Disusun oleh:
Kelompok 4 kelas A
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan
hidayah juga kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Sistem Operasional Life Insurance dalam Mengeliminir Gharar, Maisir, dan Riba”
dengan bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuransi Syariah. Selawat dan
salam selalu tercurah kepada jungjunan kita pendekar agama islam sang rahmatan lil’alamin Nabi
Muhammad SAW, penutup para nabi dan nabi yang telah membawa umat manusia dari jaman
kegelapan ke jaman yang terang benderang seperti sekarang.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Joni Ahmad Mughni. S.E.I., M.E.Sy. sebagai dosen pengampu mata kuliah Asuransi
Syariah
2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini bukanlah sebuah karya yang sempurna dikarenakan masih banyak
kekurangan. Baik dalam hal isi ataupun dalam hal sistematika penulisannya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah
ini. Dan juga penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuransi Syari’ah, sekarang ini semakin berkembang. Sejak diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1994, hingga saat ini jumlah industri asuransi Syari’ah mencapai 39
perusahaan dengan ratusan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian,
pangsa pasarnya yang masih di bawah lima persen, dipastikan akan terus berkembang di
masa depan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa asuransi adalah bersifat saling melindungi dan
tolong menolong yang disebut dengan ta’awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan
saling menolong atas dasar Ukwah Islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi
syari’ah dalam menghadapi malapetaka (resiko). Sedangkan premi pada asuransi syari’ah
adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akad?
2. Bagaimana sah nya akad/kontrak asuransi syariah dan konvensional?
3. Bagaimana perwujudan ta’awun dalam mekanisme asuransi?
4. Apa yang dimaksud Klaim dalam asuransi?
1
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akad
2. Untuk mengetahui sah nya akad/kontrak asuransi syariah dan konvensional
3. Untuk mengetahui perwujudan ta’awun dalam mekanisme asuransi
4. Untuk mengetahui Klaim dalam asuransi
5. Untuk mengetahui reasuransi
6. Untuk mengetahui upaya mengeliminir unsur Maysir, Gharar, dan Riba dalam Usaha
Asuransi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad / kontrak
Menurut Kamus Hukum arti kata akad adalah perjanjian.1 Ditinjau dari Hukum
Islam, Perjanjian yang sering disebut dengan akad merupakan suatu perbuatan yang
sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan persetujuan masing-masing. Dengan
kata lain akad adalah perikatan antara ijab dan Kabul secara yang dibenarkan syara’, yang
menetapkan persetujuan kedua belah pihak.
Sementara itu pengertian akad menurut Ahmad Azhar Basyir adalah suatu
perikatan anatara ijab dan Kabul dengan cara yang dibenarkan syara’ yamg menetapkan
akibat-akibat hukum. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang
diinginkan, dan Kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
Dalam Islam dikenal dua istilah dalam akad, yaitu rukun akad dan syarat akad.
Rukun dapat dipahami sebagai unsur essensial yang membentuk akad, yang harus selalu
dipenuhi dalam suatu transaksi, terdiri dari:2
1. Subjek Akad
Pihak yang berakad, pihak yang berakad terdiri dari paling sedikit dua orang
yang harus sudah baligh, berakal sehat dan cakap untuk melakukan perbuatan
hukum sendiri.
2. Objek yang diakadkan
Objek akad bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Sesuatu dapat
menjadi objek akad apabila dapat menerima hukum akad dan tidak
mengandung unsur-unsur yang mungkin menimbulkan sengketa kemudian hari
antara pihak-pihak yang bersangkutan. Syarat yang disebut terakhir
mengharuskan objek akad itu telah wujud, jelas dan dapat diserahkan.
