Penyusun:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
dengan program revolusi industry 4.0. Jumlah penduduk yang besar dan wilayah
yang cukup luas, menjadi modal yang cukup untuk mengejar percepatan
pembangunan di segala sektor. Selain menjadi salah satu anggota G-20, saat ini
Indonesia telah masuk dalam 1 trillion dollars club economy1. Hal tersebut menjadi
bukti bahwa Indonesia mampu menjadi Negara besar dan mampu mengejar
dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi. Revolusi
teknologi informasi dan komunikasi sepenuhnya tidak hanya dalam proses produksi,
tetapi juga di seluruh rantai nilai guna mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya
untuk melahirkan model bisnis yang baru dan berbasis digital.2 Program tersebut
cepat karena tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Salah satu kegiatan di sektor
ekonomi yang terlihat berkembang dari revolusi tersebut adalah transaksi jual beli
2
Percepatan Industri yang dibarengi dengan perkembangan teknologi
pula dengan alat pembayaran yang digunakan. Perubahan tersebut dapat dilihat
menjadi alat elektronik. Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2014, telah
Society. Hal tersebut didukung oleh Bank Indonesia yang gencar menyerukan
pertumbuhan non-tunai sebesar 10%.3 Hal ini dilakukan dengan berkiblat pada jejak
perkara mudah menggeser peran uang tunai yang sudah menjadi bagian penting
menjadi sebuah kartu sebagai alat bayar atau dikenal sebagai electronic money (e-
money).
kartu dimana nilai uangnya disimpan secara elektronik dan dalam pengisiannya
elektronik dapat berupa chip atau server. Ketika digunakan, nilai uang elektronik
akan berkurang sebesar nilai transaksi. E-money adalah salah satu alternatif yang
e-money, dan mulai merambah bisnis startup tepatnya di bidang financial technology
(fintech) yang memiliki skala lebih kecil (misalnya Tokocash milik Tokopedia, ada
Bukadompet milik Bukalapak dan Gopay kepunyaan Gojek).4 Bank Indonesia telah
3
Irpanudin, “Jalan Panjang Dinanti, Menuju Cashless Society”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/dean/557792d3a623bd285315be4d/jalan-panjang-dinanti-menuju-
cashless-society?page=all, pada tanggal 06 September 2019, pukul 13.15 WIB.
4
Ferry Faby Fadillah, “ Sudah Saatnya beralih ke e-money, Alat Pembayaran Jaman Now”, diakses
dari https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/sudah-saatnya-beralih-ke-e-money-alat-
3
merilis daftar penyelenggara uang elektronik yang telah memperoleh izin per 24 Mei
ini penggunaan uang tunjai menjadi kegiatan berbasis teknologi bukan tanpa risiko.
Meskipun pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia gencar melakukan sosialisasi
penggunaan e-money atau disebut Gerakan Nasional Non Tunai, perlu diperhatikan
kesiapan baik dari pembuat kebijakan dan masyarakat yang akan melaksanakan.
Jakarta misalnya, menjadi salah kota yang menjadi diorama yang tepat untuk
cashless. Perubahan gaya hidup ke arah cashless society seperti di Jakarta, bukan
berarti tanpa resiko, Peristiwa Jakarta Black out pada bulan Agustus 2019,
Pemadaman di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang berlangsung selama
kurang lebih 8-18 jam. Padamnya listrik disebabkan oleh gangguan pada transmisi
Menurut penulis, selain resiko sistem Pengaturan terkait biaya dan sosialisasi
yang belum merata menjadi bagian dari hal-hal yang mendasari penulis membuat
tulisan ini. Pengaturan tentang e-money perlu ditinjau apakah sudah mengakomodir
B. Rumusan Masalah
4
Berdasarkan pendahuluan yang sudah Penulis kemukakan diatas, maka dapat
Indonesia, yaitu:
keadilan?
