Diajukan oleh
Latifah Nur aini, S.H.
NPM :
PRAKATA
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunianya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Paper dalam
i
matakuliah Teori Hukum yang berjudul “Tinjauan Terhadap Pasal 470 Ayat (1)
dalam RUU KUHP dengan Pendekatan Teori Hukum ” dengan baik dan lancar.
Penulis bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama
menyelesaikan tesis ini, tesis ini tidak akan mungkin dapat penulis selesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalamdalamnya kepada para
pihak a:
1. Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M. selaku dosen yang telah
memberikan ilmu kepada saya;
2. Orang tua tercinta yang selalu mendukung terselesaikanya segala tugas
perkuliahan;
3. Para teman dan sahabat yang telah memberikan semangat dan dorongan
kepada penulis.
Tugas ini ditulis berdasarkan pengamatan dan hasil studi pustaka mengenai
Pasal 470 Ayat (1) dalam RUU KUHP. Berbagai upaya telah dilakukan penulis
untuk Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca guna kesempurnaannya. Penulis berharap semoga Paper dapat
bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca.
i
ABSTRAK
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembuatan aturan tersebut penulis ingin menganalisis terkait substansi
aturan yang akan mengganggu keseimbangan psikologis dari korban
pemerkosaan. Hukum sebagai tool of social engineering, diharapkan mampu
mencakup setiap bidang kehidupan masyarakat bahkan dapat berelaborasi
dengan disiplin ilmu lainnya. Salah pendekatan keilmuan non hukum untuk
mengkaji ilmu hukum disebut dengan ilmu metayurudis. Salah satu keilmuannya
adalah Psikologi hukum, yakni suatu disiplin ilmu tentang perilaku manusia yang
berusaha untuk memberikan kontribusi dalam usaha penegakan hukum dengan
memberikan intervensi psikologis. Farrington dan Hawkins berpendapat bahwa
peran psikologi dalam hukum dapat dibagi dalam 3 jenis. Pertama dapat
digunakan untuk menguji kebenaran pra anggapan yang digunakan dalam hukum
itu sendiri, digunakan untuk proses hukum, dan digunakan untuk sistem hukum
sendiri1.
B. Tujuan Hukum
Hukum dituntut untuk memenuhi berbagai tujuan, berdasarkan pendapat
Radbruch nilai-nilai dasar yang menjadi tujuan hukum adalah Keadilan,
Kegunaan/ Kemanfaatan (Zweekmaszigkeit) dan Kepastian Hukum2. Namun
demikian, dalam banyak literatur yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
cita hukum yang tak lain adalah keadilan. Menurutcuique Ulpianus Justitia es
perpetua et constans voluntas jus suum tribuendi apabila diartikan menyatakan
bahwa keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk
memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya3.
1
Abintoro Prakoso, “ Hukum dan Psikologi Hukum” , ( Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2018) hlm. 75
2
Satjipto Rahardjo, “Ilmu Hukum” (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006) hlm. 19
3
Peter Mahmud, “Pengantar Ilmu Hukum” (Jakarta:Kencana,2008) hlm.139
i
Keadilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat
(perbuatan, perlakuan, dan sebagainya untuk menghasilkan masyarakat yang
bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan
yang sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya.4
Lebih spesifik dan mengerucut lagi, Satjipto Raharjo menyatakan bahwa
keadilan merupakan ukuran yang dipakai untuk memperlakukan objek diluar diri
kita, sehingga ukuran tersebut tidak dapat dilepaskan dari arti yang kita berikan
atas kemanusiaan. Bagaimana anggapan kita tentang manusia lah yang akan
menciptakan ukuran tentang bagaimana memperlakukan orang lain.5
Gagasan tentang hukum memang tidak hanya berkutat tentang keadilan,
sebagaimana disampaikan pada penjelasan sebelumnya bahwa Gustav Radbruch
telah mengemukakan pendapatnya tentang The Idea Triad, di beberapa
kesempatan Radbruch menyebutnya sebagai ‘three principles’ bukan three
elements or three sides.6 Dalam banyak literatur klasik dikemukakan bahwa
banyak antimoni antara kepastian hukum dengan keadilan. Kedua hal ini tidak
dapat diwujudkan secara sekaligus. Sedangkan dalam literatur hukum yang
bersifat kompromi, dinyatakan bahwa dengan mengorbankan keadilan untuk
mencapai kepastian hukum.7 Atas pendapat tentang antinomi dalam hukum
tentang keadilan dan kepastian hukum dalam tulisannya, Radbruch menyatakan
pendapat tentang three principles sebagai berikut :
"the demands of legal certainty," on one hand, and the demands of justice
and expediency," on the other. While he adds that the three aspects of the
idea of law are of equal value, and in case of conflict there is no decision
between them but by the individual conscience. it is the professional duty of
the judge to validate the law's claim to validity, to sacrifice his own sense of
4
Admin, Pengertian Adil, https://kbbi.web.id/adil, diakses tanggal 08 Desember 2019, pukul
20:46
5
Satjipto Rahardjo , Op.Cit. hlm 165
6
Robert Alexy, “ Gustav Radbruch’s Concept of Law”
https://www.upjs.sk/public/media/16913/Gustav%20Radbruch's%20Concept%20of%20Law.pdf ,
diakses tanggal 08 Desember 2019 pukul : 21.02
7
Peter Mahmud, Op.Cit.hlm.161
i
the right to the authoritative command of the law, to ask only what is legal
and not if it is also just.”8
Apabila diartikan secara bebas dinyatakan bahwa three principles milik
Radbruch yakni kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan memiliki nilai yang
sama, apabila terdapat benturan diantara ketiga hal tersebut harus dilihat secara
individual. Menjadi tanggung jawab seorang hakim untuk memvalidasi dan
memutuskan perintah hukum dan keadilan.
Telah beredarnya Rancangan Undang-undang KUHP di kalangan
masyarakat, menimbulkan banyak kritik, salah satunya Pasal 470 ayat (1) terkait
dengan aborsi. Meskipun belum diundangkan, pasal tersebut dianggap tidak
melindungi kepentingan perempuan yang menjadi korban pemerkosaan. Apabila
pasal dimaksud diundangkan akan menciderai rasa keadilan bagi korban
pemerkosaan dan tidak adanya kepastian hukum apabila dikaitkan dengan
>>>>>>>UU KESEHATAN.
Dikarenakan pasal tersebut, ---------------
Keberadaan pasal ini semakin mengkhawatirkan bagi korban pemerkoasaan,
dimana nantinya apabila terjadi kejadian kehamilan dari hasil pemerkosaan harus
dipertahankan walaupun dalam perspektik kesehatan dan kejiwaan kehamilan
tersebut tidak diinginkan sebagai kondisi memaksa.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pendahuluan di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan berkenaan dengan keberadaan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang
no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu :
1. Apakah keberadaan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang no.11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah sesuai dengan unsur-unsur
tujuan hukum?
8
Brian Bix, “Radbruch's Formula and Conceptual Analysis”, The American Journal Of Jurisprudence.
Vol 56. 2011
i
2. Tindakan seperti apakah yang harus dilakukan masyarakat terhadap Pasal 27
ayat (3) Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik bila Pasal tersebut tidak sesuai dengan unsur-unsur tujuan hukum?
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan
cara memberi gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai fakta-fakta
disertai dengan analisis yang akurat tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dihubungkan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaan hukum positif
yang menyangkut permasalahan.
i
BAB II
TINJAUAN KEADILAN TERHADAP PASAL PASAL 470 AYAT (1)
DALAM RUU KUHP
9
H Salim dan Erlies Septiana Nurbani, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis”,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2014), hlm. 26
10
Fred Wilson,”john Stuart Mill”, Standford Encyclopedia of Philosophy, Spring, 2008,
https://stanford.library.sydney.edu.au/archives/spr2008/entries/mill/#StaWom, diakses tanggal 8
Desember 2019 pukul 12 ;20
11
Op.Cit. hlm. 29
i
Apabila dibandingkan dengam teori keadilan yang dikemukakan oleh Jhon
Stuart Mill yang berpendapat bahwa keadilan melindungi klaim-klaim kepada
aturan agar semua subjek hukum merasa disetarakan dari sisi keadilan.. 12
Rancangan Undang-Undang KUHP pada pasal 470 tersebut harus memerhatikan
klaim-klaim dari masyarakat khususnya perempuan dan dari sudut padang
korban pemerkosaan. Dimana terdapat perasaan keadilan yang terlanggar apabila
ketntuan terkait aborsi menjadi larangan bagi korban pemerkosaan, dimana
keadaan diperkosa dan hamil bukan merupakan keadaan yang dikendaki oleh
korban
B. Substansi Hukum
1. Pengertian Substansi Hukum
Substansi hukum terkait dengan aturan norma dan pola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem hukum tersebut. Substansi hukum juga
dapat terkait dengan produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
system tersebut, mencakup keputusan yang mereka keluarkan dan aturan baru
13
yang sedang disusun. Substansi hukum adalah produk dari struktur hukum,
baik peraturan yang dibuat melalui mekanisme struktur formal atau peraturan
yang lahir dari kebiasaan
Subtansi hukum dalam penulisan ini adalah aturan hukum yang berkitan
dengan pasal 470 ayat (1) Rancangan Undang-Undang KUHP yang berbunyi
sebagai berikut :
“Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau
mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun”
12
13
Soetandyo Wignjosoebroto, “Hukum dan Keadilan Masyarakat ( Perspektif Kajian Sosiologo)”,
(Malang : Setara Press,2011) hlm.13
i
2. Identifikasi Pasal 470 ayat (1) Rancangan Undang-Undang KUHP
Dari isi Pasal tersebut, dapat dianalisis masing-masing kata dan
kalimatnya yaitu :
a. Setiap Perempuan;
Pengertian Perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puki,
dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; dapat disebut
juga dengan wanita.14 Jadi pengertian wanita dalam konteks RUU tersebut
adalah orang yang memiliki ciri dan kemampuan biologis untuk
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
b. Menggugurkan atau mematikan kandungan :
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menggugurkan diartikan
sebagai tindakan yang menyebabkan gugur atau kodisi dengan sengaja
mengeluarkan janin sebelum waktunya;
Dengan kesengajaan dalam peraturan ini dalam hukum pidana terdiri
dari :
1) Kesengajaan yang bersifat tujuan
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti. Apabila
kesengajaan tersebut terdapat dalam suatu tindak pidana, si pelaku
pantas dikenakan hukuman pidana. Adanya kesengajaan yang
bersifat tujuan, pelaku dianggap menghendaki munculnya suatu
akibat yang menjadi pokok alasan ancaman hukuman.
2) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
Kondisi dimana pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk
mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar
bahwa akibat tersebut akan mengikuti perbuatan.
3) Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan
Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu
kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya
dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya
14
Admin, Pengertian Perempuan, https://kbbi.web.id/perempuan, diakses tanggal 08 Desember 2019
pukul 13 :37
i
mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang
menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan
seseorang yang dilakukannya15.
15
Moeljatno, “Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana” ( Jakarta: Bina
Aksara,1993) hlm. 46
16
Nobertus Jegalus, “Hukum Kata Kerja (Diskursus Filsafat tentang Hukum Progresif)”, (Jakarta :
OBOR, 2011) hlm. 19
17
Titon Slamet Kurnia, ”Sistem Hukum Indonesia”, (Bandung : CV Mandar Maju, 2016) hlm.
i
Ahmad Ali terdapat unsur sistem hukum dalam yaitu (1) Struktur hukum, (2)
substansi hukum, (3) kultur hukum. Menurut Friedman struktur hukum adalah
kerangka atau rangkanya. Bagian yang stabil dan tetap bertahan, bagian yang
memberikan bentuk dan batasan.18
Setiap negara memiliki sistem untuk menjalankan pemerintahannya. Sistem
dimaksud merupakan sistem pemerintahan dimana dikenal sistem
pemerintahan presidensial dan parlementer. Sejak dilakukan perubahan UUD
1945, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan.
Berdasarkan UUD 1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial
Sistem Hukum Indonesia tidak dapat dilepaskan dari latar belakang
sejarahnya sebagai negara jajahan Belanda. Hal tersebut menyebabkan
diberlakukannya asas konkordansi. Berikut adalah urutan-urutannya :
18
Soetandyo Wignjosoebroto, “Hukum dan Keadilan Masyarakat (Perspektif Kajian Sosiologo)”,
(Malang : Setara Press,2011) hlm.13
i
19
dimana subsistem-subsistem tersebut membentuk satu kesatuan . Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Lawrence M. Friedman bahwa “Legal
System, there are subsystems, most of them by common consent part the legal
system….they operate with norms or rules20.
Komponen dalam sistem hukum terbagi menjadi dua yaitu substansi atau
isu hukum yang bersangkutan sedangkan yang kedua adalah komponen
struktur. Dalam sub bab ini penulis akan membahas pada komponen struktur
dalam sistem hukum. Struktur dalam sistem hukum adalah Lembaga yang
memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum. Suatu hukum sebaik
apapun substansinya tidak akan mampu berjalan dengan baik apabila tidak
ada Lembaga yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan hukum
dimaksud21. Sistem ketatanegaraan Indonesia tidak dapat terlepas dari ajaran
Montesquieu tentang Trias Politica. Ajaran ini memisahkan kekuasaan negara
menjadi Eksekutif, legislatif dan Yudikatif.22. Berdasarkan pemisahan
kekuasaan dalam sistem hukum Indonesia, terbentuk struktur ketatanegaraan
dimana atas pembagian kekuasaan tersebut diserahkan kepada lembaga negara
yang dibentuk sesuai fungsinya.
i
setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum. Tidak terdapat
diskriminasi dalam proses penegakan hukum.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa Indonesia selaku
Negara hukum. yangmempunyai struktur dimana Dewan Perwakilan Rakyat
membuat undang-undang, dan Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang
untuk menguji undang-undang tersebut.
i
tertentu dalam keadaan tertentu. Hukum merupakan perintah bersyarat
(kondisional) bagi petugas penegak hukum untuk menerapkan sanksi26.
D. Budaya Hukum
1. Pengertian Budaya Hukum
Budaya hukum dalam penjelasan Friedman berkaitan dengan sikap
manusia terhadap hukum menurut hukum kepercayaan, nilai pemikiran, serta
harapannya. Secara sederhana Budaya Hukum adalah suasana pemikiran sosial
dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari,
atau disalahgunakan. Tanpa adanya budaya hukum, sistem hukum tidak
berdaya.27
Suatu hukum yang ideal adalah hukum yang merupakan produk langsung
dari budaya masyarakat yang bersangkutan, sehingga sistem nilai yang diusung
oleh produk hukum tersebut akan sesuai dengan kesadaran nilai (value
conscioucness) yang dimiliki masyarakat. Suatu produk hukum walaupun telah
dibuat koheren secara substansi dengan sistem aturan lainnya, dan walaupun
dilakukan penegakan oleh struktur hukum lainnya tidak akan mampu berjalan
maksimal dan cenderung terjadi resistensi apabila hukum dimaksud
bertentangan dengan budaya masyarakat yang menjadi subjek penerapan
hukum tersebut28.
Upaya membangun tata sistem hukum Indonesia merupakan sebuah upaya
untuk politik yang secara sadar dilaksanakan untuk menerapkan kebijakan yang
berakar pada transformasi kulural budaya Indonesia asli dan dikombinasikan
dengan budaya hukum asing yang berasal dari luar baik dengan kegagalan
maupun keberhasilannya. Transformasi kultural tersebut menyiratkan
26
H.L.A Hart, “Konsep Hukum”, ( Bandung : Nusa Media, 2018) hlm. 56
27
Soetandyo Wignjosoebroto,Op.Cit. hlm.14
28
Muhammad Syukri dkk, Op.Cit.hlm. 48
i
transplatasi hukum (subsistem politik dan budaya) yang berasal dari proses
sejarah bangsa Indonesia29.
2. Identifikasi Budaya Hukum
Justice as a value , Ronald Dworkin membedakan anatar justice and law, justice
merupakan nilai dan hukum merupakan norma. Manusia umumnya mewarisi
konsep-konsep dan budaya dari orang tua secara turun menurun. Ajaran
tentang kejujuran, kemurahatian, kebaikan, keberanian, ksatria, dan lain-lain.
