Anda di halaman 1dari 18

HEDGING SYARIAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Instrumen Keuangan Syariah”
Diampu Oleh: Ibu Riskiyatul Hasanah M.E.

Disusun Oleh Kelompok 5:


ACHMAD NURDIN HUZAINI
NIM: 18383031011
NUR HASAN
NIM: 18383031147
INDAH TRIYANA Y.F
NIM: 18383032078
NENCY HANGGA RETNO
NIM: 18383032141

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2019
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Assalamualaikum.wr.wb

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah instrumen
lembaga keuangan syariah yang berjudul “Hedging Syariah”. Serta tak lupa
sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kehadirat nabi besar kita Nabi
Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang
terang benderang seperti saat ini.

Disini penulis menyadari dalam penyelesaian tugas makalah ini tidak


terlepas dari bantuan pihak-pihak yang mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
masalah tugas ini, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih
Kepada:

1. Ibu Riskiyatul Khasanah M.E.


2. Teman-teman penulis penelitian ini yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
tugas makalah ini.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami
harapkan dengan hati yang lapang untuk menuju pada kesempurnaan makalah ini
kedepannya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Atas bantuan dari semua pihak,
penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah tentang Hedging Syariah ini
memberi manfaat sebagaimana yang di harapkan bersama Amin.

Waalaikumussalam wr.wb

Pamekasan, 01 November 2019.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Judul Makalah .................................................................................1
C. Rumusan Masalah ...........................................................................1
D. Tujuan Pembahasan .........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................3

A. Pengertian Lindung Nilai (Hedging) Syariah..................................3


B. Instrumen Hedging Konvensional dalam Pandangan Islam............5
C. Akad dan Mekanisme Hedging Syariah...........................................6
D. Ketentuan dan Batasan Hedging Syariah.........................................9
E. Potensi Pengembangan Hedging Syariah.........................................10
F. Peran Penting Hedging dalam Perkembangan Keuangan Syariah...12

BAB III PENUTUP ..........................................................................................13

A. Kesimpulan.......................................................................................13
B. Saran..................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata uang merupakan sebuah alat transaksi yang suatu saat
mengalami penurunan dan peningkatan (fluktuasi), dengan demikian
dibutuhkan sebuah sistem yang bisa menjaga ataupun mengutangi
ketidakpastian pergerakan harga di masa yang akan datang, kegiatan ini
disebut lindung nilai (hedging).
Istilah hedging digunakan dalam dunia keuangan sebagai strategi
yang dibuat untuk mengurangi risiko bisnis yang tidak terduga disamping
tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari aktivitas hedging
tersebut. Dalam persaingan global saat ini perusahaan atau badan usaha
harus memiliki strategi untuk melindungi nilai transaksi agar dapat
memperlancar berlangsungnya arus perdagangan internasional. Untuk
mengatasi ketidakpastian tersebut maka perusahaan atau badan usaha
harus melindungi aktiva maupun passiva perusahaan atau badan usahanya
agar nilainya dapat diprediksi.
Seiring berkembangnya hedging konvensional, disertai dengan
perkembangan hedging syariah. Dimana keberadaan hedging syariah
diharapakan akan menjadi stimulus (rangsangan) terhadap daya saing
keuangan syariah dengan keuangan konvensional.
B. Judul Makalah
Adapun judul makalah ini adalah “Hedging Syariah”
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lindung nilai (hedging) syariah?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap instrumen hedging
konvensional?
3. Apa saja akad hedging syariah dan bagaimana mekanismenya?
4. Apa saja ketentuan dan batasan hedging syariah?
5. Bagaimana potensi pengembangan hedging syariah?
6. Apa saja peran hedging dalam perkembangan keuangan syariah?

1
D. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian lindung nilai (hedging) syariah?
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap instrumen
hedging konvensional.
3. Untuk mengetahui akad hedging syariah dan mekanismenya.
4. Untuk mengetahui ketentuan dan batasan hedging syariah.
5. Untuk mengetahui bagaimana potensi pengembangan hedging syariah.
6. Untuk mengetahui peran hedging dalam perkembangan keuangan
syariah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lindung Nilai (Hedging) Syariah


