Anda di halaman 1dari 24

TRANSAKSI YANG BERBASIS JASA 1

(Wakalah, Kafalah, Hiwalah)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah pada Konsentrasi Syariah
dan Hukum Islam Jurusan Dirasah Islamiyah Program Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar

Oleh

NUR SAIFUL
NIM : 80100221090

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Muhtar Lutfi, M.Pd.


Dr. H. M. Saleh Ridwan, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat

Kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalahnya yang

berjudul “Transaksi Yang Berbasis Jasa 1 (Wakalah, Kafalah, Hiwalah)”. Shalawat

dan salam tak lupa pula kita curahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.

Sebagai sari tauladan bagi umat muslim.

Makalah ini disusun oleh penulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah

Hukum Ekonomi Syariah. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami

hambatan dan kekurangan, namun dengan adanya arahan serta bimbingan dari

berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Namun penulis

menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka

dari itu penulis berharap pembaca dapat memberikan kritikan dan saran yang

membangun. Akhir kata dari penulis mohon maaf jika masih banyak terdapat

kekurangan dari makalah ini dan semoga bermanfaat.

Makassar, 23 November 2022

Nur Saiful

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 4

A. Konsep dasar Wakalah, Kafalah Dan Hawalah ................................................ 4

1. Wakalah .......................................................................................................... 4

2. Kafalah ........................................................................................................... 9

3. Hawalah ....................................................................................................... 11

B. Aplikasi Transaksi Yang Berbasis Jasa di Perbankan Syariah ........................ 15

1. Akad Wakalah di Perbankan Syariah ........................................................... 15

2. Akad Kafalah di Perbankan Syariah ............................................................ 17

3. Aplikasi Akad Hawalah di Perbankan Syariah ............................................ 18

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 19

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19

B. Saran ................................................................................................................. 19

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan

orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat

beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan

harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara manusia satu dengan

manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan

hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat

kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan

proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Islam sebagai agama yang universal

memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan

dalam setiap masa. Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan

bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan

yang ada.

Pada saat ini Indonesia dihadapkan pada perwujudan ekonomi syariah yang

berkembang. Keinginan masyarakat ekonomi syariah (organisasi) dan sebagian

keinginan masyarakat muslim Indonesia adalah agar perekonomian syariah di

Indonesia ini bisa berkembang terus menerus dan selalu melakukan perbenahan

terhadap beberapa aspek yang dinilai masih perlu dibenahi. Pesatnya perkembangan

ekonomi syariah di Indonesia dirasa mulai mengalir disaat para muslimin-muslimat

aktif terlibat dalam segala aspek perekonomian syariah. Ada mart syariah (212

1
2

MART), ada developer syariah (Rumah Halal Property), ada kredit mobil syariah

(mobilima), dan berbagai jenis bentuk perekonomian syariah lainnya. Pendekatan

fiqh bukan lagi sekedar melegitimasi syariat islam secara hitam putih, tapi fiqih juga

harus adaptif dan solutif terhadap persoalan-persoalan kontemporer.1 Beberapa

kontrak perbankan Islam yang banyak digunakan baik untuk produk tabungan,

perdagangan dan investasi seperti dalam bentuk pembiayaan berupa biaya ditambah

penjualan (Murabahah), penjualan kredit (bay ''bithaman ajil''), sewa (Ijarah),

kemitraan (Mudharabah dan Musyarakah) dan beberapa kontrak forward (Salam dan

Istisna). Selain itu ada pinjaman tanpa bunga untuk orang miskin, petani dan siswa

yang membutuhkan disebut Qard al-Hasan atau pinjaman kebajikan.2

Perbankan syariah juga menyediakan berbagai macam bentuk transaksi, salah

satunya di bidang pelayanan jasa atau fee based service Kontrak jasa: Wakalah,

Kafalah dan Hawalah menjadi kontrak yang umum digunakan pada perbankan

syariah di Indonesia. Dari layanan jasa yang diberikan, bank memperoleh pendapatan

yang berupa fee based income service yang berasal dari biaya-biaya yang ditujukan