5
BAB II
LANDASAN TEORI
dalam bermasyarakat baik secara individual maupun dan berbagai kelompok dapat
saling bertentangan. Pertentangan ini akan mengarah pada konflik yang terus-
menerus apabila hukum tidak hadir untuk menengahinya. Dalam hal demikian,
hukum harus berfungsi dalam mencapai tujuan damai sejahtera. Untuk menciptakan
Tujuan untuk mencapai damai sejahtera tersebut dapat terwujud apabila hukum
sebanyak mungkin memberikan pengaturan yang adil, yaitu suatu pengaturan yang
bagiannya.7
Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti : tidak berat
sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-
wenang.8 Di dalam literatur Inggris istilah keadilan disebut dengan “justice” kata
dasarnya “jus”. Perkataan “jus” berarti hukum atau hak. Dengan demikian salah satu
pengertian dari “justice” adalah hukum. Dari makna keadilan sebagai hukum,
kemudian berkembang arti dari kata “justice” sebagai “lawfullness” yaitu keabsahan
menurut hukum. Pengertian lain yang melekat pada keadilan dalam makna yang
lebih luas adalah “fairness” yang sepadan dengan kelayakan. Ciri adil dalam arti
layak atau pantas, dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu hukum.
Misalnya “principle of fair play” yang merupakan salah satu asas-asas umum
7
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., LL.M., “Pengantar Ilmu Hukum - Edisi Revisi”,
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2008), hlm. 131)
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), hlm. 517)
6
pemerintahan yang baik, “fair wage” diartikan sebagai upah yang layak yang sering
ditemui dalam istilah hukum ketenagakerjaan. Hal yang sama dikemukakan dalam
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Tujuan hukum memang tidak hanya
keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Idealnya, hukum harus
diantara ketiga tujuan hukum itu, keadilan merupakan tujuan yang paling penting,
bahkan ada yang berpendapat bahwa keadilan merupakan tujuan hukum satu-
kaidah atau aturan-aturan yang berlaku umum yang mengatur hubungan manusia
misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga
harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia. Identifikasi takdir negara
dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan
pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta
9
1Bahder Johan Nasution, ”Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan dari Pemikiran Klasik
sampai Pemikiran Modern” (Jurnal Universitas Jambi, 2017), hlm. 13
10
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum, Cetakan ke-4 (PT Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2015), hlm.
290.
11
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Alumni: Bandung, 2000), hlm. 4.
12
Muhamad Erwin, op.cit hlm. 292
7
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan,
misalnya berikut ini : Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti
keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua
ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda
inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para
pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif
bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara.
Selain daripada Plato, teori mengenai keadilan ini juga dikemukakan oleh
Thomas Aquinas. Dimana menurut pandangan beliau terdapat dua macam keadilan,
yang salah satunya ialah keadilan distributif (iustitia distibutiva). Dimana dalam
keadilan ini merujuk kepada adanya persamaan di antara manusia didasarkan atas
antara yang mempunyai wewenang untuk membagi dan yang mendapat bagian.14
13
Karl R. Popper, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and Its Enemy),
diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 110.
14
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., LL.M., “Pengantar Ilmu Hukum - Edisi Revisi”.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008). hlm. 132
8
Lebih lanjut, Thomas menyatakan untuk melaksanakan keadilan ini
diperlukan adanya pihak yang membagi yang bersifat superordinasi terhadap lebih
dari satu orang atau kelompok orang sebagai pihak yang menerima bagian yang
membagi. Hal yang menjadi tolak ukur dalam prinsip proporsionalitas dalam
kerangka keadilan distributif adalah jasa, prestasi, kebutuhan, dan fungsi. Dengan
adanya dua orang atau kelompok orang yang berkedudukan sama sebagai
subordinat terhadap pihak yang membagi dapat dilihat apakah yang membagi telah
berlaku adil berdasarkan tolak ukur tersebut. Dalam dunia nyata, pihak yang
membagi adalah negara dan pihak yang mendapat bagian adalah rakyatnya.
