Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERASURANSIAN DI INDONESIA

Anggota Kelompok :

Kevin Daniel Manalu 180200224

Jessyca Anastasya Sirait 180200227

Steven 180200228

Monika Aprilia Simanjuntak 180200230

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-
Nya penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisanan makalah
ini.

Makalah ini disusun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa
referensi buku dan media elektronik dengan harapan pembaca dapat mengetahui mengenai
Perasuransian di Indonesia.

Akhirnya, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini.

Medan, 13 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Permasalahan ................................................................................................................ 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.2 Pengaturan Asuransi Menurut UU NO 40 tahun 2014 ................................................................. 8
2.3 Polis Asuransi ............................................................................................................................. 11
2.4 Pihak-pihak dalam Asuransi ....................................................................................................... 15
BAB III ................................................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 18
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1
Risiko barangkali suatu kata yang tidak dikehendaki oleh setiap orang. Padahal sadar
atau tidak sadar dalam kehidupan manusia, pasti menghadapi risiko. Hanya saja, seberapa
besar risiko yang akan dihadapi oleh orang yang bersangkutan sangat tergantung dari
aktivitas yang dilakukan. Demikian juga dalam bidang bisnis, hampir dapat dipastikan
tidak ada bisnis yang bebas dari risiko, misalnya tempat usaha kebakaran, pengelola
usaha ataupun karyawan mendapatkan kecelakaan dan meninggal dunia.jika hal ini terjadi
tentu akan membawa dampak yang cukup besar apalagi bila yang mengalami musibah
tersebut adalah tulang punggung keluarga. Mencermati risiko dapat datang setiap saat,
maka risiko tersebut perlu dikelola dengan baik. Ketika risiko muncul, pihak yang terkena
musibah tidak perlu risau karena segala kerugian dapat ditanggung oleh pihak pengelola
risiko yang pada umumny adalah berbentuk badan usaha.
Hal yang perlu dijabarkan lebih lanjut disini adalah makna dari risiko itu sendiri.
Artinya, jenis risiko apa saja yang pengelolaannya dapat dialihkan ke perusahaan
asuransi. Jika dilihat dari sudut pandang hukum, risiko berarti kewajiban menanggung
atau memikul kerugian sebagai akibat suatu peristiwa diluar kesalahannya yang menimpa
barang atau orang. 2Dari rumusan ini terlihat bahwa risiko terkait dengan suatu peristiwa
yang tidak diharapkan oleh seseorang. Dalam rumusan lain disebutkan pula secara
operasional risiko diartikan sebagai kerugian yang tidak pasti. 3Dan dari rumusan diatas
dapat diketahui bahwa risiko berarti adanya kewajiban untuk memikul beban kerugian
karena ada suatu peristiwa yang tidak pasti.

1
Dr.Sentosa Sembiring. Asuransi Jaminan Sosial. Bandung: Nuansa Aulia,2006.hlm.11.
2
R.Subekti. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnyaparamita,1973.hlm.88
3
Agus Prawoto. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Jogyakarta: BPFE,1994.hlm.12
1.2 Rumusan Permasalahan
1. Apa prinsip-prinsip umum asuransi menurut KUHD ?
2. Bagaimana pengaturan asuransi menurut UU NO 40 tahun 2014 ?
3. Apa yang dimaksud dengan polis asuransi ?
4. Siapa pihak-pihak dalam asuransi ?
5. Apa objek kepentingan yang dapat diasuransikan ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 4Prinsip-prinsip Umum Asuransi Menurut KUHD

Perjanjian asuransi merupakan salah satu perjanjian Khusus (Nominnat) yang diatur dalam
KUH Dagang. Dalam perjanjian asuransi harus diterapkan dari prinsip perjanjian pada
umumnya, yaitu :

1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insureable Interest)

2. Prinsip Iktikad baik (utmost Goodfaith)

3. Prinsip keseimbangan (Idemniteit Principle)

4. Prinsip subrogasi (Subrogation principle)

5. Prinsip sebab akibat (Causaliteit principle)

6. Prinsip Kontribusi (Contribution Principle)

7. Prinsip kausa proksimal (cause principle)

8. Prinsip follow of fortune dalam reasuransi.

1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest)

Prinsip ini dijabarkan dalam Pasal 250 KUH Dagang yang menentukan bahwa:

“apabila seorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri sendiri, atau
apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya
pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu,
maka penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.”

