Anda di halaman 1dari 29

PRINSIP-PRINSIP ASURANSI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuransi Syariah
Dosen Pengampu: Muhammad Syaifudin,S.H.I., M.E.

Disusun Oleh:
1. Novita Trinanda Putri 63010190164
2. Alif Khanardi Ambara 63010190176
3. Dewi Nur Rahmawati 63010190189

PROGRAM STUDI S-1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2021

KATA PENGANTAR

i
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah. Penulis
dapat menyelesaikan makalah penulisan makalah ini yang berjudul "Prinsip-
Prinsip Asuransi". Adapun penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata
kuliah Asuransi Syariah .
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Muhammad Syaifudin, S.H.I., M.E selaku dosen pembimbing mata kuliah
Asuransi syariah atas arahan, bimbingan, saran dan waktu yang telah diberikan
kepada penulis selama menyusun makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Dengan
segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada
pada makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dimasa yang akan datang.
Dan sekoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.

Salatiga, 18 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
BAB II................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
PRINSIP-PRINSIP ASURANSI........................................................................................6
1. Prinsip Berserah Diri Dan Ikhtiar............................................................................6
2. Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun).....................................................................8
3. Prinsip Saling Bertanggung Jawab..........................................................................9
4. Prinsip Saling Kerja Sama Dan Bantu Membantu................................................10
5. Prinsip Saling Melindungi dari Berbagai Kesusahan............................................13
6. Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)....................................15
7. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)..............................................................17
8. Prinsip Ganti Rugi (Indemnity).............................................................................20
9. Prinsip Penyebab Dominan (Proximate Cause)....................................................22
10. Prinsip Subrogasi (Subrogation)........................................................................23
11. Prinsip Kontribusi (Contribution/al-musahamah).............................................24
BAB III.............................................................................................................................26
PENUTUP........................................................................................................................26
A. Kesimpulan............................................................................................................26
B. Saran......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan asuransi di Indonesia mengalami perkembangan yang relatif
signifikan setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada tahun 1980-an.
Kemudian dipertegas dengan munculnya Undang-undang Republik Indonesia
nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian. Semakin berkembangnya
industri perasuransian di indonesia, maka akan semakin berkembang juga
pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di era
globalisasi, saat ini kebutuhan manusia akan asuransi semakin tinggi karena
pertumbuhan dan perkembangan asuransi di Indonesia akan semakin tinggi.
Usaha premi atau pertanggungan merupakan suatu prosedur yang
memberikan perlindungan di tertanggung jika terjadi risiko dimasa mendatang.
Namun, Setiap langkah atau apapun yang dilakukan manusia pada intinya pasti
diliputi risiko. Seperti kematian, kecelakaan, ataupun gangguan kesehatan.
Dalam pengertian singkatnya, risiko identik dengan ketidakpastian atau
uncertainly. Jika risiko tersebut benar terjadi, maka pihak tertanggung akan
menerima ganti rugi sebanyak nilai yang diperjanjikan antara pihak tertanggung
serta pihak penanggung. Prosedur perlindungan sangat diperlukan pada dunia
usaha yang penuh dengan risiko yang dihadapi. Dalam dunia bisnis, banyak
risiko yang tidak bisa diprediksi. Secara rasional para pelkau bisnis akan
berusaha untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Dalam kehidupan berumah
tangga, asuransi diperlukan guna mengurangi permasalahan ekonomi yang akan
dihadapi jika ada salah satu anggota keluarga menghadapi risiko cacat atau
meninggal.
Dalam mengurangi risiko yang mungkin saja menimpa manusia, salah
satu upaya yang mampu ditempuh untuk menghadapi atau mengurangi risiko
adalah dengan melimpahkan risiko kepada pihak atau instansi lain yang bersedia.
Instansi yang dimaksud ialah premi atau pertanggungan yang berbentuk badan

4
hukum. Premi atau pertanggungan didirikan untuk mendapatkan limpahan risiko
yang berasal dari pihak lain. Untuk memberikan perlindungan rasa aman kepada
peserta asuransi, maka diadakanlah pelimpahan risiko kepada pihak lain dengan
melakukan perjanjian. Yang disebut dengan perjanjian asuransi.
Adanya upaya memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi dalam
kehidupan manusia, hal ini memungkinkan akan terjadi banyak peristiwa yang
menimbulkan risiko. Semakin berkembangnya kehidupan, masyarakat akan
semakin menyadari pentingnya keberadaan suatu lembaga yang menanggung
kemungkinan terjadinya risiko yang disebabkan berbagai macam bahaya yang
mengancam keselamatan, harta, dan jiwa dari bahaya-bahaya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
a. Apa itu Prinsip berserah diri dan ikhtiar?
b. Apa itu Prinsip tolong menolong (ta'wun)?
c. Apa itu Prinsip saling bertanggung jawab?
d. Apa itu Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu?
e. Apa itu Prinsip saling melindungi dan berbagi kesusahan?
f. Apa itu Prinsip kepentingan teransuransikan (insurable interest)?
g. Apa itu Prinsip itikad baik (utmost good Faith)?
h. Apa itu Prinsip ganti rugi (indemnity)?
i. Apa itu Prinsip penyebab dominan ( proximate cause)?
j. Apa itu Prinsip subrogasi (subrogation)?
k. Apa itu Prinsip kontribusi ( contribution/al-musahamah)?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dalam makalah ini
adalah:
a. Mengetahui Prinsip berserah diri dan ikhtiar.
b. Mengetahui Prinsip tolong menolong (ta'wun).
c. Mengetahui Prinsip saling bertanggung jawab.

