Anda di halaman 1dari 22

Civil LawSystem Dan Common LawSystem

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Perbandingan Hukum Pidana (C)

Disusun Oleh :

Iqtironia Khamlia E0018193

Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

2021
PENDAHULUAN

Masyarakat senantiasa berkembang, dimulai dari keluarga sebagai satuan masyarakat


yang paling kecil kemudian berkembang menjadi menjadi semakin kompleks menjadi suatu
masyarakat modern. Perkembangan masyarakat dibarengi dengan timbulnya hukum untuk
mengatur dan mempertahankan sistem pergaulan hidup anggota–anggotanyaKeberadaan
hukum di dalamnya adalah sebagai peraturan yang bersifat umum dimana seseorang atau
kelompok secara keseluruhan ditentukan batas–batas hak dan kewajibannya. Setiap tempat
memiliki aturan tersendiri dalam menjalankan kehidupan. Dunia pergaulan hidup manusia ini
dibagi-bagi dalam sejumlah negara dan bangsa, dan setiap negara dan bangsa itu mempunyai
hukumnya sendiri. Terdapat tak kurang dari 42 sistem hukum di dunia.1

Perbandingan sistem hukum dan Peradilan sebagai salah satu metode pendekatan
dalam perspektif hukum dan ilmu hukum dalam artian yang luas, telah banyak diminati oleh
pengkaji dan pengstudi ilmu perbandingan dan hukum. Sistem hukum yang ada di dunia pada
dasarnya terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu : sistem hukum Eropa Kontinental (Civil
Lawsystem), sistem hukum Anglo Saxon (Common Lawsystem) dan sistem hukum sosialis.
Sistem hukum civil , dalam satu pengertian, merujuk ke seluruh sistem hukum yang saat ini
diterapkan pada sebagian besar negara Eropa Barat, Amerika Latin, negara-negara di Timut
Dekat, dan sebagian wilayah Afrika, Indonesia “Comparative Law” merupakan suatu teori
metoda atau “method theory” atau merupakan “the social science theory.” dan Jepang. Sistem
hukum Civil Lawlebih mengutamakan peraturan dengan tertulis, seperti perundang-undangan
dan membuatnya sebagai dasar hukum yang harus ditaati oleh warga negaranya. Sistem hukum
ini memperoleh kekuatan mengikat karena wujud dari hukum tersebut tertulis dan sifatnya
sistematis, lengkap dan tuntas dalam kodifikasi.

pada dasarnya, undang undang lah yang menjadi dasar hukum dari sistem hukum civil law,
sebagaimana dinyatakan oleh Sudarto yakni :
“Hukum itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam negara,
ialah berasal dari kehendak pembentuk undang-undang. Penciptaan hukum di luar
pembentukan undang-undang tidak diakui. Kalau dalam kenyataan ada hukum kebiasaan yang
berlaku di samping undang-undang, maka berlakunya hukum kebiasaan ini didasarkan pada

1
Peter de cruz, Perbandingan Sistem Hukum Commom Law, Civil Lawdan Socialist Law, Jakarta : Diadit Media,
2013, hlm.4
kehendak dari pembentukan undang-undang, yang dinyatakan secara tegastegas atau secara
diam-diam.”2
Civil Lawmemiliki karakteristik dalam membuktikan bahwa pengaturan hukum seperti
perundang-undangan tidak diperkenankan bertentangan satu dengan yang lain. Sistem hukum
civi law terdiri atas dua golongan yaitu hukum privat dan hukum publik. Hukum privat
mengatur tentang hubungan antar individu dalam suatu masyarakat.

Common LawSystem dianut oleh negara Inggris kemudian berkembang dan menyebar
ke Amerika Serikat, Canada, Amerika Utara, dan Australia. Sistem hukum Common
Lawberbeda dengan sistem hukum civil law, karena dalam sistem hukum Common Lawsumber
hukum utamanya adalah putusan hakim/ yurisprudensi. Putusan hakim yang telah disahkan/
ditetapkan mengakibatkan putusan tersebut memiliki sifat mengikat dan mewujudkan suatu
kepastian hukum. Walaupun dalam sumber hukum utama nya Civil Lawdan Common
Lawberbeda. Sistem hukum Common Lawyang sumber hukum utamanya putusan hakim/
yurisprudensi tidak menuntup kemungkinan dapat membuat peraturan perundang-undangan
sebagi pelengkap peraturan.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Karakteristik Civil Law dan Common Law ?


