Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASURANSI SYARIAH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah:

“MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH BUKAN BANK ”

Dosen Pengampu:

Muhammad Afiyanto, M.E.

Disusun Oleh:

1. Iis Aisyah (402220081)


2. Imelda Sri Agustin (402220084)
3. Iqbaal Satria W.W. (402220089)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Fiqh Muamalah dengan
pokok bahasan mengenai “Asuransi syari’ah” ini dengan baik. Dan juga kami berterima
kasih kepada bapak Muhammad afiyanto, M.E. selaku dosen mata kuliah Manajemen
lembaga keuangan syari’ah bukan bank IAIN Ponorogo yang telah memberikan tugas ini
kepada kami dan membimbing kami sampai saat ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi semuanya dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan bagi kami maupun bagi para pembaca. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dari segi
kata, pengerjaan maupun materi dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Ponorogo, 19 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 1
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Asuransi Syari’ah .............................................................................. 3
B. Fatwa DSN MUI Landasan Asuransi Syari’ah ---------------------------------------- 4
C. Perbedaan Asuransi Syari’ah Dan Asuransi Konvensional -------------------------- 5
D. Akad Dalam Oprasional Asuransi Syari’ah ------------------------------------------- 7
E. Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah -------------------------------------------- 9
BAB III PENUTUP ------------------------------------------------------------------------ 12
A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------------ 12
B. Saran --------------------------------------------------------------------------------------- 12
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------- 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
pada zaman sekarang muslim di indonesia semakin bersemangat untuk menjalankan
kehidupan mereka dengan menyertakan syari’at - syari’at islam sesuai dengan tuntutan
al-Quran dan al-Sunnah. Oleh karena itu, yang sangat dibutuhkan umat Islam saat ini
adalah sistem ekonomi yang dapat memuaskan hasratnya dalam melakukan aktivitas
ekonomi dan menghindari unsur-unsur yang dilarang oleh Islam
Mengenai asuransi, telah ditetapkan sistem asuransi syariah karena hampir semua
transaksi di bank syariah memerlukan perlindungan asuransi. Selain itu, kebutuhan
akan layanan perlindungan dalam masyarakat Islam semakin meningkat di zaman
modern. Konsep asuransi yang sesuai dengan hukum Islam telah banyak diteliti berkali-
kali oleh para ekonom dan cendekiawan yang akrab dengan isu-isu asuransi. Alhasil,
lahirlah konsep asuransi Takaful sebagai asuransi syariah, dan didirikanlah beberapa
perusahaan asuransi Takaful di masing-masing negara.
Sistem asuransi syariah ini memadukan upaya mencari manfaat halal melalui sistem
al-Mudharabah dengan maksud memberikan zakat melalui iuran (wakaf) melalui
sistem Tabarū untuk menunjang pemegang polis yang menderita meninggal dunia atau
kehilangan nyawa.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian asuransi syari’ah ?
2. Apa fatwa DSN MUI sebagai landasan nilai bagi asuransi syari’ah di indonesia
?
3. Jelaskan perbedaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional ?
4. Apa akad yang digunakan dalam oprasional asuransi syari’ah ?
5. Bagaimana peluang dan tantangan asuransi syari’ah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian asuransi syari’ah.
2. Menyebutkan fatwa DSN MUI sebagai landasan nilai bagi asuransi syari’ah di
indonesia.
3. Menjelaskan perbedaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional.
4. Menyebutkan akad yang digunakan dalam operasional asuransi syari’ah

1
5. Menjelaskna peluang dan tantangan asuransi syari’ah

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, manfaat yang didapatkan dari penulisan makalah ini antara lain ialah
memperoleh kepuasan intelektual dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan
tentang asuransi syari’ah
2. Bagi pembaca, menambah pengetahuan dan memunculkan sikap kritis mengenai
aplikasi jual beli

