Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak Tanggungan

Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4


Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, adalah “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalamUndang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utangtertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor- kreditor lainnya.

a. Sifat dan Ciri Hak Tanggungan


Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu
memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya (kreditor tertentu). Dari definisi mengenai hak tanggungan
sebagaimana dikemukakandi atas, diketahui bahwa hak tanggungan
memberikan kedudukan yangdiutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-
kreditor lain. Yang dimaksud dengan “kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.
2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan
bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun
objek tersebut berada, sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun
objek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga.
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang
berkepentingan. Asas spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan
asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran pemberianhak tanggungan di
Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk
lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap
pihak ketiga
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
5. Keistimewaan lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan
merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan
perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor pemegang hak
tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. dana
kepada masyarakat dan secara tidak langsung dapat menciptakan iklim yang
kondusif dan lebih sehat dalam pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian.

Disamping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga mempunyai


beberapa sifat, seperti:
a. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu haktanggungan
membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan
sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian objek dari beban
hak tanggungan. Hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani
seluruh objek untuk sisa utang yangbelum dilunasi. Akan tetapi seiring
berkembangnya kebutuhan akan perumahan,ketentuan tersebut ternyata
menimbulkan permasalahan yaitu dalam halsuatu proyek perumahan atau
rumah susun ingin diadakan pemisahan.
b. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir
Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunsaan hutang debitor kepada
kreditor, oleh karena itu hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada
suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai
perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan
hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan
hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya

b. Objek Hak Tanggungan


Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menyebutkan bahwa
yang menjadi Objek Hak Tanggungan adalah :
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha;
c. Hak guna bangunan;
d. Hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani
dengan hak tanggungan.

c. Subjek Hak Tanggungan


1. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek
hak tanggungan yang bersangkutan.
2. Pemegang Hak Tanggungan
Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum
yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Penerima hak tanggungan,
yang sesudah pemasangan hak tanggungan akan menjadi pemegang hak
tanggungan, yang adalah juga kreditor dalam perikatan pokok, juga bisa orang
perseorangan maupun badan hukum.

d. Pembebanan Hak Tanggungan

Pembebanan hak tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua
tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian hak tanggungan dan akan diakhiri
dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan hak tanggungan ini wajib
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.
Proses pembebanan hak tanggungan akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib
dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya
menimbulkan utang.
2. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan
Dengan dilakukan pemberian hak tanggungan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan, hak tanggungan ini baru memenuhi syarat spesialitas,
sampai pada tahap tersebut hak tanggungan yangbersangkutan belum lahir
dan kreditor pemegangnya belum memperoleh kedudukan yang
diutamakan
3. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik
Pembebanan hak tanggungan atas tanah dengan status tanah Hak Milik
dapat ditemukan dalam rumusan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang
menyatakan secara tegas bahwa tanah dengan status Hak Milik dapat
dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak
tanggungan.
4. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Usaha
Mengenai pembebanan hak atas tanah, dalam ketentuan Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria dapat diketahui bahwa tanah dengan status Hak Guna Usaha dapat
dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak
tanggungan.
5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan sebagai Hak Atas Tanah yang dapat dibebankan
dengan hak tanggungan dapat ditemukan rumusannya dalam Pasal 39
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria yang menyatakan bahwa: “Hak Guna Bangunan dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”.
6. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Pakai
Dimungkinkannya Hak Pakai dibebani dengan suatu hak jaminan
kebendaan dapat kita temui rumusannya dalam ketentuan Pasal 52 dan
Pasal 53 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.

e. Hapusnya Hak Tanggungan


Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
disebutkan sebab-sebab hapusnya hak tanggungan, sebagai berikut:
a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan.
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
d. Ketua Pengadilan Negeri.
e. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
f. Beralihnya Hak Tanggungan
 Konsekuensi sifat accesoir hak tanggungan
Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang mempunyai ciri-ciri:
a. Tidak dapat berdiri sendiri.
b. Adanya atau timbulnya maupun hapusnya bergantung dari perikatan
pokoknya.
c. Apabila perikatan pokoknya dialihkan, accesoir-nya turut beralih

Dasar beralihnya hak tanggungan menurut pasal 16 Undang-Undang Hak


Tanggungan.

