Anda di halaman 1dari 18

ASURANSI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah : Hukum Lembaga Keuagan Syariah Non Bank


Dosen : Muhammad Amin S.Hi, M.H.

Disusun Oleh:

Ahmad Hidayat
1702110572

Wahyudi
1702110572

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 1441 H / 2019 M

3
4

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik,
serta hidayahnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad shollallahu
‘alahi wasallam yang telah banyak memberikan inspirasi kehidupan bagi kita semua.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, bimbingan dari para dosen khususnya dosen di fakultas
syari’ah dan juga tentunnya motivasi dari teman-teman dekat sekalian.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan
tentang jarimah salah satu sub pembahasan pada mata kuliah fikih siyasah dan jinayah
ini. Sehingga kita sama-sama bisa mengamalkan, dan mengajarkan ilmu-ilmu yang telah
kita dapat dibangku perkuliahan ini kepada masyarakat yang belum mengetahuinya.

Untuk itu, kepada dosen pembimbing mata kuliah ini yaitu bapak Muhammad
Amin S.Hi, M.H. saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah ini
dimasa yang akan datang dan mengharap kritik dan saran dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya dan para mahasiswa. Aamiin...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Palangkaraya, april 2020

penulis

KATA PENGANTAR Halaman


5

DAFTAR ISI.........................................................................................................i
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1
D. Batasan masalah.........................................................................................2
E. Metode penulis...........................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi....................................................................................3
B. Sejarah dan Dasar Hukum Asuransi...........................................................5
C. jenis dan prinsip asuransi.............................................................................6

D. mekanisme asuransi....................................................................................8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................11
B. Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk urusan keuangan tentu kita harus menjaganya dengan baik untuk masa depan
yang belum dan harus terpenuhi. Merencanakan keungan memiliki peranan yang
penting, karena ini berhubungan dengan kebutuhan manusia yang terus berjalan seiring
waktu. Untuk mengerti dan memahami masalah keuangan yang tengah dihadapi serta
bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan tentu kita harus belajar dari pengalaman.
Dewasa ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berinvestasi.
Namun seiring berkembangnya zaman perencanaan keuangan dengan berinvestasi,
kini investasi bukan hanya sekedar investasi, tetapi investasi juga memepiliki peranan
penting dalam perlindungan jiwa, keamanan, dan sebagainya sebagai perencanaan
keuangan yang tepat dan efisien. Investasi yang memiliki peranan dalam perlindungan
ini salah satunya adalah dengan berasuransi.
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada
tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-
benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang
diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat
dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku
bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat
kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi
permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga
yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.

A. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan asuransi?
2. Bagaimana sejarah dan dasar hukum asuransi?
3. Bagaimanakah jenis dan prinsip asuransi?
4. Bagaimanakah mekanisme asuransi?
5. Bagaimanakah perbedaan asuransi syariah dan konvensional ?
7

B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan maksud Asuransi.
2. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan sejarah dan dasar hukum
asuransi.
3. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan jenis dan prinsip Asuransi.
4. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan mekanisme Asuransi.
5. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan perbedaan asuransi syariah dan
konvensional.

C. Manfaat Makalah
Dibuatnya makalah ini untuk menambah wawasan bagi pembaca, penulis dan
masyarakat luas. Hendaknya makalah ini dapat digunakan sebagai rujukan
pembelajaran dan dapat menjadi perbandingan dalam penelitian selanjutnya.

D. Metode Penulisan
Adapun metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
metode :
1. Metode kepustakaan (Library Research)
2. Metode Penelusuran Internet (Web Search).
8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi

Pada proses nya asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan
dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Ada
beberapa definisi asuransi, diantaranya :
Asuramsi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tak tentu.1

B. Sejarah dan Dasar Hukum Asuransi

Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara
kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini
sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan
di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi
mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi
dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah
Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang
selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan.
Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu
adalah :

1.    Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.


2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi
yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.

Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah


perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan

1
Mangani, Ktut Silvanita. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Erlangga. Hal 33
9

diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan


penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Menurut paham Ekonomi Asuransi adalah Suatu lembaga keuangan karena melalui
asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan, di samping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis
asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian
keuangan ( Financial loss ), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga
sebelumnya ( fortuisious event ).2

C. Jenis – Jenis Asuransi


Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima jenis asuransi, yaitu :
      1.      Asuransi terhadap kebakaran
      2.      Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
      3.      Asuransi terhadap kematian orang ( Asuransi jiwa )
      4.      Asuransi terhadap bahaya dilaut dan perbudakan
      5.      Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan disungai-sungai.3

Jenis-jenis asuransi yang terdapat di Indonesia terdiri dari :

1.      Asuransi Kesehatan


Jenis asuransi seperti ini tampaknya adalah yang paling banyak digunakan
mengingat jaman sekarang ini biaya untuk berobat dan rumah sakit sangatlah mahal,
oleh karena itu jenis asuransi ini sangat saya anjurkan terutama untuk seluruh keluarga
atau yang mempunyai pekerjaan yang beresiko tinggi, karena jika suatu saat kita
membutuhkan pelayanan medis maka asuransi ini dapat memperingan beban biaya.

2.       Asuransi Pendidikan

2
Ibid… Hal 57 – 58.
3
Budianto, Totok & Sigit Triandaru.2011. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
Hal 85
10

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan ini walaupun
dalam kenyataannya pendidikan itu adalah hal yang mahal. Jika kamu merasa
pendapatan dimasa yang akan datang tidak akan mencukupi biaya pendidikan anak-anak
kamu maka sebaiknya segera memikirkan untuk mengikuti asuransi jenis ini.

3.      Asuransi Pengangkutan
Asuransi pengangkutan adalah asuransi yang mempertanggungkan kemungkinan
resiko terhadap pengangkutan barang.
Asuransi pengangkutan dapat dibagi menjadi:
a.       Asuransi pengangkutan darat - sungai
b.      Asuransi pengangkutan laut
c.       Asuransi pengangkutan udara

4.      Asuransi Jiwa
Persetujuan antara kedua pihak, yang di dalamnya tercantum pihak mana yang
berjanji akan membayar premi dan pihak lain yang berjanji akan membayar sejumlah
uang yang telah ditentukan jika seseorang tertanggung meninggal atau selambat-
lambatnya pada waktu yang ditentukan. Asuransi jiwa adalah perjanjian antara
perusahaan asuransi dengan konsumen yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi
akan memberikan santunan sejumlah dana apabila konsumen meninggal dunia, atau
ditanggung sampai masa tertentu. Dengan adanya asuransi jiwa ini, maka keluarga yang
ditinggalkan merasa aman dari segi keuangan, walaupun ini tidak diharap-harap.4

D. Prinsip – Prinsip Asuransi


1.    Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan)
Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan
suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara
tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar
memenuhi kriteria insurable interest:
a.    Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan
terjadinya.

4
Ibid… Hal 88
11

b.    Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta
yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
c.    Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu
kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan
kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
d.   Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan
dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau
sejenis.
2.    Utmost Good Faith (itikad baik)
Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik.
Antar pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan.
Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of
disclosure. Faktor-faktor yang melanggar prinsip tersebut adalah :
a.    Nondisclosure, adanya data-data penting yang tidak diungkapkan sehingga
menyalahi utmost good faith
b.    Concealment, sencara sengaja melakukan kebohongan dan tidak mengungkapkan
fakta penting
c.    Fraudulent misrepresentation, sengaja memberikan gambaran yang tidak cocok
dengan kondisi riil
d.   Innocent misrepresentation, secara tidak sengaja memberi gambaran yang salah yang
memiliki pengaruh besar dalam proses asuransi
3.    Indemnity
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko
yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat
mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena
indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial.
4.    Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa
secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan
bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.
5.    Subrogation
12

Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi
kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan
asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6.    Contribution
Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang
memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada
seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama
besar.5

E. Mekanisme Kerja Asuransi


Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari
kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang
akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti. Perjanjian asuransi
atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian


(shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri
untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan
yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita
(prinsip indemnitas).
2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.
4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas
mana diadakan pertanggungan.

Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi. Dapat


dilihat dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri untuk
menerima dan mengambil alih risiko pihak lain.

5
Gandapraja, Permadi (ed). Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama,
2004) hal 31 - 32
13

2. Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam
perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau
siapapun yang dapat menderita kerugian.6

Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan
penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum
terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:

1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian


hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak
yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya
dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang
diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam
asuransi antara tertanggung dan penanggung.
2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut
ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang
perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal
1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan
mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian
asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.

Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta
yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti
tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Untuk mengatasi kesulitan jika
terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan polisnya atau
walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi
belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan
kerugian tertanggung. Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum
dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung
dan penanggung. Sehingga hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul

6
Ibid… Hal 53 - 54
14

sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada
barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata.
Ketentuan ini yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus yang
dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian yang telah
dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung
seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat kerugian yang menjadi beban
penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan klausula-klausula tertentu.

Ada empat hal yang membatalkan Asuransi:

1. Karena terjadi Evanemen


2. Karena jangka waktu berakhir
3. Karena asuransi gugur
4. Karena asuransi dibatalkan7

F. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional


Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu
pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung sehingga terjadi
pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung.
Sebagai konsekuensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik
perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1.    Akad (Perjanjian)
Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya
suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di
dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas,
menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian
jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual,
pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian

7
Ibid… Hal 55
15

yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya


penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan.
Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak
tunai maka kita wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian
(seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-
pihak yang bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari
kedua belah pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu
saat diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-
Baqarah ayat 282).
2.    Gharar (Ketidakjelasan) 
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika
baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan
akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung
dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara
financial. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena
ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang
polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada
produk non-saving).
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa
mengklaim menjadi milik perusahaan.  
3.    Tabarru dan Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya
sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan).
Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan
16

saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya
ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening
khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari
rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana
yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula
unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan.
Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena
tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai
dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta
hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
4.    Maisir (Judi) 
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama
dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi
konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa.
Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis
asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima
sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana
cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini
dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil
risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan,
tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang
boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim
yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh
banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
5.    Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan
saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan.
Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi
wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki
17

likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur
dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas
petunjuk Dewan Pengawas Syariah.
6.    Dana Hangus 
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta
karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan
tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi
kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan
akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana
untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan
hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang
kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan
dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru
masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya
dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai
dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian.
Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan
membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30
sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal
tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat
tergantung dari hasil investasinya.
18

7.    Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah


Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem
aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya
mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat
tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari
anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin
terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar
iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga
hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan
badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan
sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol
adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
8.    Dewan Pengawas Syariah 
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional
(DSN), baik dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan
DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.8

8
Anshori, Abdul Ghofur. Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Undang-Undang di Bidang
Perbankan, Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia), (Yogyakarta: UII Press, 2007). Hal 77 - 79
19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Asuramsi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang


penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tentu.
2. Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara
lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya
dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk
memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat
penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.
3. Seiring dengan perkembangan zaman inilah lahir perusahaan asuransi syariah yang
mana prinsipnya berpegang teguh pada ajaran syariah Islam. Asuransi syariah
adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.

B. Saran

Dengan berakhirnya pembahasan dari kelompok kami, kami meminta kritik dan saran
yang membangun guna memperbaiki tugas makalah kami dikemudian hari. Sekian yang
dapat kami paparkan mohon maaf atas segala kekurangan.
20

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Undang-


Undang di Bidang Perbankan, Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia),
(Yogyakarta: UII Press, 2007).

Gandapraja, Permadi (ed). Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT. Gramedia
Pusaka Utama, 2004) hal 31 - 32 Gandapraja, Permadi (ed). Dasar dan Prinsip
Pengawasan Bank, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2004)

Budianto, Totok & Sigit Triandaru.2011. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta :
Salemba Empat.

Mangani, Ktut Silvanita. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai