PEMBAHASAN
A. Hak Tanggungan
Pembebanan hak tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua
tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian hak tanggungan dan akan diakhiri
dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan hak tanggungan ini wajib
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.
Proses pembebanan hak tanggungan akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib
dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya
menimbulkan utang.
2. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan
Dengan dilakukan pemberian hak tanggungan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan, hak tanggungan ini baru memenuhi syarat spesialitas,
sampai pada tahap tersebut hak tanggungan yangbersangkutan belum lahir
dan kreditor pemegangnya belum memperoleh kedudukan yang
diutamakan
3. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik
Pembebanan hak tanggungan atas tanah dengan status tanah Hak Milik
dapat ditemukan dalam rumusan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang
menyatakan secara tegas bahwa tanah dengan status Hak Milik dapat
dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak
tanggungan.
4. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Usaha
Mengenai pembebanan hak atas tanah, dalam ketentuan Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria dapat diketahui bahwa tanah dengan status Hak Guna Usaha dapat
dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak
tanggungan.
5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan sebagai Hak Atas Tanah yang dapat dibebankan
dengan hak tanggungan dapat ditemukan rumusannya dalam Pasal 39
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria yang menyatakan bahwa: “Hak Guna Bangunan dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”.
6. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Pakai
Dimungkinkannya Hak Pakai dibebani dengan suatu hak jaminan
kebendaan dapat kita temui rumusannya dalam ketentuan Pasal 52 dan
Pasal 53 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.
a. Cessie
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu
perjanjian pada asasnya merupakan perjanjian obligator, kecuali undang-
undang menentukan lain. Hal itu berarti, bahwa dengan ditutupnya perjanjian
tersebut, yang muncul barulah perikatan-perikatan yang mengikat kedua belah
pihak
b. Subrogatie
Menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
Subrogatie adalah penggantian hak-hak kreditor oleh seorang pihak ketiga,
yang membayar kepada si berpiutang.
c. Merger
Peristiwa beralihnya hak tagih berdasarkan perikatan pokok antara
kreditor dan debitor bisa juga terjadi karena adanya peleburan (merger) dua
perseroan, biasanya dua bank, sehingga semua aktiva dan passiva kedua bank
tersebut dialihkan kepada Bank yang baru, kalau demikian, maka (sesuai
dengan sifat perjanjian penjaminan) jamianan-jaminan yang accessoir pada
perjanjian pokoknya turut beralih kepada kreditor baru.
g. Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan
Peralihan hak tanggungan atas dasar apa yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah wajib didaftarkan ke Kantor
Pertanahan. Didalam penjelasan Undang-undanag Bagian 8 dan pasal 16 ayat 1,
disana digunakan istilah “pencatatan”. Kedua istilah “pendaftaran dan “pencatatan”
bisa mempunyai arti dan memberikan peluang penafsiran yang lain sekali.
B. Hipotik Kapal
Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1162, Hipotik adalah hak kebendaan atas
benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perutangan.
a. Azas-azas Hipotik
2. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan
secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi
tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah
kamar dalam rumah tersebut.
Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak
guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat, maupun
yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar
buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5
tahun 1960 tanggal 24 september 1960.
b. Objek hipotik
Berdasarkan KUH Perdata pasal 1164, dimana benda yang dapat dibebani
dengan hipotik adalah:
- Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala
perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak
bergerak
- Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
- Hak numpang karang dan hak usaha
- Pasar-pasar yang diakui pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat
padanya
Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat
dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:
c. Subyek Hipotik
Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada
ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat
menerima atau mempunyai hak hipotik.
Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak
memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh
pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan
badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
1. Badan-badan pemerintah
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
3. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
1. Hipotik Kapal
2. Hipotik Pesawat
Seperti yang telah terdapat dalam hipotik kapal begitupula sama dengan hipotik
atas pesawat terbang yaitu dengan bekembangnya transportasi udara maka pembelian
pesawat yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan juga harus cepat, namun dana
yang dibutuhkan untuk membeli pesawat secara tunai masih sulit dilakukan karena
keterbatasan biaya, maka dalam hal ini perbankan (kreditur) memberikan pinjaman
yang berupa pembebanan jaminan hipotik atas pesawat. Dengan adanya agunan
(jaminan pelunasan suatu hutang) yang bersifat kebendaan yang memberikan hak
utama/prioritas kepada kreditur, maka apabila debitur wanprestasi atau gagal
melakukan pembayaran kembali atas pinjamannya kreditur dapat mengeksekusi
agunan kebendaan yang telah diberikan debitur tersebut guna pelunasan hutangnya.
Oleh karenanya kreditur dapat merasa lebih aman dalam memberikan
pembiayaan/kredit terhadap debitur.
Dan juga yang menjadi kendala adalah peraturan pemerintah yang mengatur
mengenai pembebanan hipotik atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 13 ayat (3) UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum
terealisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotik atas Pesawat Terbang
masih belum jelas dan masih bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas
Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi
terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang) dapat menerima atau bersedia
melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotik atas pesawat terbang, atau
dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang
berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang,
sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor
Pertahanan (BPN) dalam hal pembebanan Hipotik atas kapal.
Janji ini diberikan kepada semua pemegang hipotik dengan syarat diadakan
dalam penjualan secara sukarela yang dikehendaki oleh pemilik bendanya.
Janji untuk tidak dibersihkan hanya dapat dilakukan oleh pemegang hipotik
pertama (Pasl 1210 ayat 2).
g. Hapusnya Hipotik
2. Afstan hipotik