Anda di halaman 1dari 24

“ASURANSI”

Dosen Pengampu : Supriyanto, SE. MM

Disusun oleh :

Kelompok 12

1. Hanny Novida
Pangestuti
201810325268
2. Fathul Akbar 201910325368

6B-1 Manajemen

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

2022

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuransi”
guna memenuhi tugas mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada Bapak Supriyanto, SE. MM selaku dosen pengampu dan semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Demikian penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Bekasi, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………. i

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………. ii

BAB II Pembahasan

1.
2.
2.1. Pengertian Asuransi ……………………………………….……………………. 3
2.2. Manfaat Asuransi ………….…………………………………………………….. 4
2.3. Risiko dan Ketidakpastian …...…………….……………………………….... 5
2.4. Prinsip-prinsip Asuransi …………………..………………………………….. 7
2.5. Polis Asuransi ……………………………………………………………….…….. 9
2.6. Premi Asuransi …………………………………………………..………..……… 9
2.7. Penggolongan Asuransi ………………………………………………………... 9
2.8. Pengaturan Perasuransian di Indonesia …………………………………. 13
2.9. Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi ……………………………… 13
2.10. Asuransi Kredit …………………………………………………………….……… 13
2.11. Pengertian Asuransi Syariah …………………………………………………. 14
2.12. Dasar Hukum terkait Asuransi Syariah ………………………………….. 15
2.13. Prinsip Asuransi Syariah ………………………………………………………. 15
2.14. Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah ……. 16

BAB III Penutup

1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………. 21
3.2. Saran ………………………………………………………………………………….. 21

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………… 22

i
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi
Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari
risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Berikut adalah
beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :
1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung
mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
2. Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Menurut Paham Ekonomi
Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun
dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping
bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi

i
bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial
loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).

B. Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
1. Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko
atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar
terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau
ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan
dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan
memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi
tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat
kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertangguangan,
semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan.
Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga
bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada
penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai
pertanggungan.
6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha

i
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa
diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-
lain).

C. Risiko dan Ketidakpastian


Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang
menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian
dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis
risiko:
1. Risiko murni
Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila
tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2. Risiko spekulatif
Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan
untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.
3. Risiko individu
Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu
ini masih dipilah menjadi 3 jenis :
a. Risiko pribadi (personal risk)
Adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat
ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya
sendiri atau orang yang ia asuransikan.
b. Risiko harta (property risk)
Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau
dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan
kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.
c. Risiko tanggung gugat (liability risk)

i
Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian
atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada
para pekerjanya.
4. Peril
Adalah suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian ataupun kerusakan (penyebab
langsung terjadinya kerugian).

5. Hazard
Adalah suatu keadaan atau kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya
peril. Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
1) Physical Hazard, suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari
obyek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian.
2) Moral Hazard, suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan sikap
mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya peril.
3) Morale Hazard, suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh jaminan dan
menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril.
4) Legal Hazard, suatu kondisi pengabaian atas peraturan atau perundang-undangan
yang bertujuan melindungi masyarakat sehinga memperbesar ter-jadinya peril.

Karakteristik Risiko yang dapat diasuransikan (Insurable Risk)


1. Akibat dari risiko tersebut harus dapat dinilai atau diukur dengan uang, yang berarti
bahwa risiko tersebut harus bersifat Finansial (Implisit).
2. Risiko yang homogen (sama) harus terdapat dalam jumlah banyak (The law of the large
number).
3. Risiko tersebut harus terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja.
4. Apabila risiko tersebut terjadi tertanggung akan menderita kerugian, dalam arti bahwa
tertanggung harus memiliki Insurable Interest atas obyek yang dipertanggungkan.
5. Risiko tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum atau hukum yang berlaku.
6. Pembebanan premi harus sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi.

i
Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan
perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara
yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Menghindari risiko (risk avoidance)
Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul
sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin
timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.
2. Mengurangi risiko (risk reduction)
Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
3. Menahan risiko (risk retention)
Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut
dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan
kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.
4. Membagi risiko (risk sharing)
Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko.
5. Mentransfer risiko (risk transferring)
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu
memikul beban risiko.