Diperlukan lebih banyak opini moral ketika hendak melakukan konfrontasi
dengan kehidupan berbangsa32.
James C.N dan Clareme J. Dias mengatakan bahwa nilai yang terkandung
dalam hukum nasional dengan nilai yang terdapat dalam masyarakat sering
29
Saidin, “ Mencari dan Menjadi Hukum Indonesia ( Refleksi Pemikiran Prof Mahadi)”, (Jakarta :
Rajagrafindo Persada, 2016) hlm.9
30
Suteki, “Rekam Jejak pemikiran Hukum Progresif Satjipto Rahardjo (dalam buku Satjipto Rahardjo
dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik), (Jakarta :Epistema Institute, 2011) hlm. 31”
31
Michael E. Parrish, “ Friedman 's Law”, Yale Law Journal Issue 4, Volume 112.2013
32
Ronald Dworkin “ Law Empire” dalam Diah Imaningrum, “Penafsiran Hukum (teori dan metode)”,
(Jakarta; Sinar Grafika, 2019), hlm.43
i
terjadi benturan yang berujung pada kesulitan pemahaman makna dan tujuan
hukum dimakasud. Harusnya nilai dasar penyusunan hukum yang dibuat oleh
legislator sama dengan nilai yang dianut oleh masayarakat yang menjadi subjek
atas peraturan dimaksud. Pembuat kebijakan seharusnya melakukan survey
dan uji public terlebih dahulu terhadap nilai-nilai local, kebutuhan local
terutama masyarakat yang secara geografis masih sulit memperoleh akses33.
BAB III
TINJAUAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PASAL 470 AYAT (1)
DALAM RUU KUHP
33
Muhammad Syukri dkk, “Hukum dalam Pendekatan Filsafat”, (Jakarta: Kencana, 2016) hlm. 341.
34
Nobertus Jegalus, “Hukum Kata Kerja (Diskursus Filsafat tentang Hukum Progresif)”, (Jakarta :
OBOR, 2011) hlm. 115
i
serta tidak memberikan kepada siapapun untuk memberikan intepretasi yang lain
dari yang dikehendaki oleh undang-undang. Berdasarkan hal tersebut maka dalam
memberikan kepastian hukum perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu : Materi
objek yang tersangkut tempat, waktu, pendefinisian, penyempitan atau perluasan,
ruang lingkup, penggunaan Bahasa baku, penggunaan istilah baku dan syarat-
syarat lainnya35. Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,
yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan
hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan
atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum ini berasal dari
ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran Positivisme di
dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang
mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar
menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-
aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian36.
Kepastian hukum merupakan ciri khas tidak dapat dipisahkan dengan aliran
positivisme hukum yang mempengaruhi perkembangan hukum di Eropa Barat
termasuk negara jajahannya. Indonesia pasca menganut asas konkordansi, yakni
saat masih disebut sebagai De Nederlands ost Indie, dengan diundangkannya
Reglement Op Het beleid der regering Van Nederlands-Indie tahun 1854, berikut
posivitisasi asas nullum delictum …….(nulla poena sine praevia lege poenali)
sebagaimana tertulis dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut menunjukkan Ciri
alam pemikiran positivisme yakni kepastian hukum (rechtszekerhid). Identifikasi
35
Handri Raharjo, Op.Cit. hlm. 12
36
Riduan Syahrani, “Rangkuman Intisari Ilmu Hukum”, (Bandung :Citra Aditya, Bandung, 1999) hlm.
23
i
hukum dengan undang-undang yang menjamin bahwa seseorang dapat dengan
jelas mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan merupakan hukum37.
Jika hokum dipaketkan oleh penguasa politik terlalu modern dan jauh dengan
37
Endang Sutrisno, Op.cit. hlm.38
i
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut;
i
BAB IV
TINJAUAN KEMANFAATAN DALAM PASAL 27 UU ITE
38
Handri Raharjo, Op.Cit. hlm. 11
i
i
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
i
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
i
B. Undang-Undang
C. Sumber Lain
D. Internet
i
Adi Fida Rahman “118 Netizen jadi korban pasal karet UU ITE “
http://inet.detik.com/read/2015/11/30/200014/3084390/398/118-netizen-
jadi-korban-pasal-karet-uu-ite.
