Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“INVESTASI ASURANSI SYARIAH”


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen investasi syariah

Disusun oleh :
Kelompok 2
Nurlia Subadra
Tika Permanita
Mhd Adli Hasim

Dosen pembimbing :
Yoga Travilo SE.Mak

MAHASISWA JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INTITUT AGAMA ISLAN NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, yang maha kuasa karena dengan
limpahan rahmat dan karunianya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang singkat
ini, Shalawat dan salam kita curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw yang
membawa pelita umat yang berada dalam kegelapan rahmatanlilalamin.

Kemudian penulis banyak mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang singkat ini, yang mungkin masih banyak kekurangan serta kesalahan baik dari segi
penulisan nya maupun kesalahan lainnya yang terdapat dalam makalah ini, untu itu kami
sangat membutuhkan kritikan beserta saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah
yang akan dating, akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Sungai Penuh, 27 Oktober 2022

Pemalah

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 4

A. Latar belakang................................................................................................ 4
B. Rumusan masalah........................................................................................... 4
C. Tujuan .............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................5

A. Pengertrian Asuransi Syariah ..........................................................................5


B. Sejarah Berdirinya Asuransi Syariah.............................................................. 7
C. Pandangan Ulama Mengenai Asuransi Syariah............................................. 9
D. Model dan Karakteristik Asuransi Syariah................................................... 10
E. Landasan Hukum Asuransi Syariah............................................................. 14
F. Polis Asuransi.............................................................................................. 17
G. Pengelolaan Premi Asuransi .......................................................................17
H. Pelaksanaan Asuransi Syariah..................................................................... 18
I. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Kovensional........................ 21
J. Perkembangan Asuransi Syariah................................................................. 22

BAB III PENUTUP........................................................................................................ 23

A. Kesimpulan ...................................................................................................23
B. Saran............................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di Indonesia, maka peluang yang


dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat
adalah sosialisasi mengenai mekanisme, transaksi dan operasionalisasi pada dunia bisnis
tersebut. Sehingga bisnis syariah yang telah ada dapat berkembang dengan maksimal. Hal
inilah yang menjadi tantangan pada bisnis syariah di Indonesia. Dimana mayoritas
masyarakat Indonesia adalah muslim, oleh karena itu partisipasi dari masyarakat sangat
diperlukan.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian asuransi syariah
2. Bagaimana sejarah berdirinya asuransi syariah
3. Bagaimana pandangan ulama mengenai asuransi syariah
4. Apa model dan karakteristik asuransi syariah
5. Apa landasan hukum asuransi syariah
6. Apa polis asuransi
7. Bagaimana pelaksanaan asuransi syariah
8. Apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional
9. Bagaimana perkembangan asuransi syariah

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa saja yang terdapat didalam investasi asuransi syariah
sebagai memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen investasi syariah.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH

Asuransi merupakan aktivitas ekonomi yang cukup dikenal di tengah masyarakat


Dewasa ini produk-produk asuransi yang ditawarkan kepada masyarakat semakin inovatif
dan beragam, menyesuaikan dengan permintaan pasar. Bahkan, saat ini tidak jarang kita
temukan publik figur atau artis yang mengasuransi asetnya, baik aset harta, jiwa, hingga
talenta. Mariah Carey, misalnya, penyanyi asal Amerika Serikat kelahiran 1970
mengasuransikan suara indah 5 oktafnya hingga mencapai US$ 35 juta. Ada Julia Fiona
Robert yang mengasuransikan senyum dan giginya sebesar USS 30 juta.

Istilah asuransi berasal dari kata assurantie yang dalam bahasa Belanda berarti
"pertanggungan". Dalam hukum Belanda digunakan kata verzekering yang memiliki
makna sama dengan kata assurantie. Kemudian, muncul istilah lain yang merupakan
pengembangan dari kata assurantie, yakni assuradeur yang berarti "penjamin" dan
geassureede yang berarti "terjamin". Kata verzekering juga mengalami pengembangan
dengan memunculkan istilah verzekerar yang berarti "penjamin" dan verzerkerde yang
berarti "tertanggung". Selain bahasa Belanda, negara-negara lain juga memiliki istilah
yang merujuk pada asuransi. Misalnya, bahasa Italia yang memiliki kata insurensi yang
berarti "jaminan", kemudian bahasa Inggris yang memiliki kata assurance yang juga
berarti "jaminan", dan bahasa Arab dengan kata at-tamina yang memiliki akar kata
ammana yang berarti memberi perlindungan, rasa aman, ketenangan, dan bebas dari rasa
takut.

Menurut Wirjono (1979), asuransi memiliki makna sebuah perjanjian antara dua
pihak, di mana salah satu pihak berjanji untuk menjamin pihak yang lain dengan
menerima sejumlah uang premi sebagai ganti atas kerugian yang mungkin timbul dari
suatu kejadian yang belum jelas akan terjadi. Sementara Abbas Salim (2000) berpendapat

5
bahwa asuransi adalah suatu upaya dalam menetapkan kerugian kerugian kecil yang
sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) atas kerugian-kerugian yang belum pasti terjadi.

