Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASURANSI JIWA

Mata kuliah : Fiqih Muamalah II

Dosen pengampu : Komaruddin SE

Disusun oleh:

Kelompok 6

Siti Maisyaroh 20383032042


Suci Wulandari 20383032153
Moh. Inzul Rony maulana 20383031140

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Tak lupa sholawat serta
salam tetap tercurahkan atas junjungan sang revelosioner akbar nabi besar Muhammad SAW
yang telah menunjukkan pada kita semua jalan kebenaran yaitu islam dan iman.

Adapun judul makalah yang akan dibahas dalam makalah berikut mengenai “Asuransi
Jiwa", Disini penulis berharap dengan ditulisnya makalah ini penulis dapat memberikan
sedikit gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang penulis peroleh.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung, terutama kepada yang terhormat :

1. Komaruddin, SE selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih Muamalah.


2. Orang tua dan keluarga yang tak henti-hentinya memberikan dorongan baik material
maupun spiritual.
3. Seluruh teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga tugas ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis
sendiri selaku penyusun maupun bagi pihak yang membaca dan memperlukan informasi
mengenai Tujuan, bidang, dan madzhab manajemen.

Pamekasan

30, Oktober 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
D. Manfaat penulisan...........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Asuransi Jiwa Konvensional.........................................................................3
B. Pengertian Asuransi Jiwa Syari’ah..................................................................................4
C. Praktik Asuransi Jiwa......................................................................................................6
D. Ketentuan Syari'ah Tentang Asuransi Jiwa.....................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUUTUP.............................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia pada zaman modern ini sangat beragam
macam resiko dan bahaya. Seakan-akan masa depan seseorang selalu
suram,akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja
terbakar/terjadi pencurian,perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan 
terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar
di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak
asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram.
Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janjiAllah yang akan
selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang
selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Bagaimanakah seharusnya
kita bersikap? Berkenaan dengan urgensi asuransi jiwa, perlu
disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana untuk
memperolehwawasan, pengetahuan, dan konsep keilmuan berkenaan 
dengan asuransi jiwa. Oleh sebab itu, penulis menulis sebuah
makalah yang bertajuk “Asuransi Jiwa”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asuransi jiwa konvensional?
2. Apa yang dimaksud dengan asuransi jiwa syari’ah?
3. Bagaimana ketentuan syari’ah tentang asuransi jiwa?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi asuransi jiwa konvensional.
2. Untuk mengetahui definisi asuransi jiwa syari’ah.
3. Untuk mengetahui ketentuan syari’ah tentang asuransi jiwa.

1
D. Manfaat penulisan

1. Bagi penulis sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan ilmu


pengetahuan mengenai Asuransi jiwa
2. Bagi pembaca agar lebih luas lagi mengetahui wawasan yang
berkenaan Asuransi jiwa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Jiwa Konvensional

Kata asuransi berasal dari bahasa belanda dengan sebutan


“assurantie” sedangkan dalam hukum belanda disebut
dengan verzekering yang berarti pertanggungan.1 Dari
peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi
penanggung dan geassureerde bagi tertanggung.2 Ada juga pendapat
yang mengatakan kata asuransi berasal dari bahasa
inggris insurance yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa
populer dan diadopsi dalam bahasa Indonesia dengan padanan kata
pertanggungan. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a)
asuransi dan (b) jaminan.
Pengertian secara istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Robert L. asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko dengan
menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko, agar kerugian individu
secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut
kemudian dibagi dan didistribusikan secarta proporsional di antara semua
unit dalam gabungan tersebut.
Sedangkan menurut Mark R. Greene, asuransi adalah institusi
ekonomi yang mengurangi risiko dengan menggabungkan di bawah satu
manajemen dan kelompok obyek dalam suatu kondisi sehingga kerugian
1
 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan Peradilan
Agama, cet 2, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014), h. 237., lihat juga Abdul Halim
Barakatullah, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia, (Bandung:  Penerbit Nusa
Media, 2011), h. 62.

