Anda di halaman 1dari 21

Wakalah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Produk Operasional Bank Syariah
Dosen pengampu : Sulistyowati Diajeng

Disusun Oleh :
1. Itatul Munawaroh (934215019)
2. Diyah Ayu Lestari (934216219)
3. Erica Pramesti Regita C. (934215119)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang “Wakalah”. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW, karena perjuangan
beliaulah kita beranjak dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan saat
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, agar makalah ini ke depan bisa
lebih baik. Atas perhatian para pembaca kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat memenuhi tujuan, fungsi, serta standar kompetensinya.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu demi kelancaran makalah ini. Sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kediri, 9 Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
A Pengertian Wakalah..................................................................................................................3
B Wakalah menurut Pandangan Ulama........................................................................................4
C Macam-Macam Wakalah..........................................................................................................5
D Rukun dan Syarat Wakalah......................................................................................................6
E Dasar Hukum Wakalah.............................................................................................................7
F Struktur Wakalah......................................................................................................................9
G Aplikasi dan Problem Wakalah..............................................................................................10
H Metodologi Wakalah..............................................................................................................11
I Implementasi Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah..................................................12
BAB III..............................................................................................................................................17
PENUTUP.........................................................................................................................................17
A. Kesimpulan............................................................................................................................17
B. Saran......................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad-akad dalam


muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah (perwakilan),
yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an, Hadist, maupun dalam kitab-kitab
klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukum wakalah,
sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam
kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah
dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh
orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah
direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-
menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.
Terkadang,seseorang tidak mampu melakukan suatu pekerjaan, mungkin karena
tidak memiliki kompetensi, atau keterbatasan waktu dan tenaga untuk menyelesaikannya.
Biasanya,ia akan memberikan mandat atau perwakilan kepada orang lain guna
menyelesaikan pekerjaan dimaksud. Hal ini lazim di sebut dengan wakalah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari wakalah ?


2. Bagaimana wakalah menurut pandangan ulama?
3. Sebutkan macam-macam dari wakalah!
4. Apa saja rukun dan syarat dari wakalah?
5. Jelaskan mengenai dasar hukum wakalah!
6. Jelaskan mengenai struktur wakalah!
7. Bagaimana aplikasi dan problem wakalah?
8. Jelaskan tentang metodologi wakalah!
9. Bagaiamana implementasi wakalah dalam lembaga keuangan syariah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui pengertian dari wakalah.


2. Memahami wakalah menurut pandangan ulama.
3. Mengetahui macam-macam dari wakalah.
4. Mengetahui rukun dan syarat dari wakalah.
5. Memahami mengenai dasar hukum wakalah.
6. Memahami mengenai struktur wakalah.
7. Memahamiaplikasi dan problem wakalah.
8. Mengetahui tentang metodologi wakalah.
9. Memahami implementasi wakalah dalam lembaga keuangan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakalah
Wakalah mempunyai beberapa pengertian dari segi bahasa, diantaranya adalah
perlindungan (al-hifẓ), penyerahan (at-tafwiḍ), atau memberikan kuasa. Menurut
kalangan Syafi‟iyah pengertian wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-
muwakkil) kepada orang lain (al-wākil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis
pekerjaan yang bisa di gantikan (an-naqbalu an-niyabah) dan dapat di lakukan oleh
pemberi kuasa. Dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi
kuasa masih hidup. 1

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau


mewākilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wākil. Al-wakalah juga
memiliki arti At-Tafwiḍ yang artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat2. Sehingga Wakalah dapat diartikan sebagai penyerahan sesuatu oleh seseorang
yang mampu dikerjakan sendiri sebagian dari suatu tugas yang bisa diganti, kepada
orang lain, agar orang itu mengerjakannya semasa hidupnya. 3

Al-wakalah dalam pengertian lain yaitu pelimpahan kekuasaan oleh seseorang


yang disebut sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak ke dua dalam
melakukan sesuatu berdasarkan kuasa atau wewenang yang di berikan oleh pihak
pertama, akan tetapi apabila kuasa itu telah di laksanakan sesuai yang di syaratkan atau
yang telah di tentukan maka semua resiko dan tanggung jawab atas perintah tersebut
sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
Manusia tidak mungkin bisa melakukan semua pekerjaan sendirian, semua orang
pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam mengerjakan urusannya baik secara
langsung maupun tidak langsung, seperti mewākilkan dalam pembelian barang
,pengiriman uang, pengiriman barang, pembayaran utang, penagihan utang dan lain
sebagainya.Wakalah dalam praktek pengiriman barang terjadi ketika atau menunjuk
orang lain atau untuk mewākili dirinya mengirimkan sesuatu. Orang yang di minta di
wakilkan harus menyerahkan barang yang akan dia kirimkan untuk untuk orang lain
kepada yang mewakili dalam suatu kontrak.Penerima kuasa (wākil) boleh menerima
komisi (al-ujur) dan boleh tidak menerima komisi (hanya mengharapkan ridho Allah/
tolong menolong). Tetapi bila ada komisi atau upah maka akad nya seperti akadijarah/
sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan di sebut dengan wakalah bil-ujrah, bersifat
mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
B. Wakalah menurut pandangan ulama
Wakalah mempunyai beberapa makna yang berbeda menurut beberapa ulama, berikut
ini adalah masing- masing pandangan dari para ulama :