2. Bagaimana pengaturan Sistem Hukum pada Negara Penganut Civil Law dan
Common Law ?

2
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 54
PEMBAHASAN

Sejarah Civil Lawdan Common Law


Awal abad 13 setelah terjadi setelah perubahan situasi terjadi perubahan kehidupan di
negara Eropa Kontinental yang menyebabkan adanya perubahan Hukum yakni Hukum
Romawi yang merupakan hukum materil dan hukum Kanonik yang merupakan hukum
procedural3 Sementara di lnggeris yang semula juga menganut sistem hukum Jerman yang
feodal, terluput dari pengaruh infiltrasi Hukum Romawi (Roman Law System), sehingga di
lnggeris yang berlaku adalah hukum asli pribumi. Sistem Hukum yang berakar dan bersumber
dari Hukum Romawi inilah yang disebut dengan Civil LawSystem.4 Penyebutan Civil Lawini
berasal dari asal muasal sumber Hukum Romawi itu sendiri. Sumber Hukum Romawi semula
bersumber dari karya agung Kaisar Justinianus "Corpus Juris Civilis". Jadi kata Civil diambil
dari kata Civilis.5 Namun demikian dalam perkembangannya sistem hukum ini dianut secara
masif oleh Negara Eropa Kontinental, sehingga disebut dengan sistem Eropa Kontinental.6
Dari penamaannya " Civil Lawsystem" dapat diketahui merupakan rujukan yang berasal
dari Corpus juris civilis, kata "civil is". Corpus juris civil is sebagai Kitab Hukum terdapat
empat bagian pokok yang diaturnya, sebagai berikut :
1. The Institute
2. The Digest
3. The Code
4. The Novels.
Bagian The Institute secara substansial merupakan prolog atau pengantar dari Kitab
Hukum Corpus Juris Civilis. Bagian The Digest memuat kumpulan berbagai aturan dan kaidah
hukum bangsa Romawi. Bagian The Code memuat ketentuan-ketentuan tentang badan
pembuat undang undang (legislasi) bangsa Romawi. Bagian The Novels memuat aturan-aturan
tentang legislasi yang dibuat setelah selesainya pembuatan The Digest dan The Code7
Sebenarnya bagian terpenting dari empat bagian Kitab Hukum tersebut, adalah pada bagian
The Digest dan The Code, oleh karena pada bagian inilah secara lengkap dan sistematik diatur
berbagai-bagai aturan dan kaidah hukum serta bagaimana cara kerja dari badan pembuat
undang-undang.8

3
Nurul Qamar, Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan, Cetakan Pertama, Makassar, Refleksi, 2010, hal. 25
4
Ibid., hal.26
5
Ibid
6
ibid
7
Ibid., hal.26
8
Ibid., hal.27
Pembentukan hukum yang baru di Eropa Kontinental telahmmelalaui perjalanan proses
yang panjang dan kompleks. Sejarah perkembangannya tidak dapat dilepaskan dengan faktor-
faktor ekonomi, politik, dan intelektual Eropa Barat.9 Pada akhir abad XI sampai dengan
memasuki awal abad XIV, terjadi divergensi sistem Civil Lawyang berkembang di Eropa
Kontinental, sementara Common Lawberkembang di lnggris.10 Civil Lawyang dikembangkan
di Jerman dan Perancis, menandakan kebangkitan kembali hukum Romawi atau the Roman
law system yang tertuang dalam kodifikasi Corpus Juris Civilis. Sedangkan sebaliknya yang
terjadi di lnggeris, ialah Raja-Raja lnggeris menciptakan dan memberlakukan suatu sistem
peradilan untuk melaksanakan hukum kerajaan.11
Perkembangan dan Penyebaran Common LawSystem
Terjadi invasi oleh bangsa Normandia Pada 1006, invasi ini dilakukan dengan membawa
sekelompok administrator yang cakap dalam menjalankan tugas yang diberikan kepadanya
oleh mereka yang berkuasa (memiliki kekuasaan politik) berdasarkan dengan hak penaklukan12
Dalam tradisi Feodal yang demikian, Inggris disebut dengan Fief maksudnya adalah negeri
yang dapat diwarisi dari seorang tuan tanah sebagai imbalan atau kompensasi atas pengabdian
kepada tuan tanah. Dengan keadaan tersebut Paera Raja berfikir untuk membentuk suatu badan
yang dapat mempertahankan kekuasaan-kekuasaan mereka dalam hal pemerintahan.13
Salah satu badan yang paling penting untuk mempertahankan dan memperkuat
kelanggengan kekuasaan pusat pemerintahan yang dikendalikan oleh Raja adalah Pengadilan
Kerajaan. Hal ini dilakukan oleh Raja Wiiliem dan para penggantinya. Sebelum akhir aad xii ,
Penagadilan Kerajaan bersama dengan Pengadilan-Pengadilan local merupakan institusi politik
yang paling kuat dan disegani di lnggris.
Pada masa Kekuasaan Raja Masa kekuasaan Pemerintahan Raja Henry II lnggris
melakukan reformasi dan strukturisasi peradilan dan hukum proseduralnya. Reformasi
tersebut, melahirkan perubahan yang berarti di bidang peradilan, yakni diaturnya dasar-dasar
bagi hakim kerajaan dan kompetensinya dalam mengadili perkara-perkara. Hakim kerajaan
diberi kewenanangan (kompetensi) untuk mengadili pada tingkat pertama di seluruh kerajaan
pada sengketa-sengketa tanah tertentu dalam lingkup kerajaan, dan dintrodusirnya jury untuk
perkara-perkara pidana dan perdata sebagai modus pembuktian yang standar pada suatu