Lindung nilai (hedging) adalah strategi transaksi yang dirancang
untuk mengurangi risiko posisi dengan melakukan offsetting atas posisi
yang ada.1 Lindung nilai atau hedging juga bisa diartikan sebagai strategi
yang digunakan untuk melindungi nilai dari aset-aset yang dimiliki oleh
perusahaan dari kerugian yang terjadi akibat risiko-risiko yang ada. Prinsip
dasar hedging adalah menutupi kerugian yang timbul pada posisi aset awal
dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan
hedging, hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan
hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan sejumlah aset
instrumen hedging. Lindung nilai (hedging) merupakan tindakan trading
praktis dengan melakukan pembelian off set terhadap penjualan kontrak
futures market, dengan tujuan mengantisipasi kerugian sebagai
konsekuensi dari fluktuasi harga. Hedging tidak hanya memenuhi kontrak
dengan lancar, tetapi juga dapat memperoleh profit tambahan dari
kombinasi perdagangan di spot market terhadap futures market. Dengan
demikian, melalui mekanisme hedging, resiko fluktuasi harga dapat
diminimalisir. Pada harga yang disepakati melalui kontrak antara penjual
(seller) dengan pembeli (buyer), hedging dapat dilakukan dengan
penyerahan komoditas di kemudian hari. Metode ini dikenal dengan
forward contract.2
Jadi lindung nilai (hedging) adalah sebuah strategi transaksi yang
ditujukan untuk mengurangi resiko yang timbul dari transaksi yang
dilakukan. Hedging sering digunakan para trader untuk membuat suatu
kondisi pada posisi resiko yang nantinya dapat memberikan keuntungan
dari transaksi yang dilakukan. Salah satu bentuk teknik hedging jangka

1
Ferry N Indroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013),
hlm. 111.
2
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni, “Lindung Nilai(Hedging) Prespektif Islam: Komparasi
Indonesia dan Malaysia,” Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 11, No.2, (Desember: 2017),
hlm. 353-354.

3
pendek yaitu dengan forward contract dimana nasabah dan bank
melakukan sejumlah pembelian ataupun penjualan dimasa yang akan
datang (penyerahan komoditas kemudian hari) dengan nilai yang telah
ditentukan pada saat kontrak di buat.
Transaksi lindung nilai syariah (al- Tahawwuth al-Islami/islmic
hedging) sebagimana didefinisikan oleh DSN melalui fatwa Nomor
96/DSN-MUI/IV/2015 adalah cara atau teknik lindung atas nilai tukar
berdasarkan prinsip syariah. DSN dalam memutuskan fatwa hedging
syariah berlandaskan kepada perkataan ulama terdahulu, diantaranya;
perkataan Imam Syafi’i yaitu: “Jika dua pihak saling berjanji (muwa’adah)
untuk melakukan transaksi sharf (penukaran uang dengan emas atau
dengan yang sejenis), maka mereka boleh membeli perak, kemudian
menitipkannya pada salah satu pihak hingga mereka melakukan jual beli
atas perak (sharf) dan mempergunakannya sesuai kehendak mereka.”3
Transaksi hedging dilakukan karena adanya paparan risiko dalam
mata uang asing sehingga memerlukan lindung nilai dalam rangka
memitigasi risiko ketidakpastian pergerakan nilai tukar. Transaksi lindung
nilai yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dibenarkan sepanjang
dilakukan dengan mengikuti ketentuan fatwa DSN MUI untuk mendukung
perkembangan industri keuangan syariah.4
Semakin berkembangnya keuangan syariah maka semakin besar
pula resiko yang akan didapatkan, oleh karenanya keberadaan hedging
sangat dibutuhkan. Sesuai dengan fatwa DSN MUI lindung nilai (hedging
syariah) diperkenankan dikembangkan oleh perbankan islam dengan
berorientasi pada pendekatan investasi dan tolong-menolong atau berbagi
risiko (ta’awun).

B. Instrumen Hedging Konvensional dalam Pandangan Islam


3
Dzaky, “Hedging Final,” https://www.academia.edu/29683296/Hedging_final (01 November
2019, 20:40)
4
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009),
hlm. 238.