Artinya apabila terjadi musibah atas objek yang diasuransikan dan terbukti bahwa,
tertanggung tidak memiliki kepentingan keuangan atas objek tersebut, maka tertanggung
tidak berhak menerima ganti rugi.

2. Prinsip Iktikad baik (utmost goodfaith)

4
Tuti Rastuti. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi.Jogyakarta: Pustaka Yustia.2011.hlm.48-57.
Dalam Perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung akan
memberikan segala keterangannya dengan benar. Saling percaya ini dasarnya adalah iktikad
baik.

Prinsip iktikad baik harus dilakukan dalam setiap perjanjian (Pasal 1338 Ayat 3 KUH
Perdata). Dalam perjanjian asuransi banyak pasal-pasal yang dapat disimpulkan mengandung
unsur iktikad baik, antara lain Pasal 251,252,276, dan 277 KUH Dagang, serta yang paling
popular adalah pasal 251 KUH Dagang yang dikenal dengan kewajiban memberikan
keterangan.

3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)

Memberikan ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan besarnya kerugian yang
dialaminya, sesaat sebelum terjadinya kerugian.

Dalam pasal 246 KUH Dagang asuransi atau pertanggugan adalah :

“Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada


seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, ataua kehilangan keuntunan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritnaya karena suatu peristiwa tak tertentu.”

Disimpulkan dari pasal 246 KUH Dagang ini bahwa Asuransi adalah Perjanjian penggantian
kerugian . ganti rugi mengndung arti bahwa penggantian kerugian dari penanggung harus
seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung.

4. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Prinsip Subrogasi diatur dalam pasal 284 KUH Dagang yang meyatakan :

“ Seorang penganggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang


dipertanggungkan, menggantikan sitertanggung dalam segala hak yang diperolehnya
terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si
tertanggung itu dapat bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat
merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”

Apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka
penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan menggantikan
kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntuta kepada pihak ketiga tersebut.

5. Prinsip sebab akibat (Causaliteit principle/ Causa proxima principle)


Prinsip ini terkandung dalam KUH Dagang pasal 276 dan 249. Dengan demikian berdasarkan
sebab itulah timbul kerugian yang menjadi tanggungan penanggung. Akan tetapi tidak semua
sebab dapat menjadi tanggungan penanggung, kecuali kalau polis dengan klausul All risk .

6. Prinsip Kontribusi ( Contribution Principle).

Prinsip ini didasarkan pada Pasal 287 KUH Dagang, yang mana mengatur perihal apabila
terjadi double insurance , nah dengan begitu tertanggung dapat saja mengasuransikan harta
benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila kerugian atas objek yang
diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti
bahwa apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung,
maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu
pertanggunga untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding
dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.

7. Prinsip Mengikuti keberuntungan penanggung pertama (Follow the fortune of the ceding
company)

Prinsip ini tidak boleh diartikan secara luas dan tanpa batas tanggung jawab penanggung
ulang. Dalam hal reasuransi hanyalah terbatas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh
penanggung pertama sesuai dengan jumlah kerugian sebenarnya sekalipun berdasarkan teori
maupun praktik penanggung ulang dapat diminta persetujuannya untuk menyetujui
penyelesaian klaim atas dasar kompromi (ex-gratia). Penanggung pertama harus mempunyai
argumentasi dan pertimbangan komersil bahwa, kebijaksanaan itu berlandaskan pada
perhitungan untung rugi demi kepentingan bersama.