9
Ibid.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Arthur dan James
13
Nurul Qamar ,Op.Cit., hal.32
Pengadilan.14 Pada masa itu hampir seluruh warga inggris yang memiliki sengketa
menggunakan pengadilan tersebut untuk menyelesaikan perkara sesuai hukum proseduralnya.
Hakim dan Pengadilan membangun suatu hukum kerajaan (feodal) yang berlaku umum
(common). Disamping semula adanya pembatasan jenis perkara-perkara tertentu, semakin
diperluas yang memungkinkan Pengadilan Kerajaan menangani perkara yang lebih meluas
yang diajukan.15
Reformasi Hukum yang dilakukan dibawah kepemimpinan Raja Henry ii ini dinilai
sangat pesat karena menerapkan sistem peradilan professional dengan hakim kerajaan yang
mampu bekerja dibawah feodal. Meski sebenarnya hukum yang diterapkan bukanlah Hukum
Original Inggris melainkan dipengaruhi oleh tradisi Hukum Normandia, namun demi
kepentingan feodal maka Hukum Norman tersebut pada akhirnya diakomodir sebagai hukum
Inggris pada akhirnya, meskipun terinfiltrasi dengan Hukum Roman. Oleh karenanya apabila
ditimbang dari sudur pandang sejarah Hukum Inggris biasa disebut Anglo Norman.16
Pengadilan-Pengadilan local yang sebelumnya bekerja tidak professional dengan penuh
keberpihakan, telah diganti dengan Pengadilan-Pengadilan Kerajaan yang bekerja lebih
professional, sehingga menarik perhatian pihak yang berperkara, bahwa Pengadilan dan hakim
kerajaan yang dibentuk oleh Raja adalah jawaban yang dinantikan oleh warga lnggeris untuk
memecahkan masalah hukumnya. Kaitannya dengan tradisi sejarah pemberdayaan hakim dan
Pengadilan Kerajaan di kala itu di lnggeris, maka Pengadilan Kerajaan ramai menangani
perkara yang diajukan kepadanya, sehingga dengan penetapan dan putusan pengadilan
dijadikan sebagai hukum yang harus ditaati dan dijalankan17 Oleh karane itu pada Common
Law, kegiatan hukum sangat terpusat di Pengadilan, berbeda dengan Civil Lawyang basis
kegiatannya adalah berada di Parlemen.18
Common Lawberkembang hingga negera jajahan Inggris, yakni Amerika Serikat.
Hukum yang pertama kali dibawa oleh bangsa lnggeris ke Amerika, bukan hukum yang
diterapkan di Pengadilan-Pengadilan Kerajaan lnggeris, melainkan adalah hukum local yaitu
berupa kebiasaan-kebiasaan masyrakat lnggeris. Kebiasaankebiasaan masyarakat lnggeris itu
disebutnya sebagai Remembered folk-law. Hukum local lnggeris.19
Sistem Hukum Amerika pada zaman Kolonial, terbentuk dari tiga unsur :

14
Ibid, hal.33
15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Friedman
a. Remembered folk law
b. Hukum baru yang ditetapkan karena kebutuhan
c. Hukum yang dibuat atas dasar ideology para migrant/ pendatang.

Apabila diinventarisir, maka dapat dikemukakan bahwa hukum yang dikembangkan oleh
Kolonial lnggeris di Amerika terdiri dari :
a. Hukum yang diciptakan karena kebutuhan mereka di wilayah baru
b. Hukum yang didasarkan dari agama atau ideology yang dianut.