untuk mempermudah pelaksanaan transaksi ataupun pembiayaan.3

1
Aziziy, M. R.. Tawatu‟ dalam Kajian Fiqih dan Konsekuensinya pada Transaksi Keuangan
(Muamalah Maliyah). Jurnal Istiqro : Jurnal Hukum Islam, Ekonomi Dan Bisnis, 4((2018-1), 68–79.
http://ejournal.iaida.ac.id/index.php/istiqro/article/view/210
2
Siddiqui, A. Financial contracts, risk and performance of Islamic banking. Managerial
Finance (2008)., 34 (10), 680–694. https://doi.org/10.1108/03074350810891001
3
Muhammad Arfan Harahap, Sri Sudiarti. Kontrak Jasa pada Perbankan Syariah: Wakalah,
Kafalah dan Hawalah: Tinjauan Fiqh Muamalah Maliyah. Reslaj: Religion Education Social Laa
Roiba Journal. Volume 4 Nomor 1 (2022)
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perlu adanya perumusan masalah

agar pembahasan dapat lebih terarah dan tidak melebar sangat jauh dari tujuan awal

yang ingin dicapai dari penelitian ini. Adapun rumusan masalah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep dasar wakalah, kafalah dan hawalah ?

2. Bagaimana Aplikasi Transaksi Yang Berbasis Jasa di Perbankan Syariah?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar wakalah, kafalah dan hawalah

1. Wakalah

Definisi akad wakalah dapat ditinjau dari dua aspek yaitu secara kebahasaan

dan peristilahan. Akad wakalah secara bahasa dimaknai sebagai al-hifzh (melindungi)

dan al-tafwidz (menyerahkan). Sedangkan secara istilah, wakalah dimaknai sebagai

penyerahan sesuatu kepada pihak lain atas kedudukan dirinya untuk melakukan

perbuatan hukum yang diketahui dan dibolehkan oleh ketentuan syara.

Menurut Ahmad, wakalah adalah seseorang yang menyerahkan suatu

urusannya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syari‟ah, supaya diwakilkan

mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang mewakilkan masih

hidup. Menurut Al-Jazairi, wakalah ialah permintaan perwakilan oleh seseorang

kepada orang yang bisa menggantikan dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan

diadalamnya. Contohnya dalam bermuamalah dan sebagainya. Masing-masing dari

wakil dan muwakkal (orang yang mewakili) disyaratkan berakal sempurna.1

Mewakilkan sesuatu pekerjaan yang dapat dilakukan sendiri itu dianggap sah

menurut syara‟. Seperti jual beli, kawin, thalaq, member, menggadai dan lain-lain

yang berhubungan dengan muamalat. Mewakilkan sesuatu yang berkaiatan dengan

ibadat, ada sebagian pekerjaan yang diperbolehkan dan ada sebagian yang tidak

1
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia 2012),
211.

4
5

diperbolehkan menurut syara‟. Ibadat yang tidak sah diwakilkan kepada orang lain,

seperti sholat, puasa dan hal-hal yang besangkutan dengan itu seperti berwudlu, dan

lain sebagainya. Sebab ibadat adalah berhubungan manusia dengan tuhannya. Ibadat

yang diwakilkan kepada orang lain seperti ibadat haji, umroh, membagi zakat dan

menyembelih binatang kurban dan lain sebagainya.

a. Dasar Hukum Wakalah

1) Al-Qur‟an

Salah satu dasar dibolehkannya Wakalah adalah firman Allah SWT Qs. Al-

Kahfi 19/18 yang berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi.

              

            

           

 

Terjemahnya:

Dan Demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di


antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah
berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada
(disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu
lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah
seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku
6

lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada


seorangpun.2
Dalam hal muamalah maka ayat tersebut diatas membicarakan tentang

perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia

mengalami kondisi tertentu dalam mengakses atau melakukan transaki yaitu dengan

jalan wakalah, menetapkan pekerjaan wakil berupa perginya ia kepada tempat dimana

barang tersebut berada (kota), dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu wariq

atau uang perak dan ketentuan (sighat) terhadap barang (taukil) yang akan diadakan

serta bolehnya diadakan non-disclossure agreement antara wakil dan muwakil.