2.2 Pengaturan Asuransi Menurut UU NO 40 tahun 2014


Perkembangan hukum perasuransian di Indonesia :

a. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dijelaskan “Asuransi atau
Pertanggungan” adalah suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati suatu
premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian
karena kehilangan keuntungan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang
akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti
Asuransi Kerugian Umum
- Asuransi Pengangkutan
- Asuransi Kebakaran
- Asuransi Kredit
- Asuransi Kendaraan Bermotor

Asuransi Sejumlah Uang (Asuransi Jiwa)

- Asuransi Hari Tua


- Asuransi Beasiswa
- Asuransi Dwiguna
- Asuransi Sosial (Diselenggarakan oleh Pemerintah)
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Korban Lalu Lintas
- Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri
- Asuransi Sosial Tenaga Kerja
5
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UUUP)
dijelaskan “Asuransi atau Pertanggungan” adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
6
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk :
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Pengaturan asuransi yang lebih khusus lagi saat ini terdapat dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang disahkan pada

5
Undang-undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
6
Undang-undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
tanggal 17 Oktober 2014 sebagai pengganti undang-undang yang sebelumnya
yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Undang-
Undang No. 40 Tahun 2014 ini memiliki 92 pasal yang terbagi dalam 18 bab.
Undang-undang ini lebih menitikberatkan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan
publik administratif.

Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus


sesuai dengan aturan hukum perasuransian yang berlaku. Dari segi publik
administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan.
Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut dapat diancam dengan sanksi
pidana dan administratif.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 ini memberikan pengaturan yang


sedikit berbeda dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan pengaturan yang ada
di dalam KUHD maupun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992. Hal tersebut
ditandai dengan penambahan pasal yang semula terdiri dari 28 (dua puluh
delapan) pasal menjadi 92 (sembilan puluh dua) pasal. Ruang lingkup usaha
perasuransian dalam undang-undang ini juga ditambah dengan pengaturan
mengenai Asuransi Syariah.

Pengaturan asuransi selain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Dagang dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga
diatur dalam perundang-undangan lainnya seperti :

1. Asuransi Wajib Kecelakaan Penumpang yang diatur dalam Undang-


Undang No. 33 Tahun 1964.

2. Asuransi atas Kecelakaan Lalu Lintas yang diatur dalam Undang-


Undang No. 34 Tahun 1964.

3. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana


Undang-Undang No. 33 Tahun 1964.

4. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana


Undang-Undang No. 34 Tahun 1964.

5. Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial


Pegawai Negeri Sipil.

6. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Angkatan


Bersenjata RI (ASABRI).
7. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Astek).

8. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Pemeliharaan


Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis
Kemerdekaan, beserta keluarganya.

2.3 Polis Asuransi


Menurut Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta
yang disebut polis yang memuat kesepakatan,syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang
menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung)
dalam mencapai tujuan asuransi7

Polis merupakan tanda bukti adanya perjanjian asuransi,tetapi bukan merupakan unsur dari
perjanjian asuransi.Dengan tidak adanya polis,perjanjian asuransi tidak menjadi batal,kecuali
beberapa jenis,misalnya pertanggungan atas kapal ddan barang dalam proses pengangkutan
sebagaimana disebutkan di Pasal 603 dan Pasal 606 KUHD1

Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan
akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian
antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis8.

Polis Asuransi harus memuat ketentuan paling sedikit mengenai:

a. saat berlakunya pertanggungan;

b. uraian manfaat yang diperjanjikan;

c. cara pembayaran Premi atau Kontribusi;

d. tenggang waktu (grace period) pembayaran Premi atau Kontribusi;

e. kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran
Premi atau Kontribusi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah;