Asuransi adalah sesuatu yang baru dalam kajian keislaman (baca fikih) karena
asuransi baru muncul pada abad ke-13 dan ke-14 di Italia, sehingga fikih klasik belum
mengenal asuransi. anggota asuransi untuk mengantisipasi peristiwa buruk. Dengan
demikian, menurutnya kegiatan asuransi merupakan sebuah perkara yang baik dan terpuji
karena membantu meringankan beban saudara yang sedang tertimpa musibah.

Dijelaskan dalam Ensiklopedia Hukum Islam bahwa asuransi (Arab: at-ta’min)


adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar
iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran, jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang
telah dibuat”

Fathurrahman Djamil (1995) berpendapat bahwa asuransi adalah suatu


kesepakatan antara dua pihak, yaitu pihak yang menanggung janji dan pihak yang
ditanggung untuk menerima sejumlah premi untuk mengganti kerugian yang mungkin
akan dialami oleh pihak yang ditanggung sebagai akibat dari peristiwa yang belum pasti
terjadi.

Ahmad Azhar Basyir (1996) mengemukakan bahwa auransi adalah suatu


perjanjian di mana seseorang yang menjadi penanggung mengikatkan diri kepada orang
yang tertanggung dengan menerima sejumlah premi untuk mengganti kerugian,
kerusakan, atau kehilangan yang tidak diharapkan dari pihak yang tertanggung karena
suatu peristiwa yang tak menentu.

Abdul Mannan (1996) memberikan pandangan terhadap hakikat asuransi, yaitu


terjadi penghilangan risiko kerugian yang tak tentu dari sekelompok orang yang
mengalami persoalan serupa dengan cara membayar premi kepada suatu perusahaan.

Jadi, asuransi merupakan alat untuk mengatasi masalah sosial yang berfungsi
untuk mengalihkan risiko pribadi kepada semua anggota dari kelompok tersebut dengan
memanfaatkan premi yang dibayar oleh anggota kelompok untuk membayar Kerugian
pribadi yang dialami salah satu anggota kelompok dalam asuransi sesuai kesepakatan

6
B. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH

Munculnya asuransi syariah (takaful) di dunia Islam didasarkan pada adanya


anggapan atau pendapat yang menyatakan bahwa asuransi yang selama ini ada, asuransi
konvensional, mengandung unsur-unsur yang diharamkan, seperti gharar, riba, dan
maysir. Unsur gharar dalam asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang
hak pemegang polis dan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim. Unsur maysir
terletak pada kemungkinan adanya pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain.
Sementara unsur riba terletak pada perolehan pendapat dari membungakan uang.

Malaysia sudah mengumumkan jauh-jauh hari pernyataan yang serupa melalui


Jawatan Kuasa Fatwa Malaysia pada tanggal 15 Juni 1972 dengan keputusan yang
menetapkan bahwa asuransi jiwa di Malaysia hukumnya adalah haram menurut Islam.
Selain itu, melalui kertas kerja yang berjudul “Kearah Insurance secara Islami di
Malaysia” dinyatakan bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan Barat dan
sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Ai Nur Bayinah (2017) menyatakan bahwa asuransi merupakan pertanggungan


yang digunakan untuk meminimalisir risiko. Kemunculan asuransi sendiri berawal dari
kebutuhan masyarakat yang berubah dari sebelumnya berkelompok, saling membantu,
dan bekerja sama di komunitasnya menjadi individualis. Perubahan perilaku ini kemudian
memerlukan solusi dengan cara berasuransi untuk memberikan keamanan bagi jiwa dan
harta mereka secara kolektif melalui lembaga tertentu. Orang-orang dahulu tidak
memerlukan asuransi karena mereka mendapatkan perlindungan penuh yang diberikan
olek keluarga dan sukunya di mana praktik saling kerja sama seperti yang diterapkan
dalam asuransi adalah keniscayaan. Meskipun demikian, sejarah pemikiran tentang
asuransi sudah lahir pada tahun 2250 Sebelum Masehi pada zaman kebudayaan
masyarakat Babilonia yang tercantum dalam Undang-Undang Hamurabi yang disusun
oleh rajanya yang terdiri dari 282 pasal. Undang-undang itu memperlihatkan bahwa
masyarakat Babilonia biasa melakukan kontrak dagang menggunakan transaksi uang,
yang mana pemilik modal meminjamkan uangnya kepada pedagang dengan mendapatkan
persentase bunga tertentu. Transaksi ini kemudian dikenal sebagai Kontrak Bottomry.
Selanjutnya, untuk memastikan pembayaran bunga, orang yang berutang harus dilindungi

7
dari segala kecelakaan yang tidak diharapkan selama berdagang dengan membayar
sejumlah uang serupa premi (Bayinah, 2017).

Untuk menghadapi suatu kejadian berisiko, seseorang bisa melakukan lima hal, yaitu
mengurangi, membagi risiko, mentransfer risiko, menanggung sendiri, dan menghindari
risiko. Untuk mengendalikan kemungkinan kejadian buruk di masa depan harus
melakukan manajemen risiko (risk management). .