Berdasarkan pandangan ini, dilihat dari keadilan distributif adakah suatu negara telah
membuat undang-undang yang berdasar pada tolak ukur tersebut, apakah tindakan
Perdebatan akan tujuan hukum mana yang harus lebih didahulukan dari tujuan
lainnya. Apakah peraturan yang dibuat oleh pemerintah harus lebih mengedepankan
keadilan. Apabila hukum yang dibuat dan dilaksanakan lebih mengarah kepada
kepastian hukum, artinya itu semakin tegar dan tajam peraturan hukum, semakin
terdesaklah keadilan. Akhirnya bukan tidak mungkin terjadi summum ius summa
Betapa pun, tujuan hukum adalah untuk menciptakan damai sejahtera dalam
hidup bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itulah, perlu merujuk pandangan
15
Ibid., hlm. 133
9
Ulpianus yang menyatakan: perintah hukum adalah hidup jujur, tidak merugikan
semua hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar
sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakuan tersebut tidak pandang bulu atau
pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan
kewajibannya.16
masyarakat atas suatu alat pembayaran yang dapat memenuhi kecepatan, ketepatan,
logam, uang kertas konvensional, hingga kini alat pembayaran telah mengalami
evolusi berupa data yang dapat ditempatkan pada suatu wadah atau disebut dengan
salah satu wewenang Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga
Penetapan penggunaan alat pembayaran ini dimaksudkan agar alat pembayaran yang
(Electronic Payment).
16
Ibid., hlm. 135
10
Maka dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang
tersebut maka Bank Indonesia selaku bank sentral Indonesia yang memiliki tugas
kebijakan sistem pembayaran melalui e-money yang telah diatur dalam Peraturan
1. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
2. nilai uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
4. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
perbankan.17
satu tindakan maka transaksi berhasil dilakukan, selain itu tidak perlu membawa
uang tunai jika ingin membeli sesuatu. Namun pada dasarnya e-money tidak
bertujuan untuk mengganti fungsi uang tunai secara total. Pemegang kartu e-
money sebaiknya memilih kartu e-money sesuai kebutuhan. Hal ini karena ada
pembayaran yang tidak sama. Selain itu tidak semua pedagang yang dapat
17
Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
11
menerima transaksi pembayaran melalui e-money. Dengan kata lain, belum ada
pembayaran yang bersifat retail sebab transaksi retail tersebut dapat dilakukan
dengan lebih mudah dan murah baik bagi konsumen maupun pedagang
Berbeda dengan kartu kredit atau kartu debit, kartu e-money tidak
ketika akan digunakan sebagai alat pembayaran dan tidak terkait langsung dengan
rekening nasabah di bank. Hal ini karena e-money merupakan produk stored value
dimana sejumlah nilai monetary value telah terekam dalam alat pembayaran yang
dipakai siapapun selama saldo masih mencukupi. Hal ini dapat membahayakan
karena jika kartu e-money hilang, maka saldo yang tersisa dapat digunakan oleh
orang lain. Pada kenyataannya, e-money dengan nilai yang dapat di top up atau
diisi ulang ini tidak termasuk dalam inventori bank sebagai salah satu lembaga
yang mengeluarkan produk ini. Artinya jika pencurian atau penggunaan kartu e-
money yang bukan pemegang kartu tidak dapat dilacak keberadaannya dan kartu
in the way that other prepaid instruments such as travellers’ cheques might be
12
purchased) and is reduced whenever the consumer uses the device to make
debit or credit cards typically require online authorisation and involve the
disimpan (stored value) atau produk prabayar (prepaid), di mana sejumlah dana atau
nilai uang disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki konsumen. Nilai
elektronik tersebut “dibeli” oleh konsumen dan tersimpan dalam media elektronik
yang merupakan pemiliknya, di mana nilai uang elektroniknya akan berkurang setiap
Contoh produk e-money yang sudah ada yang telah dikeluarkan oleh penerbit
yang disahkan oleh Bank Indonesia diantaranya adalah Kartu Flazz dari BCA, kartu
e-money dari Bank Mandiri, Kartu e-money Bank Mega, Kartu Brizzi dari BRI, selain
itu ada juga e-money yang berwujud dalam suatu aplikasi seperti t-cash dari
telkomsel, XL Tunai dari XL Axiata, dan Dompetku dari Indosat, GoPay dari GoJek,
penerbit, baik lembaga Bank maupun provider telepon serta produk-produk yang
menggunakan e-money, muncul polemik mengenai cara top-up atau pengisian ulang
batas maksimal yang bisa diterapkan oleh masing-masing penerbit terkait hal ini.