7
Danang Suryanto dan Wika Harisa Putri.2016.Hukum Bisnis.Pustaka Yustisia.Yogyakarta
8
POJK Nomor 23/POJK.05/2015
f. waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran Premi atau Kontribusi;

g. kebijakan Perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran Premi atau Kontribusi


dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;

h. Periode pada saat Perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi
(incontestable period) pada Produk Asuransi jangka panjang;

i. Tabel nilai tunai, bagi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa
yang mengandung nilai tunai;

j. Perhitungan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis, bagi Produk Asuransi yang
dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa yang menjanjikan dividen Polis Asuransi atau
yang sejenis;

k. Klausula penghentian pertanggungan, baik dari Perusahaan maupun dari pemegang polis,
tertanggung, atau peserta, termasuk syarat dan penyebabnya;

l. Syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang relevan dan
diperlukan dalam pengajuan klaim;

m. Tata cara penyelesaian dan pembayaran klaim;

n. Klausula penyelesaian perselisihan yang antara lain memuat mekanisme penyelesaian di


dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dan pemilihan tempat kedudukan penyelesaian
perselisihan; dan

o. Bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat, untuk Polis
Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih.9

9
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a28fdd271939/dasar-hukum-penerbitan-polis-
asuransi-dalam-bentuk-elektronik-e-polis/
Setiap terbitnya polis asuransi sudah pasti akan ada produk yang akan diasuransikan

Produk yang akan diasuransikan biasanya disebut “Produk Asuransi”

Produk Asuransi adalah:


a. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang
dapat diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan
penggantian kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis, tertanggung, atau peserta,
atau pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak yang
lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya;
b. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang
terkait dengan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa;
c. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang
terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan
seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau
d. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko dengan
memberikan penggantian atau pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau
peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi kecelakaan.10

Produk Asuransi harus memiliki:


a. Premi atau Kontribusi yang sesuai dengan manfaat yang dijanjikan, yang ditetapkan pada
tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif; dan
b. Polis Asuransi yang tidak mengandung kata, frasa, atau kalimat yang dapat: 1.
menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup, kewajiban
Perusahaan, dan kewajiban pemegang polis, tertanggung, atau peserta; dan/atau 2.
mempersulit pemegang polis, tertanggung, atau peserta mengurus haknya.11

Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi dan disetujui oleh
pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi atau sejumlah uang yang

10
Pasal 1 angka 1 Peraturan OJK 23/2015
11
Pasal 3 Peraturan OJK 23/2015
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program
asuransi wajib untuk memperoleh manfaat.12

Perhitungan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam harus didasarkan pada
asumsi
yang wajar dan praktik asuransi yang berlaku umum.13

Penetapan Premi atau Kontribusi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi
Umum harus dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit sebagai berikut:

1. Premi atau Kontribusi murni yang dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss
profile) jenis asuransi yang bersangkutan untuk paling kurang 5 (lima) tahun terakhir;
dan
2. biaya akuisisi, biaya administrasi, dan biaya umum lainnya.14

2.4 Pihak-pihak dalam Asuransi


Pihak pihak yang dimaksud adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, yaitu:
Tertanggung Yaitu pihak yang mengalihkan resiko. Tertanggung wajib membayar premi dan
berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas objek yang diasuransikan. Pihak
tertanggung biasanya adalah orang-perorangan.

Penanggung Yaitu pihak yang menerima pengalihan risiko. Penanggung mempunyai


kewajiban untuk memikul risiko yang dialihkann kepadanya dan berhak memperoleh
pembayaran premi dari tertanggung.

15
Dalam pasal 268 KUHD,Dikatan hal-hal yang bisa dianggap objek asuransi;

1. Dapat dinilai dengan jumlah uang ( op geld waardeerbaar)

2. Dapat takluk ppada macam-macam bahaya(aan gevaar on derhevig)

3. Tidak dikecualikan oleh undang-undang

Oleh sebab itu Objek suatu perjanjian pada umumnya,yaitu suatu kekeyaan Harta benda.