Apalagi untuk kontrak asuransi jiwa yang biasanya bersifat jangka panjang. Sehingga
sumber dana bagi perusahaan relatif stabil. Sementara klaim terhadap kejadian buruk
relatif dapat diperkirakan karena hanya terkait dengan satu kejadian, yaitu kematian dan
kerugian potensial lain yang dapat diprediksi (Mangani, 2009). Dengan karakteristik
tersebut memungkinkan perusahaan asuransi mengalokasikan sebagian besar dananya
pada aset jangka panjang, seperti saham, obligasi, properti, dan sebagainya. Hal ini
selaras dengan kesimpulan (Abdullah dan Chee, 2010) bahwa risiko yang dapat
diasuransikan adalah:

1. Risiko yang dikhawatirkan terjadi pada banyak orang yang sama (the law of large
numbers).
2. Kerugian yang timbul secara tidak sengaja (accidental loss).
3. Musibah dengan kejadian yang dapat diidentifikasi (circumstances of loss should
be identifiable). 4. Kejadian yang memiliki risiko besar tapi bukan karena bencana
alam (large but Not catastrophic loss).
4. Premi yang masuk akal (affordable loss). 6. Kerugian yang ditimbulkan bisa
diperhitungkan (calculable loss).

Pada saat dekade 70-an, asuransi syariah mulai bermunculan di negara negara Islam
atau negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Pada tahun 1979, berdirilah Islamic
Insurance Co.Ltd di Arab Saudi. Kemudian, pada tahun 1983 berdiri perusahaan asuransi
yang bernama Dar al-Mal al-Islami di Genewa, Takaful Islam di Luxemburg, Takaful
Islam Bahamas di Bahamas, dan al-Takaful al-Islami di Bahrain. Sementara di Malaysia
berdiri perusahaan Syarikat Takaful Sendirian. Berhard pada tahun 1984.

C. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH

8
Secara umum, keberadaan asuransi diperselisihkan oleh tiga pendapat
cendekiawan Muslim. Pendapat pertama menyatakan bawah asuransi diperbolehkan
dengan syarat terbebas dari riba. Pendapat ini adalah pendapat Syekh Muhammad Abduh,
Syekh Ibnu Abidin, Mustafa Ahmad Zarqa, Mohammad Nejatulah Siddiqi, MA Mannan,
dan Ayatullah Khomeni. Pendapat kedua menyatakan asuransi umum diperbolehkan
kecuali asuransi jiwa dikarenakan mengandung unsur judi (maysir) dan ketidakpastian
(gharar), serta bertentangan dengan prinsip waris dan wasiat. Di antara ulama yang
berpendapat ini adalah Abdur Rahman Isa, Muhammad Abu Zahra, Mufti Muhammad
Bakhit, dan Syekh Jad al-Haq. Pendapat ketiga menyatakan bahwa asuransi apa pun
dilarang karena dinilai mengandung unsur riba, maysir, dan gharar yang sangat dilarang
dalam Islam (Billa, 2010).

Pendapat yang menyatakan kebolehan asuransi didasarkan pada sumber dari


syariat Islam, sedangkan sumber hukum yang menjadi rujukan dalam Islam adalah
Alquran, sunah, dan ijtihad. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam
praktik operasional asuransi syariah didapat dari hukum dalam Islam Asuransi syariah di
Indonesia berdiri sejak tahun 1994, tiga tahun setelah berdirinya perbankan syariah (Bank
Muamalat Indonesia), bernama PT Asuransi Tafakul Keluarga sebagai asuransi jiwa (life
insurance). Berdirinya asuransi syariah di Indonesia sedikit terlambat dibandingkan
dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena kondisi perpolitikan Indonesia memang
tidak mendukung berdirinya lembaga keuangan syariah pada periode 80-an (Anwar,
2007).

Jadi, asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling tolong-menolong dalam
berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama,
dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka (Amrin, 2011).

Tujuan utama memiliki polis asuransi adalah rasa aman, berupa tersedianya
perlindungan keluarga, menyediakan beasiswa untuk masa depan anak, atau
investasi/tabungan di hari tua. Program asuransi memiliki beberapa keistimewaan
(Zubair, 2011), yaitu:

9
1. Memberikan rasa aman dan menghilangkan rasa kekhawatiran dari segala
masalah keuangan akibat risiko meninggal dunia. 2. Menyediakan sejumlah dana
pada saat dibutuhkan.
2. Fleksibel dalam menentukan jumlah manfaat awal, cara, dan masa pembayaran
Premi.
3. Merupakan cara menabung yang mudah, sistematis, dan berkesinambungan. 5.
Memperoleh bonus seperti halnya investasi.
4. Mempunyai nilai pinjam yang siap pakai dalam keadaan mendesak. 7. Adanya
pelayanan yang lestari sejak polis terbit hingga klaim pembayaran

D. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH


Karakteristik menggunakan akad al-takfuli mengandung arti bahwa yang
membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah dalam asuransi
syariah ada dua konsepsi dasar yang dipakai, yang acuannya diambil dari Alquran dan
sunah. Konsep syariah ini berasaskan pada konsep al-takfuli (konsep perlindungan) yang
merupakan perpaduan dari rasa tanggung jawab dan persaudaraan. Konsep syariah ini
dapat dilihat pada akad yang mendasari terjadinya proses asuransi Islam, yang
membedakannya dengan asuransi konvensional.