Perbedaan Anglo Amerika dengan Common LawSystem lnggeris, dapat diinventarisir sebagai
berikut :
1. Amerika Serikat mengenal Konstitusi yang bersifat tertulis, sehingga hukum tertinggi
di Amerika adalah Konstitusi. Sementara di lnggeris tidak mengenal Konstitusi yang
sifatnya tertulis. Praktek ketatanegaraan lnggeris didasarkan atas Convention.
2. Konstitusi Amerika Serikat menjadi rujukan atas undangundang, sehingga bilamana
terdapat undang-undang bertentangan dengan Konstitusi, maka undang-undang itu
harus dikesampingkan dan dianggap tidak berlaku.
3. Pengadilan-Pengadilan di Amerika Serikat memiliki kewenangan judicial review.
Pengadilan dapat menyatakan bahwa suatu ketentuan undang-undang tidak sah apabila
dipandang bahwa undang-undang itu bertentangan dengan Konstitusi. Sementara di
lnggeris kewenangan seperti itu tidak ditemukan. Yang ada yaitu supremasi Parlemen.
Apayang telah ditetapkan oleh Parlemen sebagai wakil rakyat merupakan produk
hukum tertinggi.
4. Amerika Serikat tidak sepenuhnya tunduk pada Doktrin Stare decisis, meskipun
Amerika dan lnggeris dua-duanya menganut doktrin tersebut, akan tetapi hakim·hakim
Amerika lebih berani menyimpangi doktrin itu yang biasa disebut Distinguish. Yaitu
dengan alasan terjadinya perubahan filosofis atas reasoning yang melandasi putusan
itu. Sementara di lnggeris tidak demikian halnya.
5. Amerika Serikat telah mengembangkan sistem kodifikasi hukum untuk pemenuhan
kebutuhannya baik terhadap pusat maupun negara-negara bagian, sementara di lnggeris
tidak demikian.

Karakteristik Civil LawSystem dan Common LawSystem


1. Karakteristik Civil LawSystem
Civil LawSystem dapat dikemukakan karakterisknya sebagai berikut :
a. Adanya sistem kodifikasi
b. Hakim tidak terikat pada preseden atau doktrin stare decisis, sehingga undang-undang
menjadi rujukan hukumnya yang utama
c. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial.

Pada Civil Lawadanya sistem kodifikasi dimaksudkan sebagai pendukung kepentingan


politik lmperium Romawi, disamping kepentingan-kepentingan lainnya diluar itu. Diketahui
bahwa wilayah kekuasaan lmperium Romawi melintasi Eropa Barat dan Timur, sehingga
kodifikasi diperlukan untuk menciptakan keseragaman hukum dalam dan di tengah-tengah
keberagaman hukum di wilayah imperium Romawi. Misalnya Perancis, sebelum meletusnya
revolusi ditemukan perbedaan hukum yang berlaku antara wilayah selatan dan daerah wilayah
utara. Hukum yang berlaku di daerah selatan disebut "Pays de droit ecrit" sedangkan di daerah
utara disebut "Pays de coutumes". Pays de droit ecrit, adalah daerah wilayah selatan Perancis
yang berlaku hukum tertulis yang bersumber dari Hukum Romawi Kekaisaran Romawi Barat
pada Abad V. Sedangkan Pays de coutumes, adalah daerah utara Perancis yang berlaku hukum
kebiasaan local yang beragam dan berbeda satu sama lainnya Revolusi Perancis yang meletus
pada 14 Juli 1789 dengan semboyan "Libertee, fraternitee dan egalitee" telah meluuh lantakkan
struktur institusi-institusi lama di Kerajaan Perancis, khususnya Parlemen yang lansung
dibubarkan.20
Perkembangan lebih baik terjadi pada masa Pemerintahan Konsulat Tahun 1799-1804.
Napoleon Banaparte sebagai Konsulat I Perancis mempunyai kekuasaany ang luas dan ambisi
untuk dapat disebut sebagai pembuat hukum (made law).21 Hingga akhirnya pada 1804 di
Perancis, maka diundangkanlah sebanyak 36 undang-undang yang terpisah-pisah, kemudian
dihimpun menjadi satu ke dalam satu kitab undang-undang yang disebut dengan "Code Civils
des Francais" yang terdiri atas 2281 pasal. Perancis, setelah berhasil dengan kodifikasi "Code
Civils" pertama tersebut, kemudian menindaklanjuti dengan empat kodifikasi berikutnya yaitu
:
a. Code de Proceedure Civil (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata)
b. Code de Commerce (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
c. Code Peenal (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

20
Ibid., hal. 41
21
Ibid
d. Code d' Instruction Criminelle (Ki tab Un Undang-Undang PedomanP enangananP
erbuatan Pidana).
Hakim Tidak Terikat Pada Presedent
Hal ini melekat pada sistem Civil Law, dimaksudkan bahwa Civil Law tidak dapat
dilepaskan dengan ajaran pemisahan kekuasaan yang telah mengilhami terjadinya revolusi
Perancis. Paul Scholten mengatakan bahwa maksud pengorganisasian organ-organ negara
Belanda tentang adanya pemisahan antar kekuasaan membuat undang-undang, keuasaan
peradilan dan sistem kasasi serta kekuasaan eksekutif, dan tidak dimungkinkannya kekuasaan
yang satu mencampuri urusan kekuasaan yang lainnya, adalah dengan cara itu, maka
terbentuklah yurisprudensi. mengemukakan bahwa iudiciandum est, putusan Hoge Raad atas
suatu sengketa hukum perlu dihormati, akan tetapi tidak lebih dari sekedar dihormati.22 Hal
tersebut menjadi salah satu aspek membedakan dengan Common LawSystem, dimana Civil
LawSystem tidak tunduk pada doktrin Stare Decisis, yang menganut paham presedent.
Peradilan Menganut sistem lnkuisitorial
Karakteristik yang ketiga pada Civil LawSystem yakni dianutnya sistem lnkuisitorial oleh
peradilan. Maksudnya adalah dalam sistem ini hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum
dan cermat dalam menilai alat bukti. Bahwa hakim Civil Lawberusaha dengan keras untuk
dapat menggambarkan peristiwa dari awal. Profesionalisme dan kejujuran hakim sangat
dijunjung teguh dalam sistem ini.