a. Cessie
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu
perjanjian pada asasnya merupakan perjanjian obligator, kecuali undang-
undang menentukan lain. Hal itu berarti, bahwa dengan ditutupnya perjanjian
tersebut, yang muncul barulah perikatan-perikatan yang mengikat kedua belah
pihak
b. Subrogatie
Menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
Subrogatie adalah penggantian hak-hak kreditor oleh seorang pihak ketiga,
yang membayar kepada si berpiutang.
c. Merger
Peristiwa beralihnya hak tagih berdasarkan perikatan pokok antara
kreditor dan debitor bisa juga terjadi karena adanya peleburan (merger) dua
perseroan, biasanya dua bank, sehingga semua aktiva dan passiva kedua bank
tersebut dialihkan kepada Bank yang baru, kalau demikian, maka (sesuai
dengan sifat perjanjian penjaminan) jamianan-jaminan yang accessoir pada
perjanjian pokoknya turut beralih kepada kreditor baru.
g. Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan
Peralihan hak tanggungan atas dasar apa yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah wajib didaftarkan ke Kantor
Pertanahan. Didalam penjelasan Undang-undanag Bagian 8 dan pasal 16 ayat 1,
disana digunakan istilah “pencatatan”. Kedua istilah “pendaftaran dan “pencatatan”
bisa mempunyai arti dan memberikan peluang penafsiran yang lain sekali.

h. Eksekusi Hak Tanggungan


Eksekusi hak tanggungan merupakan suatu upaya bagi pemegang hak
tanggungan untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitor wanprestasi.
Untuk itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemudahan
dan kepastian dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan.

B. Hipotik Kapal

Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1162, Hipotik adalah hak kebendaan atas
benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perutangan.

Namun akibat berlakunya UU No. 4 tahun 1996 terhadap berlakunya


ketentuan mengenai hipotik dalam buku II KUHPerdata yaitu pengaturan mengenai
hipotik dalam KUHPerdata terdapat dari pasal 1162-1232 namun sesuai dengan
ketentuan penutup UU No 4 tahun 1996 pasal 29 yang berisi:

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband


sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan
Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo.
Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut
dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang
mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi

Dari isi ketentuan diatas dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang


berada di KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang mengenai
pembebanan hak atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah. Hal ini
berarti hak tanggungan atas tanah saja yang berada di KUHPerdata yang dinyatakan
tidak berlaku lagi. Sedangkan ketentuan hipotik selama benda-benda bukan tanah
masih tetap berlaku namun sekarang ini telah ada Undang-Undang lain yang
mengatur tentang hipotik lainnya.

a. Azas-azas Hipotik

1. Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui


oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian
setempat.

2. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan
secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi
tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah
kamar dalam rumah tersebut.

Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak
guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat, maupun
yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar
buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5
tahun 1960 tanggal 24 september 1960.

b. Objek hipotik
Berdasarkan KUH Perdata pasal 1164, dimana benda yang dapat dibebani
dengan hipotik adalah:
- Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala
perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak
bergerak
- Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
- Hak numpang karang dan hak usaha
- Pasar-pasar yang diakui pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat
padanya

Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat
dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:

- Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)


- Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
- Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)

c. Subyek Hipotik

Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada
ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat
menerima atau mempunyai hak hipotik.

Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak
memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh
pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan
badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:

1. Badan-badan pemerintah
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
3. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.

Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara


Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada
pada UUPA sendiri.
d. Jenis-jenis Hipotik

1. Hipotik Kapal

Pentingnya pengaturan hipotik atas kapal laut yaitu keberadaan jaminan


hipotik ini sangat membantu perusahaan perkapalan dalam memenuhi dan
menjalankan modal kerjanya agar dapat menyelenggarakan kegiatan
operasionalnya. Tentunya, hipotik atas kapal laut ini akan melibatkan dua pihak. Dua
pihak itu adalah perusahaan perkapalan sebagai debitur dan lembaga perbankan,
seperti bank, sebagai kreditur.

Hubungan hukum antara perusahaan perkapalan dan lembaga perbankan,


dalam hal ini adalah bank, perlu ditetapkan suatu ketentuan hukum. Dengan adanya
ketentuan hukum, maka terdapat aturan baku dalam melaksanakan perbuatan hukum
di antara kedua belah pihak.

Tata cara pembebanan hipotik atas kapal yaitu:

1) Debitur mengikatkan diri dengan Kreditur (bank/lembaga pembiayaan) dalam


suatu Perjanjian Kredit dengan menyatakan menyerahkan kapal sebagai
hipotik sebagai jaminan pelunasan hutangnya.
2) Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur bersama debitur atau
bank sendiri berdasarkan Surat Kuasa memasang Hipotik menghadap Pejabat
Pendaftar Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik Kapal.