D. Prinsip Asuransi
1. Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan)
Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu
risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung
dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi
kriteria insurable interest:
a. Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan
terjadinya.
b. Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta
yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.

i
c. Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu
kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan
kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
d. Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan
dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau
sejenis.
2. Utmost Good Faith (itikad baik)
Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar
pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban
dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.
3. Indemnity
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang
menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat mengganti
nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan
dengan ganti rugi finansial.
4. Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara
berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan
aktif dari suatu sumber baru dan independent.
5. Subrogation
Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada
tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya
mengalami suatu peristiwa kerugian.
6. Contribution
Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki
kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang
tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.
7. Law of Large Number
Sebagai alat untuk menyebar risiko, hanya dapat bekerja apabila perusahaan asuransi jiwa
mampu menanggung risiko yang sama dalam jumlah besar. Law of large number
menyatakan apabila jumlah eksposure kerugian meningkat, maka prediksi kerugian akan

i
semakin mendekati jumlah kerugian yang nyata (actual loss). Penggunaan law of large
number memungkinkan jumlah kerugian untuk diprediksi secara lebih baik.

E. Polis Asuransi
Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara edua belah
pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nomor polis
2. Nama dan alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah pertanggungan
5. Jangka waktu pertanggungan
6. Besar premi, bea materai, dan lain-lain
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8. Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi,
nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.

F. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang
berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung
pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah nilai
pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang
sudah dituangkan dalam polis asuransi.

G. Penggolongan Asuransi
1. Menurut Sifat Pelaksanaannya

i
a. Asuransi sukarela
Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata-mata
dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas
sesuatu yang dipertanggungkan.
b. Asuransi wajib
Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang
pelakasanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh pemerintah.
2. Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha perasuransian
dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Usaha Asuransi
1) Asuransi kerugian
Yaitu usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari
peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:
a) Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
b) Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau
perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat
terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
c) Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan
kedala kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi
kecelakaan diri, dan lain sebagainya.
2) Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:
a) Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
b) Santunan bagi tertanggung yang meninggal
c) Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang
kunci

i
d) Penghimpunan dana untuk persiapan pension
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
a) Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance)
Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan
premi yang dibayar secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan
tahunan).

b) Asuransi jiwa kelompok (group life insurance)


Asuransi jiwa ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu
kelompok orang di bawah satu polis induk di mana masing-masing anggota
kelompok menerima sertifikat partisipasi.
c) Asuransi jiwa industrial (industrial life insurance)
Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya
dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang
disebut debit agent.
3) Reasuransi (reinsurance)
Adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau
asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu system penyebaran risiko dimana
penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya
kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua
mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang
dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah
proses untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak
tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :
a) Meningkatkan kapasitas akseptasi.
b) Alat penyebaran risiko.
c) Meningkatkan stabilitas usaha.
d) Meningkatkan kepercayaan.

Mekanisme untuk reasuransi antara lain:

i
a) Treaty dan facultative reinsurance
Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang
diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah
yang ditawarkan.
b) Reasuransi proporsional
Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara
proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah
jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
c) Reasuransi nonproporsional
Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak membayar
klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam
mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian
antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur mengikatkan diri
untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
b. Usaha Penunjang
1) Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan
asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk
kepentingan tertanggung.
2) Pialang reasuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penetapan reasuransi dan penanganan ganti rugi reasuransi dewan bertindak untuk
kepentingan perusahaan asuransi.
3) Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

3. Menurut The Chartered Insurance Institute London


a. Asuransi kerugian (property insurance)

i
Merupakan pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki
risiko. Jenisnya ada :
1) Asuransi kebakaran (fire insurance)
2) Asuransi pengangkutan (marine insurance)
3) Asuransi penerbangan (flight insurance)
4) Asuransi kecelakaan (accident insurance)
b. Asuransi tanggung gugat (liability insurance)
Adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari
gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.
c. Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa terdiri atas :
1) Asuransi kecelakaan
2) Asuransi jiwa
3) Anuitas
4) Asuransi industri
d. Asuransi kerugian (general insurance)
e. Reasuransi (reinsurance)

H. Pengaturan Perasuransian di Indonesia


Berikut merupakan peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan
pembinaan dan pengawasan atas usaha perasuransian di Indonesia saat ini :
1. UU no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
2. PP no.73 tahun 1002 tentang usaha perasuransian
3. Keputusan menteri keuangan, antara lain:
a. Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi
b. No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
c. No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asurasni dan Reasuransi

i
d. No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi

I. Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi


Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP
Nomor 73 Tahun 1992 dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1. Persetujuan Prinsip
Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu
perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan
prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun.
2. Izin usaha
Adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah perisiapan pendirian selesai,
dimana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.