terdapat biaya administrasi dalam melakukan pengisian ulang e-money ini. Hal ini
18
Rachmadi Usman, “Karakteristik Uang Elektronik dalam Sistem Pembayaran” Jurnal Yuridika
Volume 32 No.1, 2017, hlm. 138
13
jelas menjadi sorotan masyarakat terutama bagi Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyatakan bahwa
kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia menjadi kontra produktif, dimana
menjadi cashless, namun disisi lain pemerintah menetapkan bahwa setiap pengisian
ulang e-money akan dikenakan biaya administrasi, secara filosofis apa yang
society tersebut. Lebih lanjut beliau menjelaskan dengan cashless society sektor
oleh konsumen. Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan
disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak
digunakan, dan tidak pantas pula jika sektor perbankan dalam menggali pendapatan
dari modal uang yang diputarnya dari sistem pinjam meminjam, bukan mencatut
Era cashless di Indonesia sudah di depan mata. Di satu sisi, cashless society
dipandang sebagai media alternatif selain uang tunai (hard cash) yang
19
Tulus Abadi, “Pernyataan Pers YLKI Kritik Peraturan BI terkait Pengenaan Biaya Topup E-money,
diakses dari https://ylki.or.id/2017/09/pernyataan-pers-ylki-kritik-peraturan-bank-indonesia-bi-terkait-
pengenaan-biaya-top-up-e-money/, pada tanggal 4 September 2019, pukul 14.10.
14
dipergunakan dalam transaksi perdagangan, Dalam hal ini perpindahan atau
pertukaran uang tunai antar pihak yang melakukan transaksi digantikan melalui
sistem elektronik, salah satu contohnya adalah e-money. Sementara di sisi yang
komunitas yang tidak lagi memandang uang sebagai sesuatu yang harus berwujud
dalam lembaran kertas atau koin (berwujud fisik). Namun demikian pengertian
dilakukan dengan uang dalam bentuk uang kertas atau koin fisik, melainkan melalui
transfer informasi digital (biasanya representasi elektronik uang) antara pihak yang
secara cashless. Bahkan ada juga yang sudah jarang memegang uang tunai.
money, membayar parkir dengan e-money, belanja dengan kartu debit ataupun
kartu kredit, belanja online dengan metode pembayaran non-tunai, dan lain–lain.20
penggunaannya dalam transaksi. Dalam hal ini, uang dilihat sebagai sebuah sarana
Munculnya konsep cashless society ini juga didasari oleh fakta yang
penerbitan uang fisik, perputaran dan distribusi, serta perawatan dan penggantian
Selain alasan biaya penerbitan, distribusi dan perawatan, terdapat faktor lain
20
Compfest, “Kelebihan dan Kekurangan di Dunia Cashless Society, diakses dari
https://www.compfest.id/blog/kelebihan-dan-kekurangan-di-dunia-cashless-society/m, pada tanggal