3. Akad sighat
Yang dimaksud dengan sighat akad adalah dengan cara bagaimana ijab dan
kabul yang merupakan rukun-rukun akad itu dinyatakan. Sighat akad dapat
1
J.C.T Simorangkir. 1987. Kamus Hukum. Jakarta: Aksara Baru, hlm. 6
2
Wardah Yuspin. “Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelaksanaan akad Murabahah”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 10,
No. 1, Maret 2007: 55 - 67
3
4
dilakukan dengan cara lisan, tulisan, isyarat maupun perbuatan yang telah
menjadi kebiasaan dalam ijab dan kabul.
Sementara itu, syarat adalah unsur yang membentuk keabsahan rukun akad.
Jadi sahnya suatu akad sangat bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya rukun
dan syarat akad, syarat sahnya perjanjian adalah:
a. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya
Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu
bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang
melawan hukum syariah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan
hukum syariah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban
bagi masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian
tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu merupakan
perbuatan yang melawan hukum (hukum syariah), maka perjanjian yang
diadakan dengan sendirinya batal demi hukum.
b. Terjadinya perjanjian atas dasar saling ridho dan ada pilihan, dalam hal ini
tidak boleh ada unsur paksaan dalam membuat perjanjian tersebut.
Maksudnya perjanjian yang diadakan dan para pihak haruslah
didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing
pihak ridha atau rela akan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain
harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak.
Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak
mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada kehendak
bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
c. Isi perjanjian harus jelas dan gambling
Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang
tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan
terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah
mereka perjanjikan dikemudian hari.
Dengan demikian pada saat pelaksanaan atau penerapan perjanjian
masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian atau yang mengikatkan
5
Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak
bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah). Akad Tabarru'
adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana
Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang tidak
bersifat clan bukan untuk tujuan komersial.
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan
para Pihak dalam akad tabarru’ adalah ;
1) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang
akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa
musibah.
2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana
tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku
penanggung (mu’ammin/mutabarri’)
3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar
akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Adapun hal-hal lain yang dapat menyebabkan suatu kontrak itu dianggap tidak sah
dan batal secara hukum, apabila dalam suatu kontrak tersebut keluar (tidak memenuhi)
dari regulasi keabsahan kontrak yang sudah diatur, sebagaimana sudah tertera dalam
KUH Perdata pasal 1320 yang telah disebut di atas.
3
Slamet Heri Winarno, “Analisis Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional”. Jurnal Moneter,
Vol. II No. 1 April 2015. Hlm, 177
4
M. Fadhil junery, “Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam”. Jurnal Iqtishaduna (Ekonomi Kita) hlm, 130
8
5
M. Arif Hakim, “At-Ta’min At-Ta’awuni: Alternati Asuransi dalam Islam” Jurnal Muqtasid Vol. 2 Nomor 2,
Desember 2011, hlm. 231.
9
D. Klaim
1. Pengertian Klaim dan Klaim Asuransi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian klaim adalah tuntutan
pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas
sesuatu, dan klaim merupakan pernyataan tentang pernyataan suatu fakta atau
kebenaran sesuatu6
Klaim asuransi adalah sebuah permintaan resmi kepada perusahaan asuransi, untuk
meminta pembayaran berdasarkan ketentuan polis asuransi. Klaim asuransi yang
diajukan akan ditinjau oleh perusahaan untuk validitasnya dan kemudian dibayarkan
kepada pihak tertanggung setelah disetujui. Klaim dalam umum asuransi syariah adalah
kegiatan memberi santunan kepada peserta yang sedang mengalami musibah.7
2. Tujuan Klaim
a. Pengalihan Risiko
Tujuan klaim asuransi ini merupakan yang paling utama dan penting. Pengalihan
risiko berarti pihak tertanggung menyadari adanya ancaman bahaya dalam jangka
pendek atau panjang terhadap jiwa maupun harta kekayaannya. Bila ancaman itu
menjadi kenyataan, kamu akan menderita kerugian dan akan merasakan beban
risiko yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
b. Pembayaran Santunan
Asuransi juga berguna untuk membayar santunan bagi nasabah misalnya pada
asuransi jiwa. Asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian antara nasabah
dengan pihak asuransi. Selain itu undang-undang juga mengatur asuransi yang
memiliki sifat wajib misalnya BPJS kesehatan. Asuransi sosial ini bertujuan
melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan yang bisa mengakibatkan kematian
dan lainnya.