2
Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 26.

3
besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat
diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil.3
Banyak definisi tentang asuransi (konvensional). Akan tetapi
definisi tersebut bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari
sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis ataupun berdasarkan pengertian
matematika. Itu berrati bisa lima definisi bagi asuransi. Tidak ada satu
definisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut.
Asuransi merupakan bisnis yang unik, yang di dalamnya terdapat kelima
aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis dan
matematika.
Menurut pasal 246 wetboek van kophandel ( Kitab Undang-
Undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu
persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang permi sebagai pengganti
kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.4

Asuransi jiwa merupakan asuransi yang bertujuan


menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang
disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat atau hidupnya terlalu
lama. Di sini terlukis bahwa dalam asuransi jiwa, risiko yang dihadapi
adalah risiko kematian atau risiko kehidupan seseorang yang terlalu
lama. Hal ini sudah barang tentu akan membawa banyak aspek, apabila
risiko yang terdapat pada diri seseorang tidak diasuransikan
kepada perusahaan asuransi jiwa. Umpamanya jaminan untuk keturunan,
seorang bapak kalau meninggal dunia sebelum waktunya atau dengan
tiba-tiba, si anak tidak akan terlantar dalam hidupnya. Bisa juga terjadi
terhadap seseorang yang telah mencapai umur ketuaannya dan tidak
mampu untuk mencari nafkah atau membiayai anak-anaknya, maka
membeli asuransi jiwa, risiko yang mungkin diderita dalam arti

3
7 M. Syakir Sula, Asuransi Syari’ah, Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), hlm 26
4
Masyfuk Zuhdi islam dan keluarga berencana di Indonesa, Bina Ilmu: Surabaya, 1986,
hlm. 162

4
kehilangan kesempatan untuk mendapat penghasilan akan ditanggung
oleh perusahaan asuransi. Ternyata disini, bahwa lembaga asuransi jiwa
ada faedahnya dengan tujuan utama ialah untuk menanggung atau
menjamin seseorang terhadap kerugian-kerugian finansial.

B. Pengertian Asuransi Jiwa Syari’ah


Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min (penanggung
disebut mu’ammin, tertanggung
disebut mu’amman lahu atau musta’min) yang mempunyai arti
memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dari rasa
takut dan islamic insurance (bahasa Inggris). Sedangkan asuransi
syariah atau takaful secara bahasa berasal dari kafala-yakfulu-kafalatan,
artinya menanggung. Menurut al-Fanjari asuransi syariah diartikan
dengan tadhamun, takaful, at ta’min dengan pengertian saling
menanggung atau tanggung jawab sosial.
Menurut Gemala Dewi, istilah yang sering digunakan dalam
praktiknya atau lebih populer yang digunakan dibeberapa negara
termasuk Indonesia adalah istilah takaful. Istilah takaful pertama kali
digunakan oleh Daar al Mal al Islami, sebuah perusahaan asuransi
Islam di Genewa yang berdiri tahun 1983.5        
Kata takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul
resiko di antara sesama orang sehingga antara satu orang dengan yang
lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul
resiko ini didasarkan atas dasar tolong-menolong dalam kebaikan
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ (dana ibadah),
sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung risiko.
Di Indonesia asuransi syariah belum mempunyai payung
hukum, sehingga masih berpayung pada Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992. Karena masih  berpayaung pada aturan asuransi
konvensional, maka pengertian tentang asuransi yang berprinsip syariah
sendiri dianggap kurang diakomodasi di dalamnya.

5
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007), hal. 136.

5
Dalam ensiklopedi hukum Islam disebutkan bahwa asuransi
adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain bekewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi
sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang
dibuat.6       
Pengertian lebih spesifik terdapat dalam Fatwa DSN Nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang syariah adalah akad yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),riba, zhulm (pengan
iayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat.