08 September 2019, pukul 10.50.
15
1. Kesadaran akan banyaknya potensi kecurangan dan kejahatan yang
2. Kesadaran bahwa dalam masyarakat yang tidak bergantung pada uang fisik
hanya membawa dampak positif, namun juga pasti ada dampak negatif dari
seseorang tidak perlu membawa uang tunai dimanapun yang pada gilirannya
karena membawa uang tunai apalagi jika jumlahnya banyak, dan memberikan
sekali) saat transaksi dilakukan. Transaksi ini juga tidak ada resiko menerima
Manfaat lain dari ekonomi cashless adalah bahwa lebih mudah untuk
melacak transaksi ilegal karena jika uang tunai digunakan secara langsung untuk
melakukan transaksi, tidak mudah bagi kita untuk melacak transaksi karena uang
tersebut tidak masuk ke sistem perbankan namun dalam kasus transaksi digital,
sangat mudah untuk melacak transaksi karena semua catatan ada di bank yang
16
menghasilkan transaksi yang lebih transparan yang pada gilirannya menyebabkan
semua transaksi akan dilakukan melalui jalur terorganisir yaitu melalui bank dan
pemerintah karena semua transaksi tunai yang dilakukan secara ilegal masuk ke
semua transaksi dan memungut pajak atas mereka yang pada gilirannya dapat
sekitarnya saja dan oleh karena itu sangat sulit menerapkan transaksi keuangan
cashless di masyarakat pedesaan yang masih belum melek teknologi dan susah
akses internet. Apalagi jika mereka masih buta huruf dan miskin. Oleh karena
itu, kurangnya infrastruktur dan pendidikan yang layak di antara warga negara
meskipun mudah melakukan transaksi digital namun dibalik itu ada risiko yang
mengintai terkait kejahatan siber dan kehilangan uang hasil jerih payah mereka
jika sampai terkena kasus penipuan online dan peretasan rekening bank dan
oleh karena itu lebih baik melakukan transaksi tunai daripada melakukan
online ini.
21
Ibid.
17
Kelemahan lain dari Sistem Transaksi cashless ini adalah bahwa cara
beberapa biaya transaksi yang tidak sesuai dengan transaksi tunai dan oleh
karena itu setiap individu yang berpikir untuk melakukan transaksi online akan
memperhitungkan biaya transaksi ini. Oleh karena itu, adanya biaya transaksi
menyadari uang elektronik yang digunakan ditempelkan dua kali pada reader
untuk suatu transaksi yang sama sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih
BAB III
PEMBAHASAN
Alat pembayaran berkembang sangat pesat dan maju, dimulai dari sistem
barter antar barang yang diperjual-belikan sampai dikenal satuan tertentu yang
22
Setiyo HN, “Mengenal Cashless Society” Majalah Sindo Weekly No. 50 Tahun V, 6-12 Februari
2017, hlm. 5
18
memiliki nilai pembayaran yang saat ini dikenal dengan uang. Di Nusantara sendiri,
sejak abad ke-5 sampai abad ke-14 sudah beredar mata uang emas, perak,
Majapahit, Aceh dan Pasai, mengeluarkan mata uangnya sendiri. Mata uang
Kerajaan Aceh bahkan sempat berlaku meluas di belahan dunia. Setelah Indonesia
merdeka, tepatnya pada Oktober 1946, Indonesia menerbitkan mata uang yang
berlaku secara nasional yakni Oeang Republik Indonesia. Bentuk uang pertama
Indonesia adalah uang kertas yang bernominal 1 sen dengan gambar keris tanpa
Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang
pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat
pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu
dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat
pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu
Prabayar).
bidang, salah satunya dapat dilihat dari penggunaan uang sebagai alat pembayaran.
Masyarakat yang sejak awal terbiasa menggunakan uang tunai dalam bertransaksi,
mulai beralih menggunakan e-money sebagai alat pembayaran. Hal ini didukung oleh
tentang Uang Elektronik (“E-Money”). Dalam peraturan ini tersirat bahwa Bank
Dalam e-money terdapat sejumlah nilai uang yang disimpan secara elektronik
23
Asrari Puadi, ORI, Uang Pertama di Indonesia, diakses dari
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/12/03/ori-uang-pertama-di-indonesia, pada tanggal 07
Seotember 2019, pukul 17.10.
19
simpanan. Hal ini mengingat pada uang elektronik tersimpan sejumlah nilai uang
elektronik setelah disetorkan terlebih dahulu kepada Penerbit maupun pihak yang
ditunjuk oleh Penerbit untuk dapat melakukan penambahan nilai uang, baik secara
tunai maupun secara transfer. Bila dicermati konsep uang elektronik dalam Pasal 1
angka 3 PBI No. 11/12/PBI/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PBI No.