Di dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa kejelasan akad adalah hal yang utama
karena akan menentukan sah atau tidaknya akad tersebut secara huku Islam. Ibnu
Taimiyah mengatakan, “akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan
menjauhkan penganiyaan.” Sebab pada mulanya harta milik orang lain tidak halal untuk
digunakan kecuali jika pemilik harta tersebut rela dan mengizinkannya. Untuk itu adanya
unsur keterpaksaan atau penipuan merupakan faktor yang menyebabkan suatu akad tidak
sah untuk dijalankan. Hal ini membuktikan bahwa Islam menjamin umatnya dalam
menjalankan muamalah yang tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan
yang lebih hakiki. Demikian pula dengan asuransi, akad yang dilakukan antara penjamin
dengan peserta asuransi harus jelas, apakah akad yang digunakan adalah jual beli
(tabadult) atau akad tolong menolong (al-takfuli).

Jika kita memperhatikan lebih jelas mekanisme asuransi konvensional maka akan
ditemui kerancuan dalam hal akad yang digunakan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas,

10
asuransi konvensional memiliki landasan filosofi mencari keuntungan yang sebesar-
besarnya. Landasan ini secara tersurat menjelaskan bahwa tujuan didirikannya asuransi
konvensional adalah untuk mencari keuntungan, bukan untuk tolong-menolong. Oleh
karena itu, akad yang melandasi asuransi konvensional adalah akad jual beli. Dalam jual
beli, syarat-syaratnya harus dipenuhi agar sah, yaitu adanya penjual, pembeli, barang
yang diperjualbelikan, dan ijab kabul. Namun, yang menjadi persoalan dalam asuransi
konvensional adalah tidak dijelaskan berapa besar premi yang harus dibayar pada
perusahaan asuransi jiwa konvensional. Jadi, timbul kerancuan karena jumlah
pertanggungan yang akan diperoleh diketahui secara jelas, sedangkan jumlah setoran
premi yang dibayarkan tidak sesuai dengan usia kita karena hanya Allah Swt. Yang
mengetahui kapan kita meninggal dunia.

Karakteristik yang pertama pada asuransi syariah, yaitu adanya tabungan tabarru
(derma). Mekanisme asuransi syariah, khususnya asuransi keluarga mengatur bahwa
premi yang disetorkan nasabah akan disisihkan sebagai tabungan tabarru’. Tabungan
yang disetorkan peserta akan dipilah menjadi dua, yaitu tabungan peserta dan tabungan
tabarru’ (derma). Tabungan peserta adalah tabungan yang diberikan kembali kepada
peserta di saat masa kontrak telah habis, tertimpa musibah, atau mengundurkan diri.
Sementara tabungan tabarru’ adalah tabungan kebaikan yang diinfakkan peserta untuk
membantu peserta lain yang tertimpa musibah. Tabungan tabarru tidak akan kembali lagi
kepada peserta yang bersangkutan jika masa kontrak berakhir atau mengundurkan diri.
Secara syariah adanya tabungan tabaru sesungguhnya merupakan realisasi prinsip
ta’awun dalam asuransi takaful.

Karakteristik kedua dari asuransi syariah adalah menggunakan prinsip bag hasil
(profit and loss sharing). Artinya, mekanisme pembagian keuntungan dalam berinvestasi
pada asuransi syariah adalah menggunakan prinsip bagi hasil. Dalam konteks ini, peserta
asuransi bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang akan memperoleh manfaat
jasa perlindungan, penjaminan, dan bagi hasil dari investasinya pada perusahaan asuransi
syariah. Sementara itu, perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai pengelola dana
(mudharib) yang menerima premi dari peserta asuransi untuk dikelola dan diinvestasikan
sesuai dengan prinsip syariah.

11
1. Menghindari Unsur Riba

Di dalam Islam riba (bunga) merupakan bagian dari kejahatan ekonomi karena
akan menimbulkan penderitaan di kalangan masyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi,
dan moral. Dalam Alquran terdapat beberapa ayat yang menjelaskan larangan
mendapatkan kekayaan secara batil. Islam menghalalkan perniagaan dan mengharamkan
riba. Hal ini berarti bahwa sesuatu yang berlebihan (dalam urusan niaga) yang ditetapkan
dan diberikan kepada seorang tanpa memberikan nilai yang seimbang kepada orang lain
untuk sama-sama menyetujui suatu perjanjian dalam suatu pertukaran nilai mata uang
dengan melibatkan kedua belah pihak. Riba diharamkan karena mendatangkan
kezaliman, ketidakadilan yang bertentangan dengan tujuan penetapan prinsip ekonomi
Islam.

Pada asuransi jiwa konvensional premi asuransi diputar dengan cara


menginvestasikannya pada proyek-proyek atau usaha yang menggunakan sistem bunga,
terutama pada bank-bank dan Funds Manager Companies, sehingga hasilnya pun
tentunya mengandung unsur bunga dan dilarang dalam Islam.