5
d. Mengetahui Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu.
e. Mengetahui Prinsip saling melindungi dan berbagi kesusahan.
f. Mengetahui Prinsip kepentingan teransuransikan (insurable interest).
g. Mengetahui Prinsip itikad baik (utmost good Faith).
h. Mengetahui Prinsip ganti rugi (indemnity).
i. Mengetahui Prinsip penyebab dominan ( proximate cause).
j. Mengetahui Prinsip subrogasi (subrogation).
k. Mengetahui Prinsip kontribusi ( contribution/al-musahamah).

6
BAB II

PEMBAHASAN

PRINSIP-PRINSIP ASURANSI
1. Prinsip Berserah Diri Dan Ikhtiar
Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta
kekayaan. Ia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha
Memilikinya. Kalimat tauhid laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain Allah)
juga mengandung pengertian, tidak ada pemiliki mutlak atas seluruh ciptaan
kecuali Allah.
Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya
pula untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allahlah
yang menentukan seseorang menjadi kaya dan Allah pula yang memutuskan
seseorang menjadi miskin.
“ Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. Jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. Maka, Allah mengampuni siapa saja yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al-baqarah:284)
“ Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi, siapakah yang
dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (Al-baqarah:255)
“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada
didalamnya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al-maidah:120)
“ Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi
semua yang ada di antara keduanya, dan semua yang ada di bawah tanah.”
(Thaahaa:6)
Sebagai abdi Allah yang menjalankan tugas sebagai khalifah di muka
bumi, manusia diwajibkan untuk memanfaatkan sumber daya (alam, harta,dsb.)
yang telah dititipkan Allah kepadanya untuk sebesar-besar kemaslahatan
manusia. Untuk itu, manusia harus bekerja sama dan saling menolong karena

7
manusia memang ditakdirkan untuk diciptakan dengan perbedaan. Sebagian di
antaranya diberi kelebihan dibandingkan sebagian yang lain, dengan tujuan agar
manusia dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang lebih baik.
“ Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” (az-Zukhruf:32)
Atas sumber daya yang dititipkan oleh Allah kepadanya, manusia
dilarang untuk mengambil risiko yang melebihi kemampuan yang wajar untuk
mengatasi risiko tersebut. Walaupun risiko tersebut mempunyai probabilitas
untuk membawa manfaat, namun probabilitas untuk membawa kerugian lebih
lebih besar dari kemampuan menanggung kerugian tersebut, maka tindakan
usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan yang lebih dari keperluan
sehingga harus dihindari.
“ Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan maysir, (maka)
katakanlah kepada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, dan dosa keduanya lebih besar dari manfaat keduanya. Dan, mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan (keluarkan), maka katakanlah
yang lebih dari keperluan. Demikanlah Allah menerangkan kepadamu ayat-
ayat-Nya supaya kamu berpikir.” (al-baqarah:219).
Pengambilan risiko yang melebihi kemampuan untuk menanggulangi
adalah tidak sama dengan menghadapi ketidakpastian. Karena pada dasarnya
tidak ada seorang manusia pun yang dapat dengan pasti mengetahui apa yang
akan terjadi. Sehingga, semua aspek kehidupan di dunia ini pada dasarnya adalah
ketidakpastian bagi manusia. Namun, kemampuan yang dikembangkan manusia
dapat membantun manusia dalam menghadapi ketidakpastian atau risiko tersebut
dengan memperkirakan kemungkinan terjadinya hal-hal yang merugikan,
tentunya dalam batas-batas kemampuan manusia. Sehingga, secara umum dapat

8
dikatakan bahwa manusia dapat berusaha untuk menghindari pengambilan risiko
yang melebihi kemampuan yang wajar untuk menanggulanginya.1

2. Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)


Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip
tolong-menolong baik untuk life insurance maupun general insurance. Ini adalah
bentuk solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolong-
menolong atau dalam bahasa Al-Quran disebut ta’awun adalah inti dari semua
prinsip dalam asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam menegakkan
konsep asuransi syariah.
Al-quran menjelaskan dalam banyak sekali ayat tentang konsep tolong
menolong ini. Misalnya Allah berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa. Janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(al-maidah:2)
“Apakah mereka yang membagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang
lain. Dan, rahmat Tuhanmu lebih baik daripada yang mereka kumpulkan.” (az-
zukhruf:32)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan
tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu
sama lain lindung-melindungi.” (al-anfaal:72)

1
Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani, 2004.

9
Pengertian lindung-melindungi dalam ayat terakhir, ialah di antara
Muhajirin dan Anshar terjadi persaudaraan yang amat tegub, saling melindungi,
dan saling menolong, untuk membentuk masyarakat yang baik. Demikian
keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka. Sehingga, pada permulaan
Islam, mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.
Dari prinsip ta’awun “tolong-menolong” ini muncullah beberapa prinsip-
prinsip lain yang melandasi operasional asuransi syariah.2