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asuransi Syari’ah
Asuransi merupakan suatu persetujuan bersama antara anggota
masyarakat untuk saling menjamin dan menanggung dengan cara
mengumpulkan uang dan membuat sebuah tabungan dana keuangan bersama
yang digunakan sebagai dana bantuan bagi seseorang yang ditimpa kesusahan 1.
Hal ini dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghadapi peristiwa yang
mungkin akan terjadi yang menimpa seseorang dan membawa kepada kerugian.
Di zaman modern ini, keperluan kepada asuransi makin meningkat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional. Setiap individu
yang membuka usaha perdagangan selalunya memerlukan perlindungan
keselamatan dan jaminan kesejahteraan bagi usahanya. Dengan itu,
perlindungan asuransi pada hari ini dianggap penting bagi keselamatan dan
kesejahteraaan baik untuk perusahaan maupun individu.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk menggantikan kerugian
pada tertanggung, maka tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia
menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian.10 Memberikan
perlindungan atas kerugian keuangan yang ditimbulkan oleh peristiwa yang
tidak diduga sebelumnya. Berdasarkan prinsip keseimbangan dengan asuransi
bermanfaat untuk mengembalikan posisi keuangan seseorang pada keadaan
semula. Maka dapat diuraikan lebih jelas lagi mengenai manfaat asuransi
sebagai berikut2:
a. Pengalihan resiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory),
tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta
kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut
menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita
kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya.
b. Pembayaran ganti kerugian.

1
Ichsan, nurul. 2014,pengantar asuransi syari’ah, Jakarta : Gaung persada pres group
2
Ajib, Muhammad, 2019, Asurani syari’h, Jakarta selatan : Rumah Fiqih Publishing

3
Seluruh perusahaan asuransi tidak ada yang luput dari tuntutan
ganti kerugian oleh para pemegang polis yang mengalami
musibah. Jenis asuransi ini meliputi asuransi kerugian , asuransi
jiwa dan asuransi jaminan sosial.
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam
beberapa tempat, antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD), Dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang KUHD ada dua cara
pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat
khusus.
B. Fatwa DSN MUI Sebagai Landasan Nilai Asuransi
Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah: Perjanjian
antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dasar dibolehkannya Asuransi Syariah beroperasi di Indonesia adalah


Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep.
4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan investasi perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Adapun pedoman
umum mengenai Asuransi Syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001.

Tujuan adanya fatwa tersebut di atas adalah sebagai panduan awal


operasional Asuransi Syariah di Indonesia. Berdasarkan fatwa itu, Asuransi
Syariah didefinisikan dengan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru

4
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. 3

C. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

Perbedaan konsep dasar asuransi syariah dengan asuransi konvensional ini


berakibat pada perbedaan prinsip pengelolaan risiko. Prinsip pengelolan risiko
asuransi syariah adalah berbagi risiko (risk sharing), yaitu risiko ditanggung
bersama sesama peserta asuransi. Hal ini bisa dimaknai dari fatwa DSN MUI
bahwa asuransi syariah adalah kegiatan melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak yang berarti risiko yang terjadi juga akan dibagi
kepada semua peserta asuransi syariah. Sementara itu prinsip pengelolaan risiko
asuransi konvensional adalah transfer risiko (risk transfer) yaitu prinsip risiko
dengan cara mentransfer atau memindahkan risiko peserta asuransi ke
perusahaan asuransi. Berikut adalah perbedaan antara asuransi syariah dan
konvensional.