2) Al-Hadis

‫اح أ ُ ِّو‬
ِ ‫ي فًِ قَبُو ِل َِ َك‬ َّ ‫صهَّى هللاُ َعهَ ٍْ ِّ َو َسهَّ َى َو َّك َم َع ًْرو ْبٍَ أ ُ َيٍَّت ان‬
ّ ‫ض ًْ ِر‬ َ ِ‫أَ ٌَّ َرسُو َل هللا‬
ٌَ‫ت أَبًِ ُس ْفٍَا‬
َ ُْ ِ‫َح ِب ٍْبَتَ َر ْيهَتَ ب‬

Artinya:

“Sesungguhnya Rasulullah saw, mewakilkan kepada Amr bin Umayyah al-

Dlamry dalam menerima pernikahan Ummi Habibah, Ramlah binti Abi

Sufyan.” (HR. Al-Baihaqi).

Dalam kehidupan sehari-hari, Nabi Muhammad saw. Berbagai urusan yang

dilakukan rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain. Diantaranya membayar

utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta,

membagi kandang hewan, dan lain-lain.

2
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Q.s. Al-Kahfi Ayat
19. h. 295
7

b. Rukun Wakalah

Rukun wakalah ada tiga yaitu :

1) Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang

menjadi wakil.

2) Shighat (Ijab Kabul).

3) Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan).3

Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No: 10/DSNMUI/IV/2000,

tanggal 13 April 2000 tentang Wakalah, Rukun wakalah sebagai berikut :

1) Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil);

2) Orang yang diberi kuasa (al Wakil);

3) Perkara/hal yang dikuasakan (al Taukil);

4) Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul)4

c. Syarat-syarat Wakalah

Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No: 10/DSNMUI/IV/2000,

tanggal 13 April 2000 tentang Wakalah, syarat wakalah sebagai berikut :

1) Orang yang memberikan kuasa (al-Muwakkil)

Orang yang memberikan kuasa disyaratkan cakap bertindak hukum, yaitu

telah balig dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dalam

keadaan tidak ada di tempat (gaib) maupun berada di tempat, serta dalam

keadaan sakit ataupun sehat.

3
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), 300.
4
Indah Nuhyatia,” Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”,
Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013, 104.
8

2) Perkara yang Diwakilkan/Obyek Wakalah

Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan yang dapat

dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh

syara‟, memiliki identitas yang jelas, dan milik sah dari Al-Muwakkil,

misalnya: jual-beli, sewa-menyewa, pemindahan hutang, tanggungan,

kerjasama usaha, penukaran mata uang, pemberian gaji, akad bagi hasil, talak,

nikah, perdamaian dan sebagainya.

3) Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)

Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan

memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang

ditransaksikan.5

d. Pembatalan Wakalah dan Berakhirnya Wakalah

1) Apabila Pemberi kuasa berhalangan Tetap.

2) Perselisihan antara pemberi kuasa dengan yang diberi kuasa.

Adapun hal-hal yang menyebabkan berakhirnya Wakalah yaitu:

1) Matinya salah seorang dari shahibul akad (orang-orang yang berakad), atau

hilangnya cakap hukum.

2) Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.

3) Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang

diketahui oleh penerima kuasa.

4) Penerimakuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.


5
Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), 242.
9

5) Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa.6

2. Kafalah

Dalam pengertian bahasa kafalah berarti adh dhamman (jaminan), sedangkan

menurut pengertian syara‟ kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafiil

menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan/permintaan dengan materi sama atau

hutang, atau barang atau pekerjaan. Sedangkan menurut istilah syara‟, imam Abu

Hanifah mendefenisikan kafalah adalah peroses penggabungan tanggungan kafiil

menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan/ permintaan dengan materi atau utang atau

barang atau pekerjaan. Selanjutnya Imam Syafi‟I mendefenisikan Kafalah adalah

akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat

benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak

menghadirkannya.7 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kafalah adalah transaksi

yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban baik

berupa utang, uang, barang, pekerjaan dan badan.

a. Dasar Hukum Kafalah

Dalam hukum Islam, seseorang diperkenankan mendelegasikan suatu


tindakan tertentu kepada orang lain yang mana orang lain tersebut bertindak atas

6
Indah Nuhyatia,” Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”,
Vol. 3, No. 2, 2013, 104-105.
7
Muhammad Arfan Harahap, Sri Sudiarti. Kontrak Jasa pada Perbankan Syariah: Wakalah,
Kafalah dan Hawalah: Tinjauan Fiqh Muamalah Maliyah. Reslaj: Religion Education Social Laa
Roiba Journal. Volume 4 Nomor 1 (2022)
10

nama pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang kegiatan yang didelegasikan
diperkenankan oleh agama. Dalil yang dipergunakan, antara lain adalah:8