3. Prinsip Saling Bertanggung Jawab


Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggungjawab antara satu
sama lain. Memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah hal ini
dapat diperhatikan dari hadist-hadist berikut.
“Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang
beriman antara satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad). Apabila satu dari
anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh.” (HR
Bukhari dan Muslim)
“Seorang mukmim dengan mukmin yang lain (dalam suatu masyarakat),
seperti sebuah bangunan di mana tiap-tiap bagian bangunan itu mengukuhkan
bagian-bagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
”Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu
bertanggung jawab terhadap orang-orang yang di bawah tanggung jawabmu.”
(HR Bukhari dan Muslim)
“Seorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya
sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri.” (HR Bukhari)
“Barangsiapa yang tidak mempunyai perasaan belas kasihan, maka ia
juga tidak mendapat belas kasihan dari (Allah).” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasa tanggungjawab terhadap sesama muslim merupakan kewajiban
sesama insan. Rasa tanggungjawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi,
saling mencintai, saling membantu, dan merasa mementingkan kebersamaan

2
Ibid hal 229-230

10
untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang
beriman, takwa, dan harmonis.
Dalam konsep islam, tanggung jawab sesama muslim itu merupakan
fardhu kifayah. Salah satu manusia yang diembankan Allah kepadanya adalah
menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Menyusun
perekonomian dengan berkeadilan adalah seruan untuk melaksanakan kebaikan
dan ia mesti menjadi tanggung jawab bersama seperti yang pernah dilaksanakan
oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Dengan konsep sederhananya, mereka telah
dapat mewujudkan suatu masyarakat yang saling bertanggungjawab sesamanya.
Kemiskinan dalam konsep Islam merupakan kemungkaran. Sebab itu,
umat Islam punya tanggungjawab mengubahnya. Konsep asuransi di atas
merupakan salah satu cara untuk mengubah kehidupan masyarakat, agar mereka
tidak selalu ditimpa oleh kemiskinan dalam mengarungi kehidupan ini.
Seandainya sampai masyarakat muslim meninggalkan suatu generasi yang lemah
mental spiritual dan ekonominya, berarti telah meninggalkan konsep amar
makruf nahi mungkar yang diajarkan oleh Islam dan merupakan fardu kifayah
bagi umat Islam untuk menjalankannya.
Dalam banyak hal, Rasulullah menengaskan kewajiban individu dan
masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, dasar penetapannya
ialah karena kemashlahatan umum (maslahah amah). Asuransi syariah bertujuan
untuk untuk melaksanakan masalah ini. Kalau rasa ini tidak lagi hidup di
kalangan masyarakat Islam, berarti kehilangan suatu ruh agama yang menjadikan
umat Islam kuat baik secara individu maupun secara kemasyarakatan.
Seandainya masyarakat miskin tidak mampu untuk membayar iuran
ta’awun dan tabarru’, maka orang kaya berkewajiban untuk membayarkan iuran
ini unutk mereka. Banyak ayat yang menjelaskan agar orang kaya selalu
mengulurkan tangannya untuk membantu orang miskin.
“Tahukah engkau orang yang mendustakan agama, yaitu orang yang
menindas dan berlaku zalim kepada anak yatim, dan ia tidak menggalakkan
untuk memberi makanan yang sepatutnya bagi orang miskin.”(al-maun:1-3)

11
“Pada harta mereka ada hak untuk oarng miskin yang meminta dan
orang miskin yang menahan diri (daripada meminta).” (azd-Dzaariyaat:19)3

4. Prinsip Saling Kerja Sama Dan Bantu Membantu


Salah satu keutamaan umat islam adalah saling membantu sesamanya
dalam kebajikan. Karena bantu membantu itu merupakan gambaran sifat kerja
sama sebagai aplikasi dari ketakwaan kepada Allah. Di antara cerminan
ketakwaan itu ialah sebagai berikut.
a. Melaksanakan fungsi harta dengan betul, di antaranya untuk kebajikan sosial.
b. Menepati janji
c. Sabar ketika mengalami bencana
Di antara ayat-ayat yang mengandung maksud ini ialah

“Bekerja samalah kamu pada perkara-perkara kebajikan dan takwa. Jangan


bekerja sama dalam perkara-perkara dosa dan permusuhan.”(al-maidah:2)

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu


kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-oarang yang meminta-
minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka
itulah oarang-orang yang bertakwa.”(al-baqarah:177)

Beberapa hadist juga membicarakan perkara seperti ini.

“Siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi


hajatnya.”(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)

3
Ibid hal 230-132

12
“Allah senantiasa menolong hamba selagi hamba itu menolong
saudaranya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

“Tolonglah saudara kamu bila ia zalim atau dizalimi.”Mereka bertanya,


“Ya Rasulullah, ini menolong orang yang dizalimi. Tetapi, bagaimana menolong
saudara yang zalim?” Rasulullah menjawab, “Cabut kekuasaannya.” (HR
Bukhari dan Muslim)

Islam adalah agama jama’i artinya banyak hal mesti dikerjakan secara
bersama. Tanpa kebersamaan sangat tipis kemungkinan diraihnya kesuksesan.
Dari ayat di atas dapat ditangkap pengertian bahwa kerja sama dalam
mewujudkan kesejahteraan merupakan fardhu kifayah atau kewajiban bersama.
Asuransi merupakan bagian dari usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama
membesarkan dana, guna saling membantu di antara umat islam bila terjadi suatu
peristiwa yang merugikan harta dan jiwa umat Islam. Sekaligus ia berfungsi
untuk mengumpulkan dana guna diinvestasikan pada berbagai sektor.