c. Prosedur Pengajuan Klaim8
1) Pemberitahuan Klaim
6
Klaim (Def.1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). Diakses Melalui https://kbbi.web.id/klaim, pada
tanggal 7 September 2021 pukul 20:23
7
Novi Puspitasari, Manajement Asuransi Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2015), hal 196.
8
Muhammad Syakir Sulla, Asuransi Syariah Life and General Konsep dan Operasional (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), 261-262
11
9
Sri Handayani, “Pengaruh Penyelesaian Klaim Asuransi Terhadap Pencapaian Target Penjualan Produk Asuransi
AJB BUMIPUTERA 1912 Cabang Bengkulu,” jurnal ekonomi review, hal 80, diakses melalui
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/er/article/view/332 pada tanggal 8 September 2021 pukul 08:15
13
menggunakan kartu.
Hal ini akan membuat
premi lebih murah
dibandingkan dengan
asuransi konvensional
yang mengharuskan
satu polis untuk satu
orang saja. Pada
asuransi syariah juga
bekerja sama dengan
BPJS untuk melakukan
double claim. Namun
manfaat double claim
ini hanya berlaku pada
beberapa asuransi
syariah tertentu saja
sehingga para peserta
harus teliti dalam
mencari asuransi
syariah yang
memberikan manfaat
double claim.
E. Reasuransi
1. Pengertian Reasuransi
Reasuransi pada prinsipnya adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang
diasuransikan atau sering disebut asuransi dari asuransi. Reasuransi merupakan suatu
sistim penyebaran risiko di mana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari
pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Pihak yang
menyerahkan pertanggungan disebut ceding company sedangkan pihak yang menerima
pertanggungan disebut reinsurer (reinsurader). Perusahaan reasuransi adalah
15
perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa.
2. Manfaat Reasuransi
Ada dua alasan mengapa muncul kebutuhan perusahaan reasuransi. Pertama,
perusahaan asuransi menanggung risiko klaim yang besar sehingga harus mengalihkan
sebagian risiko tersebut. Umumnya, hal ini terjadi ketika perusahaan asuransi merasa
nilai yang ia tanggung, salah satunya uang pertanggungan, jauh lebih besar daripada
premi yang mereka kelola. Sebagai badan usaha, perusahaan asuransi ingin melindungi
kestabilan keuangan dan pendapatannya. Di sinilah peran reasuradur untuk
meminimalisasi risiko kerugian tersebut. Kedua, setiap perusahaan asuransi pasti
memiliki kas cadangan klaim yang harus tersedia, takut-takut nasabahnya bakal
mengajukan klaim dalam waktu dekat. Fungsi perusahaan reasuransi adalah membantu
pengelolaan kas tersebut jadi lebih “longgar”, sehingga kuota untuk penerbitan produk
asuransi yang baru juga lebih besar.10
3. Bentuk-bentuk Reasuransi
a. Reasuransi Proposional
Reasuransi proporsional adalah bentuk reasuransi di mana pembagian saham atau
share premi dan beban klaim perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi selalu
dalam proporsi sama. Bentuk ini digunakan dalam reasuransi yang menggunakan
metode facultative, quota share, surplus dalam treaty reinsurance, dan facultative
obligatory.