1) Al-Qur‟an

            

Terjemahnya:

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang

dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban

unta, dan Aku menjamin terhadapnya".9

2) Hadis

ِ ‫ار ٌو َوان َّذٌ ٍُْ َي ْق‬


ً‫ض‬ ِ ‫ْان َع‬
ِ ‫ارٌَتُ ُي َؤ َّداةٌ َوان َّز ِعٍ ُى َغ‬
Artinya:

Barang pinjaman itu harus dikembalikan, orang yang menjamin harus


membayar jaminannya dan hutang itu harus dibayar." (HR. Tirmidzi dan Abu
Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahiihah no.
610)

b. Rukun Dan Syarat Kafalah.

Menurut Jumhur ulama rukun dan syarat Kafalah itu adalah sebagai berikut:

1) Dhamin, kafil, atau zaim, yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan

sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya(mahjur) dan

dilakukan dengan sekehendak sendiri.

8
Siswanto, “Fiqh Muamalah: Kafalah”, Jurnal Prodi Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas
Syari‟ah IAIN Samarinda, 2015, 17-18.
9
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Q.s. Yusuf Ayat
72. h. 244
11

2) Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang

diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun lah disebut juga makful lah,

madmun lah disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam

hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.

3) Madmun „anhu atau makful „anhu adalah orang yang berutang.

4) Madmun bih atau makful bih adalah utang, disyaratkan pada makful bih dapat

diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.

5) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan

kepada sesuatu dan tidak berarti sementara

c. Jenis Kafalah

Kafalah dapat di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu: 10

1) Kafalah dengan jiwa dikenal dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya keharusan

pada pihak penjamin (al-kafil, al-dhamin atau al-za‟im) untuk menghadirkan

orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (Makfullah).

2) Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau

kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.

3. Hawalah

Secara bahasa hawalah atau hiwalah (‫ ) حوال ة‬berasal dari kata dasarnya dalam

fi'il madhi: haala - yahuulu - haulan (‫) حو ال ي حول حال‬. Kata “Al-Hiwalah” huruf ha‟

dibaca kasrah atau kadang-kadang dibaca fathah, berasal dari kata “At-Tahawwul”

10
Ahmad Wardhi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 443.
12

yang berarti “Al-Intiqal” (pemindahan/pengalihan). Orang arab biasa mengatakan

“Hala „anil „ahdi” yaitu terlepas dari tanggungjawab.11 Secara umum maknanya

adalah „berpindah‟ atau „berubah‟. Pemindahan yang dimaksud adalah dalam

konteks pemindahan utang dari tanggungan orang yang berutang atau al-muhil

menjadi tanggungan orang yang akan melakukan pembayaran utang atau al-muhal

„alaih.

Secara istilah, Wahbah al-Juhaili mendefinisikan hawalah sebagai

„pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain

yang berutang kepadanya atas dasar saling mempercayai.12 Sedangkan secara

sederhana Imam Taqiyuddin mendefinisikan hawalah adalah „pemindahan utang

dari beban seseorang menjadi beban orang lain‟. Jadi Hawalah merupakan

pemindahan utang yang dilakukan seseorang kepada orang lain dengan dasar

kepercayaan dan saling tolong menolong.

a. Dasar Hukum

1) Al Qur‟an

              

             

11
Nurazizah, N. E. Implementasi Akad Hiwalah dalam Hukum Ekonomi Islam di Perbankan
Syariah. Tafaqquh: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah, 2008 5(2), 59-74.
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/tafaqquh/article/view/3977
12
Wahbah al-Juhaili,. al-Fiqh al-Islami wa adilatuhu. Damaskus: Dar al-Fiqr al-
Mua‟sshim. 2005. h. 34
13

            

                

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar


Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannyadan apabila
kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya
(kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya.13

2) Al Hadis

ْ ‫صهَّى هللا َعهَ ٍْ ِّ َو َسهَّ َى قَا َل َي‬


ًَّ ُِ‫ط ُم ان َغ‬ َ ِ‫هللاُ عَُُّ أَ ٌَّ َر ُسوْ َل هللا‬ ِ ‫ع ٍَْ أَبِى ُْ َر ٌْ َرةَ َر‬
َّ ًَ ‫ض‬