Secara pasti investasi akan memperkaya umat islam karena ia akan


memerlukan tenaga kerja dari yang formal sampai ke sektor informal, dari
pelerja profesional sampai kepada buruh kasar. Membangun kekuatan seperti itu
tentu perlu kerja sama yang erat diantara umat Islam. Rasulullah bersabda
“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya (dalam sebuah masyarakat) seperti
sebuah bangunan yang mana tiap-tiap bagian dari bangunan itu saling
menguatkan.” Kerja sama disini adalah saling menguntungkan atau sama-sama
menanggung risiko.

Dalam berbagai hal, Islam membuktikan pentingnya kerja sama antara


individu danm masyarakat. Seandainya seseorang berutang untuk hal baik,
kemudian ia tidak mampu membayarnya, maka menjadi umat Islamlah untuk
membayarnya secar bersama-sama bisa melalui konsep zakat, infak, sedekah, dll.

13
Abu Zahrah mejelaskan bahwa kerja sama umat islam itu telah dilaksanakan
dalam berbagai hal dan yang paling jelas dalam konsep zakat. Dimana orang
yang berutang mesti dibayarkan utangnya melalui dana zakat. Menurut dia, kerja
sama itu bukan hanya bersifat material tetapi juga menjangkau aspek moral.

Hal ini dapat diperhatikan dari maksud hadist riwayat Bukhari bahwa
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kamu membantu saudaramu apakah ia
dizalimi atau melakukan kezaliman.” Sahabat bertanya, “Yang dizalimi itu jelas
dibantu. Tetapi bagaimana kami membantu orang yang hendak melakukan
kezaliman?” Jawab Rasul, “Yaitu dengan mencegahnya melakukan kezaliman.”

Seandainya umat Islam dapat meyakini ketinggian nilainya konsep ini, maka
ia akan mendapatkan manfaat yang tinggi dari aplikasinya. Bahkan, Rasulullah
telah lebh dahulu memberikan harapan yang pasti bahwa orang yang membantu
saudaranya akan selalu dibantu oleh Allah sebagaimana bunyi hadist riwayat
Bukhari dan Muslim, “Siapa yang memenuhi keperluan saudaranya, maka Allah
akan memenuhi keperluannya”, dan, “Allah senantiasa menolong hamba selagi
hamba itu menolong saudaranya.”

Sebaliknya jika terjadi keengganan dari umat Islam untuk bekerja sama,
maka mereka akan menjadi lemah. Lemah dalam konsep Islam adalah sesuatu
yang mungkar, sesuatu yang disukai oleh Allah. Hadist menyebutkan “Orang
mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah”.
Kalau kelemahan itu diposisikan sebagai kemungkaran, tentu ia adalah sesuatu
yang dilarang. Umat islam dilarang bekerja sama atau bersepakat untuk
melakukan sesuatu yang mungkar atau hal-hal yang menyebabkan umat Islam
tercela sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surah al-Maidah ayat 2.4

5. Prinsip Saling Melindungi dari Berbagai Kesusahan

4
Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani, 2004.

14
Para peserta asuransi Isam setuju untuk saling melindungi dari kesusahan,
bencana, dan sebagainya. Kenapa saling melindungi? Karena keselamatan dan
keamanan merupakan keperluan azaz untuk semua orang perlu dilindungi. Allah
dalam surah Quraisy memberi janji keslamatan dari ancaman kelaparan dan
ketakutan. Lapar adalah gambaran keperluan jasmani dan takut adalah gambaran
keperluan rohani. Kedua-duanya tidak boleh diabaikan karena dampaknya
tehadap kehidupan sangat berbahaya. Allah berfirman :

“(Allah) yang telah menyediakan makanan untuk menghilangkan bahaya


kelaparan dan menyelamatkan/mengamankan mereka dari bahaya ketakutan.“
(Quraisy : 4)

“ Ketika Nabi Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikan negeri ini aman dan
selamat. “ (al-Baqarah: 126)

Dalam ayat lain Allah menyampaikan bahwa di antara sesama mukmin


harus saling tolong menolong, dalam artian saling melindungi sesama mereka.

“ Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita sebagian mereka menjadi


pelindung bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh berbuat kebaikan, dan
melarang daripada berbuat kejahatan. Mereka mendirikan shalat dan
membayar zakat serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Mahakuasa lagi Mahabijaksana. “ (at-
Taubah:71)

Di antara sabda Rasulullah yang mengandung maksud perlunya saling


melindungi ialah,

“Sesungguhnya seseorang yang beriman ialah siapa yang boleh memberi


keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga manusia.” (HR
Ibnu Majah)

15
“Demi jiwaku yang beada dalam kekuasaan Allah, siapa pun tidak masuk
surga kalau tidak memberi perlindungan tetengganya yang terhimpit.“ (HR
Ahmad)

“Tidaklah sah iman seseorang itu kalau ia tidur nyenyak dengan perut
kenyang sedangkat tetangganya meratap kelaparan.“ (HR al-Bazaar)

Dalam prinsip darat tadhamun islami menyatakan bahwa yang kuat


menjadi pelindung yang lemah, orang kaya melindungi orang miskin, pemerintah
menjadi pelindung terhadap kesejahteraan dan keamanan rakyatnya. Sistem
seperti inilah yang dikehendaki oleh ajaran Islam, Dengan demikian diharapkan
tidak akan ada keputusasaan dalam hidup bagi orang miskin, dan tidak akan
pernah ada pertentangan kelas dalam masyarakat.

