Anda di halaman 1dari 17

“Pandangan Para Ahli Hukum Islam Tentang Asuransi”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuransi Syariah

Dosen Pengampu : Muhammad Syaifudin, S.H.I., M.E.

Disusun Oleh :

Miftahul Ulfa 63010190168

Fiwi Handayani 63010190180

Nisa Ikhsani 63010190193

S1 Perbankan Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

2020
Kata Pengantar
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapakan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memeberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusunan merasa bahwa masih kurang banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bawen, September 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................ii

Bab I..................................................................................................................1

Pendahuluan......................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................2

Bab II.................................................................................................................3

Pembahasan.......................................................................................................3

A. Pandangan Ahli Islam Yang Menghalalkan Asuransi...........................3

B. Pandangan Ahli Islam Yang Mengharamkan Asuransi.........................5

C. Pandangan Ahli Islam Yang Memperbolehkan Asuransi Sebagai


Tindakan Sosial Tapi Tidak Untuk Komersial....................................10

D. Pandangan Ahli Islam Yang Menganggap Asuransi Adalah Syubhat 11

Bab III..............................................................................................................12

Penutup............................................................................................................12

A. Kesimpulan..........................................................................................12

B. Saran....................................................................................................12

Daftar Pustaka.................................................................................................13

ii
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Asuransi atau dalam bahasa Belanda verzekering yang berarti pertanggungan.1


Pengertian asuransi tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) dan diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian. Pasal 246 KUHD memberikan pengertian dari asuransi
atau pertanggungan yaitu Asuransi atau pertanggungan merupakan sebuah perjanjian,
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.2

Dalam hukum islam asuransi masih terjadi perbedaan pandangan. Para ahli
agama memandang asuransi dalam berbagai pandangan. Pandangan pertama yaitu
berpandangan bahwa asuransi itu halal. Yang kedua asuransi dipandang haram
kegiatannya. Pandangan yang ketiga menganggap bahwa asuransi halal sebagai
tindakan sosial dan haram sebagai bisnis/kegiatan komersial. Dan pandangan terakhir
adalah asuransi dianggap syubhat.

Karena alasan- alasan diatas maka dibuatlah makalah ini. Makalah ini
menjelaskan alasan mengapa adanya perbedaan pandangan terhadap asuransi menurut
para ahli islam.

1
Sumarauw, M. F. (2013). Evaluasi Sistem Dan Prosedur Akuntansi Atas Pembayaran Klaim
Asuransi Kesehatan Pada Pt. Askes (Persero). Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis dan Akuntansi. Hal 335
2
Yikwa, I. (2015). Aspek Hukum Pelaksanaan Perjanjian Asuransi. Lex Privatum. Hal 135

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan ahli hukum islam tentang asuransi?


2. Apa saja alasan yang mendasari perbedaan pandangan tersebut?

C. Tujuan

1. Mengetahui berbagai pandangan ahli hukum islam tentang asuransi.


2. Mengetahui alasan perbedaan pandangan ahli hukum tentang asuransi.

2
Bab II

Pembahasan

A. Pandangan Ahli Islam Yang Menghalalkan Asuransi

Pandangan yang mengatakan bahwa Asuransi hukumya halal atau


diperbolehkan dalam Islam antara lain yaitu Murtadla Muthahhari, Muhammad
Musra, Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zanqa, Muhammad Nejatullah
Siddiqi, Muhammad Yusuf Musa, Muhammad Al Bahi dan Abdurrahman Isa.

1. Syaikh Abdurrahman Isa Universitas al Azhar Mesir sepakat atas


perbuatan yang mengandung maslahat yang berhubungan apa yang telah
diciptakan Allah swt, bagi kepentingan manusia perbuatan ini diperlukan
serta tujuan agama dan hukum dapat dibangun diatas mashlahah tersebut
jika tidak ada dalil naqli dari
Al-Qur’an dan hadist. Selain itu asuransi adalah alternative tempat
menyimpan uang, yang dapat menjadi modal untuk diinvestasikan di
proyek yang produktif dan pembangunan serta mendatangkan rasa aman
dan kedaiamain ketika mengalami musibah.3
2. Muhammad Yusuf Musa, Guru besar Universitas Kairo, mengatakan
bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan termasuk golongan
koperasi (syirkah ta’awuniyah)4 yang menguntungkan masyarakat.
Asuransi jiwa menguntungkan nasabah sebagaimana halnya
menguntungkan perusahaan yang mengelola asuransi. Sepanjang
dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan
pengertian nasabah masih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan

