Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HEDGING SYARIAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis dan
Syariah

Disusun Oleh:

Dinda Nur Priyantini 11200810000126

Dosen Pengampu:

Dr. Desmadi Saharuddin, MA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. yang telah memberi kita rahmat, karunia
serta kasih sayang-Nya hingga makalah yang berjudul “HEDGING SYARIAH” ini dapat
diselesaikan sebaik mungkin. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. yang telah berjihad untuk menyiarkan ajaran-ajaran Islam yang
agung dalam akhlak Beliau yang mulia. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Desmadi Saharuddin selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis Syariah.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
Saya harapkan. Adapun segala kekurangan dan kesalahan pada makalah ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dengan
makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
kita semua.

Tangerang Selatan, 20 April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................5

1.3 Tujuan........................................................................................................................5

BAB II.......................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

2.1 Pengertian Hedging Syariah.....................................................................................6

2.2 Manfaat Hedging Syariah.........................................................................................7

2.3 Regulasi Terkait Hedging Syariah di Indonesia.....................................................8

BAB III....................................................................................................................................10

PENUTUP...............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan keuangan syari‟ah yang berkembang dengan sangat


pesat akhirnya menghadapi tantangan yang makin kompleks. Perbankan dan lembaga
keuangan syari‟ah harus bisa memenuhi kebutuhan bisnis modern dengan menyajikan
produk-produk inovatif dan lebih variatif serta pelayanan yang memuaskan. Bentuk-
bentuk akad dalam fiqh klasik sudah tidak memadai kemajuan tersebut. Karena itu,
diperlukan inovasi dan kreasi baru terhadap bentuk akad dalam fiqh klasik tersebut
agar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dimasa sekarang Sejalan
dengan perkembangan tersebut, bank syariah dituntut untuk selalu berinovasi supaya
produk-produk yang ditawarkan dapat menarik minat para nasabah, juga dapat bersaing
dengan bank konvensional.

Oleh karena itu, DSN-MUI selalu berupaya menghadirkan instrumen pembiayaan


yang sesuai dengan kebutuhan zaman namun tetap memenuhi kaidah-kaidah hukum
islam. Produk ijtihad para cendekiawan muslim kontemporer yaitu berupa konsep
Hybrid Contrack atau biasa disebut dengan multiakad dalam pembiayaan keuangan
syariah seperti Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik, Musyarakah Mutanaqishah, Islamic
Hedging, Pengalihan Utang di perbankan dan lain-lain. Dalam fiqih kontemporer,
Muwa‟adah digunakan sebagai salah satu instrumen dalam transaksi hedging syariah
(Islamic Hedging). Ada beberapa penjelasan yang menyatakan bahwa Muwa‟adah
tidak dapat digunakan sebagai instrumen Islamic hedging jika Muwa‟adah bersifat
mengikat para pihak yang berjanji karena akan dihukumi sama dengan akad, sehingga
dalam praktek Islamic hedging hanya diperkenankan satu pihak saja yang berjanji.

Ada juga yang menyebutkan bahwa meskipun dalam hedging menggunakan


instrumen Muwa‟adah dan bersifat saling mengikat, namun tetap Muwa‟adah tidak
sama dengan akad karena menurutnya perbedaan antara kesamaan muwa‟adah dengan
akad itu jauh lebih mendominasi dibandingkan dengan persamaannya, dan juga ada
beberapa illat hukum yang membedakan antara muwaadah dan akad sehingga dapat
disimpulkan Muwa‟adah dapat digunakan sebagai instrumen Islamic hedging. Dalam
hedging, perjanjian dibutuhkan untuk melindungi nilai terhadap nilai tukar yang dapat
berubah sewaktu-waktu. Perubahan tersebut dapat memberikan pengaruh negatif
4
berupa kerugian bagi suatu perusahaan. Namun demikian, perjanjian untuk melakukan
transaksi di masa yang akan datang juga dapat menimbulkan ketidakpastian sehingga
dapat dianggap sebagai gharar.