Masalahnya apakah perusahaan asuransi mampu mengemban tugas yang


berat ini? Tentu saja tidak mungkin ia akan terlaksana secara sempurna. Namun,
dengan aturan yang jelas, sebagian prinsip diatas tentu akan dapat dijalankan
perusahaan. Di sinilah perlunya moral para praktisi asuransi. Tanpa moral yang
kuat, apa yang menjadi tujuan asuransi syariah akan sukar untuk dicapai.
Apalagi, kalau para praktisi ini tidak mengerti dengan prinsip yang diinginkan
oleh asuransi syariah.

Selain itu, dlam kontrak asuransi syariah, para puhak yang akan terlibat
kontrak harus tunduk kepada prinsip-prinsip yang mendasari kontrak asuransi
yang beraku secara umum. Prinsip asuransi tersebut harus dimengerti dan
dipahami oleh pihak yang terlibat dalam kontrak asuransi. Yaitu kepentingan
terasuransikan (insurance interest). Itkad baik (Utmost Good Faith), Ganti rugi
dan Cotribution (al- Musahamah).5

6. Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)

5
Ibid hal 234-236

16
Untuk dapat mengasuransikan barangnya, tertanggung harus mempunyai
suatu kepentingan dalam barang tersebut. Teori yabng pernah dikemukakan oleh
M.Th. Goudsmit dalam disertasinya pada tahun 1871 bahwa asuransi pun
mungkin tanpa kepentingan, tidak mempunyai penganut bagi.

Pasal 268 KUHD menyatakan bahwa asuransi dapat menebau segala


kepentngan yang dapat dinilai dengan uang, dapat duancam oleh suatu bahaya,
dan tidak dikecuaikan oleh undang-undang. Wakaupun undang-undang tidak
mengharuskan, jenis kepentingan yang diasuransikan hendaknya disebutkan
dengan tegas dalam polis. Kepentingan yang dapat diasuransikan tidak usah
berupa hak milik atas barang. Hak pakai pinjaman, atau sewa lainya berbeda-
beda. Dalam asuransi kredit, misalnya yang menjadi kepentingan yang dapat
diasuransikan kreditor ialah pembayaran kembali debitor risikonya terletak
dalam kemungkinan kebangkrutan (ataupun wanprestasi) debitor.

Dalam asuransi tanggung gugat, kepentingan yang diasuransikan ialah


kekayaan tertanggung. Risikonya ialah terkenanya kekayaan tersebut oleh
kewajiban membayar ganti rugi karena surat kejadian atau perbuatan yang
merugikan pihak ketiga, untuk mana ia bertanggung-gugat.

Jadi yang dimaksudkan kepentingan terasuransikan seperti rumah tinggal,


stok barang dagangan, atau lainnya harus mempunyai kepentingan atas objek
tersebut. Kepentingan tersebut harus diakui secara hukum. Jika kepentingan itu
tidak ada, maka harus dikategorikan sebagai kegiatan perjudian, smentara
perjudian diharamkan dalam syariat Islam. Hal tersebut seperti kita meminta
asuransi atas objek secara hukum milik rang lain. Kepentingan disini dapat
terjadi karena adanya beberapa hal :

a. Kepemikikan, misalnya kendaraan milik kita sendiri.

b. Kuasa dari orang lain, misalnya kendaraan yang sedang dalam


perbaikan di bengkel.

17
c. Karena undang-undang, misalnya pemilik gedung bertanggung jawab
atas kerugian yang dialami oleh pengunjung gedung.

Karena itu pengakuan terhadap hak milik dan tanggung jawab atas hak milik
seseorang yang dikuasakan kepada kita, diatur daln diakui dalam Islam.
Kepemilikan manusia atas harta adalah kepemilikan yang bersifat perwalian
(amanat). Islam mengakui hak-hak individu manusia atas kekayaan yang
dianugerahkan Allah kepada mereka, Manusia diperintahkan oleh Allah untuk
berusaha mendapatkan harta, memeliharanya, menyelamatkannya,
menggunakannya, memanfaatkanya, serta mempertanggung- jawabkannya di
hadapan pemilik mutlak-Nyam Allah. Allah berfirman :

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan


untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi serta
menyempurnakan untukmu nikmatnya lahir dan batin.“ (luqman: 20)

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nagkahkanlah


sebagian hartamu yag Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka,
orang-orang yabg beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari
hartanya memperoleh pahala yang besar.” (al-Haadid: 7)

Al-Qur’anu Karim menjelaskan bahwa posisi dan kedudukan harta yang


ada pada manusia adalah sebagai berikut.

1. Anugerah Allah yang harus disyukuri

2. Amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan

3. Fitnah (ujian) dari Allah yang harus diantisipasi

4. Zainatul hayat, hiasan hidup yang arus diwaspadai

5. Sebagai bekal ibadah

18
Karena itulah kita memiliki tanggung jawab untuk melindunginya. Kita
mempunyai kepentingan untuk sharing of risk dengan pihak lain agar harta tadi
dapat dipelihara.