3
Effendi. A, (2016), Asuransi Syariah Di Indonesia (Studi Tentang Peluang Ke Depan
Industry Asuransi Syariah), Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 3(2), Hal 75
4
Wahab.A, (2019), Tinjauan Hukum Islam Tentang Asuransi, Mizan: Journal of Islamic
Law. 3(01), Hal 83

3
dalam polis, maka, tanpa ada tambahan pembayaran yang kembali dan
hanya sebesar premi yang pernah dibayarkan.
3. Syekh Abdul Wahab Khallaf, Guru besar Hukum Islam Universitas
Kairo, mengatakan bahwa asuransi boleh sebab termasuk akad
mudharabah dalam syariat Islam ialah perjanjian persekutuan dalam
keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan
tenaga di pihak lain. Demikian pula dalam asuransi, orang yang berkongsi
(nasabah), memberikan hartanya dengan jalan membayar premi,
sementara dari pihak lain (perusahaan asuransi) memutarkan harta tadi,
sehingga menghasilkan keuntungan timbal balik, baik bagi para nasabah
maupun bagi perusahaan, sesuai dengan perjanjian mereka.
4. Muhammad Al Bahi, Wakil rektor Universitas Al Azhar Mesir,
mengatakan asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab:
a. Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong
b. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan
harta benda.
c. Asuransi tidak mengandung unsur riba
d. Asuransi tidak mengandung tipu daya
e. Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah swt
f. Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat
karena suatu musibah
g. Asuransi memperluas lapangan kerja.5

Selain alasan-alasan diatas ada juga alasan lain yang memperbolehkannya


asuransi. Alasan tersebut adalah alasan fikih sebagai berikut

“Segala Sesuatu adalah boleh”

5
F. Wetria, (2019), Hukum Asuransi Di Indonesia, Padang: Andalas University Press, Hal.
77-78

4
Karena asal sesuatu boleh dan bolehnya transaksi baru, artinya jenis
transaksi tidak ada dalil yang melarangnya dan bermanfaat selama
dilakukan maka boleh.6

Hal lain yang menganggap asuransi syariah seperti dibolehkan dalam


islam adalah asuransi itu wa’diah atau titipan yang dianalogikan atau
diibaratkan seperti dana pensiun, seperti Taspen.7 Asuransi bukan
perjudian, juga bukan judi, karena didasarkan pada kebersamaan dan kerja
sama. Perjudian adalah permainan keberuntungan, dan karenanya
melemahkan masyarakat. Sedangkan asuransi merupakan anugerah bagi
umat manusia, karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam
kehidupan dan properti mereka.8

B. Pandangan Ahli Islam Yang Mengharamkan Asuransi

Terdapat banyak ulama yang berpendapat bahwa asuransi segala macam


bentuknya termasuk cara operasinya hukumnya haram selain Abu Zahrah, antara lain
yaitu Wahbah al-Zuhaily, Yusuf al-Qaradhawy, al-Said Sabiq, Abdullah al-Qalqili,
dan Bakhit al-Muthi’iy, berikut beberapa alasan mengapa asuransi dikatakan haram

a. Asuransi pada dasarnya sama atau serupa dengan judi;


b. Asuransi mengandung ketidakpastian;
c. Asuransi mengandung riba; Syekh Muhammad Al Gazhali mengatakan bahwa
asuransi riba dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang
disertai bunga ketika waktu perjanjian habis. Ini beberapa alasan menurut
beliau :

6
Ajib. M, (2019), Asuransi Syariah, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, Hal 50-51
7
Effendi. A, (2016), Asuransi Syariah Di Indonesia (Studi Tentang Peluang Ke Depan
Industry Asuransi Syariah), Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 3(2), Hal 75
8
Suhardih. D, (2018), Kontroversi Halal-Haram Asuransi Syariah, Tahkim. 14(2), Hal 313