Dalam rangka memberikan jawaban tersebut DSN-MUI telah berusaha


mengeluarkan fatwa tentang hedging syariah atau dikenal dengan islamic hedging.
Namun fatwa tersebut belum sepenuhnya memberikan jawaban yang cukup bagi
masyarakat. Karena dianggap masih terdapat pertimbangan-pertimbangan lain. Seperti
Pada Konsep Muwa‟adah (saling berjanji) itu sendiri masih banyak pihak yang
menganggap bahwa Muwa‟adah sama dengan akad karena bersifat mulzim, oleh
karenanya konsep Muwa‟adah tidak bisa dijadikan instrumen hedging syariah karena
akan menimbulkan keraguan dalam masyarakat sebab konsep tersebut tidak bisa
digunakan dalam transaksi sharf karena mengandung unsur gharar dan unsur
spekulatif.

1.2 Rumusan Masalah

 Apakah pengertian hedging syariah?

 Apa manfaat hedging syariah?

 Apa saja regulasi terkait hedging syariah di Indonesia?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui pengertian hedging syariah.

 Untuk mengetahui manfaat hedging syariah.

 Untuk mengetahui regulasi terkait hedging syariah di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hedging Syariah

Hedging merupakan salah satu transaksi untuk melindungi nilai mata uang dari
fluktuasi pertukaran mata uang. Hedging dapat diartikan sebagai perjanjian yang dibuat
untuk mengatur atau menjaga kemungkinan transaksi dari kerugian atas suatu investasi
atau spekulasi, seperti dalam hal pembeli komoditas yang melindungi transaksinya dari
perubahan harga yang tidak diprediksi, dengan cara membeli instrumen terkait terlebih
dahulu untuk penyerahan kemudian hari.

Menurut Faisal sebagaimana dikutip Adrian Sutedi, hedging yaitu suatu tindakan
melindungi perusahaan untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian atas valuta
asing sebagai akibat dari terjadinya transaksi bisnis. Dengan demikian, suatu perusahaan
dapat melakukan transaksi jual beli sejumlah mata uang untuk menghindari resiko
kerugian yang diakibatkan oleh adanya selisih kurs yang terjadi karena transaksi bisnis
yang dilakukan perusahaan tersebut.

Hedging merupakan suatu mekanisme yang dilaksanakan di bursa berjangka


dengan membuka suatu kontrak beli atau jual atas suatu komoditi yang sama dengan
komoditiyang akan diperdagangkan di pasar fisik. Hedging merupakan salah satu fungsi
dari adanya transaksi derivatif. Dalam hal ini, transaksi derivatif berfungsi sebagai salah
satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging) atau disebut
juga risk management. Kemunculan hedging didasari oleh adanya ketidak pastian pada
masa yang akan datang yang dapat menyebabkan munculnya suatu kerugian bagi
perusahaan.

Dalam fatwa DSN-MUI menetapkan bahwa hedging yaitu, cara atau teknik untuk
mengurangi resiko yang timbul maupun diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi
nilai tukar. Lindung nilai syariah atau islamic hedging atas nilai tukar yaitu, cara atau
teknik lindung nilai atas nilai tukar berdasarkan prinsip syariah. Selanjutnya, yang
dimaksud dengan transaksi lindung nilai atas nilai tukar rupiah adalah transaksi (akad)
yang bertujuan untuk lindung nilai. Salah satu bentuk transaksi hedging yang
diperbolehkan oleh DSN-MUI sebagaimana dalm fatwanya yaitu forward agreement (al-

6
muwa‟adah li „aqd alsharf al-fawri fi al-mustaqbal) adalah saling berjanji untuk transaksi
mata uang asing secara spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai
tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat itu.

Dalam hedging, perjanjian dibutuhkan untuk melindungi nilai terhadap nilai tukar
yang dapat berubah sewaktu-waktu. Perubahan tersebut dapat memberikan pengaruh
negatif berupa kerugian bagi suatu perusahaan. Namun demikian, perjanjian untuk
melakukan transaksi di masa yang akan datang juga dapat menimbulkan ketidakpastian
sehingga dapat dianggap sebagai gharar. Dalam rangka memberikan jawaban tersebut
DSN-MUI telah berusaha mengeluarkan fatwa tentang hedging syariah atau dikenal
dengan islamic hedging. Namun fatwa tersebut belum sepenuhnya memberikan jawaban
yang cukup bagi masyarakat. Karena dianggap masih terdapat pertimbangan-
pertimbangan yang dianggap bertentangan dengan fatwa yang lain.