4
Lindung nilai pada dasarnya belum diterima sepenuhnya oleh para
ahli fiqih terutama praktek lindung nilai yang pada umumnya menitik
beratkan pada risiko yang berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar. Masalah
ini timbul khususnya pada timbulnya riba, gharar, dan maysir dalam
transaksi tersebut.
1. Kontrak Forward
Dalam kontrak forward, potensi riba terjadi pada saat jual beli
instrumen forward didasarkan atas nominal uang dalam kontrak jual
beli yang akan dilindung nilai berupa persentase (interest). Sementara
itu, kondisi gharar dalam instrumen lindung nilai berupa forward
adalah penentuan harga mata uang saat ini untuk pembelian mata uang
bersangkutan di masa yang akan datang. Akhirnya, prinsip terakhir
yaitu kondisi maysir juga terjadi dalam instrumen forward pada saat
instrumen tersebut diperjualbelikan dalam pasar dalam pasar deritatif
sebagai bentuk tindakan spekulatif yang hanya mengejar keuntungan
tanpa adanya barang dan jasa yang dihasilkan.
2. Kontrak Future
Kontrak future secara nyata melanggar prinsip islam berupa
larangan menjual sesuatu yang tidak ada/ sesuatu yang tidak dimiliki
sebagai bentuk gharar. Larangan tersebut dalam mazhab Syafi’i
bersifat umum dan berlaku bagi semua komoditas. Sementara itu,
hakikat transaksi kontrak future merupakan jual beli kontrak yang
belum jatuh tempo yang tergolong dalam jual beli hutang atau bai-al-
dayn-bi-al-dayn yang termasuk maysir.
3. Kontrak Option
Secara umum, menurut the islamic fiqh academy, Jeddah bahwa
kontrak option yang saat ini digunakan dalam pasar keuangan dunia
merupakan sebuah tipe kontrak baru yang tidak memiliki padanan pada
akad-akad dalam islam. Hal ini didasarkan pada subyek kontrak yang
merupakan sejumlah uang ataupun kemanfaatan (hak khusus) dalam
keuangan yang dapat dihapuskan sehingga kontrak dimaksud dilarang
dalam islam.

5
4. Kontrak SWAP
Metode penetapan harga dalam kontrak (instrumen) kontak
swap dengan menggunakan rate atau bunga atas transaksi jual beli
valuta yang bersangkutan dalam pasar keuangan sehingga dalam
syariah kondisi ini termasuk riba. Sementara itu, penetapan harga
diawal untuk pembelian valuta menimbulkan permasalahan dalam
prinsip islam berupa gharar. Lebih lanjut, pelanggaran prinsip islam
berupa maysir dapat terjadi bila kontrak swap tersebut diperjualbelikan
dalam pasar keuangan.5
C. Akad dan Mekanisme Hedging Syariah
Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar bisah memilih salah
satu dari akad ini. Berikut penjelasan tentang akad hedging syariah dan
mekanismenya.
1. ‘Aqd al-tahawwut al-basit
Yaitu transaksi lindung nilai dengan skema forward agreement
yang diikuti dengan transaksi spot pada saat masa jatuh tempo serta
penyelesaiannya berupa serah terima mata uang.
Mekanisme transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar
dengan ‘aqd al-tahawwut al-basit adalah para pihak saling berjanji
(muwa’adah), baik secara tertulis maupun tidak tetulis, untuk
melakukan satu kali transaksi spot atau lebih pada masa yang akan
datang yang meliputi kesepakatan atas mata uang yang
diperjualbelikan, jumlah nominal, nilai tukar atau perhitungan nilai
tukar, dan waktu pelaksanaan, para pihak melakukan transaksi spot
(ijab-qabul) dengan harga yang telah disepakati yang diikuti dengan
serah terima mata uang yang dipertukarkan.6
Wa’ad Spot

2. ‘Aqd al-tahawwut al-Murakkab

5
Veithzal Rivai Zainal dkk, Manajemen Investasi Islami (Yogyakarta: IKAPI, 2016), hlm. 593-
595.
6
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni, “Lindung Nilai(Hedging) Prespektif Islam..., hlm. 362.

6
Yaitu transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian
transaksi spot dan forward agreement yang diikuti dengan transaksi
spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima
mata uang.
Mekanisme dari akad ini adalah para pihak melakukan transaksi
spot dan saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan satu kali
transaksi spot atau lebih pada masa yang akan datang yang meliputi
kesepakatan atas mata uang yang diperjualbelikan, jumlah nominal,
nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan waktu pelaksanaan. Pada
waktu pelaksanaan, para pihak melakukan transaksi spot (ijab qabul)
dengan harga yang telah disepakati yang diikuti dengan serah terima
mata uang yang dipertukarkan.7
Spot Spot
Wa’ad
3. ‘Aqd al-Tahawwuth bi al Sil’ah
Transaksi melalui bursa komoditi syariah, dalam akad ini
transaksi lindung nilai dilakukan dengan skema berupa rangkaian
transaksi jual beli komoditas dalam mata uang rupiah yang diikuti
dengan jual beli komoditas dalam mata uang asing. Penyelesaiannya
berupa serah terima uang pada saat jatuh tempo.
Mekanismenya yaitu bursa komoditi syariah memfasilitasi
pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar untuk melakukan
transaksi atas si’lah di bursa komoditi syariah. Kemudian para pihak
melakukan dua transaksi si’lah berurutan:
Transaksi pertama:
a. Konsumen komoditi yang memiliki kewajiban mata uang asing
melakukan pemesana sil’ah tersebut secara tunai, bertahap, atau
tangguh kepada peserta komersial dalam mata uang yang diserahkan.
b. Berdasarkan pemesanan sebagaimana dimaksud pada mekanisme
tahap pertama, peserta komersial membeli sil’ah secara tunai dari