‫ظُ ْه ٌى فَإ ِ َرا أ ُ ْتبِ ُع أَ َح ُذ ُك ْى َعهَى َيهِ ًٍّ فَ ْهٍَ ْتبَ ْع (رواِ بخري يسهى‬

Artinya:

Dari Abu Khurairah Radhiyallah Anhu, bahwa Rasulullah Shallahhu Alaihi


wa Sallam bersabda, „penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah
kezaliman. Jika salah seorang di antara kalian diminta untuk mengalihkan
utang kepada orang kaya, maka hendaklah dia menerimanya,. (HR Bukhari-
Muslim).

a. Rukun dan Syarat Hiwalah

13
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Q.s. Al-Maidah
Ayat 2. h. 106
14

Rukun hiwalah adalah rukun-rukun yang wajib dipenuhi sebelum akad

hiwalah terjadi. Apabila tidak terpenuhi salah satunya, maka akad hiwalah tidak

dapat dilakukan. Rukun-rukun tersebut antara lain.

1) Muhil

Pertama, rukun hiwalah adalah muhil, yaitu orang yang mempunyai hutang.

Dalam hal ini, muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan

melaksanakan akad hiwalah. Selain itu, pemilik hutang atau muhil

menjalankannya atas keinginan pribadi tanpa paksaan dari pihak lain.

2) Muhal

Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama seperti syarat

muhil, pihak muhal harus mencapai usia baligh, berakal sehat dan melaksanakan

akad ini secara sukarela tanpa paksaan. Ijab qabul hiwalah yang dikatakan

oleh muhal harus berada dalam majelis akad disaksikan pihak terkait, dan

dilakukan secara sadar tanpa paksaan.

3) Muhal'alaih

Rukun hiwalah ketiga yakni muhal'alaih sebagai orang pemilik hutang dan

bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini harus mempunyai akal

sehat, baligh, kemampuan finansial, dan memahami pelaksanaan akad, serta

pengucapan ijab qabul dalam majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.

4) Hutang yang Diakadkan

Dalam konsep hiwalah, hutang merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan

oleh muhil dari muhal, dan dinyatakan akan dilunasi oleh muhal‟alaih. Hutang
15

tersebut boleh berupa uang, aset, dan benda-benda berharga lainnya. Meski

demikian, sesuai dengan hukum syariah, hutang tersebut tidak boleh berbentuk

benda setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit tanaman yang belum

berbuah, janji bantuan hibah belum di tangan, dan sebagainya).

Selain rukun hiwalah, terdapat syarat hiwalah yang harus dipersiapkan dalam

menjalaninya. Adapun syarat hiwalah adalah di bawah ini:

1) Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.

2) Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis dan jumlah

utang, waktu pelunasan, dan kualitasnya. Misalnya bentuk hutang berupa emas,

maka pelunasannya harus berbentuk emas dengan nilai setara.

3) Pihak muhal‟alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang setelah

adanya kesepakatan bersama muhil.

4) Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.

5) Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan.

B. Aplikasi Transaksi Yang Berbasis Jasa di Perbankan Syariah

1. Akad Wakalah di Perbankan Syariah

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) NO.10/DSN-MUI/IV/2000 wakalah adalah „pelimpahan kekuasaan oleh satu

pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan‟. Akad wakalah pada

hakikatnya adalah akad yang digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan

orang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan

meminta orang lain untuk melaksanakannya. Sedangkan Menurut Kompilasi Hukum


16

Ekonomi Syariah (KHES) wakalah adalah „pemberian kuasa kepada pihak lain untuk

mengerjakan sesuatu‟. Pemberian kuasa dalam wakalah ini dilakukan karena pihak

pertama tidak dapat mengerjakan pekerjaannya, jadi dilimpahkan kepada pihak kedua

untuk mengerjakannya.