18/17/PBI/2016, jelas bahwa produk uang elektronik itu bukan merupakan simpanan,
karena nilai uang elektronik yang disetorkan oleh pemegang uang elektronik kepada
penerbit uang elektronik tidak tersimpan di rekening bank, nilai uang yang disetorkan
yang beredar di masyarakat sebanyak 71.783.618. Hingga bulan yang sama, volume
transaksi uang elektronik telah mencapai Rp.817.366 miliar, dengan 67,55 juta
transaksi. BI juga mencatat ada 486.039 reader (mesin pembaca) uang elektronik. 24
cashless society.
Gerakan Nasional Non Tunai (Penggunaan E-money). Namun Gerakan ini tidak serta-
merta dapat berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah
dan ditemukan beberapa kondisi yang menjadikan Gerakan ini menjadi “cacat
bawaan”. Cacat bawaan dari GNTT, yang pertama mengenai istilah GNTT itu sendiri,
GNTT ini pada dasarnya merupakan “gerakan”, bukan merupakan kewajiban. Namun
dalam prakteknya sering kali menjadi suatu kewajiban. Contohnya dalam penggunaan
jalan tol, pemerintah mewajibkan pengguna jalan tol untuk menggunakan e-money
24
Dinda Purnamasari, “50,90% Masyarakat Khawatirkan Penggunaan Data e-Money”, diakses dari
https://tirto.id/5090-masyarakat-khawatirkan-penggunaan-data-e-money-cy41, pada tanggal 07
September 2019, pukul 17.30.
20
dalam transaksi pembayaran, tidak ada pilihan lain yang diberikan pemerintah selain
daripada penggunaan e-money. Hal ini menjelaskan bahwa Gerakan Nasional Non
undang itu tidak dikenal istilah uang elektronik (e-money) hanya dikenal uang logam
dan atau uang kertas. Bank Indonesia mengakui bahwa uang elektronik (e-money)
hanya mengatur soal fungsi dan kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Sedangkan dalam hal transaksi, basisnya adalah Undang-Undang Mata Uang. Ironis
sekali jika dalam hal ini Bank Indonesia menelurkan kebijakan yang tidak jelas dari sisi
regulasi. Kebijakan atas e-money menjadi prematur, yang terbukti dengan tidak
adanya landasan hukum yang menjadi payung bagi gerakan penggunaan e-money.
Nasional (National Payment Gateway) menjadi cacat bawaan secara yuridis karena
bertentangan dengan regulasi yang ada di atasnya. Benar bahwa Pasal 15 ayat 1
memperoleh barang atau jasa. Dalam hal ini berarti konsumen berhak untuk memilih
juga masih merugikan konsumen. Misalnya, saldo yang tersisa di kartu non-tunai tidak
bisa digunakan lagi. Belum lagi jika kartu itu hilang, saldo yang ada tidak bisa diklaim
kepada penerbit karena tidak ada sistem proteksi pada kartu tersebut. Jadi dalam hal
21
ini secara yuridis Penggunaan e-money bertentangan dengan hak paling dasar bagi
dengan produsen atau penjual barang dan jasa yang menerapkan cara pembayaran
non-tunai di gerai-gerai yang mereka miliki. Hal ini juga menyulitkan pengguna e-
money karena uang yang telah mereka masukkan ke dalam e-money untuk dapat
dalam hal menggunakan moda transportasi umum maupun penggunaan jalan tol.
Seperti kita ketahui sendiri, beberapa moda transportasi umum seperti Commuter
Line, Mass Rapid Transit (MRT), maupun Transjakarta sudah menerapkan sistem
Line sudah tidak lagi menerima pembayaran dengan cara uang tunai. Transaksi dalam
menggunakan jalan tol juga sudah mulai bergeser, dahulu dalam menggunakan jalan
tol, para pengguna masih dapat membayar dengan menggunakan uang tunai, namun
money adalah pengenaan biaya administrasi dari penerbit kartu saat melakukan top
up. Hal tersebut didukung dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur nomor
biaya administrasi sebesar Rp. 1.500 sampai dengan Rp. 2.000,- dalam satu kali
pengisian. Hal tersebut tidak sejalan dengan semangat cashless society yang
25
YLKI, “Cacat Bawaan Gerakan Non-Tunai”, diakses dari https://ylki.or.id/2017/11/cacat-bawaan-
gerakan-non-tunai/, pada tanggal 3 September 2019, pukul 11.00.