II. Karakteristik Common LawSystem


Jika pada Civil LawSystem mempunyai tiga karakteristik, maka pada Common
LawSystem juga ditemukan mempunyai tiga karakteristik, diantaranya adalah sebagai berikut
:
1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama
2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent
3. Adversary System Dalam Proses Peradilan

Pada karakteristik pertama, yakni yurisprudensi sebagai sumber hukum utama dalam
Sistem Common Lawini merupakan produk hukum perkembangan hukum Inggris yang lupt

22
Ibid.
dari pengaruh Hukum Roman. Philip S.Jamet mengemukakan dua alasan mengapa
yurisprudense dianut dalam Common LawSystem
a. Alasan Psikologis, karena setiap orang yang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia
cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar atas putusannya dengan merujuk
kepada putusan yang telah ada sebelumnya daripada memikul tanggungjawab atas
putusan yang dibuatnya sendiri
b. Alasan praktis, diharapkan mengapa hadir putusan seragam karena hukum harus
memiliki kepastian daripada menonjolkan keadilan pada setiap kasus yang terjadi.

Common Lawberpenadapat bahwasannya menempatkan suatu undang-undang sebagai


acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu
merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan kenyataan
dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu, undang-undang itu
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada, sehingga memerlukan interpretasi
pengadilan23

Dianutnya Doktrin Stare Decisis/Precedent


Doktrin tersebut, secara substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk
mengikuti dan atau menerapkan suatu putusan pengadilan terdahulu baik yang ia buat sendiri
atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa. Hakim Pengadilan lnggeris, dengan menerapkan
doktrin
ini otoritas Pengadilan bersifat hirarki, yaitu pengadilan yang lebih rendah harus mengikuti
putusan pengadilan yang lebih tinggi untuk kasus yang serupa.24

Adversary System dalam Proses Peradilan


Karakteristik yang ketiga pada Common Law, adalah adanya adversary system. Dalam
sistem ini kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan lawyernya
berhadapan di depan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi sedemikian rupa
dan mengemukakan dalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di Pengadilan. Jadi yang
berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang dipanglimai oleh lawyersnya
masing-masing.25

23
Roscoe Pound
24
Ibid., hal. 49
25
Ibid., hal. 49
Kawanisasi Negara Penganut Sistem Hukum Dunia
I. Negara-Negara Penganut Civi! Law System
Negara di kawasan dunia ini yang menganut Civil Law System, dengan kata lain keluarga
hukum Eropa Kontinental sekurang-kurangnya terdapat delapan puluh negara sebagai
berikut:
1. Albania
2. Estonia
3. Aljazair
4. Ethiopia
5. Angola
6. Finlandia
7. Argentina
8. Gabon
9. Andorra
10. Georgia
11. Armenia
12. Guatemala
13. Aruba
14. Honduras
15. Austria
16. Hungaria
17. Azerbaijan
18. Iceland
19. Belarus
20. Mesir
21. Belgia
22.Mexico
23. Bolivia
24. Mongolia
25. Bosnia dan Herzegovina
26. Panama
27. Brazil
28. Perancis
29. Bulgaria
30. Peru
31. Burundi
32. Jerman
33. Camboja
34. Yunani
35. Cape Verde
36. Haiti
37. Afrika Tengah
38. Indonesia
39. Chad
40. Iran
41. Congo
42. Italy
43. Cote D'lvore
44. Jepang
45. Cina Daratan
46. Latvia
47. Chili
48. Lebanon
49. Colombia
50. Lithuania
51. Costa Rica
52. Luxemborg
53. Croasia
54. Macau
55.Cuba
56. Morocco
57.Czechnya
58. Belanda
59. Denmark
60. Norwegia
61 . Dominica
62. Paraguay
63.Ecuador
64. Polandia
65. El Salvador
66. Portugal
67. Romania
68. Rusia
69. Saudi Arabia
70. Slovakia
71. Spanyol
72. Sudan
73. Swedia
74. Swiss
75. Taiwan
76. Thailand
rt. Turki
78. Uruguay
79. Vatican City
80. Vietnam