Unsur riba dalam asuransi takaful dihilangkan dengan cara memutar premi asuransi
untuk diinvestasikan pada bank syariah. Selain dijadikan sasaran untuk investasi, bank
syariah juga dapat dijadikan mitra usaha oleh asuransi takaful karena bank syariah sudah
pasti membutuhkan berbagai jenis perlindungan untuk menghindari risiko usaha. Selain
itu, peran Dewan Pengawas Syariah juga cukup penting untuk mengawasi gerak-gerik
asuransi syariah agar tetap berada di jalur syariat Islam.

2. Menghindari Unsur Judi (Maysir)

Asuransi syariah tidak mengandung unsur pertaruhan dan untung-untungan


yang dilarang dalam Islam. Sebagaimana firman Allah Swt. Dalam surah al-Maidah ayat
90, yang berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan”.

Unsur judi dalam asuransi konvensional timbul sebagai akibat dari adanya. Gharur
(ketidakjelasan). Mohd. Fazli Yusof mengemukakan bahwa adanya unsur gharar

12
mengakibatkan terjadinya unsur maysir, terutama pada produk asuransi jiwa. Jika
pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum akhir periode polis asuransinya
tapi telah membayar sebagian preminya maka tanggungannya akan mendapatkan
sejumlah uang tertentu.

Artinya, terdapat ketidakadilan pada asuransi jiwa konvensional karena ada satu
pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Hal ini bisa terlihat dari pemegang polis yang
membatalkan perjanjian sebelum kontrak asuransi berakhir dengan alasan tertentu.
Dengan demikian, pemegang polis harus menanggung risiko uangnya hangus, kalaupun
tidak hangus mungkin hanya sebagian kecil yang bisa ia dapatkan. Dalam asuransi jiwa
konvensional nilai tunai pada tahun pertama dan kedua mendekati nol (hanya 10 persen
dari premi peserta), karena premi peserta untuk biaya operasional perusahaan. Akan
tetapi, hal ini tidak dijelaskan kepada peserta pada awal akad/ perjanjian asuransi jiwa
konvensional.

3. Menghindari Unsur Penipuan (Gharar)

Di dalam nilai-nilai dasar ekonomi, gharar didefinisikan sebagai ketidakpastian


terhadap suatu hal. Dalam asuransi biasa (konvensional) gharar terjadi karena
ketidakjelasan ma’qud ‘alaih (suatu yang diaqadkan) yang meliputi tidak diketahui
sampai kapan membayarnya (karena hanya Allah Swt. Yang tahu kapan kita meninggal
dunia). Dalam asuransi jiwa konvensional perjanjian asuransi dapat dikategorikan sebagai
perjanjian pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan (UP) Selain itu, di
dalamnya terdapat unsur ketidakjelasan yang terletak pada sumber dana pembayaran
klaim itu sendiri. Hal ini terlihat pada contoh berikut: meninggal dunia pada masa
pertanggungan/rekening khusus peserta diambilkan dari rekening tabarru ditambah
dengan rekening tabungan selama 5 tahun dan bagi hasil keuntungan jika ada. Rekening
tabarru adalah rekening dari hasil penyisihan sebagian premi peserta sebagai perwujudan
rasa tolong menolong sesama peserta yang terkena musibah.

Di samping memiliki karakteristik yang melekat pada konsepnya (built in concept),


asuransi syariah juga lebih berorientasi untuk:

13
1. Tolong-menolong dan bekerja sama

Alquran memerintahkan agar manusia agar dalam berinteraksi sosial saling menolong
dalam kebaikan dan takwa. Kekayaan yang dimiliki sebagai karunia Allah Swt.
Hendaknya berfungsi sosial, terutama membebaskan orang dari penderitaan dan
ketergantungan. Saling menolong dan bekerja sama merupakan salah satu sifat terpuji
dan sangat dianjurkan oleh Allah Swt.

2. keselamatan dan keamanan

Kehendak untuk selamat dan aman dalam hidup merupakan naluri kemanusiaan.
Ajaran Islam menganjurkan agar manusia berupaya menjadikan dunia bebas

Dari bahaya ketakutan. Niat ikhlas karena Allah Swt untuk membantu sam yang
mengalami penderitaan merupakan landasan awal asuransi Islam Pre yang dibayarkan
pada asuransi syariah harus didasarkan pada kerja sama dan tolong-menolong sesuai
dengan perintah Allah Swt. Untuk memperoleh Keridaan-Nya.

3. Saling bertanggung jawab

Islam mengajarkan manusia agar menghilangkan sikap mementingkan din sendiri.


Rasa tanggung jawab merupakan faktor yang mempererat rasa persatuan dan
persaudaraan sesama manusia.

E. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH

Berdasarkan struktural asuransi syariah belum memiliki landasan peraturan secara


khusus, sehingga masih menginduk pada asuransi konvensional. Asuransi syariah baru
memiliki payung hukum yang jelas sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Direktur
Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) No. Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian,
dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan
Sistem Syariah. Adapun secara stratifikasi peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang usaha perasuransian dan perusahaan reasuransi, serta tentang perizinan dan
penyelenggaraan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi dapat dituliskan sebagai
berikut.