1. Pengelolaan asuransi syariah menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut


a. Prinsip tauhid
b. Prinsip keadilan
c. Prinsip tolong menolong
d. Prinsip Amanah
e. Prinsip saling Ridha (‘An Taradhin)
f. Prinsip menghindari riba
g. Prinsip menghindari maisir
h. Prinsip menghindari gharar
i. Prinsip menhindarri risywah ( sogok menyogok atau suap)
j. Berserah diri dan ikhtiar
k. Saling bertanggung jawab
l. Saling melindungi
2. pengelolaan asuransi konvensional menggunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut
a. Insurable Interest

3
No 1. Murtadho Ridwan. Analisis Pennyerapan Fatwa DSN-MUI Tentang Asuransi Syariah ke Dalam
PSAK 108. Vol 8. 2014. Hal 138

5
Prinsip ini menyatakan bahwa pihak-pihak yang ingin
mengasuransikan (tertanggung) harus mempunyai hubungan keuangan
dengan obyek yang dipertanggungkan, sehingga pada tertanggung
timbul hak atau kepentingan atas obyek yang dipertanggungkan
sehingga hubungan keuangan antara tertanggung dengan obyek
pertanggungan menjadi sah menurut hukum yang berlaku.
b. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Prinsip ini menyatakan bahwa tertanggung yang ingin
mengasuransikan obyek pertanggungan harus mempunyai itikad yang
sangat baik dalam berasuransi.
c. Indemnity

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa dalam hal terjadi


kerugian yang dijamin polis, maka penanggung berkewajiban
mengembalikan posisi keuangan tertanggung seperti sesaat sebelum
terjadinya kerugian.

d. Subrogation
Apabila andamengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan
pihak ketiga maka pihakperusahaan asuransi, setelah memberikan ganti
rugi kepada nasabah, akan menggantikan kedudukan nasabah dalam
mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Penggantian posisi
semacam itu disebut subrogasi.
e. Contribution ( kontribusi )
Prinsip ini mengandung arti bahwa bila terjadi peratnggungan
rangkap, yaitu tertanggung memiliki lebih dari satu polis atas obyek
pertanggungan yang sama, maka dalam hal terjadinya kerugian,
tertanggung tidak boleh menerima ganti rugi melebihi jumlah kerugian.
f. Proximate Cause (kausa Proksimal)
Proximate Cause menyatakan bahwa dalam hal terjadinya suatu
kerugian, maka penyebab dari kerugian tersebut haruslah merupakan
suatu penyebab yang tidak terputus atau tidak di intervensi oleh
penyebab lain. 4

4
No 1. Novi Puspitasari. Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam Serta Perbedaanya dengan
Asuransi Konvensional. Vol X. 2011. Hal 40

6
D. Akad Yang Digunakan Dalam Oprasional Asuransi Syari’ah
Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa antara prinsip
dasar asuransi syariah adalah ta’awun atau tolong menolong. Konsep mengenai
tertanggung dan penanggung yang terpisah, sebagaimana dalam asuransi
konvensional, tidak berlaku dalam asuransi syariah. Agar tidak ada unsur
ketidakpastian, perjudian, dan bunga, asuransi syariah menggunakan dua jenis
akad, yaitu:
a. Akad tabarru’ atau dikenal juga sebagai takaful
Dana tabarru' adalah dana atau hibah yang dikumpulkan dari
banyak orang atau peserta yang sukarela membayar iuran setiap bulan.
Dalam konteks asuransi, dana tabarru’ dikumpulkan dari seluruh
pemegang polis asuransi untuk keperluan tolong menolong melalui
bentuk pembayaran manfaat asuransi selain nilai tunai.
Tujuan dana tabarru' adalah memberikan perlindungan finansial
bagi peserta atau pemegang polis yang mengalami musibah. Dana
tabarru' dikelola oleh perusahaan asuransi syariah dan digunakan untuk
membayar klaim asuransi, memberikan manfaat kematian, atau
membantu pemegang polis dalam keadaan darurat.
Dana tabarru’ memiliki dasar hukum dalam Al-Qur’an. Konsep
ini didasarkan pada prinsip saling tolong-menolong dan bermusyawarah
dalam kebaikan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, "Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan
permusuhan." (QS. Al-Maidah: 2).
Ada pula hukum Indonesia yang mengatur tentang dana tabarru’
dalam asuransi syariah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi Syari’ah (“Fatwa DSN-MUI 21/2001”), akad tabarru’
adalah segala jenis perjanjian tujuan kebaikan dan tolong-menolong
serta tidak digunakan untuk tujuan komersial. 5

5
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General) Konsep dan. Sistem Operasional,
Jakarta: Gema Insani Press, Jakarta, 2004.