22
ditawarkan pemerintah. Menurut hemat penulis, biaya administrasi untuk pengisian
hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam hal ini penerbit kartu dan pihak
Pemikiran dasar dalam kepentingan bangsa dan Negara Wajib ditempatkan lebih
tinggi di atas kepentingan pribadi atau golongan; dalam kehidupan utuh sebagai
serta kehidupan bernegara hukum senantiasa dalam proses berubah menuju cita-
transaksi non tunainya (e-money) justru diberi insentif bukan dikenakan biaya. Bank
banyak masyarakat berpindah dari transaksi tunai ke digital. Biaya transfer antar
digital. Hal tersebut merupakan bagian dari promosi bank. Riset yang dilakukan oleh
Collinson mengungkap 63% loyalitas nasabah bank dipengaruhi oleh rendahnya fee
layanan lain seperti penyaluran kredit. Cross subsidy ini pada ujungnya juga
26
Sudjito Atmorejo, “Hukum Progresif Untuk Mewujudkan Keadilan Substantif Dalam Bingkai Nilai-
Nilai Pancasila,” dalam Sudjito Atmorejo, Hukum Dalam Pelangi Kehidupan (Cet. IV; Yogyakarta:
Dialektika, 2018), h. 120.
23
atas nilai uang yang dimiliki pemegang e-money, tidak memenuhi rasa keadilan.27
dengan memakai e-money, namun itikad baik masyarakat tidak dibarengi dengan
yang merata. Nampaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih perlu
Hukum Publik umumnya bersifat imperatif, sedangkan hukum privat bersifat fakultatif.
Namun dalam hal-hal tertentu dapat berlaku sebaliknya. Hukum secara luas dan
bagi kepentingan umum, namun untuk hal-hal tertentu apabila tidak sejalan dengan
28
keadaan nyata ia bersifat fakultatif. Menurut Penulis, peraturan dan kebijakan yang
adanya bahwa hukum adalah perwujudan dari kebijakan publik yang dipengaruhi
oleh isu-isu politik, dan kondisi perubahan politik sangat mempengaruhi kebijakan
khususnya bagi bank dan penggiat usaha yang memperoleh keuntungan dari
kebijakan tersebut.
perubahan sosial dalam masyarakat untuk tercapainya tujuan hukum dalam aspek
kemanfaatan dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat dalam hal penggunaan
27
Bhima Yudhistira Adhinegara, “Transaksi E-money Jangan Korbankan Konsumen”, diakses dari
http://www.neraca.co.id/article/85782/transaksi-e-money-jangan-korbankan-konsumen, pada tanggal
07 September 2019, pukul 16.00.
28
Dirjosisworo dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari, “ Dasar-dasar Politik Hukum” (PT
Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2007), hlm. 79
29
Pramudya, “Meneliti Kebijakan Publik,” (Cet. I; Salatiga: Sanggar Mitra Sabda, 2007) hlm. 1.
24
alat pembayaran, namun hal ini tidak bisa dicapai tanpa disertai ketersediaan fasilitas
dan pemberian kemudahan sehingga kemanfaatan dan keadilan ini dapat dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat. Undang-undang dan peraturan yang dibuat sadar
ataupun tidak sering digunakan sebagai bentuk dukungan tambahan bagi kekuasaan
tersebut sejalan dengan pendapat bahwa hukum sebagai perwujudan dari kebijakan
publik adalah peraturan, karena itu peraturan juga sangat dipengaruhi oleh
paradigma dan cara pandang penguasa terhadap hukum. ketika penguasa akan
yang dapat digunakan untuk menciptakan sistem sosial yang dapat mengatur dan
mengendalikan masyarakat30.