14
1. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.
3. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1993 tentang Perubahan atas PP No. 73
Tahun 1992.
4. Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha
Perusahaan Asuransi dan Usaha Reasuransi.
5. Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6. Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
7. Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha AsuAsurans
8. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep.4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Aasuransi dan Reasuransi
dengan Sistem Syariah.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
11. POJK Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi,Dan
Perusahaan Reasuransi Syariah.
12. POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan
Reasuransi Syariah.

Dari paparan di atas terlihat sangat jelas bahwa kekuatan hukum yang selama ini
memayungi usaha perasuransian berdasarkan syariah belum begitu kuat dan hanya
sebatas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sebuah fenomena yang sangat luar
biasa dan perlu dukungan luas semua pihak. Jika tidak ada niatan yang baik dari
pemerintah sekarang, niscaya keberadaan asuransi syariah sudah tidak diberi tempat
dalam perkembangannya di tanah air. Untuk mendukung perkembangan asuransi syariah

15
di Indonesia dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat dari hanya sebatas peraturan di
bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perlu adanya rancangan Undang-Undang Asuransi
Syariah agar asuransi syariah di Indonesia mendapat kepastian hukum dan payung hukum
yang kuat. Lahirnya Undang-Undang Asuransi Syariah akan membuat pertumbuhan
asuransi syariah di Indonesia semakin pesat sebagaimana pertumbuhan perbankan syariah
sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syaria

Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) telah
mengeluarkan Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah sebagai langkah untuk mengantisipasi masalah tersebut. Penjelasan dalam fatwa
tersebut mencakup:

1. Asuransi syariah (ta’mim, takaful, atau tadhamun) adalah sebuah upaya untuk
saling menolong di antara sekelompok orang melalui investasi dalam bentuk aset
atau dana tabarru yang memberikan pengembalian untuk menanggulangi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) sesuai dengan tuntunan syariah.
2. Asuransi syariah harus terbebas dari gharar (ketidakjelasan), maysir (perjudian).
Riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan kemaksiatan dalam setiap akad yang digunakan.
3. Akad tijarah adalah jenis akad yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan
(akad untuk komersial).
4. Akad tabarru adalah jenis akad yang ditujukan untuk melakukan kebijakan dan
Tolong menolong
5. Premi adalah kewajiban bagi anggota asuransi untuk menyetor sejumlah dana
kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam
akad.
6. Klaim merupakan hak anggota asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan yang tercantum di akad.

F. POLIS ASURANSI

16
Dalam asuransi terdapat sebuah perjanjian tertulis bermeterai antara para pihak yang
mengadakan perjanjian (akad) yang disebut dengan polis. Polis asuransi memuat hal-hal
sebagai berikut.

1. Nomor polis.
2. Nama dan alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah pertanggungan.
5. Jangka waktu pertanggungan.
6. Besar premi dan bea meterai.
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan.
8. Untuk polis kendaraan, ditambahkan nomor polisi, nomor rangka, dan nomor
mesin kendaraan.

Fungsi dari polis asuransi bagi pihak tertanggung, yaitu:

1. Menjadi bukti tertulis yang menyatakan jaminan yang akan diberikan oleh pihak
penanggung jika pihak tertanggung mengalami risiko atau kerugian.
2. Menjadi bukti untuk membayar premi kepada pihak penanggung
3. Menjadi bukti otentik untuk menuntut pihak penanggung jika lalai dari
kewajibannya.

G. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI

Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada


penanggung. Di mana jika premi belum dibayar (lunas) maka penanggung belum terikat
dalam transaksi untuk membayar ganti rugi kalau timbul risiko.

Selain itu, sebagian uang premi peserta akan dimasukkan ke dalam rekening
“Kumpulan Dana Peserta” untuk diinvestasikan ke dalam sektor-sektor syariah.
Keuntungan yang didapat dari investasi tersebut sebagian akan dimasukkan kembali ke
dalam “Kumpulan Dana Peserta” dan sebagiannya lagi dimasukkan ke rekening “Derma”
secara proporsional.

17
Jika peserta asuransi meninggal dunia sebelum pertanggungan berakhir maka
persentasi premi yang disetor oleh peserta ke rekening dermanya ditentukan sesuai
dengan kelompok peserta asuransi dan jangka waktu pertanggungan. Peserta asuransi
dapat membayar premi sesuai kesepakatan dengan cara dua jenis pengelolaan dana
peserta dalam mekanisme asuransi syariah, yaitu sistem pengelolaan dana yang
mengandung unsur tabungan dan yang tidak mengandung unsur tabungan. Perbedaan
keduanya terletak pada alokasi dana peserta. Pada sistem pengelolaan yang mengandung
unsur tabungan premi yang disetor oleh peserta akan dialokasikan ke tabungan dan
sebagian yang lain akan masuk ke rekening premi khusus risiko setelah dikurangi biaya
pengelolaan.