J. Asuransi Kredit
Asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang
perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak
bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
pemilik barang dan bank sebagai pemberi kredit.
Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk
melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit, pemberi
kredit menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam asuransi kredit, yang menjadi pihak
tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau lembaga keuangan) dan yang ditanggung
oleh penanggung adalah risiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para
nasabahnya (yang umumnya terdiri atas para pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :
1. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya.
2. Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan
maupun kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat membantu para
nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan

i
asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit
Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung
adalah bank-bank pemerintah, bank-bank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas
kredit yang ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga
bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit.
Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi kredit.

K. Pengertian Asuransi Syariah


Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk
aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta
mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/
peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan
asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada
perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong
atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong
menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam
dosa dan permusuhan"

L. Dasar Hukum Islam terkait Asuransi Syariah


Adapun beberapa surat yang mengatur, sebagai berikut:

i
1. Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem
proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
2. Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara
kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu
kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain
dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
3. Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa
depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa
yang engkau kerjakan”.

M. Prinsip Asuransi Syariah


Ada beberapa prisip-prinsip asuransi syariah:
1. Dibangun atas dasar kerjasama (taawun).
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya
ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus
disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya
ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang
jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

M.Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah


Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan
risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung sehingga terjadi pula transfer of
fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekuensi
maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah
sebagai berikut:

i
1. Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus
jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis
tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang
menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut
menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan
dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong
(takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual
beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli,
harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang
diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual,
pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat
dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta
asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang
tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai
dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas
tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun
apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi.
Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan
(gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk
saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu
Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan
dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali
dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya,
seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya
kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita
mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita
wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP
dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang

i
bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak.
I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta
kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-Baqarah ayat 282).
2. Gharar (Ketidakjelasan) 
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara
kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali
seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi
sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan
usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan
kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak
menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah
pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai
gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat
secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik
peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim
menjadi milik perusahaan.  

3. Tabarru dan Tabungan


Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan
atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru
bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu
sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat

i
musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada
yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang
sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.
Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat
dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan
Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi
hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu
Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang
dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur
dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara
investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada
unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad
awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan
dikembalikan kepada peserta secara penuh.
4. Maisir (Judi) 
Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman
sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapatkan keberuntungan."
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama
dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi
konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila
pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya
dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan
asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena
keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan
yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis
mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan

i
asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan
perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang
dibayarkannya.
5. Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat
perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan.
Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib
dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas
yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan
Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan
pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan
sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk
Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat
berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan
keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba,
penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
6. Dana Hangus 
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena
suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period.
Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang
premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi
hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa
kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi
milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang
tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk

i
melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus.
Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling
menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru
masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya
dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai
dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika
selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan
membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai
kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun
masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat
tergantung dari hasil investasinya.
7. Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah
pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya
mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat
tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota
untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi
pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala
(premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat
dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola
(asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk
keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-
menolong seperti yang diajarkan Islam.
8. Dewan Pengawas Syariah 
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari
segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur
organisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.

i
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut UU no. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara
lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya dan
manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit,
sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat penyebaran risiko, serta dapat
membantu meningkatkan kegiatan usaha.

i
B. Saran
Asuransi sebagai jasa yang cukup vital dimasa yang akan datang bagi individu maupun
kolektif diharapkan dapat berperan maksimal bagi masyarakat, sehingga akan membantu
kemungkinan adanya kerugian akibat musibah yang terjadi. Demi terwujudnya hal tersebut
perusahaan asuransi juga diharapkan dapat berperilaku jujur, bersih, dan transparan kepada
pihak klien/nasabah/tertanggung. Selain itu tanggung jawab dan komitmen yang tinggi dan
pihak penanggung jaminan sangat diperlukan. Sayangnya masih banyak perusahaan asuransi
yang tidak bersikap arif di Indonesia. Oleha karenanya, diperlukannya pengawasan baik dari
pemerintah maupun msyarakat agar pelayanan jasa asuransi dapat berjalan dnegan baik
sehingga mampu mengurangi masalah perekonomian di indonesia. Sebaiknya masyarakat
mengikuti program asuransi, karena program ini memiliki banyak manfaat bagi pihak
tertanggung, seperti yang telah kami uraikan dalam materi makalah ini. Bagi masyarakat
muslim, asuransi syariah dapat dijadikan alternatif pilihan proteksi yang menawarkan
program asuransi sesuai syariat Islam.

Anda mungkin juga menyukai