7
Ibid., hlm. 363.

7
sejumlah peserta pedagang komoditi dalam mata uang yang
diserahkan.
c. Peserta komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa
surat penguasaan atas komoditi tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan
bursa komoditi syariah sebagai bukti pembelian komoditas.
d. Konsumen komoditi membeli sil’ah dari peserta komersial dengan
akad jual beli murabahah dalam mata uang yang diserahkan, yang
pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh
sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen
kepemilikan.
e. Konsumen komoditi menjual sil’ah secara tunai kepada peserta
pedagang komoditi dalam mata uang yang diserahkan.
Transaksi kedua:
a. Konsumen komoditi (LKS atau nasabah) memberikan kuasa (akad
wakalah) kepada peserta komersial untuk membeli sil’ah secara
tunai dalam mata uang yang diserahkan.
b. Berdasarkan akad wakalah di atas, peserta komersial mewakili
konsumen komoditi membeli sil’ah secara tunai dari sejumlah
peserta pedagang komoditi dalam mata uang yang diserahkan.
c. Konsumen komoditi menerima dokumen kepemilikan yang berupa
surat penguasaan atas komoditi tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan
bursa komoditi syariah sebagai bukti pembelian komoditas.
d. Peserta komersial membeli sil’ah dari konsumen komoditi dengan
akad jual beli murabahah dalam mat uang yang diterima, yang
pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh
sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen
kepemilikan.
e. Peserta komersial menjual sil’ah secara tunai kepada peserta
pedagang komoditi dalam mata uang yang diserahkan.
f. Konsumen komoditi menerima mata uang yang diterima dari peserta
komersial dalam rangka menunaikan kewajibannya kepada pihak

8
lain dan menyerahkan mata uang yang diserahkan kepada peserta
komersial.8
D. Ketentuan dan Batasan Hedging Syariah
Untuk menjaga transaksi hedging ini tetap memenuhi kriteria
syariah, sejumlah ketentuan dan batasan yang mesti di penuhi, yaitu:

1. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar tidak boleh dilakukan
untuk tujuan yang bersifat spekulatif (untung-untungan).
2. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar hanya boleh dilakukan
apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi resiko nilai tukar
pada masa yang akan datang terhadap mata uang asing yang tidak
dapat di hindarkan.
3. Hak pelaksanaan muwa’adah dalam mekanisme lindung nilai tidak
boleh diperjualbelikan.
4. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar hanya dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko atas:
a. Paparan (Exposure) risiko yang dihadapi lembaga keuangan syariah
karena posisi aset dan liabilitas dalam mata uang asing yang tidak
seimbang.
b. Kewajiban atau tagihan dalam mata uang asing yang timbul dari
kegiatan yang sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku serupa:
1) Perdagangan barang dan jasa di dalam dan luar negeri
2) Investasi berupa direct investment, pinjaman, modal,dan investasi
lainnya di dalam dan luar negeri.
5. Pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar adalah antara lain:
a. Lembaga keuangan syariah (LKS)
b. Lembaga keuangan konvensional (LKK) hanya sebagai penerima
lindung nilai dari LKS
c. Bank Indonesia
d. Lembaga bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

8
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah..., hlm. 239-240.