b. Reasuransi Non-Proposional
Adalah bentuk reasuransi di mana pembagian saham atau share premi dan beban
klaim untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi tidak dalam proporsi
sama. Perusahaan asuransi akan menanggung sendiri kerugian dari beban klaim
yang menjadi tanggung jawabnya kepada tertanggung dalam bentuk first loss
insurance hingga batas jumlah tertentu yang telah disepakati. Nantinya perusahaan
reasuransi hanya akan ikut menanggung beban klaim jika jumlah klaim melebihi
batas seperti dalam perjanjian. Bentuk reasuransi non-proporsional digunakan
10
Dr. Andy Soemitra M.A, “Asuransi Syariah”, (Medan : Wal Ashri Publishing, 2014), 60-61, diakses melalui
http://repository.uinsu.ac.id diakses pada tanggal 8 September 2021 pukul 9:29
16
Dalam bentuk ini perusahaan reasuransi juga bebas menentukan apakah akan
menerima atau menolak risiko yang direasuransikan oleh perusahaan asuransi.
Dalam fakultatif, risiko yang akan direasuransikan ditawarkan secara individual
(kasus per kasus) kepada perusahaan reasuransi dengan menyampaikan seluruh
fakta-fakta penting (material fact) mengenai risiko tersebut, syarat dan kondisi
pertanggungan, jumlah retensi perusahaan asuransi terkait, suku premi yang
berlaku, dan hal lain yang menurut perusahaan asuransi terkait perlu untuk
disampaikan.
c. Fakulative Obligatory
Facultative Obligatory, yaitu perjanjian reasuransi di mana perusahaan asuransi
bebas menentukan apakah akan mereasuransikan risiko yang ditanggungnya atau
tidak, dan jika direasuransikan maka perusahaan reasuransi wajib menerima bagian
risiko yang direasuransikan kepadanya selama hal tersebut memenuhi syarat dan
ketentuan yang telah disekapati.
d. Pool
Pool merupakan perjanjian reasuransi di mana beberapa perusahaan asuransi atau
perusahaan reasuransi yang menjadi anggotanya, masing-masing memiliki saham
atau share dengan jumlah persentase tertentu, baik terkait perhitungan premi yang
akan diterima maupun klaim yang harus dibayarkan. Pada umumnya, pool dibentuk
untuk menanggung risiko-risiko yang sangat berbahaya di mana seluruh anggota
wajib mereasuransikan risiko tersebut 100% kepada pool. Keuntungan bisnis pool
akan dibagikan kepada para anggota pool secara proporsional. Contoh pool untuk
risiko pasar adalah konsorsium.
5. Perbedaan Asuransi dengan Reasuransi
Meskipun sama-sama menanggung sebuah resiko untuk hal yang diasuransikan,
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi jauh berbeda. Ada banyak hal yang
harus dilakukan perusahaan asuransi, ternyata tak perlu dilakukan oleh reasuransi.
Berikut ini adalah perbandingan utama dari keduanya.
a. Hubungan dengan tertanggung
Seorang tertanggung tidak memiliki jalur komunikasi sama sekali dengan
reasuradur. Semua hal terkait perjanjian premi diselesaikan langsung dengan pihak
18
asuransi (penanggung). Maka bila nantinya ada klaim yang harus diminta,
tertanggung hanya berhubungan dengan pihak asuransi saja. Tertanggung tidak
berhak menagih apapun pada reasuradur. Sementara itu, asuransi punya kewajiban
untuk berhubungan secara langsung dengan para tertanggung. Meskipun memiliki
kerjasama dengan reasuransi, penanggung tak punya kewajiban apapun untuk
menjelaskan pasal kerjasama yang mereka miliki kepada tertanggung. Tertanggung
hanya mengetahui terkait paket premi dan cara klaimnya saja.
b. Terkait Premi
Sebuah perusahaan asuransi biasanya menyediakan banyak sekali pilihan dalam
sebuah paket premi. Ini memudahkan tertanggung atau nasabah untuk membeli
premi yang sesuai, tanpa banyak pengecualian ini dan itu. Secara umum,
tertanggung memerlukan sebuah kemudahan dan kepraktisan dari pembelian premi
tersebut. Sementara itu, reasuransi bisa saja tak menanggung semua sesi dalam
sebuah premi. Berdasarkan perjanjian antara asuransi dan reasuransi, reasuradur
mungkin saja hanya akan menanggung nominal satu sesi, atau satu sesi dalam
kondisi tertentu saja.