30
Pramudya,op.cit.hlm 1
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kondisi seperti yang sudah disebutkan diatas dapat membawa permasalahan baru di
dapati seperti masyarakat pendatang dari luar Ibu Kota Jakarta yang justru tidak
mengetahui apa e-money itu dan bagaimana cara kerja e-money itu sendiri.
Sehingga bukan tidak mungkin dapat dikatakan bahwa hanya masyarakat urban/ibu
kota saja yang menuju era cashless society, namun tidak pada masyarakat di daerah
lainnya. Kedua, masyarakat miskin dan sangat miskin yang tidak mempunyai akses
kepada produk keuangan (bahkan tidak memiliki akun rekening di bank manapun)
e-money justru menciptakan kelompok eksklusif baru. Bakal terjadi dua realitas
tren e-money (cashless society) dan masyarakat yang semakin tergeser dari
perkembangan ini.
dibuat oleh pemerintah. Sudah seharusnya produk hukum yang dibuat oleh
pemerintah dapat diterima dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat di seluruh
wilayah Republik Indonesia, tidak hanya untuk daerah-daerah tertentu saja yang
26
B. SARAN
terkait dengan perlindungan hukum bagi pemegang kartu uang elektronik dalam
wajib memberikan fasilitas yang lebih memadai dalam bentuk infrastruktur dan
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka.
Karl R. Popper, 2002. Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and
Its Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., LL.M., 2008, Pengantar Ilmu Hukum - Edisi
Revisi, Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung:Alumni.
Nasution, Bahder Johan, 2017.Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan dari Pemikiran
Klasik sampai Pemikiran Modern, Jambi : Jurnal Universitas Jambi.
Setiyo HN, “Mengenal Cashless Society” Majalah Sindo Weekly No. 50 Tahun V, 6-12
Februari 2017.
Sudjito Atmorejo, 2018, Hukum Progresif Untuk Mewujudkan Keadilan Substantif Dalam
Bingkai Nilai-Nilai Pancasila, dalam Sudjito Atmorejo, Hukum Dalam Pelangi
Kehidupan Cet. IV,Yogyakarta: Dialektika.
Internet :
Office of Assistant to Deputy Cabinet Secretary for State Documents & Translation,
“Indonesia Now Among Group of Countries With Economies Above $1 Trillion:
President Jokowi”, diakses dari https://setkab.go.id/en/indonesia-now-among-group-
of-countries-with-economies-above-1-trillion-president-jokowi/, pada tanggal 03
September 2019, pukul 14.27.
Kominfo, “Infrastruktur Digital Topang Percepatan Masuki Industri 4.0”, diakses dari
https://kominfo.go.id/content/detail/17244/infrastruktur-digital-topang-percepatan-
masuki-industri-40/0/berita, pada tanggal 03 September 2019, pukul 14.43.
Ferry Faby Fadillah, “ Sudah Saatnya beralih ke e-money, Alat Pembayaran Jaman Now”,
diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/sudah-saatnya-
beralih-ke-e-money-alat-pembayaran-zaman-now/, pada tanggal 07 September,
pukul 15 : 54.
28
Bank Indonesia, “Payment System License Information”, diakses dari
https://www.bi.go.id/en/sistem-pembayaran/informasi-perizinan/uang-
elektronik/penyelenggara-berizin/Pages/default.aspx, pada tanggal 07 September
2019, pukul 15 : 58.
Hilel Hodawya, “Peristiwa blckout yang pernah melanda Jakarta dan Sekitarnya”, diakses
dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/07/21163031/peristiwa-blackout-
yang-pernah-melanda-jakarta-dan-sekitarnya?page=all berdampak pada seluruh
transaksi elektronik, pada tanggal 07 September 2019, pukul 16.10.
Tulus Abadi, “Pernyataan Pers YLKI Kritik Peraturan BI terkait Pengenaan Biaya Topup E-
money, diakses dari https://ylki.or.id/2017/09/pernyataan-pers-ylki-kritik-peraturan-
bank-indonesia-bi-terkait-pengenaan-biaya-top-up-e-money/, pada tanggal 4
September 2019, pukul 14.10.
Peraturan perundang-undangan :
Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.
Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran
Nasional
29