5
1) waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan kepada
terjamin dengan disertai bunga dan ini adalah riba. Apabila jangka
waktu di dalam polis belum habis, dan perjanjian diputuskan, maka
uang premi dikembalikan dengan dikurangi biaya-biaya administrasi,
Muamalah semacam itu dilarang oleh hukum agama (syara’)
2) Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya
peristiwa yang disebutkan dalam polis, juga tidak dapat diterima oleh
syara. Karena orang-orang yang mengerjakan asuransi bukan syarikat
di dalam untung dan rugi, sedangkan orang-orang lain ikut
memberikan sahamnya dalam uang yang diberikan kepada terjamin.
3) Maskapai asuransi di dalam kebanyakan usahanya, menjalankan
pekerjaan riba (pinjaman berbunga dan lain-lain).
4) Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada usaha lotere,
dimana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat
mengambil manfaat.9
d. Asuransi bersifat eksploitasi karena jika peserta tidak sanggup melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau
dikurangi secara tidak adil (peserta dizalimi);
e. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang
mengandung bunga/riba:
f. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukar uang
dengan tidak tunai
g. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai objek bisnis, yang
berarti mendahului takdir allah.

pendapat pertama ini mengarah pada praktik asuransi konvensional yang


mengandung gharar (ketidakpastian), maisir (untung-untungan), dan riba

9
F. Wetria, (2019), Hukum Asuransi Di Indonesia, Padang: Andalas University Press, Hal 75

6
selain para tokoh diatas juga ada Syekh Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi
dalam kitabnya Al Halal Wal Al Haram Fil Islam ( Halal dan Haram dalam Islam)
mengatakan bahwa asuransi (konvensional) dalam praktik sekarang ini bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Ia mencontohkan dalam asuransi kecelakaan,
yaitu seorang anggota membayar sejumlah uang setiap tahun. Apabila ia bisa lolos
dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang. Sedangkan si pemilik perusahaan
akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikitpun ia tidak mengembalkannya
pada anggota asuransi itu. Tetapi bila terjadi kecelakaan, perusahaan akan membayar
sejumlah uang yang sudah diperjanjikan bersama.10

Berikut juga pendapat atau pandangan dari ahli islam lainnya

1. Syaikh Ibnu Abidin dari Madzhab Hanafi

Muhammad Ibnu Umaryang terkenal dengan sebutan Ibnu Abidin


Addimasyiq adalah orang yang pertama kali bernicara tentang asuansi
dikalangan ahli fiqih Islam, pada rahun 1784-1836 dialah tokoh ulama sari
aliran Hanafiyah yang mempunyai banyak karya ilmiah yang terbesar di dunia
Islam.

Hasyiyah Ibnu ‘Abidin adalah kitab terkenal, pada bab Al-jihad pasal
isti’man al-kafir ia menulis, “Telah menjadi kebiasaan bila bila para pedagang
menyewa kapal dari seorang Hary, mereka membayar upah pengangkutannya.
Di samping itu, iya membayar juga sejumlah uang untuk seseorang Hary yang
berada di negeri pasal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah ‘premi
asuransi’ dengan ketentuan bahwa baranf-barang pemakai kapal yang berbeda
di kapal yang sewa itu, bila musnah kena kebakaran atau kapal tenggelam,
atau ibajak dan sebagainya, maka penerima uang asuransi itu menjadi
penanggung, sebagai imbalan dari uang yang diambil dari para pedagang itu.
Penanggung itu mempunyai wakil yang mendapat perlindungan (musta’ma)
10
F. Wetria, (2019), Hukum Asuransi Di Indonesia, Padang: Andalas University Press, Hal 76

7
yanng di negeri kita berdiam di kota-kota pelabuhan Negara Islam atas seizin
penguasa. Si wakil itu menerima premi asuransi dari pada pedagang, dan bila
barang-barang mereka tertimpa peristiwa peristiwa yang disebutkan di atas,
dia (si wakil) yang membayar yang membayar kepada para pedagang sebagai
uang pengganti sebesar uang yang pernah diterimannya.”

Kemudian dia mengatakana, “Yang jelas, menurut sata tidak boleh


(tidak halal) bagi si pedagang itu mengambil uang pengganti dari barang-
barangnya yang telah musnah, karena yang demikian itu illizammu ma lam
yalzam atau mewajibkan sesuau yang tidaj lazim/wajib.” Sehingga Ibnu
Abidin dianggap orang pertama di kalangan fuqoha yang membahas masalah
asuransi.11

Di kalangan organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia (Ormas Islam),


dalam Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, Nahdhatul Ulama
memutuskan bahwa asuransi jiwa hukumnya adalah haram, kecuali jika memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. asuransi tersebut harus mengandung tabungan (saving);


b. peserta yang ikut program asuransi harus berniat menabung;
c. pihak perusahaan asuransi menginvestasikan dana peserta dengan cara-cara
yang dibenarkan oleh syariat Islam (bebas dari gharar,maisir, dan riba);
d. apabila peserta mengundurkan diri sebelum jatuh tempo, dana yang telah
dibayarkan pada pihak asuransi tidak hangus.