H. PELAKSANAAN ASURANSI SYARIAH

Jenis dan Produk Takaful yang Telah Ada

Pelopor asuransi syariah di Indonesia adalah PT Syarikat Takaful dengan dua macam
perusahaan asuransi yang disesuaikan dengan peraturan yang ada pada saat itu, yaitu
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT
Asuransi Takaful Umum (ATU), Produk-produk yang dikeluarkan oleh perusahaan
asuransi adalah :

1. Takaful Personal
a. Takafulink Salam hingga usia 80 tahun.
b. Takafulink Salam Cendekia.
c. Takafulink Salam Ziarah Baitullah.
d. Takafulink Salam Wakaf
e. Takafulink Salam Community.
f. Takaful Al-Khairat InCommunit
g. Takaful Kecelakaan Diri Individu.
2. Takaful Korporat
a. Takaful Al-Khairat Kumpulan.
b. Fulmedicare Gold.
c. Takaful Ziarah.

18
Perjanjian Takaful

Pada dasarnya perjanjian yang digunakan dalam asuransi takaful menggunakan


konsep investasi. Akad yang umumnya digunakan dalam konsep investasi adalah akad
mudharabah. Meskipun demikian, terdapat perusahaan asuransi takaful di Indonesia yang
menggunakan akad lainnya dalam konteks hubungan antara asuransi dengan para
pesertanya. Namun, jika dirinci konsep perjanjian pada masing-masing perusahaan
asuransi menggunakan akad mudharabah.

Investasi yang Boleh Dilakukan

Setiap perusahaan asuransi hanya boleh menghimpun dan menginvestasikan dananya


ke dalam proyek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Menurut keputusan
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan nomor Keprhi. 4499/L.K/2000 tentang jenis,
penilaian, dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
dengan sistem syariah. Jenis investasi yang boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi
syariah dan perusahaan reasuransi syariah adalah:

1. Deposito dan sertifikat deposito syariah.


2. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).
3. Saham syariah yang sudah tercatat di bursa efek
4. Obligasi syariah yang sudah tercatat di bursa efek
5. Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah
6. Unit penyertaan reksa dana syariah.
7. Penyertaan langsung syariah.
8. Bangunan atau tanah investasi.
9. Pembiayaan jual beli untuk kepemilikan tanah atau bangunan, kendaraan
Bermotor, dan barang modal dengan skema murabahah.
10. Pembiayaan dengan prinsip mudhmurabaha
11. Pinjaman polis.

Manfaat (Klaim) Takaful

Pada umumnya pada takaful ada empat skenario manfaat yang diterima oleh peserta,
Yaitu klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta takaful apabila terjadi hal berikut:

19
1. Peserta yang meninggal dunia saat sedang dalam masa pertanggungan (sesaat
sebelum jatuh tempo), maka ahli warisnya akan mendapatkan:
2. Peserta yang masih hidup hingga masa pertanggungannya selesai akan menerima:
3. Peserta yang mengundurkan diri sebelum masa pertanggungannya selesai. Peserta
ini akan tetap menerima seluruh premi yang sudah diangsurkan Ditambah dengan
bagian keuntungan yang didapatkan dari kegiatan investasi.
4. Klaim Takaful yang dibayarkan oleh peserta yang tertimpa musibah sehingga
mengalami kerugian atas hartanya dengan kerugian yang wajar. Dana untuk
membayar klaim Takaful berasal dari premi yang telah dikumpulkan oleh para
peserta asuransi yang lain.

Pembagian Keuntungan

Keuntungan yang didapat peserta asuransi takaful berasal dari keuntungan hasil
investasi dan dana kumpulan premi yang telah disetorkan, kemudian dikurangi dengan
biaya operasional perusahaan. Pembagian keuntungan pada peserta asuransi dilakukan
menggunakan mekanisme akad mudharabah dengan nisbah yang telah disepakati pada
awal akad.

Mekanisme Operasional Pengelolaan Dana Asuransi Takaful

Ada dua macam sistem pengelolaan dana asuransi takaful, yaitu sistem pengelolaan
dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan
Mekanisme pengelolaan dana dengan unsur tabungan terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

1. Rekening tabungan. Rekening ini merupakan rekening tabungan peroryaitu Milik


peserta.
2. Rekening khusus (tabarru). Rekening ini dibuat dengan tujuan untuk bersedekah
yang akan digunakan untuk membayar klaim (manfaat takaful) pada ahli warisnya
jika ada peserta yang meninggal dunia atau terkena musibah lainnya.

Keuntungan yang ditujukan untuk peserta asuransi (60 persen) akan dimasukkan ke
dalam rekening tabungan dan rekening khusus yang dimiliki masing-masing peserta

20
secara proporsional. Pencairan dana dari rekening tabungan dilakukan saat
pertanggungan berakhir atau peserta mengundurkan diri dalam masa pertanggungan.
Sementara itu, pencairan dana dari rekening khusus (jika nasabah memilikinya) dilakukan
jika peserta asuransi meninggal dunia dalam masa pertanggungan atau saat
pertanggungan berakhir. Keuntungan yang ditujukan untuk perusahaan (40 persen) akan
digunakan oleh perusahaan untuk membayar biaya operasional kegiatan. Takaful Umum
Premi dari peserta asuransi takaful akan disalurkan ke rekening khusus, yaitu rekening
yang ditujukan untuk derma dan dicairkan untuk membayar klaim peserta yang tertimpa
musibah yang menimpa harta atau diri si peserta.