Admin Panduan Hukum “Teori Tentang Tujuan Hukum Lebih dalam (1)”
http://panduanhukum.com/teori-tentang-tujuan-hukum-lebih-dalam/.
Admin edukasi “Macam-macam lembaga peradilan hukum di
Indonesia”http://www.edukasippkn.com/2015/09/macam-macam-lembaga-
peradilan-hukum-di.html.
Admin Elsam “Seri Laporan HAM” http://elsam.or.id/2013/12/laporan-situasi-
hak-asasi-manusia-di-indonesia-tahun-2013-ancaman-berkelanjutan-
penyelesaian-stagnan/.
Admin DPR “Tugas dan wewenang”http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-
wewenang.
Admin Pemprov Jabar “waspadai carding”
http://diskominfo.jabarprov.go.id/index.php/baru-jadi-pengguna-kartu-
kredit-waspadai-carding/
Admin ICJR “Menimbang Ulang Pasal 27 ayat (3) UU ITE”
http://icjr.or.id/menimbang-ulang-pasal-27-ayat-3-uu-ite-dalam-putusan-
pengadilan/.
Admin Tempo “Aktivis Desak Pasal UU ITE dicabut”
https://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/16/058622220/aktivis-desak-
pasal-27-dan-28-uu-ite-dicabut.
Agus Triyono “ICJR minta pasal pidana di UU ITE dicabut”
http://nasional.kontan.co.id/news/icjr-minta-pasal-pidana-di-uu-ite-dicabut.
Arman Dhani “Ancaman UU ITE terhadap kebebasan berpendapat”
http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/88486-
ancaman-uu-ite-kebebasan-berpendapat.
Bambang “crime result” http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/.
BBA Admin, “Top 10 counties where cyberattack originate”, diakses di
https://www.bba.org.uk/wp-
content/uploads/2015/02/red24+Cybercrime+Top+10+countries+where+atta
cks+originate+-++2015.pdf.
Chris syahnaz, “UU ITE” diakses di http://ul601.ilearning.me/2015/09/04/artikel-
uu-ite/ pada tangga;
Devi Agnesia “Hukum dan Norma”
https://www.academia.edu/9193626/SOAL_DAN_JAWABAN.
i
Dimas Aditya “Partispasi masyarakat dalam perlindungan dan penegakan
hukum”http://dapsik.blogspot.com/p/partisipasi-masyarakat-dalam.html.
Elsam “Catatan Kritis terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan UU
Informasi dan Transaksi Elektronik” http://elsam.or.id/2016/10/belum-
menjawab-tantangan-aktual-revisi-uu-ite-masih-berpotensi-melanggar-
kebebasan-berekspresi/.
---------“Catatan Kritis terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan UU
Informasi dan Transaksi Elektronik” http://elsam.or.id/2016/10/belum-
menjawab-tantangan-aktual-revisi-uu-ite-masih-berpotensi-melanggar-
kebebasan-berekspresi/.
Imam Nawawi “Uji Materi KUHP”
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/07/28/98432/uji-
materi-kuhp-pasal-284285-dan-292-penting-selamatkan-moral-bangsa.html.
KAR “Revisi UU ITE Diharapkan beri kepastian hukum”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5763ab5bb0267/revisi-uu-ite-
diharapkan-beri-kepastian-hukum.
Leif Wenar “John Rawls” http://plato.stanford.edu/entries/rawls/#FouRolPol.
Sakhiyatu Sova “tiga nilai dasar hukum menurut Gustav Radbruch”
http://dokumen.tips/documents/tiga-nilai-dasar-hukum-menurut-gustav-
radbruch.html.
Yuliangsih “Muhammadiyah akan ajukan judicial review UU Pengampunan
Pajak”
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/08/28/ocltzw382-
muhammadiyah-ajukan-judicial-review-uu-pengampunan-pajak.