Jika suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar premi
maka:

a. uang premi tersebut menjadi utang yang dapat diangsur oleh pihak
tertanggung;

11
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 58-59.

8
b. hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung tidak terputus;
c. uang tabungan milik tertanggung tidak hangus;
d. apabila sebelum jatuh tempo tertanggung meninggal dunia, ahli warisnya
berhak mengambil sejumlah uang simpanannya. Untuk asuransi kerugian,

Munas juga mengeluarkan keputusan bahwa hal itu diperbolehkan, dengan


ketentuan sebagai berikut:

a. apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi objek-objek


yang menjadi agunan bank;
b. apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari karena terkait dengan
ketentuan-ketentuan pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang impor
dan ekspor.

Sementara itu, untuk asuransi sosial, Munas memutuskan


memperbolehkannya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. asuransi sosial tidak termasuk akad muawadhah, tetapi akad syirkah


ta'awwuniah;
b. diselenggarakan oleh pemerintah sehingga kalau ada kerugian ditanggung
oleh pemerintah, dan jika ada keuntungan, dikembalikan untuk kepentingan
masyarakat.

Tidak jauh berbeda dengan NU, pada Muktamar Tarjih Muhammadiyah di


Malang tahun 1989, Muhammadiyah memutuskan mengharamkan asuransi karena
mengandung unsur gharar, maisir, dan riba, kecuali yang diselenggarakan oleh
pemerintah, seperti Taspen, Astek, Jasa Raharja, dan Perum Asabri. Karena banyak
mengandung maslahat maka asuransi-asuransi ini diperbolehkan.

Ormas Islam lain yang mengeluarkan fatwa tentang asuransi adalah Persis
atau Persatuan Islam yang didirikan oleh A. Hasan, Bandung. Melalui Majelis Hisbah
dalam sidang ke-12 tanggal 26 Juni 1995 di Bandung, dikeluarkan fatwa bahwa:

9
a. semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung unsur gharar,
maisir, dan riba;
b. sedangkan, gharar, maisir, dan riba hukumnya haram;
c. adapun takaful dapat dijadikan alternatif pengganti (asuransi syariah) dengan
catatan takaful masih harus berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.

Pendapat dari ketiga organisasi massa Islam Indonesia tersebut mengarah


pada praktik asuransi syariah (takaful) karena hanya asuransi syariah yang memiliki
sistem operasional seperti yang disyaratkan oleh keputusan organisasi
kemasyarakatan Islam di atas.12

C. Pandangan Ahli Islam Yang Memperbolehkan Asuransi Sebagai Tindakan

Sosial Tapi Tidak Untuk Komersial

Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah. Ia adalah ulama


fiqih termasyhur dan banyak menulis karya ilmiah tentang hukum Isam, dan iya
adalah termasuk guru besar di Universitas Kairo Mesir. Alasan dikemukakan
pendapat ini adalah pengharaman asuransi untuk bisnis seperti pendapat kedua dan
13
memperbolehkan seperti pendapat pertama yaitu untuk sosial. Sebagai berikut iya
menyimpulkan pembahasan tentang asumsi.

a. Asumsi yang bersifat perkumpulan dengan tujuan sosial adalah halal


hukumnya dan tidak ada subhah di dalamnya.
b. Akad-akad asuransi yang tidak bersifat perkumpulan dengan alasan ada:
syubhatu qimar dan gharar di dalamnya sehingga gharar itu menjadi
penyebab idak sahnya semua akad.
c. Adanya bunga yang diperhiungkan itu termasuk riba.