12
Pasal 1 Angka 7 Peraturan OJK 23/2015
13
Pasal 26 Angka 1 Peraturan OJK 23/2015
14
Pasal 26 Angka 2 Peraturan OJK 23/2015
15
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
2.5 Objek Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan

Yang menjadi objek Asuransi menurut Pasal 268 KUHD :

Kepentingan

- kepentingan dalam arti yang dapat diintai dengan uang

-Semua kepentingan itu terancam dari bahaya yang mungkin belum terjadi

Ex :Barang terancam pencurian

-Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh UU

Menurut Pasal 250 KUHD

Kalau orang tidak punya kepentingan pada saat dibuatnya perjanjian pertanggungan
maka orang yang menanggung tidak wajib membayar ganti rugi

Ex : Seseorang mempertanggungkan mobil orang lain maka seseorang tersebut tidak


punya Kepentingan

Maka, jika tidak ada kepentingan tidak ada kewajiban ganti rugi.

16
Objek Asuransi terbagi 2 ;

1.Benda Pertanggungan

Kalau yang mempertanggungkan benda itu pemilik benda itu

2.Pokok pertanggungan

Kalau yang mempertanggungkan itu bukanlah pemilik dari benda itu tapi dia bisa
mempertanggungkan karena dia punya kepentingan.

Kalau kepentingan tidak ada maka akibatnya tidak ada ganti ruginya.

Lalu akan timbul pertanyaan, kapankah kepentingan itu dibuat ?

Menurut Pasal 250 KUHD :

16
Sri Redjeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perubahan Asuransi.Jakarta: Sinar Grafika. 2001.hlm 56.
1. Maka kepentingan ada saat perjanjian ada / diadakan

artinya tidak ada kepentingan tidak ada perjanjian

2. Atau pada saat terjadinya peristiwa tersebut artinya boleh saat terjadinya perjanjian
tidak ada kepentingan (dalam praktek).

Objek perjanjian itu adalah “BENDA”

Sebaliknya ada juga perjanjian dimana objek nya adalah bukan benda adalah perjanjian
“PERBURUHAN”

1. Objek dalam suatu perjanjian adlah suatu hal yang diperlukan oleh subjek
2. Objek untuk subjek bertujuan membentuk suatu perjanjian
3. Pihak yang berkewajiban (debitur) ,terhadap mana pihak yang berhak (kreditur)
,mempunyai hak yaitu objek dalam hukum perjanjian.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Didalam perkembangan Asuransi di Indonesia masih banyak masyarakat awam yang kurang
mengetahui atau bahkan tidak tahu-menahu perihal apa itu asuransi. Padahal dalam asuransi
dapat kita lihat bahwa terjadi ekonomi dan perbuatan hukum. Jasa yang diberikan oleh
perusahaan asuransi berupa Proteksi akibat berbagai resiko yang mungkin dan akan terjadi.
Dengan mempelajari Asuransi sesuai dengan KUH Dagang, serta UU No.40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian kita dapat menjadi pelaku hukum yang baik serta memahami
pengaturan-pengaturan yang ada didalammnya

3.2 Saran
Kami tim penulis berharap supaya dengan terjadinya kemajuan diindustri perasuransian maka
semakin terjadi pula pembaharuan hukum Indonesia yang mengaturnya, supaya masyarakat
Indonesia semakin teredukasi perihal perasuransian dan hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Prawoto, Agus. 1994. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Jogyakarta:
BPFE

Suryanto, Danang. 2016 . Hukum Bisnis. Jogyakarta: Pustaka Yustisia

Sembiring, Sentosa.2006. Asuransi Jaminan Sosial. Bandung: Nuansa Aulia


R.Subekti. 1973. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnyaparamita
Hartono, Sri Redjeki. 20001. Hukum Asuransi dan Perubahan Asurans. Jakarta: Sinar
Grafika.
Rastuti, Tuti. 2011. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi.Jogjakarta:Pustaka Yustia

Internet
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a28fdd271939/dasar-hukum-
penerbitan-polis-asuransi-dalam-bentuk-elektronik-e-polis/

Perundang-undangan

Kitab Undang Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

POJK Nomor 23/POJK.05/2015

Anda mungkin juga menyukai