9
e. Pihak lainnya yang kegiatannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar harus disepakati pada saat saling
berjanji (muwa’adah).
7. Penyelesaian transaksi lindung nilai, berupa serah terima mata uang
pada saat jatuh tempo dilakukan secara penuh (full commitment).
Penyelesaian transaksi dengan cara muqashshah (netting) hanya
dibolehkan dalam hal terjadi perpanjangan transaksi (roll-over),
percepatan transaksi (roll-back), atau pembatalan transaksi yang
disebabkan oleh perubahan objek lindung nilai.9
E. Potensi Pengembangan Hedging Syariah
Pengembangan lindung nilai dalam perbankan islam harus
diarahkan dari pendekatan komersial (tijari) yang berorientasi terhadap
jual beli instrumen hedge menjadi pendekatan investasi dan tolong-
menolong atau berbagi risiko (ta’awun). Hal ini didasarkan pada konsep
pengelolaan risiko dalam islam menekankan pada risk sharing dan
menghindari risk transfer. Perbedaan antara risk sharing dan risk transfer
terletak padaa usaha untuk menghindari risiko diman transfer risk
ditempuh melalui pembelian sebuah instrumen yang dapat meng-cover
risiko yang dihadapi, sedangkan risk sharing merupakan usaha bersama
baik berupa aktivitas finansial maupun aktivitas bisnis untuk meng-cover
yang akan dihadapi di kemudian hari. Lebih lanjut dalam kerangka hedge,
bank islam menghadapi risiko nilai tukar pada saat kewajiban bank islam
tersebut jatuh tempo di masa yang akan datang. Dengan menggunakan
konsep tolong-menolong (ta’awun) maka penghimpunan dana talangan
tersebut dilakukan secara bersam-sama oleh perbankan islam dan lembaga
lain atas dasar sukarela (islamic hedge fund).
Namun demikian, kondisi volalitas nilai tukar tidak selamanya
mengakibatkan kerugian atau dengan kata lain mendatangkan keuntungan
dimana setiap peserta dalam dana talangan tersebut memiliki porsi atas
bkeuntungan tersebut sesuai kontribusinya. Untuk itulah skema dalam

9
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah..., hlm. 242-243.

10
hedge dengan menggunakan islamic hedge fund menggunakan akad
kafalah terutama untuk skema penjaminan nilai tukar dan menggunakan
prinsip kemitraan berdasarkan akad mudharabah dan musyarakah untuk
skema investasi (berkaitan dengan keuntungan dan volalitas nilai tukar)

1
Transaksi 1
Nasabah Bank Islam
Keuangan

3
4
Islamic
Hedge Fund
2

Tahapan proses hedge yang diilustrasikan dalam gambar di atas


1. Bank islam melakukan transaksi keuangan dengan nasabah baik berupa
pembiayaan perdagangan luar negeri dalam valuta asing. Akibat
transaksi tersebut bank islam terekspos pada risiko nilai tukar.
2. Bank islam menggunakan penjaminan berupa islamic hedge fund.
Penjaminan tersebut diikuti oleh penyetoran dana penjaminan (Z) oleh
bank islam yang dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian untuk aktivitas
investasi (X) dan bagian untuk tabarru’ (sumbangan) dalam rangka
takaful (Y)
Z=X+Y
3. Islamic Hedge Fund akan meng-cover kerugian bank islam atas risiko
nilai tukar transaksi keuangan yang dijaminkan.
4. Pada akhir periode penjaminan, sejumlah dana dalam bagian investasi
(X) ditambah bagi hasil atas “X” dikembalikan kepada bank islam
selaku nasabah. Tetapi apabila biaya imbalan penjaminan melebihi
estimasi yang diperkirakan sebelumnya maka kelebihan tersebut akan
mengurangi porsi bagi hasil yang diberikan kepada nasabah dengan
nilai maksimal sebesar bagi hasil kepada nasabah.10

10
Veithzal Rivai Zainal dkk, Manajemen Investasi Islami..., hlm. 595-596.

11
Dalam mekanisme hedging syariah terdapat wa’d (muwa’adah) li
al-sharf, yaitu janji untuk melakukan transaksi pertukaran mata uang
sesuai dengan landasan yang dijadikan acuan fatwa DSN MUI tentang
hedging syariah yang sudah dipaparkan di awal, dengan begitu akad awal
yang digunakan adalah akad al-sharf. Di dalam penetapan jumlah nominal
yang disepakati serta bagi hasil yang akan didapatkan berlaku akad
mudharabah ataupun akad musyarakah. Juga terdapat akad kafalah
(jaminan), dimana bank islam sebagai pihak yang di jamin dan islamic
hedge fund sebagai pihak penjamin.
F. Peran Penting Hedging dalam Perkembangan Keuangan Syariah
Lindung nilai (hedging) syariah memberikan dampak positif
sehingga ia berperan penting dalam perkembangan keuangan syariah.
Peran penting hedging syariah sebagai berikut.
1. Industri perbankan syariah terus berkembang berdasarkan aset
perbankan syariah serta potensi peningkatan transaksi valuta asing
(valas), baik oleh perbankan maupun nasabah, seperti haji dan umrah.
2. Kondisi perelonomian global masih punya risiko terhadap stabilitas
nilai tukar, sehingga hedging syariah berfungsi sebagai mitigasi risiko
nilai tukar.
3. Mendukung pendalaman pasar keuangan syariah sehingga mendorong
penerbitan sukuk valas di masa mendatang.11
Dengan adanya hedging syariah diharapakan akan menjadi
stimulus (rangsangan) terhadap daya saing keuangan syariah dengan
keuangan konvensional.