I.PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI KONVENSIONAL

Setidaknya ada enam perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvesional, yaitu:

1. Perusahaan asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi


untuk mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan dalam
menginvestasikan dana peserta asuransi agar tidak menyimpang dari ketentuan
syariat Islam. Dewan ini tidak dijumpai pada perusahaan asuransi konvesional.
2. Akad dalam asuransi syariah berlandaskan pada niat untuk tolong-menolong.
Sementara akad pada perusahaan asuransi konvensional berlandaskan pada niat
untuk mencari keuntungan semata, sehingga akad yang digunakannya adalah akad
jual beli.
3. Pembagian keuntungan pada investasi dana di asuransi syariah menggunabel
Prinsip akad mudharabah. Sementara pada asuransi konvensional yang menjadi
Landasan dalam menghitung keuntungan investasi adalah bunga.
4. Asuransi syariah berperan sebagai lembaga yang memegang amanah untuk
mengelola dana peserta asuransi, sehingga kepemilikan dana masih terletak pada
peserta. Sementara itu, pada asuransi konvensional dana yang telah terkumpul
menjadi milik perusahaan sehingga bebas menggunakannya untuk berinvestasi di
sektor apa saja.
5. Klaim pada asuransi syariah diambil dari dana rekening khusus para peserta
asuransi yang sejak awal memang ditujukan untuk membantu peserta lain jika

21
terjadi musibah. Sementara pada asuransi konvesional, rekening perusahaan akan
dipotong untuk membayar klaim nasabah.
6. Pada asuransi syariah keuntungan yang dihasilkan akan dibagi dua secara
proposional antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi syariah
Sementara pada asuransi konvensional, keuntungan yang didapat menjadi milik
perusahaan asuransi seutuhnya.

J. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH

Pemikiran dan konsep asuransi syariah sudah dikenal sejak zaman Rasulullah saw.
Pada saat itu berlaku adat istiadat jika terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh anggota
suku lain maka keluarga terdekat pembunuh harus menyerahkan kompensasi berupa
sejumlah uang tebusan (diyar) pada ahli waris korban yang terbunuh untuk menghindari
pembunuh dari jerat hukum, sekaligus sebagai syarat perdamaian antara keluarga
pembunuh dengan keluarga pihak yang terbunuh. Kompensasi tersebut disebut al-aqh,
dan orang yang membayar diyat disebut al-‘agil

Asuransi sosial yang menjadi adat istiadat ini kemudian diangkat menjadi hukum
positif oleh Rasulullah saw. Dan dimasukkan ke dalam Pasal 3 Piagam Madinah.
Ketentuan dalam pasal itu menyatakan bahwa jika dalam perang tawanan ditahan oleh
musuh maka pihak tawanan harus membayar biaya tebusan kepada musuh sebagai syarat
untuk membebaskannya.

Pada zaman khalifah Umar bin Khathab, konsep ini diperluas menjadi apa yang
disebut dengan diwan. Pada setiap distrik ditetapkan diwan yakni sejumlah orang yang
nama-namanya dicatat dan berjanji satu dengan yang lainnya untuk secara bersama-sama
membayar utang tebusan apabila di antara mereka ada yang membutuhkannya. Sejarah
singkat tentang asuransi sosial bangsa Arab in selanjutnya menjadi salah satu dasar
pengembangan asuransi syariah saat ini

Namun demikian, tidak ada informasi yang jelas bagaimana perkembangan asuransi
sosial pada zaman Khulafaur Rasyidin hingga awal abad 20, apakah mengalami
kemajuan, stagnasi, atau kemunduran. Baru pada tahun 1978 ada perkembangan baru
tentang asuransi syariah.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuransi adalah sesuatu yang baru dalam kajian keislaman (baca fikih) karena
asuransi baru muncul pada abad ke-13 dan ke-14 di Italia, sehingga fikih klasik belum
mengenal asuransi. anggota asuransi untuk mengantisipasi peristiwa buruk. Dengan
demikian, menurutnya kegiatan asuransi merupakan sebuah perkara yang baik dan
terpuji karena membantu meringankan beban saudara yang sedang tertimpa musibah.

23
Dari uraian diatas dapat disimpulkan asuransi syariah harus terbebas dari unsur
maisir, gharar, dan riba. Sebagai alat pengembangan dana investasi dapat diibaratkan
menanam pohon, pohon yang ditahan perlu diberi pupuk dan disiram terus menerus
agar tumbuh dengan baik. Asuransi syariah dapat menjadi alternative pilihan proteksi
dan investasi bagi warga masyarakat yang menginginkan produk yang sesuai dengan
prinsip syariah.

B. Saran

Pemakalah masih menyadarimasih banyak kekurangan dan kesalahan yang


terdapat dalam makalah ini, pemalah sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun sehingga pemakalah bias menerapkan masukan-masukan dari
segala pihak agar pada tugas berikutnya bias lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Radon, Ahmad. 2019. Manajemen investasi syariah. Jakarta selatan: Salemba

Diniyah.

24

Anda mungkin juga menyukai