2.2 Manfaat Hedging Syariah

Manfaat penggunaan hedging adalah melindungi kondisi finansial seseorang dan


memberikan keuntungan. Dengan demikian, meskipun terjadi perubahan tidak terduga,
resiko yang ditanggung tidak terlalu besar. Mengacu pada hal tersebut, bisa dipastikan
bahwa hedging adalah alat bantu atau strategi untuk meminimalisir. Bank Indonesia
menerbitkan instrument transaksi lindung nilai (hedging) syariah untuk mengendalikan
permintaan valuta asing yang meningkat sejak 2010 di perbankan syariah mengingat
kapasitas valas masih terbatas. Instrumen ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia
No.18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip.

Aktivitas keuangan syariah dalam valas semakin meningkat, salah satunya


disebabkan kebutuhan pembayaran ongkos naik haji yang terus meningkat 8 tahun
sampai 17 tahun ke depan yang diperkirakan mencapai Rp52 juta-Rp81 juta per orang.
Direktur Program Pendalaman Pasar Keuangan Edi Susianto mengatakan bisnis keuangan
syariah yang terkait dengan valas mencakup pembiayaan ekspor impor, aktivitas
keuangan syariah dengan valas, penempatan dana induk dalam valas, surat berharga
syariah valas, dan layanan haji umroh.

7
“Sebenarnya sudah mulai 2008 dan 2009 menunjukkan peningkatan tajam, meski
secara volume masih jauh di bawah konven, perkiraan biaya haji pun juga meningkat. Ini
tentu butuh valas,” katanya, dalam jumpa pers, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (2 Maret
2016). Hedging syariah juga harus didahului dengan forward agreement atau rangkaian
forward agreement. Forward agreement adalah saling berjanji (muwa’adah) untuk
melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai
tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saling berjanji. “Selain itu,
transaksi dilakukan tidak untuk spekulasi, melainkan berdasarkan kebutuhan nyata
sehingga terdapat dasar kebutuhan atau underlying transaksi,” imbuhnya.

2.3 Regulasi Terkait Hedging Syariah di Indonesia

Di Indonesia, BI telah menerbitkan peraturan mengenai Transaksi Lindung Nilai


Berdasarkan Prinsip Syariah untuk melayani lembaga keuangan syariah dalam melakukan
transaksi valuta asing. Aturan tersebut diwujudkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.182/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan pada tanggal 26 Februari 2016 lalu.

Sebagai petunjuk teknis pelaksanaan, BI pun melengkapinya dengan Surat Edaran


(SE) eksternal mengenai repo syariah No.18/11/DEKS yang diterbitkan pada 12 Mei
2016 lalu.Kebijakan baru tersebut juga telah disesuaikan dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang dan juga
Fatwa DSN Nomor 96/DSN-MUI/III/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah.
Melalui kebijakan yang diambilnya, BI memilah jenis transaksi hedging syariah di
Indonesia dalam dua model, yaitu transaksi lindung nilai sederhana (‘Aqd al Tahawwuth
al-Basith) dan transaksi lindung nilai kompleks (‘Aqd al Tahawwuth al-Murakkab).

Peraturan hedging syariah diperlukan untuk memitigasi risiko gejolak yang terjadi
di pasar keuangan. Hal itu terutama bila didasarkan pada terus meningkatnya penggunaan
valas di kalangan pelaku keuangan syariah nasional. Terlebih, kini kinerja perbankan
syariah juga semakin ekspansif, misalnya dengan mulai masuk dalam pembiayaan
ekspor-impor.“Layanan haji dan umrah juga kan menggunakan valas. Lalu ada juga
obligasi syariah. Jadi dengan semakin berkembangnya produk-produk syariah tersebut,
hedging syariah menjadi penting,” tutur Mirza.
8
Dalam kajian yang dilakukan oleh BI, kinerja pembiayaan dengan menggunakan
valas dari perbankan syariah dalam beberapa waktu ke depan diyakini bakal semakin
meningkat. Misalnya saja biaya naik haji yang dalam delapan tahun ke depan bakal
meningkat menjadi Rp52 juta. Angka tersebut bakal terus terdongkrak hingga 17 tahun
mendatang diperkirakan bakal menembus angka Rp81 juta. Hal ini masih belum
memperhitungkan kebutuhan valas oleh perbankan syariah maupun nasabah bisnis
berbasis syariah yang sesuai trennya diperkirakan bakal juga terus meningkat. “Misal
kurs melemah saat pembiayaan memasuki jatuh tempo, maka otomatis biaya dana akan
membengkak dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja bisnis,” ungkap Mirza.