C. Ketentuan Syari'ah Tentang Asuransi Jiwa


 Asuransi syariah mempunyai beberapa dasar hukum, yang akan diuraikan
sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

            Praktik asuransi syariah tidak disebutkan secara tegas dalam


al-Qur’an, tidak ada sebuah ayat pun secara nyata menjelaskan
tentang praktik asuransi. Al-Qur’an hanya mengakomodasi beberapa
ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam
praktik asuransi seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama,
atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian
yang diderita di masa yang akan datang. Dengan hal ini, praktik
asuransi tidak dilarang dalam syariat Islam, karena prinsip dalam

Abdul Aziz Dahlan, dkk. (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996), hal. 138.

6
praktik asuransi dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan
manusia. Ayat-ayat al-Quran yang dimaksud adalah:

1. Al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2, Allah berfirman yang


artinya:

“.... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.”

            Ayat itu memuat perintah tolong-menolong antara sesama


manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam bidang asuransi
para nasabah diharapakan dapat memberikan sebagian uang yang
dimilikinya untuk digunakan sebagai dana sosial (tabarru’) yang
digunakan untuk menolong salah satu anggota asuransi yang
mengalami musibah.7

2. Al-Hasyr (59): 18. Yang artinya sebagai berikut:

7
Ibid., 246.

7
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk
hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kepada Allah
sesuangguhnya Allah Maha mengetahui yang kamu kerjakan”al-
Qur’an mengajarkan kepada kita suatu pelajaran yang luar biasa
berharga, dalam peristiwa mimpi Raja Mesir yang kemudian
ditafsirkan oleh Nabi Yusuf dengan sangat akurat, sebagai suatu
perencanaan negara dalam menghadapi krisis pangan tujuh tahun
mendatang”.8

3. Al-Nisa (4): 9 yang artinya sebagai berikut:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.

2. Hadits

            Hadits yang diriwayatakan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan
Tirmidzi dari Amir bin ‘Auf, sebagai berikut:

“perjanjian itu boleh bagi orang Islam kecuali perjanjian yang


mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan
orang Islam itu wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka
kemukakan kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram”.        

8
Sula, Asuransi Syariah..., Ibid., h. 87

8
Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra. “barangsiapa yang
melepaskan dari seseorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah
SWT akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat dan Allah
SWT senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya”.

            Dalam hadits tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling


membantu antara sesama muslim di dunia ini dengan menghilangkan
kesukaran hidup yang dideritanya. Bagi yang berkelebihan hartanya
dianjurkan untuk membantu orang-orang yang berada dalam
kesulitan dan apabila ini dilakukan maka Allah SWT akan
mempermudah urusan dunia dan akhirat baginya. Daalam kaitan
dengan asuransi hadits ini terlihat adanya anjuran agar melaksanakan
pembayaran premi asuransi dalam bentuk pembayaran dana sosial
(tabarru’) yang akan digunakan untuk membantu dan mempermudah
urusan bagi orang/anggota yang mendapatkan musibah dan bencana.

            Hadits Riwayat Bukhari ra. yang artinya, diriwayatkan oleh


Abu Hurairah ra. Dia berkata: “berselisih dua orang wanita dari
suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke
wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut
beserta janian yang dikandungnya, maka ahli waris dari wanita
yang meninggal itu mengadukan peristiwa tersebut kepada
Rasulullah SAW atas peristiwa tersebut Rasuluklah SAW
memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhada janin dengan
dengan pembebasan seorang budak ;aki-laki atau perempuan dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang
darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang
tua laki-laki)”.

            Praktik aqilah sebagaimana yang dilaukan suku arab tersebut


merupakan suatu kegiatan yang mempunyai unsur seperti yang
berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini didasarkan atas adanya
prinsip asuransi. Kemiripan ini didasarkan atas adanya prinsip saling

9
menanggung (takaful) antar anggota suku guna meringankan
penderitaan yang dideritanya sebagai akibat dari kematian tersebut.