12
Anwar. Khoiril, (2007), Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, Solo: Tiga Serangkai, Hal
25-28
13
A. M. Andre, (2021), Asuransi Dalam Padangan Ekonomi Islam, Al-Iqtishod: Jurnal
Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam, 9(01) Hal 69

10
d. Merupakan ‘aqd al sharf’ persetujuan jual beli uang, dan ‘aqd al sharf itu
tidak sah bila tidak tunai.14

D. Pandangan Ahli Islam Yang Menganggap Asuransi Adalah Syubhat

Ulama yang memberikan pendapatnya tentang asuransi bersifat syubhat


beralasan bahwa karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengahalalkan
atau mengharamkan. Bila hukum asuransi dimasukkan dalam hukum syubhat maka
diharapkan lebih berhati-hati. Karena pada hukum syubat, asuransi baru
diperbolehkan menggunakannya apabila dalam keadaan darurat dan sangat
dibutuhkan. Untuk saat ini setelah hadirnya asuransi syariah maka tidak ada lagi
istilah syubhat. Karena asuransi syariah memiliki prinsip-prinsip sesuai dalam agama
islam.15

14
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 62-63.
15
Supripto. T & Salam. A, (2018), Analisa Penerapan Prinsip Syariah Dalam Asuransi, JESI
(Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia). 7(02), Hal 133-134

11
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Pandangan para ahli hukum islam yang memperbolehkan asuransi dengan


alasan antara lain, tidak ada nash dalam Al-Qur’an yang melarang kegiatan asuransi,
asuransi dapat untuk kepentingan umum, asuransi termasuk golongan koperasi,
saling menguntungkan kedua belah pihak, lebih besar maslahatnya daripada
mudharatnya, dan asuransi berdifat tolong-menolong karena juga tidak merugikan
kedua belah pihak.

Pandangan yang mengharamkan asuransi beralasan sebagai berikut, antara


lain, karena asuransi mengandung riba, bersifat gharar (ketidakpastian) dan masyir
(judi), serta termasuk jual menjual uang atau akad al-sharf, selain itu juga menjadikan
hidup-mati seseorang sebagai objek bisnis.

Pandangan lain yaitu memperbolehkan kegiatan asuransi yang bersifat sosial,


tetapi tidak untuk komersial. Pandangan yang terkhir yaitu menyebut asuransi adalah
syubhat. Asuransi yang dipandang para ahli hukum ini adalah asuransi konvensional.
Sedangkan asuransi syariah telah menempatkan kegiatan dan akad-akadnya
berdasarkan hukum islam.

B. Saran

Makalah ini sangat membantu dan mempermudah untuk dipelajari. Akan


lebih baik jika makalah ini lebih dikembangkan lagi dan diperluas lagi untuk
pembahasannya. Untuk referensi juga dapat ditambah agar lebih baik lagi.

12
Daftar Pustaka
Buku

Ajib. M, (2019), Asuransi Syariah, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing

Anwar. Khoiril, (2007), Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, Solo: Tiga
Serangkai

Sula. Muhammad Syakir, (2014), Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani.

Wetria, (2019), Hukum Asuransi Di Indonesia, Padang: Andalas University


Press

Jurnal

A. M. Andre, (2021), Asuransi Dalam Padangan Ekonomi Islam, Al-


Iqtishod: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam, 9(01)
https://doi.org/10.15642/al%20yasini.v4i1.3516

Effendi. A, (2016), Asuransi Syariah Di Indonesia (Studi Tentang Peluang Ke


Depan Industry Asuransi Syariah), Wahana Akademika: Jurnal Studi
Islam Dan Sosial, 3(2)

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/view/1145

Suhardih. D, (2018), Kontroversi Halal-Haram Asuransi Syariah, Tahkim. 14(2)

https://pdfs.semanticscholar.org/aa83/c557b0bfebeb3f8ccd62f07450d9e317c
719.pdf

Sumarauw, M. F. (2013). Evaluasi Sistem Dan Prosedur Akuntansi Atas


Pembayaran Klaim Asuransi Kesehatan Pada Pt. Askes (Persero).
Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi. 1(3).

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1742

13
Supripto. T & Salam. A, (2018), Analisa Penerapan Prinsip Syariah Dalam
Asuransi, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia). 7(02)

https://www.ejournal.almaata.ac.id/index.php/JESI/article/view/593

Wahab.A, (2019), Tinjauan Hukum Islam Tentang Asuransi, Mizan: Journal of


Islamic Law. 3(01)

https://jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/view/434

Yikwa, I. (2015). Aspek Hukum Pelaksanaan Perjanjian Asuransi. Lex Privatum.


3(01)

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/7033

14

Anda mungkin juga menyukai