Dengan demikian, kepentingan terasuransikan (insurable interest) secara


syar’I dapat dipertanggungjawabkan bahwa ia adalah salah satu prinsip asuransi
yang baik dan maslahah di mana pada saat yang sama ia juga tidak bertebtangan
denga kaidah-kaidah syara’.6

7. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)

Dalam kontrak asuransi, untuk pelaksanaan polis, pihak-pihak yang terlibat


harus memiliki niat baik. Oleh karena itu, tidak adanya pengungkapan fakta
penting, keterlibatan tindakan penipuan, kesalahpahaman, atau pernyataan salah
adalah semua elemen yang dapat membuat tidak berlakunya polis asuransi. Allah
berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan batil, kecali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan niat baik (suka sama suka) di antara kamu. Janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.“ (an-Nisaa: 29)

Kedua belah pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik pihak yang
mengajukan objek untuk dipertanggungkan (peserta) maupun perusahaan
asuransi (pengelola) harus menerapkan prinsip itikad yang baik yang
direpresentasikan dengan keterbukaan (disclosure) atas semua informasi
mengenai pertanggungan. Pihak tertanggung (peserta) harus memberikan semua
informasi yang material, baik diminta maupun tidak, informasi tersebut ialah
mengenai objek pertanggungan yang diterima degan kondisi tertentu. Halini
berbeda dengan prinsip jual-beli, di mana penjual hanya memberkan informasi
jika diminta oleh pembeli.

6
Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani, 2004.

19
Jika prinsip utmost good faith ini dilanggar oleh tertanggung (peserta)
yang dinyatakan dengan tidak terbuka tertanggung dalam memberikan informasi
material, maka dapat mengakitbatkan pertanggungan dianggap tidak ada sejak
permulaan (null and void). Pada pihak lain, penanggung harus memberikan
semua iformasi kepada peserta mengenai bentuk perjanjuan yang akan dibuat.
Bentuk perjanjian ini terutama mengenai isi polis, yang akan mempengaruhi
keputusan tertanggung apakah akan mengasuransikan objeknya atau tidak.

Karena itu hal yang sangat pentng bagi kedua belaj pihak dalam prinsip
utmost good faith ini adalah adanya informasi yang benar dari masin-masing
pihak. Artinya, informasi yang diberikan tidak mengandung unsur kebohongan,
penipuan, da kecurangan. Dalam transaksi muamalah, adanya salah satu pihak
yang mengingkati perjanjian dapat mengakibatkan batalnya kontrak tersebut.

Allah berfirman,

“hai orang-orang yang beruman, penuhilah perjanjian-perjanjian itu.”


(al-Maa’idah: 1)

Rasulullahb bersabda,

“Allah berfirman,” aku adalah pihak ketiga dari kedua belah pihak yang
berserikat selama salah seorang dari keduanya tidak menkhianati temannya.
Jika salah satu dari keduanya telah menkhianati temannya maka Aku keluar dari
keduanya. “” (HR Abu Daud)

“Tangan Allah menyertai kedua orang berserikat selama salah satu dari
keduanya tidak menghianati yang lain, Apabila salah satu dari keduabta telah
menghuanati temannya, maka Dia mengangkat kembali tangan-Nya dari
keduanya.” (HR ad-Duruquthni)

Inti dari transparansi atau keterbukaan adalah kejujuran.

20
1) Kejujuran perserta (shohibul mal) dalam memberikan semua informasi yag
diperlukan pengelola (mudharib), baik diminta maupun tidak. Informasi
tersebut ialah mengenai objek pertanggungan yang akan mempengaruho
kepurusan pengelola dalam memberikan pertanggungan.

2) kejujuran pengelola (mudharib) atau perusahaan asuransi dalam


memberikan informasi dan akses informasi kepada peserta baik
menyangkut perjanjian polis yang akan disepakati maupun untuk
mengetahui tentang hasil-hasil pengelolaan, serta klaim ketika hal itu
terjadi. Karena itu Nabi saw bersabda,

“Orang muslim itu adalah saudara bagi orang muslim lainnya. Tidak boleh
bagi muslim, apabila dia berdagang dengan saudaranya dan menemukan caat,
kecuali ia harus menerangkan cacat itu kepadanya.” (HR ath-Tabrani, Ibnu
Majah, dan Ahmad)

“Pedagang yang terpercaya, jujur dn muslm ditempatkan bersama para


syahid pada hari kiamat.”

Sedangkan, batalnya perjanjia sebagaimana dijelaskan dalam hadist


diatas, bisa disebabkan adanya salah satu pihak yang melakukan kebohongan,
penipuan, dan kecurangan, terhadap perjanjian yang telah disepakati. Karena
dalam AlQur’an dan hadis Nabi dijelaskan sebagai berikut.

“Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara


kamu dengan jalan yang batil.” (al-Bawarah: 185)

“Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah


dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (al-Israa: 35)

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu, orang-


orang yang apabila menerima takaran dai orang lain, mereka minta dipenuhi,

21
apabilamenakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (al-
Murhaffiifin: 1-6)

“Barangsiapa yang menipu, dia tidak termasuk golongan umat kami.”


(HR Jamaah, kecuali Bikhori dan Nasai)

Ibnu umar mengatakan bahwa seorang laki-laki mengatakan pad Nabi


Saw bahwa ia tertipu ketika jual beli. Nabi saw bersabda.

“Jika engkau berbisnis naka katakanlah, “tidak boleh menipu.”” (HR


Bukhari).7

8. Prinsip Ganti Rugi (Indemnity)


Fungsi asuransi merupakan pengalihan atau pembagian risisko yang
kemungkinan diderita atau dihadapi oleh peserta karena terjadi suatu peristiwa
yang tidak pasti. Sehingga besarnya ganti rugi harus seimbang dengan kerugian
yang ditanggung.