Adapun dokumen yang diperlukan:

o Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai


penjaminan;
o Grosse Akta Pendaftaran Kapal;
o Surat Kuasa Memasang Hipotik.
3) Akta Hipotik didafatarkan dalam buku daftar. Saat selesainya pendafataran
maka hak Pemegang Hipotik lahir.
Kendalanya yaitu dalam pelaksanaan eksekusi apabila terjadi suatu
wanprestasi yaitu, dalam KUH Perdata ketentuan mengenai Hipotik kapal
apabila terjadi suatu wanprestasi maka pihak yang memegang hipotik dapat
melakukan pelelangan yang diketahui secara umum dan hal ini menjadi
kendala karena untuk mendapatkan harga yang sesuai dengan nilai
penjaminannya merupakan hal yang relatif sulit dilakukan.

2. Hipotik Pesawat

Seperti yang telah terdapat dalam hipotik kapal begitupula sama dengan hipotik
atas pesawat terbang yaitu dengan bekembangnya transportasi udara maka pembelian
pesawat yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan juga harus cepat, namun dana
yang dibutuhkan untuk membeli pesawat secara tunai masih sulit dilakukan karena
keterbatasan biaya, maka dalam hal ini perbankan (kreditur) memberikan pinjaman
yang berupa pembebanan jaminan hipotik atas pesawat. Dengan adanya agunan
(jaminan pelunasan suatu hutang) yang bersifat kebendaan yang memberikan hak
utama/prioritas kepada kreditur, maka apabila debitur wanprestasi atau gagal
melakukan pembayaran kembali atas pinjamannya kreditur dapat mengeksekusi
agunan kebendaan yang telah diberikan debitur tersebut guna pelunasan hutangnya.
Oleh karenanya kreditur dapat merasa lebih aman dalam memberikan
pembiayaan/kredit terhadap debitur.

Yang menjadi kendala pelaksanaan pembebanan hipotik atas pesawat terbang di


Indonesia yaitu, pada saat pendaftaran atau registrasinya, Pendaftaran atau Registrasi
khusus untuk pembebanan pesawat terbang dan helikopter baik dalam bentuk hipotek
atau hak agunan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
belum tersedia.

Dan juga yang menjadi kendala adalah peraturan pemerintah yang mengatur
mengenai pembebanan hipotik atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 13 ayat (3) UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum
terealisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotik atas Pesawat Terbang
masih belum jelas dan masih bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas
Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi
terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang) dapat menerima atau bersedia
melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotik atas pesawat terbang, atau
dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang
berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang,
sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor
Pertahanan (BPN) dalam hal pembebanan Hipotik atas kapal.

g. Prosedur Pengadaan Hak Hipotik

Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah:

a. Harus ada perjanjian hutang piutang,


b. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.

Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara


tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP
no. 10 tahun 1961), yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang
mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di
mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian
pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.

f. Isi akta Hipotik

Isi akta hipotik dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Isi yang wajib

Barang dibebani hipotik itu harus disebut/ditulis secara rinci danjelas.

2. Isi yang facultatief


Isi facultatief ini memuat janji-janji antara pemberi hipotik dan pemegang
hipotik.

Janji-janji yang biasa dimuat dalam akta hipotik, antara lain:

1. Janji untuk menjual benda atas kekuasaannya sendiri apabila hutang


pokoknya tidak dilunasi (Pasal 1178 ayat 2).

2. Janji tentang sewa

Pemberi hipotik dibatasi dalam kekuasaannya untuk menyewakan benda yang


dibebani tanpa iji pemegang hipotik mengenai cara maupun waktunya (Pasal
1185 ayat 1).

3. Janji tentang asuransi

Apabila ada peristiwa yang tidak diduga-duga sebelumya misalnya:


kebakaran, banjir antara pemberi dan pemegang hipotik membuat perjanjian
tentang asuransi yang diberitahukan kepada perusahaan asuransi, supaya
perusahaan asuransi terikat dengan janji tersebut.

4. Janji untuk tidak dibersihkan

Janji ini diberikan kepada semua pemegang hipotik dengan syarat diadakan
dalam penjualan secara sukarela yang dikehendaki oleh pemilik bendanya.
Janji untuk tidak dibersihkan hanya dapat dilakukan oleh pemegang hipotik
pertama (Pasl 1210 ayat 2).

g. Hapusnya Hipotik

Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:

1. Karena hapusnya ikatan pokok

2. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur

3. Karena penetapan oleh hakim

Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:


1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik

2. Afstan hipotik

3. Lemyapnya benda hipotik

4. Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik

5. Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan

6. Pencabutan hak milik

h. Perbedaan gadai dan hipotik :


a. Gadai harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan,
sedangkan hipotik tidak.
b. Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain,
sedangkan hipotik tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya
dipindahtangankan ke orang lain.
c. Satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang,
tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah
sudah merupakan keadaan biasa.
d. Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat
dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian
hipotik dibuktikan dengan akta otentik.

Anda mungkin juga menyukai