BAB III
11
Dinar, “Tiga Alasan BI Keluarkan Aturan Hedging Syariah,” https://m.dream.co.id/dinar/tiga-
alasan-bi-keluarkan-aturan-hedging-syariah-160617k.html (02 November 2019, 22:28)

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lindung nilai (hedging) adalah sebuah strategi transaksi yang
ditujukan untuk mengurangi resiko yang timbul dari transaksi yang
dilakukan. Lindung nilai syariah adalah aktivitas lindung nilai yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan dibenarkan aktivitasnya ketika
mengikuti ketentuan fatwa DSN MUI.
Instrumen lindung niali konvensional dipandang oleh islam
sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima keberadaannya karena
mengandung riba, gharar, dan maysir dalam transaksi tersebut, salah
satunya pada kontrak forward dimana didalmnya bercampur yang
namanya riba, gharar dan maysir. Didalam hedging syariah terdapat tiga
akad yang biasanya digunakan, pertama ‘aqd at-tahawwuth al-Basith yaitu
transaksi lindung nilai dengan skema forward agreement yang diikuti
dengan transaksi spot pada saat masa jatuh tempo serta penyelesaiannya
berupa serah terima mata uang. Kedua ‘aqd at-tahawwuth al-murakkab
yaitu transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi spot
dan forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh
tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang. Dan Ketiga
‘aqd at-tahawwuth bi al-Sil’ah, yaitu transaksi lindung nilai yang
dilakukan dengan skema berupa rangkaian transaksi jual beli komoditas
dalam mata uang rupiah yang di ikuti dengan jual belikomoditas dalam
mata uang asing dan penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada
saat jatuh tempo.
Untuk menjaga transaksi hedging ini tetap memenuhi kriteria
syariah, sejumlah ketentuan dan batasan yang mesti di penuhi, diantaranya
adalah trransaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar tidak boleh
dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif (untung-untungan) dan
transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar hanya boleh dilakukan
apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi resiko nilai tukar pada
masa yang akan datang terhadap mata uang asing yang tidak dapat di
hindarkan.

13
Dalam pengembangan lindung nilai dalam perbankan islam harus
diarahkan dari pendekatan komersial (tijari) yang berorientasi terhadap
jual beli instrumen hedge menjadi pendekatan investasi dan tolong-
menolong atau berbagi risiko (ta’awun). Sehingga dengan adanya hedging
syariah bisa menjadi stimulus (rangsangan) terhadap daya saing keuangan
syariah dengan keuangan konvensional.
B. Saran
Setelah disusunnya makalah mengenai modal hedging syariah
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya dimata kuliah
instrumen keuangan syariah. Begitu juga alangkah baiknya apabila kita
mencari sumber referensi lebih banyak dari berbagai sumber sehingga
ilmu dan wawasan yang kita dapatkan semakin luas.

DAFTAR PUSTAKA

14
Dinar. “Tiga Alasan BI Keluarkan Aturan Hedging Syariah.”
https://m.dream.co.id/dinar/tiga-alasan-bi-keluarkan-aturan-hedging-
syariah-160617k.html.
Dzaky. “Hedging Final.” https://www.academia.edu/29683296/Hedging_final
N, Ferry Indroes dan Sugiarto. 2013. Manajemen Risiko Perbankan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Rivai, Veithzal Zainal dkk. 2016. Manajemen Investasi Islami. Yogyakarta:
IKAPI.
Soemitra, Andri Soemitra. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
Prenada Media Group.
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni. 2017. “Lindung Nilai(Hedging)
Prespektif Islam: Komparasi Indonesia dan Malaysia.” Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 11. No.2.

15

Anda mungkin juga menyukai