Akad wakalah diaplikasikan pada produk perbankan salah satunya pada jasa

layanan transfer. Dalam transaksi transfer ditinjau dari perspektif fiqh, yang mana

akad ini masuk dalam kategori pemberian kuasa dengan upah (Wakalah bi ajr). Pihak

bank berposisi sebagai wakil dari nasabah pengirim, dengan imbalan yang berupa

biaya administrasi yang meliputi: komisi, biaya penggunaan alat-alat komunikasi dan

upah pengiriman uang. Pengambilan komisi atas suatu jasa diperbolehkan oleh

syara‟, apalagi jika tidak berupa persentase dari modal, tetapi berupa upah tertentu

dari aktivitas (pelayanan) ini. Dari sini dapat dikatakan bahwa transfer diperbolehkan

dalam syariat Islam dengan syarat jasa-jasa yang diberikan oleh bank berkenaan

dengan aktivitas transfer tersebut tidak melebihi batas garis kewajaran, dan bank

tidak berlebihan dalam mengambil keuntungan dari setiap jasa yang ditawarkan.14

Akad wakalah juga biasa digunakan dengan akad lain dalam pembuatan

produk pembiayaan, di mana wakalah dapat digabungkan dengan murabahah dan

mudharabah. Wakalah dengan Murabahah dan Wakalah dengan Mudharabah praktis

digunakan di Indonesia untuk produk pembiayaan dengan agen yang ditunjuk.

Sebabnya manusia sering kali dihadapkan dengan permasalahan yang mengakibatkan

mereka tidak dapat menjalankan kewajiban maupun menerima hak secara langsung,

sehingga memerlukan orang lain untuk menggantikannya.

14
Khalil, A. W. Transfer Dana dalam Perspektif Hukum Islam. Al Hurriyah: Jurnal Hukum
Islam, 15 2018 (2), 23–41.
17

Terdapat produk-produk bank yang dalam pelaksanaannya berhubungan

dengan perwakilan. Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah

memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa

tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit

Eksport Syariah), Inkaso, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat,

Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi

Syariah.15 Selain itu, dapat juga menggunakan akad wakalah bil ujrah dan

murabahah bil wakalah.16

2. Akad Kafalah di Perbankan Syariah

Kafalah atau jaminan merupakan konsep yang banyak digunakan dalam

perbankan syariah.17 Sebagai bentuk dari jaminan yang menjamin kewajiban dalam

transaksi keuangan, bukan hanya konsep yang melindungi bank dari risiko gagal

bayar (di mana bank berdiri sebagai penerima manfaat) tetapi juga digunakan untuk

memberi perlindungan kepada pihak ketiga dan menyelamatkan mereka dari

kemungkinan risiko yang timbul karena wanprestasi pembayaran atau pelepasan

kewajiban, yang dijanjikan pelanggan untuk dipenuhi (di mana bnk adalah penjamin).

Bank Syariah umumnya menggunakan akad Kafalah pada produk-produk

seperti: Pertama, Garansi Bank (Bank Guarante), garansi bank diberikan dalam

jangka waktu tertentu terhadap obyek penjaminan yang jelas spesifikasi, jumlah dan

nilainya. Kedua, Standby L/C, kegiatan menjamin pelaksanaan pekerjaan yang


15
Nuhyatia, I. Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah.
Economic: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 3 2013 (2), 94–116.
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/economic/article/view/959/700
16
Nazmi, R., Komarudin, P., & Hani, U. (2000). Praktik Akad Wakalah di Perbankan Syari‟ah
(Analisis Fatwa DSN MUI No: 10/DSN-MUI/IV /2000). Universitas Islam Kalimantan.
http://eprints.uniska-bjm.ac.id/2184/1/ARTIKEL tika.pdf
17
Muneeza, A., & Mustapha, Z. (2020). Practical application of Kafalah in Islamic banking in
Malaysia. PSU Research Review, 4(3), 173–187. https://doi.org/10.1108/prr-01-2019-0001
18

diperjanjikan penjual jasa atau menjamin pembayaran utang pada saat jatuh tempo.

contohnya pekerjaan yang diperjanjikan oleh kontraktor. Ketiga, Kartu Pembiayaan

Syariah (Syariah Charge Card), merupakan kartu yang berfungsi mirip seperti kartu

kredit namun dengan berdasarkan prinsip pembiayaan syariah.