II. Negara-Negara Penganut Common LawSystem


Kawasan Negara-Negara di dunia yang menganut Common LawSystem atau Anglo Saxon,
setelah dilakukan diinventarisasi terdapat sebanyak tiga puluh delapan negara sebagai berikut
:
1 . Afganistan
2. Antigua & Barbuda
3. Australia
4. Bahama
5. Bahrain
6. Bangladesh
7. Barbados
8. Belize
9. Brunai Darussalam
10. Camerun
11. Canada
12. Dominica
13. Ghana
14. Guyana
15. Fiji
16. Grenada
17. Hong Kong
18. India
19. lrlandia
20. Jamaica
21. Kiribati
22. Pulau Marshall
23. Mauritius
24. Nauru
25. New Zaeland
26. Oman
27. Pakistan
28. Palau
29. Qatar
30. Saint Kitts dan Nevis
31. Saint Vincent dan The Grenadines
32. Tonga
33. Trinidad dan Tobago
34. Tuvalu
35. Uganda
36. lnggeris
37. USA I Amerika
38. Vanuatu

Asas Legalitas Dalam Civil Law


Dalam tradisi Civil Lawsystem, ada empat aspek asas legalitas yang diterapkan secara
ketat, yaitu: peraturan perundangundangan (law), retroaktivitas (retroactivity), lex certa, dan
analogi.26 Mengenai keempat aspek ini, menurut Roelof H. Haveman, though it might be said
that not every aspect is that strong on its own, the combination of the four aspects gives a more
true meaning to principle of legality. 15 Ke-empat aspek asas legalitas di atas penjelasannya
sebagai berikut: - Lex Scripta: tertulis27
Dalam Civil Lawsystem, aspek pertama adalah pemidanaan harus didasarkan pada
undang-undang, dengan kata lain berdasarkan hukum28 yang tertulis. Undang-undang
(statutory, law) harus mengatur mengenai tingkah laku (perbuatan) yang dianggap sebagai
tindak pidana. Tanpa undang-undang yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang, maka
perbuatan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana. Hal ini berimplikasi bahwa
hukum kebiasaan/hukum yang hidup tidak bisa dijadikan dasar menghukum seseorang. Tidak
bisanya kebiasaan menjadi dasar penghukuman bukan berarti kebiasaan tersebut tidak
mempunyai peran dalam hukum pidana. Ia menjadi penting dalam menafsirkan element of
crimes yang terkandung dalam tindak pidana yang dirumuskan oleh undang-undang tersebut.29
Lex Certa: Jelas dan rinci Dalam kaitannya dengan hukum yang tertulis, pembuat undang-
undang (legislatif) harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai perbuatan yang disebut
dengan tindak pidana (kejahatan, crimes). Hal inilah yang disebut dengan asas lex certa atau
bestimmtheitsgebot. Pembuat undang-undang harus mendefinisikan dengan jelas tanpa samar-
samar (nullum crimen sine lege stricta), sehingga tidak ada perumusan yang ambigu mengenai
perbuatan yang dilarang dan diberikan sanksi. Perumusan yang tidak jelas atau terlalu rumit
hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan menghalangi keberhasilan upaya
penuntutan (pidana) karena warga selalu akan dapat membela diri bahwa ketentuanketentuan
seperti itu tidak berguna sebagai pedoman perilaku.30
- Analogi
Analogi artinya memperluas berlakunya suatu peraturan dengan mengabstraksikannya menjadi
aturan hukum yang menjadi dasar dari peraturan itu (ratio legis) dan kemudian menerapkan
aturan yang bersifat umum ini kepada perbuatan konkrit yang tidak diatur dalam undang-
undang. Penerapan peraturan secara analogi ini dilakukan apabila ada kekosongan (leemte ata

26
Lihat: Roelof H. Heveman, 2002, The Legality of Adat Criminal Law in Modern Indonesia, Jakarta: Tata Nusa,
Hal. 50.
27
Iksan, Muhammad, Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana: Studi Komparatif Asas Legalitas Hukum Pidana
Indonesia dan Hukum Pidana Islam., Neliti, https://media.neliti.com/media/publications/163598-ID-none.pdf,
diakses pada 2 September 2021 pukul 19.44 WIB
28
Ibid hal 8
29
ELSAM, 2005, Asas Legalitas KUHP Dalam Rancangan 2005, Posistion Paper Advokasi RUU KUHP Seri 1, Jakarta,
Hal. 6-7
30
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana: Komentar Atas PasalPasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
lucke) dalam undangundang untuk perbuatan (peristiwa) yang mirip dengan apa yang diatur
oleh undangundang. Akan tetapi sebaliknya apabila ada peristiwa (baru) yang tidak diatur
dalam undangundang maka peraturan itu tidak diterapkan, apabila tidak sesuai dengan rasio
dari peraturan tersebut. Penggunaan yang demikian itu disebut ³DUJXPHQWXP D
FRQWUDULR¥ (pemberian alasan secara dibalik/bewijs van het tegendeel)31 Seperti
disebutkan di muka, asas legalitas membatasi secara rinci dan cermat tindakan 19 Sudarto,
1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP,
Hal. 22-23. apa saja yang dapat dipidana. Namun demikian, dalam penerapannya, ilmu hukum
memberi peluang untuk dilakukan interpretasi terhadap rumusan-rumusan perbuatan yang
dilarang tersebut.32
Non-retroaktif
Asas legalitas dipandang dari ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu yang berkaitan
dengan non retroaktif menghendaki bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
merumuskan tindak pidana tidak dapat diberlakukan secara surut (non retroaktif).

Johan Anselm von Feuerbach dari Jerman pada tahun 1801 dengan teori vom
psycologischen zwang-nya yang pertama kali merumuskan asas legalitas dengan
postulat “nullum dellictum nulla poena sine praevia lege poenali” (tidak ada perbuatan
pidana atau tidak ada pidana tanpa Undang-Undang pidana sebelumnya) dalam bukunya
yang berjudul “Lehrbuch des gemeinen, in Deutschland giiltigen peinlichen Rechts”.
Buku ini ia tulis bersamaan dengan memuncaknya gejala revolusi di daratan Eropa yang
diinspirasi oleh revolusi Prancis yang menumbangkan kekuasaan absolut kerajaan yang
sewenang-wenang.
Selanjutnya postulat tersebut mengalami penderivasian yang sejajar dengan
principat induknya menjadi tiga frasa, meliputi :

1. Nulla Poena Sine Lege (tiada pidana tanpa pidana menurut ketentuan Undang -
Undang),
2. Nula Poena Sine Crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana),
3. Nullum Crimen Sine Poena Legali (tiada perbuatan pidana tanpa pidana
menurut Undang-Undang).

31
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, Hal. 22-
23
32
Neliti, Op Cit., hal. 10
Makna asas legalitas juga dikemukakan oleh Jeschek dan Weigend diantaranya:

1. Terhadap ketentuan pidana, tidak boleh berlaku surut (nonretroatkif / nullum


crimen nulla poena sine lege praviae/ lex praeviae);
2. Ketentuan pidana harus tertulis dan tidak boleh dipidana berdasarkan hukum
kebiasaan (nullum crimen nulla poena sine lege scripta / lex scripta);
3. Rumusan ketentuan pidana harus jelas (nullum crimen nulla poena sine lege
certa / lex certa);
4. Ketentuan pidana harus ditafsirkan secara ketat dan larangan analog i (nullum
crimen poena sine lege stricta / lex stricta). 33

Asas Legalitas Pada Common Law


Penerapan asas legalitas memiliki variasi yang beragam antar satu negara dengan
negara lainnya, tergantung apakah sistem pemerintahan yang berlaku di negara bersangkutan
bersifat demokratis atau tiranis. Variasi juga tergantung pada keluarga hukum yang dianutnya.
Sistem Eropa Kontinental cenderung menerapkan asas legalitas lebih kaku daripada
penerapannya di negara-negara yang menganut sistem Common law, karena di negara-negara
Eropa Kontinental asas legalitas menjadi alat untuk membatasi kekuasaan negara.34 Di negara-
negara yang menggunakan sistem Common Lawasas legalitas tidak begitu menonjol, karena
prinsip-prinsip rule of law telah tercapai dengan berkembangnya konsep due proses of law
yang didukung oleh hukum acara yang baik. Dalam hal ini analogi tidak dijinkan tetapi bahkan
menjadi basis pembaharuan Common Law. Amerika Serikat lebih ketat dalam membatasi
analogi dan berlakunya asas retroaktif hanya dalam hukum acara, khususnya hukum
pembuktian.35

Pengaturan Sistem Hukum di Negara Common Lawan Civil Law


• Pada Civil Law:

33
Part I : “Sejarah Asas Legalitas adalah Sejarah Perlawanan terhadap Kesewenang -wenangan dalam
Penggunaan Hukum, https://sthgarut.ac.id/blog/2019/10/03/part-i-sejarah-asas-legalitas-adalah-
sejarah-perlawanan-terhadap-kesewenang-wenangan-dalam-penggunaan-hukum-pidana/, diakses
pada 25 September 2021, pukul 19.52 WIB
34
Sri Rahayu, Implikasi Asas Legalitas Terhadap Penegakan Hukum dan Keadilan,
https://media.neliti.com/media/publications/43225-ID-implikasi-asas-legalitas-terhadap-penegakan-hukum-
dan-keadilan.pdf, Diaskses pada 26 September 2021 pukul 19.59 WIB
35
Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusi, Dan Reformasi Di Indonesia, Habibie Center, Jakarta, Tahun 2002, hal.
74.
1. Hukum Dikodifikasi menjadi suatu Hukum Tertulis
2. Adanya pemisahan secara tegas antara Hukum Publik dengan Hukum Privat
• Common Law:
1. Didominasi Oleh Hukum Tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim
2. Tidak adanya pemisahan secara tegas antara huku publik dan Hukum Privat. Namun
demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaaan, dan peraturan
tertulis) tidak tersusun sistematis dalam hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku
pada sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam Sistem Hukum ini “peranan” yang
diberikan kepada seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang bertugas
menetapkan dan menafsirkan peraturanperaturan hukum saja, tetapi hakim juga
berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip
hukum yang baru atau disebut dengan yurisprudensi.
PENUTUP
Civil LawSystem adalah Sistem Hukum yang dianut oleh negara-negara Eropa
Kontinental yang didasarkan Pada Hukum Romawi. Negara penganut Civil Lawmenempatkan
Konstitusi tertulis pada urutan tertinggi dalam hierarki perundang-undangan dan selanjutnya
diikuti oleh peraturan lain yang berada dibawahnya. Hal ini berbeda dengan negara penganut
Common Lawdimana sistem hukumnya menganut doktrin stare decisis yang berarti bahwa
dalam memutus putusannya seorang hakim haruslah memutus perkara berdasar pada prinsip
hukum yang sudah ada berdasarkan putusan hakim lain dalam perkara sejenis yang sebelumnya
(preseden). Sehingga dapat terlihat dalam Common Lawmendasarkan pada pentingnya
yurisprudensi sedangkan pada Civil Lawmengutamakan perundang-undangan sebagai sumber
hukumnya.
I. Karakteristik Civil LawSystem
Civil LawSystem dapat dikemukakan karakterisknya
sebagai berikut :
1 . Adanya sistem kodifikasi
2. Hakim tidak terikat pada preseden atau doktrin stare decisis, sehingga undang-undang
menjadi rujukan hukumnya yang utama
3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial.

Sedangkan Pada Common Lawmemiliki karakteristik yang berbeda yakni


1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama
2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent
3. Adversary System Dalam Proses Peradilan

Pada Civil Law System, Hukum Dikodifikasi menjadi suatu Hukum Tertulis serta
terdapat pemisahan secara tegas antara Hukum Publik dengan hukum privat. Hal ini berbeda
dengan Common Lawsistem dimana sistem hukumnya didominasi oleh hukum tidak tertulis
atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim . Selain itu pada Common LawSystem,
pemisahan secara tegas antara huku publik dan Hukum Privat tidak dinyatakan secara tegas.
Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaaan, dan peraturan
tertulis) tidak tersusun sistematis dalam hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku pada
sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam Sistem Hukum ini “peranan” yang diberikan kepada
seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturanperaturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh
tata kehidupan dan menciptakan prinsip hukum yang baru atau disebut dengan yurisprudensi.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan. Cetakan Pertama.
Makassar.Refleksi, 2010.
Muladi. Demokrasi. Hak Asasi Manusi. Dan Reformasi Di Indonesi. Habibie Center.
Jakarta. Tahun 2002.
Peter de cruz. Perbandingan Sistem Hukum Commom Law. Civil Lawdan Socialist
Law. Jakarta : Diadit Media, 2013.
Roelof H. Heveman. 2002. The Legality of Adat Criminal Law in Modern Indonesia.
Jakarta: Tata Nusa.
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni. 1986.
Sudarto. 1990, Hukum Pidana I. Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto Fakultas
Hukum UNDIP.

JURNAL

ELSAM. 2005. Asas Legalitas KUHP Dalam Rancangan 2005. Posistion Paper
Advokasi RUU KUHP Seri 1. Jakarta.
Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana: Komentar Atas PasalPasal Terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

INTERNET
Iksan, Muhammad. Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana: Studi Komparatif Asas
Legalitas Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam. Neliti.
https://media.neliti.com/media/publications/163598-ID-none.pdf, diakses pada 2 September
202.
Part I : “Sejarah Asas Legalitas adalah Sejarah Perlawanan terhadap
Kesewenang-wenangan dalam Penggunaan Hukum.
https://sthgarut.ac.id/blog/2019/10/03/part-i-sejarah-asas-legalitas-adalah-sejarah-
perlawanan-terhadap-kesewenang-wenangan-dalam-penggunaan-hukum-pidana/,
diakses pada 25 September 2021.
Sri Rahayu, Implikasi Asas Legalitas Terhadap Penegakan Hukum dan Keadilan.
https://media.neliti.com/media/publications/43225-ID-implikasi-asas-legalitas-terhadap-
penegakan-hukum-dan-keadilan.pdf. Diakses pada 26 September 2021.

Anda mungkin juga menyukai