Hadits riwayat Bukhari ra. yang artinya, diriwayatkan dari Amir bin
Sa’ad bin Ali Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW. Lebih baik
jika engkau meninggalkan anak-anakmu (ahli waris) dalam keadaan
kaya raya dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
(kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya”.

Rasulullah SAW. menghendaki agar setiap orang mempersiapkan


segala sesuatunya dengan baik untuk bekal yang harus diberikan
kepada anak turunannya di masa yang akan datang. Meninggalkan
ahli waris yang berkecukupan secara materi merupakan hal yang
sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam kaitannya dengan
prinsip asuransi yang terkandung dalam hadits tersebut yaitu
mewajibkan anggota untuk membayar uang iuran (premi) yang
digunakan sebagai tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli
warisnya jika pada suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan, baik
dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan diri.
3. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

            Menurut Abdul Manan, perundang-undang ini kurang


mengakomodasi asuransi dengan prinsip syariah.

4. Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum


asuransi syariah.
            Fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak
dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan asuransi
syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidaklah memiliki
kekuaatan hukum dala hukum nasional karena tidak termasuk dalam
perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi syariah
memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang
termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia

10
meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat,
peraturan tersebut yaitu:9

a. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 426/KMK.06/2003 tentang


Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Peraturan ini mendasari berdirinya
asuransi syariah sebagaimana ketentuan dalam pasal 3 yang
menyebutkan bahwa “setiap pihak yang melakukan usaha
asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah”.
Adapun ketentuan yang berkaitan dengan asuransi tercantum
dalam pasal 4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh
izin usaha perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip
syariah, pasal 32 dan 33 mengenai pembukaan kantor cabang
dengan prinsip syariah.

b. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 224/KMK.06/2003 tentang


Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi. Keuntungan yang berkaitan dengan asuransi syariah
yang tercantum pada pasal 15-18 mengenai kekayaan yang
diperkenankan harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan
asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.

c. Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan no.


4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Dengan Sistem Syariah.

            Sedangkan dasar operasional asuransi syariah didasarkan


pada fatwa DSN yaitu:

a. Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang


Pedoman Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah.

9
 Barakatullah, S.Ag., S.H., M.H., Hukum Lembaga..., Ibid. h. 65-66.

11
b. Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang pedoman Wakalah bil
Ujrah pada Asuransi Syariah.

c. Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang pedoman Tabarru’ pada


asuransi syariah.

12
BAB III

PENUUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraiaan di atas dapat disimpulkan bahwa: Asuransi jiwa adalah
perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak
Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.

Perbedaan antara Asuransi Jiwa Syariah dengan Asuransi Jiwa


Konvesional terletak pada konsep dasar dan cara pengelolaan dana
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Asuransi Jiwa Syariah
adalah Asuransi yang didasari prinsip saling tolong menolong dan
melindungi diantara para peserta melalui kontribusi ke Dana
Tabarru, yaitu kumpulan dana kebajikan dari uang kontribusi para
peserta Asuransi Jiwa Syariah yang setuju untuk saling bantu bila
terjadi risiko di antara mereka. Dana ini kemudian dikelola sesuai
prinsip Syariah dan di bawah pengawasan Dewan Syariah untuk
menghadapi risiko tertentu

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak
sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis
akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber
yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap pembahsan
makalah yang telah kami susun diatas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian

Syariah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup,

2007.

Manan, Abdul, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan

Peradilan Agama, cet 2, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014.

Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and General) Konsep dan

Sistem Operasional, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Barakatullah, Abdul Halim, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia,

Bandung:  Penerbit Nusa Media, 2011.

Dahlan dkk. (editor), Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, 3 dan 5,

Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.

Masyfuk Zuhdi islam dan keluarga berencana di Indonesa, Bina Ilmu:

Surabaya, 1986.

Sula, M. Syakir. Asuransi Syari’ah, Konsep dan Sistem Operasional,

Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

14

Anda mungkin juga menyukai