3. Aplikasi Akad Hawalah di Perbankan Syariah

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Hawalah adalah

pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal „alaih. Dalam Keputusan Fatwa

Dewan Syariah Nasional Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah

menyatakan hukum hawalah berdasarkan ijma para ulama sepakat atas kebolehan

akad hawalah. Selanjutnya dikuatkan dengan kaidah fiqih Pada dasarnya, semua

bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Akad hawalah diaplikasikan pada perbankan syariah pada produk-produk

seperti: Pertama, Novasi atau pembaharuan utang. Nasabah sebagai pihak yang

berutang kepada bank digantikan pihak ketiga, sehingga utang nasabah kepada bank

beralih kepada pihak ketiga (hiwalah al-dain). Kedua, Cessie, nasabah menyerahkan

piutang yang dimilikinya dari pihak ketiga kepada bank (hawalah al-haqq), sehingga

terjadi pergantian pihak yang berpiutang pada awalnya nasabah menjadi pihak bank.

Ketiga, Anjak Piutang (factoring), nasabah memiliki piutang kepada pihak ketiga dan

memindahkan piutang tersebut kepada bank, lalu bank membayar piutang tersebut

dan bank menagihnya dari pihak ketiga. Keempat, Take-Over, merupakan produk

penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan di mana bank syariah membiayai

pengalihan utang nasabah dari bank lain.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Secara induktif dan analisis isi terhadap data-data di atas jelas bahwa. Wakalah
merupakan suatu transaksi di mana seseorang menyerahkan kepada orang lain

untuk bertindak atas dirinya terhadap urusan yang ditentukan. Sedangkan

hawalah merupakan pengalihan kewajiban dari seseorang kepada orang lain

untuk membayarnya atas dasar kepercayaan. Serta kafalah merupakan jaminan

yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk

memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.

2. Pengaplikasian transaksi yang berbasis jasa yang sering disebut dengan istilah,

Wakalah, Kafalah, maupun Hawalah tiga materi ini merupakan praktik transaksi

Syari‟ah yang sering gunakan baik dalam perbankan maupun pada kehidupan

sehari-hari. Dengan kita selalu menjalankan atau mengamalknannya dengan baik

maka ini akan menjadi contoh bagi pandangan masyarakat terhadap

perekonomian Syariah.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai referensi dan adanya

upaya peningkatan diskusi, memahami lebih jauh lagi sebagai salah cara

memaksimalkan potensi sebagai kaum intelektual dalam membentengi diri dari

pengaruh-pengaruh negative yang melanggar syariah agama.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia,. Jakarta:


CV. Kathoda, 2005

Aziziy, M. R.. Tawatu‟ dalam Kajian Fiqih dan Konsekuensinya pada Transaksi
Keuangan (Muamalah Maliyah). Jurnal Istiqro : Jurnal Hukum Islam,
Ekonomi Dan Bisnis, 4(1 2018)

Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2008

Indah Nuhyatia,” Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank
Syariah”, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013

Khalil, A. W. Transfer Dana dalam Perspektif Hukum Islam. Al Hurriyah: Jurnal


Hukum Islam, 15 2018 (2).

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2012

Muhammad Arfan Harahap, Sri Sudiarti. Kontrak Jasa pada Perbankan Syariah:
Wakalah, Kafalah dan Hawalah: Tinjauan Fiqh Muamalah Maliyah. Reslaj:
Religion Education Social Laa Roiba Journal. Volume 4 Nomor 1 2022

Muneeza, A., & Mustapha, Z. (2020). Practical application of Kafalah in Islamic


banking in Malaysia. PSU Research Review, 4(3), 173–187.

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia,
2012

Nazmi, R., Komarudin, P., & Hani, U. Praktik Akad Wakalah di Perbankan Syari‟ah
(Analisis Fatwa DSN MUI No: 10/DSN-MUI/IV /2000). Universitas Islam
Kalimantan.

Nuhyatia, I. Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah.
Economic: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 3 2013 (2)

Nurazizah, N. E. Implementasi Akad Hiwalah dalam Hukum Ekonomi Islam di


Perbanka

Syariah. Tafaqquh: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah, 2008 5(2)
Siddiqui, A. Financial contracts, risk and performance of Islamic banking.
Managerial Finance., 34 (10 2008)

Siswanto, Fiqh Muamalah: Kafalah, Jurnal Prodi Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas
Syari‟ah IAIN Samarinda. 2015

Wahbah al-Juhaili,. al-Fiqh al-Islami wa adilatuhu. Damaskus: Dar al-Fiqr al-


Mua‟sshim. 2005

Wardhi Muslich, Ahmad. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah, 2010.

Anda mungkin juga menyukai