7
b. Akad Mudharabah
Dalam ranah perbankan syariah, akad mudharabah sering kali
menjadi pilihan dalam berbagai produk dan program yang ditawarkan
oleh bank syariah. Menurut definisi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), salah satu produk bank syariah yang mengoperasikan
akad mudharabah adalah pembiayaan, sesuai dengan prinsip-prinsip
umum bank syariah.
Bagi bank sebagai penyedia modal, penting untuk menyalurkan
pembiayaan dan berbagi hasil sesuai dengan prinsip akad mudharabah
serta akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah Islam dalam
menjalankan aktivitas perbankan. Undang-undang Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah juga menegaskan bahwa bank syariah
akan menanggung kerugian sepenuhnya dalam perjanjian yang sedang
berlangsung, kecuali jika pihak kedua dengan sengaja melakukan
kesalahan atau melanggar perjanjian atau ketentuan dari akad
mudharabah yang telah disetujui. Ini berarti, akad mudharabah
merupakan jenis perjanjian kerja sama yang diakui sepenuhnya oleh
hukum di Indonesia.
Menurut definisi yang dikeluarkan oleh OJK, akad mudharabah
dapat digunakan untuk menghimpun dana dalam bentuk investasi
syariah, seperti deposito, tabungan, atau produk perbankan lainnya. 6

Dalam asuransi jiwa syariah, terdapat dua jenis akad utama yang
digunakan, yaitu akad tabarru' atau takaful dan akad mudharabah. Akad tabarru'
melibatkan pengumpulan dana sukarela dari peserta untuk saling membantu
dalam situasi darurat, sesuai dengan prinsip-prinsip tolong-menolong dalam
Islam. Sementara itu, akad mudharabah digunakan dalam aktivitas perbankan
syariah untuk menyelaraskan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, yang diatur
oleh undang-undang perbankan syariah di Indonesia.

6
Sari, N., Maulana, H. and Kusuma, M. F. (2021) ‘Analisis Swot Strategi
Pengembangan Asuransi Syariah Bumiputera di Aceh’, Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam,

8
E. Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah
Peluang asuransi syariah di Indonesia menjanjikan prospek yang cerah
mengingat jumlah penduduk Muslim yang melampaui 180 juta jiwa. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran akan identitas keagamaan, terutama dalam
Islam, masyarakat mulai mengadopsi berbagai praktik yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Contohnya, peningkatan permintaan akan produk halal
dan label halal pada makanan serta minuman, permintaan akan pakaian dan
aksesoris yang beridentitaskan Islam, dan peningkatan minat dalam perjalanan
haji dan umroh. Di samping itu, lembaga pendidikan dan media massa Islam
juga mengalami pertumbuhan pesat dalam dua dekade terakhir ini,
menunjukkan minat yang kuat dalam aspek-aspek keislaman dalam kehidupan
sehari-hari.
Meskipun industri asuransi konvensional juga ikut menawarkan produk
asuransi syariah, pertumbuhan industri ini membutuhkan dukungan pemerintah
dan masyarakat Indonesia, terutama karena Indonesia adalah negara dengan
jumlah Muslim terbesar di dunia. Pasar asuransi syariah di Indonesia terus
berkembang pesat, didorong oleh jumlah penduduk Muslim yang mayoritas.
Namun, meskipun potensinya besar, adopsi asuransi syariah masih dihadapkan
pada beberapa hambatan, terutama hambatan agama yang mendasari keyakinan
sebagian masyarakat yang tidak memperkenankan praktek asuransi
konvensional.
Meskipun demikian, asuransi syariah memiliki potensi untuk
berkembang di Indonesia karena berbagai alasan. Mayoritas penduduk
Indonesia yang beragama Islam cenderung menghormati solusi yang berasal
dari agamanya sendiri. Selain itu, ekonomi Indonesia yang bergantung pada
sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat cocok dengan
pendekatan pengelolaan risiko melalui konsep tolong-menolong dalam asuransi
syariah. Selain itu, prinsip bagi hasil yang adil dalam asuransi syariah juga
menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta, memperkuat potensi perkembangan
industri ini di Indonesia. 7