c. Branding dan Periklanan
Karena tak berhubungan dengan tertanggung sama sekali, seringkali reasuradur
lebih banyak bekerja tanpa periklanan. Lembaga keuangan ini tidak perlu
memasang iklan apapun untuk menarik nasabah, karena itu adalah tugas
perusahaan asuransi. Asuradur biasanya lebih mengutamakan jaringan dan reputasi
untuk menyokong bisnisnya.11
F. Upaya Mengeliminir Unsur Maysir, Gharar dan Riba dalam Usaha Asuransi12
1. Mengeliminir Maysir
Maysir (gambling), artinya ada salah satu pihak yang untung tapi di lain pihak
justru mengalami kerugian. Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila
selama masa perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka
11
Nurul Ichsan Hasan, “Pengantar Asuransi Syariah”, (Jakarta : Gaung Persada Press Group, 2014), hlm 32-33,
diakses melalui https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42736/1/NURUL%20ICHSAN-FEB.pdf
pada tanggal 8 September 2021 pukul 07:35
12
Aisyaturridho, 2014. “Adakah dimensi Maysir, Gharar, dan Riba dalam Asuransi Syariah?”, Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
19
peserta tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan
keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi
yang disetor sedikit) menerima dana pembayaran klaim yang jauh lebih besar.
Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah
selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali
dana yang dimasukkan ke dalam dana tabarru.
Dato’ Fadzli Yusof mengatakan bahwa terjadinya unsur maysir sebagai lanjutan
dari pada terdapatnya unsur gharar pada asuransi konvensional. Keuntungan dari
asuransi juga dilihat sebagai hasil yang mengandung unsur perjudian karena
keuntungan sangat tergantung dari pengalaman penanggung (underwriting
experience). Sehingga untung dan rugi suatu perusahaan tergantung kepada nasib. Hal
ini mengandung gharar, karena itu termasuk judi.
Masalah syariah di atas dapat selesai dengan benarnya akad. Asuransi syariah telah
mengubah akadnya dan membagi dana peserta ke dalam dua rekening (pada produk
life yang mengandung unsur tabungan). Karena rekening khusus yang menampung
dana tabarru’ yang ada tidak bercampur dengan rekening peserta, maka reversing
period di asuransi syariah terjadi sejak awal. Kapan saja peserta dapat mengambil
uangnya (karena pada hakikatnya itu adalah uang mereka sendiri), dan nilai tunai sudah
ada sejak awal tahun pertama ia masuk. Karena itu tidak ada maysir, tidak ada gambling
karena tidak ada pihak yang dirugikan.
2. Mengeliminir Gharar
Gharar (uncertainty) atau ketidak pastian ada dua bentuk: Pertama, bentuk akad
syariah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensional, kontrak atau perjanjian
dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran;
yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiyah
dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima.
Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima
(sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan
(sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan
meninggal, dalam konsep syariah keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan
adalah akad takafuli atau tolong menolong dan saling menjamin di mana semua peserta
20
asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya. Kedua, sumber dana
pembayaran klaim dan keabsahan shar‘i penerima uang klaim itu sendiri. Dalam
konsep asuransi konvensional, peserta tidak mengetahui dari mana dana pertanggungan
yang diberikan perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah pembayaran
klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful, setiap pembayaran premi sejak
awal akan dibagi dua, masuk ke rekening pemegang polis dan satu lagi dimasukkan ke
rekening khusus peserta yang harus diniatkan tabarru’ atau derma untuk membantu
saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep takaful diambil dari
dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana sedekah yang diberikan oleh para
peserta.