Setidaknya menurut BI ada tiga karakteristik khusus yang perlu dipahami


bersama. Pertama adalah bahwa transaksi hedging syariah harus benar-benar didasari
oleh kebutuhan riil, sehingga tidak diperkenankan bersifat spekulatif. Selain itu, hedging
harus memiliki penjamin (underlying) untuk setiap pergerakan uang. Lalu karakter kedua
adalah bahwa hedging hanya boleh dilakukan bila ada kebutuhan riil untuk
meminimalisasi risiko nilai tukar terhadap mata uang asing. Terakhir, akad yang
dilakukan dalam penerapan hedging syariah harus menggunakan akad muwa’adah, yaitu
transaksi berdasarkan saling berjanjinya kedua pihak, yang didahului dengan forward
agreement atau rangkaian forward agreement untuk melakukan transaksi spot dalam
jumlah tertentu di masa yang akan datang.

9
BAB III

PENUTUP

Kegiatan lindung nilai yaitu suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk mengurangi
resiko yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar di pasar
keuangan, lindung nilai dapat dilaksanakan dengan menggunakan transaksi swap dan transaksi
forward. Kegiatan Lindung nilai merupakan suatu produk pada Perbankan dalam bidang jasa
untuk para nasabah yang akan melaukukan perdagangan Internasional. Menginat dalam
perdagangan Internasional pasti melibatkan dua atau lebih mata uang dari negara lain sehingga
dapat menimbulkan fluktuasi nilai tukar yang berdampak bagi berbagai macam sektor tak
terkecuali bagi perusahaan yang khusus bergerak di bidang perdagangan Internasional.

Salah satu kerugian yang kemungkinan dialami oleh perusahaan adalah mulai dari
berkurangnya keuntungan dari yang seharusnya didapatkan bahkan hingga tidak mendapatkan
keuntungan sama sekali yang berdampak pada kebangkrutkan perusahaan tersebut. Salah satu
cara untuk mencegah terjadinya fluktuasi tersebut adalah dengan melakukan manajemen risiko
terhadap fluktuasinya mata uang dengan cara melakukan mitigasi risiko dan salah satu produk
yang dapat melakukan pencegahan terhadap fluktuasi mata uang tersebut. Seiring dengan
berkembanganya perbankan syariah khususnya mengenai perdagangan Internaisonal maka
perbankan syariah merasa perlu untuk membuat suatu produk yang dapat untuk memitigasi
risiko kerugian yang akan dialami oleh para pelaku perdagangan Internsional namun harus tetap
sejalan dengan prinsip syariah yang terdapat pada perekonomian Islam, maka MUI melalui
DSN-MUI membentuk kegiatan lindung nilai dengan menggunakan prinsip syariah.

Jika dilihat dari cara transaksinya kegiatan lindung nilai syariah tidak terlalu berbeda
dengan kegiatan lindung nilai konvensional, yang membedakannya adalah pada kegiatan
lindung nilai syariah dilaksanakan dengan syarat tidak boleh mengandung prinsip yang dilarang
dalam perekonomian Islam, salah satu ciri kegiatan lindung nilai syariah adalah tidak boleh
dilakukan untuk kegiatan spekulatif sehingga harus dengan disertai dengan kebutuhan nyata dan
kegiatan lindung nilai syariah harus diawali dengan janji (Wa'ad) yang menyatakan bahwa para
pihak sepakat dimasa yang akan datang yang sudah disepakati untuk melaksanakan transaksi
jual beli mata uang secara tunai dan dengan nominal yang sudah disepakati.

Selain itu kegiatan lindung nilai syariah harus dilaksanakan secara kontan dengan tujuan

1
untuk menghindari spekulasi. Dengan demikian kegiatan lindung syariah yang para pihak
memenuhi syarat sah dan dapat dilaksanakan dalam sebuah akad dalam kegiatan permuamalatan
dalam Islam.

1
DAFTAR PUSTAKA

https://www.stabilitas.id/ketika-syariah-butuh-hedging/

Anda mungkin juga menyukai