orang yang cakap untuk
melakukan perbuatan hukum, dan tidak ada unsur yang menggangu
kecapakan, seperti gila, sakit dan lain-lain. Selain itu, jumhur ulama juga tidak
mensyaratkan bahwa keduanya harus beragama Islam, karena itu akad
mudharabah dapat dilaksanakan oleh siapapun termasuk non-muslim.
c. Modal
Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh shahibul mal kepada
mudharib untuk tujuan investasi dalam akad mudharabah. Syarat yang
berkaitan dengan modal, yaitu:
14
Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan
sosial), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm 143.
15
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2014, hlm. 62.
8
ditangan pemilik modal, asal saja tidak menganggu kelancaran jalan
perusahaan tersebut.
d. Nisbah keuntungan
16
Adiwarman A. Karim, Bank…, hlm. 206.
17
Adiwarman A. Karim, Bank…, hlm. 209.
9
didaerah tersebut. Sedangkan keuntungan menjadi milik pemilik modal
(mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali).
Sedangkan ulama mazhab Maliki menyatakan, bahwa dalam
mudharabah faasidah, status pekerja tetap seperti dalam mudharabah
shahihah yaitu tetap mendapat bagian keuntungan yang telah disepakati
bersama.
D. Jenis-jenis Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah
18
Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan
sosial), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 143.
10
Mudharabah muqayyadah yaitu penyerahan modal dengan syarat-syarat
tertentu, pekerja mengikuti syarat-syarat yang dicantumkan dalam perjanjian yang
dikemukanan oleh pemilik modal. Misalnya harus memperdagangkan barang-
barang tertentu, di daerah tertentu, dan membeli barang pada toko (pabrik) tertentu.
19
Shahibul mal boleh melakukan hal ini guna menyelamatkan modalnya dari resiko
kerugian. Apabila mudharib melanggar syarat-syarat dan batasan maka mudharib
harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
19
M. Ali Hasan, Berbagai …hlm. 172.
20
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 116-117.
11
Kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan syari’ah untuk tujuan dagang
jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus. Kontrak tersebut seperti jual beli barang
yang menunjukkan sifat dagang dari kontrak ini. Mudharib, setelah menerima
dukungan pendanaan dari bank, membeli sejumlah atau senilai tertentu dari barang
yang sangat spesifik dari seorang penjual dan menjualnya kepada pihak ketiga dengan
suatu laba. Sebelum disetujuinya pendanaan, mudharib memberikan kepada bank
segala perincian mendetail yang terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat
dibeli serta semua biaya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank,
mudharib menyajikan pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut
harga jual yang diharapkan, arus kas, batas laba, yang akan dikaji oleh bank sebelum
diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya bank akan memberikan dana
yang diperlukan jika telah cukup puas dengan batas laba yang diharapkan atas dana
yang diberikan.
12
kejujuran bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian. Mudharabah dalam perjanjian
pembiayaan pada perbankan syariah, Burhanudin Harahap telah memberikan suatu
simpulan dari hasil penelitian tersebut, yakni:
13
pembiayaan, syarat pencairan pembiayaan, pembagian keuntungan (nisbah) dan
sebagainya dari pembiayaan yang akan diberikan oleh bank, dapat dimasukkan dalam
perjanjian kredit atau akad. Ketelitian dan keakuratan pencantuman sesuai syarat-syarat
dan rukun-rukun dalam pembiayaan mudharabah yang tercantum dalam sebuah akad
akan berpengaruh terhadap keabsahan suatu perjanjian tersebut. Perjanjian atau akad
mudharabah yang tidak memenuhi syarat dan rukun mudharabah adalah batal, sehingga
apabila menjadi sengketa di pengadilan, maka pengadilan akan membatalkannya.21
21
Dikutip dari journal Mahmamudatus Sa’diyah dan Meuthiya Athifa Arifin, Mudharabah Dalam Fiqh
dan Perbankan Syari’ah, Volume 1, No.2, Desember 2013, hlm.316-321
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
4. Nishbah keuntungan.
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah ini merasa masih banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan ataupun dari segi materi yang kami paparkan,
oleh karena itu kami memohon kepada para pembaca agar memberikan
saran kepada kami yang bersifatnya membangun agar kedepannya kami
dapat Menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Dan kami juga
menyarankan agar para pembaca untuk membaca sumber-sumber bacaan
lainnya agar mengisi kekosongan materi yang kami paparkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
Adib Bisri dan Munawwir, Al-Bisri Kamus Arab – Indonesia Indonesia –Arab,
Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2014
16