7
Herry Ramadhani, “Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia”, Jurnal At
Tijary, Vol. 01, No. 01, Desember 2015, hlm 64

9
Sedangkan untuk tantangan pada asuransi syariah terdapat dua pada dua
hal mendasar yang ada di masyarakat. Pada awalnya, asuransi dibangun sebagai
upaya untuk memberikan perlindungan dan bantuan antara individu atau
kelompok dalam menghadapi risiko yang mungkin terjadi dan sulit
ditanggulangi secara individu. Risiko terburuk bisa saja terjadi, dan oleh karena
itu, persiapan untuk menghadapinya menjadi penting. Persiapan tersebut dapat
dilakukan secara mandiri atau melalui asuransi atau bentuk perkongsian untuk
saling membantu dalam menanggung risiko.
Saat ini, asuransi telah lebih mendekati nilai bisnisnya. Baik itu asuransi
konvensional maupun asuransi syariah, keduanya dijalankan sebagai lembaga
bisnis dengan tujuan mencari keuntungan. Kedua jenis asuransi itu berusaha
dengan berbagai cara dan metode untuk menarik sebanyak mungkin nasabah.
Dari penjelasan tersebut, perbedaan mendasar antara asuransi syariah
dan konvensional terletak pada tujuan dan landasan operasionalnya. Dari segi
tujuan, asuransi syariah bertujuan untuk saling membantu (ta'awuni), sementara
asuransi konvensional bertujuan untuk penggantian (tabaduli). Dari segi
landasan operasional, asuransi konvensional mengacu pada peraturan hukum,
sedangkan asuransi syariah menggabungkan peraturan hukum dan ketentuan
syariah. 8
Dari dua perbedaan tersebut, timbul perbedaan lain terkait dengan
hubungan antara perusahaan dan nasabah, distribusi keuntungan, kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip syariah, serta pengawasan. Terkait dengan hubungan
antara perusahaan dan nasabah, hal ini terkait dengan struktur kontrak (akad),
di mana dalam asuransi syariah, perusahaan bertindak sebagai pemegang
amanah (wakil) sedangkan dalam asuransi konvensional, perusahaan adalah
pemilik dana asuransi. Akibatnya, keuntungan dari asuransi syariah sebagian
adalah milik nasabah, sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan
secara keseluruhan dimiliki oleh perusahaan.
Dalam hal kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, asuransi syariah
dibatasi dalam aktivitasnya oleh larangan-larangan dalam syariah, termasuk
larangan terhadap riba dalam segala bentuknya, menghindari praktik perjudian,

8
Muhammad Maksum, “Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia”, Jurnal ALIQTISHAD,
Volume 3, No. 1, Januari 2011, hlm 2-3

10
serta menjauhi ketidakpastian dan ketidakjelasan (maisir, gharar, jahalah), dan
juga menginvestasikan dana dalam bidang yang halal.
Secara prinsip, takaful merupakan transaksi keuangan yang didasarkan
pada prinsip-prinsip kerjasama, tanggung jawab, jaminan, perlindungan, dan
bantuan antara kelompok peserta, yang merupakan bentuk dari asuransi mutual.
Dalam skema takaful, peserta takaful (atau pemegang polis asuransi)
memberikan kontribusi proporsional dari total kontribusi mereka sebagai
tabarru'. Sumbangan dari semua peserta dikumpulkan ke dalam dana umum
yang disebut dana tabarru' atau dana risiko, dari mana kompensasi atau
penggantian diberikan kepada peserta yang mengalami kerugian sesuai dengan
definisinya. Ini merupakan kebijakan kerjasama, solidaritas, dan persaudaraan
terhadap risiko yang tidak terduga atau bencana, di mana semua pihak yang
terlibat diharapkan memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya. 9