Prinsip Ganti Rugi (Indemnity) merupakan hal wajar dalam rangka untuk
memelihara hak dan tanggung jawab terhadap harta benda yang dititipkan Allah
kepada hamba-Nya. Karena Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik
sebenarnya seluruh harta kekayaan. Dia adalah pencipta alam semesta dan Dia
pula Yang Maha Memilikinya. Kalimat tauhid lama ilaaha illallaah (tidak ada
Tuhan selain Allah) mengandung arti "Tidak ada pemilik mutlak atas seluruh
ciptaan kecuali Allah.8

Oleh karena itu, sebagai tanggung jawab atas titipan Allah kepada manusia
maka ia menyediakan sarana untuk melindungi diri mereka sendiri, harta benda,
properti, dan keluarga agar tidak berakibat pada finansial mereka. Jika
mengalami musibah maka sudah memiliki sarana ganti rugi (indemnity).

7
Ibid hal 237-240
8
Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani, 2004.

22
Asuransi kerugian merupakan mekanisme ganti rugi jika terjadi musibah
yang jaminannya ada didalam polis, dan diatur dalam prinsip indemnity, yaitu
dimana penanggung akan memberikan ganti rugi untuk mengembalikan posisi
keuangan tertanggung. Tertanggung tidak mungkin mendapatkan posisi
keuangan yang lebih baik setelah menerima pergantian dari Perusahaan asuransi.
Yang mencakup asuransi dibawah harga (underinsurance) dan asuransi diatas
harga (overinsurance).

Underinsurance terjadi dimana tertanggung mengasuransikan objek asuransi


denagn dibawah harga pasar, sehingga penggantian tertanggung maksimal hanya
sebesar harga pasar. Sedangkan overinsurance terjadi karena tertanggung
mengasuransikan obyek asuransi lebih dari harga paasar sehingga penanggung
akan menghitung premi berdasarkan harga pertanggungan yang diberikan oleh
tertanggung.

Bentuk indemnity yaitu:9

a. Cash, jika terjadi klaim oleh peserta, maka penanggung mengganti kerugian
dalam bentuk uang tunai sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkan.

b. Repair, atau melakukan perbaikan terhadap objek tanggungan yang


menderita kerugian.

c. Replacement, jika ada kerugian pada objek tabggungan maka objek


tanggunban tersebut diganti dengan sama nilainya.

d. Reinstatement, yaitu pemulihan kembali harta benda yang dipertanggungkan


kepada kondisi sesaat sebelum kerugian.

9. Prinsip Penyebab Dominan (Proximate Cause)


Proximate cause adalah suatu sebab aktif efisien jika terjadi suatu peristiwa
yang berurutan tanpa intervensi dari kekuatan lain. Untuk ementukan proximate

9
Nurul Huda & Mohamad Haykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Cetakan 1,
Jakarta: Prenada Media Group, 2010. Hal 175-176

23
cause terhadap suatu peristiwa yaitu dengan memperhatikan peristiwa pertama
kemudian diprediksi berdasarkan logika mengenai peristiwa apa yang akan
terjadi berikutnya.10

Suatu peristiwa yang menimbulkan ganti rugi dari pihak tertanggung,


kerugian bisa dijamin atau tidak dikecualikan dengan polis. Prinsip penyebab
dominan mensyaratkan bahwa jika terjadi penyebab lain yang menimbulkan
sebab akibat terputtus dan sebab baru dominan terhadap terjadinya kerugian,
maka polis akan menganggap penyebab ini adalah penyebab terjadinya kerugian.

Contoh seperti perkelahian yang terjadi ditepi jalan. Dimana salah seorang
diantaranya dipukul jatuh kebadan jalan, secara bersamaan melintas sepeda
motor dan menabraknya. Akibatnya, orang tersebut terluka parah hingga
meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Rumah sakit. Dengan demikian,
dalam kasus ini penyebab dominan (proximate cause) kematian orang tersebut
adalah tertabrak kendaraan, bukan perkelahian.

Islam mengajarkan kepada kita agar memberikan hukuman kepada siapapun


yang bersalah sesuai dengan kadar kesalahan. Dalam hal ini, peristiwa yang
termasuk dalam kategori proximate cause penyebab dominan, maka tentu
hukuman atau yang bertanggung jawab atas akibat kerugian yang muncul adalah
yang paling dominan dalam menyebabkan terjadinya hal tersebut.11

10. Prinsip Subrogasi (Subrogation)


Prinsip ini dibuat sebagai akibat timbulnya kemungkinan terjadi kerugian
yang diderita oleh tertanggung akibat kesalahan atau kelalaian pihak ketiga.
Apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari penanggung, maka ia tidak
boleh menerima dari pihak ketiga yang bersalah.

Secara teori musibah terjadi karena 2 alasan yaitu:

10
Price Charles Heston Runtunuwu, Bank dan lembaga keuangan lain, Cetakan 1, Sumatra Barat: Tim
Mitra Cendekia Media, 2021, hal. 104.
11
Nurul Huda & Mohamad Haykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Cetakan 1,
Jakarta: Prenada Media Group, 2010. hal 176.

24
a. Karena kelalaian diri sendiri (tertanggung)

b. Karena kelalaian orang lain ( bukan tertanggung) sehingga tertanggung dapat


menuntut haknya pada pihak ketiga.

Prinsip subrogasi adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada


perusahaan asuransi untuk melakukan tuntutan kepada pihak ketiga jika
terjadinya kerugian, setelah klaim dibayar oleh pihak asuransi. Dengan adanya
subrogasi, maka akan mencegah pihak bersalah menjadi bebas. Barang siapa
yang bertanggung jawab atas musibah, maka akan terkena sanksi. Karena
penting untuk ketertiban masyarakat.

Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kUHD, yang berbunyi:

"Apabila seorang penaggung telah membayar ganti rugi kepada


tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung
dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
pada tertanggung."

Artinya, apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi kepada


nasabah maka sesuai prinsip subrogasi, Perusahaan asuransi dapat melakukan
tuntutan kepada pihak ketiga yang dianggap bersalah atas kerusakan harta benda
atau kerugian yang dialami tertanggung.12

11. Prinsip Kontribusi (Contribution/al-musahamah)


Prinsip kontribusi adalah sebuah bentuk kerjasama mutual dimana masing-
masing peserta memberikan kontribusi kepada perusahaan atau peserta yang
berhak menerima kompensasi atas kontribusinya berdasarkan besarnya premi
yang dibayarkan.

Dalam perjanjian Takaful, peserta dianggap sebagai debitur pertama dan


harus menyelesaikan kontribusi yang disepakati pengelola. Dalam transaksi,

12
Reza Ronaldo, Why ia Insurance so Important? Cara Mudah Mengenal Asuransi, Gorontalo: Ideas
Publishing, 2018. Hal 105.

25
peserta diwajibkan membayar kontribusi secara teratur berdasarkan syarat dan
ketentuan yang dinyatakan dalam sertifikat.

Polis Takaful merupakan perjanjian yang mengikat. Pertimbangan dari


peserta dan pengelola melalui pembayaran kontribusi dan penggantian rugi
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, penuhi kewajiban-kewajiban." (Al-


Mai'dah: 1)

Dalam polis asuransi syariah, apabila peserta tidak dapat membayar


kontribusi yang disepakati pada waktunya, peserta tidak boleh dikenakan denda.
Namun, peserta diberikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
kontribusi yang belum dibayar dan pemberlakuan polis berdasarkan syarat dan
ketentuan yang ada dalam sertifikat.

Apabila peserta dalam menyelesaikan utang kontribusi gagal dalam periode


tertentu, maka polis tidak bisa dilanjutkan. Karena itu adalah perjanjian
kerjasama mutual. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kerjasama maka
tidak adil bagi pihak lain untuk melanjutkan kerjasama unilateral. Oleh karena
itu, jika polis dihentikan karena kegagalan kontribusi peserta maka kontribusi
yang telah dibayar tidak boleh dikurangi. Sebaliknya jika kontribusi sudah
dibayarkan maka akan dikembalikan kepada peserta dengan pembagian
keuntungan yang telah dibuat setelah pengurangan biaya karena pengelolaan.

Berlakunya double insurance dalam prinsip kontribusi, yaitu jika tertanggung


menutup asuransi untuk benda yang sama dan risiko yang sama kepada lebih
penanggung dalam polis yang berlainan. Terjadinya Doble insurance maka
berlaku hal-hal berikut:

1. Beberapa polis diadakan persamaan risiko yang menimbulkan kerugian


2. Beberapa polis menutup kepentingan yang sama dari tertanggung yang
sama dan terhadap benda yang sama pula

26
3. Beberapa polis berlaku pada saat kerugian terjadi.13

Hak penanggung untuk mengajak penganggung lainnya secara bersama-


sama menanggung suatu risiko, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk memberikan ganti rugi.

13
Retno Wulansari, Pemaknaan Prinsip Kepentingan Dalam Hukum Asuransi Di Indonesia, Jurnal
Panorama Hukum Vol.2 No.1, Juni 2017, hal 110-111

27
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Usaha asuransi merupakan suatu prosedur yang memberikan
perlindungan di tertanggung jika terjadi risiko dimasa mendatang. Dalam dunia
asuransi, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman untuk seluruh
penyelenggara kegiatan perasuransian. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
Prinsip-prinsip asuransi:
a) Prinsip berserah diri dan ikhtiar
b) Prinsip tolong menolong (ta'wun)
c) Prinsip saling bertanggung jawab
d) Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu
e) Prinsip saling melindungi dan berbagi kesusahan
f) Prinsip kepentingan teransuransikan (insurable interest)
g) Prinsip itikad baik (utmost good Faith)
h) Prinsip ganti rugi (indemnity)
i) Prinsip penyebab dominan ( proximate cause)
j) Prinsip subrogasi (subrogation)
k) Prinsip kontribusi ( contribution/al-musahamah)
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Semoga materi yang
disampaikan dalam makalah ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan baik
bagi pembaca maupun penulis. Oleh karena itu, penulis meminta maaf dan
semoga kedepannya penulis makalah dikemudian hari bisa diperbaiki kembali.
Terimakasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta: Gema Insani.
Nurul Huda & Mohamad Haykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis
Dan Praktis, Cetakan 1. Jakarta: Prenada Media Group.
Price Charles Heston Runtunuwu. 2021. Bank dan lembaga keuangan lain. Cetakan 1.
Sumatra Barat: Tim Mitra Cendekia Media.
Retno Wulansari. 2017Pemaknaan Prinsip Kepentingan Dalam Hukum Asuransi Di
Indonesia. Jurnal Panorama Hukum Vol.2 No.1.
Ronaldo, Reza. 2018. Why ia Insurance so Important? Cara Mudah Mengenal Asuransi.
Gorontalo: Ideas Publishing.

29

Anda mungkin juga menyukai