Dalam konsep asuransi syariah, semua peserta asuransi menjadi penolong dan
penjamin satu sama lainnya. Sehingga jika peserta (A) meninggal, peserta (B), (C), dan
(Z) harus membantunya, demikian sebaliknya.
Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah bagaimana jika tuan (A) mengambil
paket asuransi sepuluh tahun dengan besar uang pertanggungan misalnya sepuluh juta.
Apabila pada tahun keempat tuan (A) berpulang ke rahmatullah dan baru bayar premi
empat juta, maka ahli warisnya mendapat jumlah penuh sepuluh juta. pertanyaan yang
muncul, dari mana sisa enam juta diperoleh. uang enam juta inilah oleh para ulama
disebut gharar.
Dalam konsep takaful, setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, masuk
ke rekening pemegang polis (peserta) dan satu lagi dimasukkan ke rekening khusus
peserta yang telah diniatkan tabarru’ atau derma untuk membantu saudaranya yang lain
jika ada yang mendapat musibah. Dengan demikian, dari rekening khusus inilah sisa
enam juta di atas tadi diambil, dan semua peserta sejak awal masuk sudah ikhlas untuk
memberikan derma.
3. Mengeliminir Riba
Unsur riba (usury) tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional
melakukan usaha dan investasi di mana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas
dasar bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan
prinsip bagi hasil, terutama mudarabah dan musharakah.
21
Hal senada juga dikatakan bahwa pada asuransi syariah, masalah riba dieliminir
dengan konsep mudarabah (bagi hasil) seluruh bagian dari proses operasional asuransi
yang di dalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan akad mudarabah atau
akad lainnya yang dibenarkan secara shar‘i, baik dalam penentuan bunga teknik,
investasi, maupun penempatan dana dari pihak ketiga, semua menggunakan instrument
akad shar‘i yang bebas dari riba.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta.
Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat
klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Secara umum, ketika peserta asuransi ikut
dalam program perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan
harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Dalam Asuransi
Syariah terdapat dua jenis akad yaitu :
1. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
2. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Akad dalam asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak
peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing dari kedua belah
pihak yang berakad di satu pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penanggung
memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah
dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertanggung, memperoleh uang pertanggungan jika
terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.
Sitem kontrak yang dimaksud, mengandung untung-untungan,
Dalam sistem operasional asuransi syariah untuk mengeliminir gharar dan maisir dapat
dilakukan akad takafuli (tolong menolong dan saling menjamin) dengan cara mengubah
akadnya dan membagi dana peserta kedua rekening sedangkan riba dapat dielimir dengan
konsep mudharobah (bagi hasil).
Pengelolaan dana melalui asuransi syariah diyakini dapat terhindar dari unsur yang
diharamkan Islam yaittu riba, gharar (ketidakjelasan dana) dan Maisir (judi). Untuk itu
perusahaan asuransi syariah memegang amanah dalam menginvestasikan dana nasabah
sesuai prinsip syariah. Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad kerja sama dimana peserta
22
23
menyediakan 100% modal, dan dikelola oleh perusahaan asuransi, dengan menentukan
kontrak bagi hasil.
B. Saran
Demikianlah makalah kami susun, jika terdapat kesalahan dalam makalah kami,
kami meminta maaf. Dan kami akan selalu menunggu kritik dan saran dari pembaca guna
perbaikan makalah kami selanjutnya, atas kritik dan saran pembaca kami mengucapkan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyaturridho. 2014. “Adakah dimensi Maysir, Gharar, dan Riba dalam Asuransi
Syariah?” Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Hakim, M. Arif. 2011. “At-Ta’min At-Ta’awuni: Alternati Asuransi dalam Islam” Jurnal
Muqtasid Vol. 2 Nomor 2.
Hasan, Nurul Ichsan. 2014. Pengantar Asuransi Syariah. Jakarta : Gaung Persada Press
Group.
Sulla, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah Life and General Konsep dan
Operasional. Jakarta: Gema Insani Press.
24
25