9
7Mohamad Abdul Hamid, et. al. The Ownership of Islamic Insurance (Takâful) in Malaysia,
International Journal of Advances in Management and Economics, Vol. 2,Issue 6, Nov.-Dec.
2013, hlm 22

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuransi merupakan perjanjian bersama masyarakat untuk saling menjamin dan


menanggung melalui pengumpulan dana, meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan. Tujuan utamanya adalah menggantikan kerugian yang dialami
tertanggung dengan prinsip keseimbangan. Peraturan perasuransian di Indonesia diatur
dalam KUHD. Asuransi Syariah di Indonesia diatur oleh Kep. 4499/LK/2000 dan
Fatwa DSN-MUI 21/2001. Perbedaan konsep dasar mengakibatkan prinsip pengelolaan
risiko yang berbeda antara asuransi syariah (berbagi risiko) dan konvensional (transfer
risiko). Prinsip-prinsip asuransi konvensional meliputi insurable interest, utmost good
faith, indemnity, subrogation, contribution, dan proximate cause. Dalam asuransi jiwa
syariah, prinsip ta’awun atau tolong-menolong menonjol, dengan dua jenis akad utama:
tabarru’ (takaful) dan mudharabah. Asuransi syariah menawarkan prospek cerah di
Indonesia karena pertumbuhan kesadaran akan nilai-nilai Islam. Meskipun dihadapkan
pada hambatan, seperti ketidakpastian dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah,
dukungan dari pemerintah dan masyarakat Muslim dapat memperkuat
perkembangannya sebagai solusi sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai agama.

B. Saran

Kami sangat mendorong para pembaca untuk mengeksplorasi lebih lanjut


mengenai topik asuransi syariah melalui makalah ini. Memahami prinsip-prinsip
dasarnya dan potensi kontribusinya dalam konteks ekonomi dan sosial Indonesia dapat
memberikan wawasan yang berharga. Kami juga mengajak pembaca untuk terlibat aktif
dalam mendukung perkembangan asuransi syariah, baik sebagai konsumen maupun
pelaku industri, untuk memperkuat ketahanan finansial dan nilai-nilai keadilan dalam
masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ichsan, nurul. 2014,pengantar asuransi syari’ah, Jakarta : Gaung persada pres group
Ajib, Muhammad, 2019, Asurani syari’h, Jakarta selatan : Rumah Fiqih Publishing
Murtadho Ridwan. Analisis Pennyerapan Fatwa DSN-MUI Tentang Asuransi Syariah
ke Dalam PSAK 108. Vol 8. 2014. Hal 138
Novi Puspitasari. Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam Serta Perbedaanya dengan
Asuransi Konvensional. Vol X. 2011. Hal 40
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General) Konsep dan. Sistem
Operasional, Jakarta: Gema Insani Press, Jakarta, 2004.
Sari, N., Maulana, H. and Kusuma, M. F. (2021) ‘Analisis Swot Strategi Pengembangan
Asuransi Syariah Bumiputera di Aceh’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam
Herry Ramadhani, “Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah di
Indonesia”, Jurnal At Tijary, Vol. 01, No. 01, Desember 2015, hlm 64
Muhammad Maksum, “Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia”, Jurnal
ALIQTISHAD, Volume 3, No. 1, Januari 2011, hlm 2-3
Mohamad Abdul Hamid, et. al. The Ownership of Islamic Insurance (Takâful) in
Malaysia,International Journal of Advances in Management and Economics,
Vol. 2,Issue 6, Nov.-Dec.2013, hlm 22

13

Anda mungkin juga menyukai