1
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2002), hlm 20
2
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani, 2008), hlm 120-121
3
Abu Bakar Muhammad, Fiqh Islam (Surabaya: Karya Abbditama, 1995), hlm 163.
1. Menurut Hasbhy Ash shiddieqy, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang pada
akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak
(bertaṣarruf).4

2. Menurut Sayyid Sabbiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada
orang lain dalam hal–hal yang boleh di wākilkan.
3. Menurut Ulama Malikiyah ,Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya
kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan hak nya yang
tindakan itu tidak di kaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan
dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
4. Menurut ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa wakalah adalah salah suatu ungkapan
yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya
orang lain itu melaksanakan apa yang boleh di kuasakan atas nama pemberi kuasa.
5. Hanafiyah berpendapat, bahwa wakalah adalah seseorang menggantikan posisi orang
dalam pengelolaan (masalah tertentu).
6. Hanabilah berpendapat, bahwa wakalah adalah permohonan penggantian seseorang
yang membolehkan melaksanakan sesuatu yang sesuai dengan pihak lain, yang
tugasnya adalah terkait dengan hak-hak Allah dan manusia.
C. Macam- macam wakalah

Wakalah dapat dibedakan menjadi: al-wakalah al-ammah dan al-wakalah al-khāṣṣah5

1. wakalah al- khāṣṣah adalah wakalah dimana pemberian wewenang untuk


menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik. Dan telah
dijelaskan secara mendetail segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang
diwākilkannya, seperti mengirim barang berupa pakaian atau menjadi advokat
untuk menyelesaikan kasus tertentu.
2. Al-wakalah al- ammah adalah akad wakalah dimana pemberian wewenang
bersifat umum, tanpa adanya penjelasan yang rinci. Seperti belikanlah aku
komputer apa saja yang kamu temui.6

Selain itu juga dibedakan atas al-wakalah al-muqayyadah dan al-wakalah


muṭlaqah, yaitu:
1. Al-wakalah al-muqayyadah adalah akad wakalah dimana wewenang dan
tindakan si wākil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya jualah
mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika kredit.
2. Al-wakalah al-muṭlaqah adalah akad wakalah dimana wewenang dan wākil tidak
dibatasi dengan syarat atau kaidah tertentu, misalnya juallah mobil ini, tanpa
menyebutkan harga yang diinginkan.

D. Rukun dan syarat


Adapun rukun dan syarat wakalah adalah sebagai sebagai berikut:

4
Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001),
hlm 391
5
Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami
Masalah Akad Syariah, (Bandung: Kaifa, 2011), hlm.148.
6
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 20
a. Rukun wakalah
1. Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil)
2. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
3. Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)
4. Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).7

Sementara menurut mayoritas ulama selain Hanafiyah, rukun wakalah ada empat
antara lain :

1. Orang yang mewakilkan (muwakkil)


2. Orang yang menerima perwakilan (wakil)
3. Objek atau pekerjaan yang diwakilkan (muwakkal bih)
4. Sighah (ijab dan kabul)8

b. Syarat Wakalah
1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
Muwakkil merupakan orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang
diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya orang yang berwakil
disyaratkan sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah
kekuasaannya. Syarat-syarat muwakkil adalah:

 Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.


 Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.

2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili) 9

Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut:

 Cakap hukum, cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain,
memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan
kepadanya, serta amanah dan mampu mengerjakan pekerjaan yang
dimandatkan kepadanya.
 Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
 Wakil adalah orang yang diberi amanat.

3. Perkara yang diwakilkan


Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan yang dapat
dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syara’,
memiliki identitas yang jelas, dan milik sah dari al-Muwakkil, misalnya: jual-
beli, sewa-menyewa, pemindahan hutang, tanggungan, kerjasama usaha,
penukaran mata uang, pemberian gaji, akad bagi hasil, talak, nikah, perdamaian
dan sebagainya.

7
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 213
8
Alaudin Abu Bakar Mas’ud al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer,
(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),hlm. 210
9
 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2011), hlm 182
4. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)
Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan
memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.
harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad), dan wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan
tidak boleh dibatalkan secara sepihak Jadi akad pemberian kuasa bisa terjadi
apabila adanya ijab dan qabul, sedangkan akad tersebut dikatakan batal itu jika
si penerima kuasa menolak untuk menjadi penerima kuasa. (pasal 452 ayat 2 dan
4).10

E. Dasar Hukum Wakalah


Dari dulu hingga sekarang, masyarakat membutuhkan akad wakalah untuk
menyelesaikan segala persoalan hidup mereka. Hal ini terjadi karena unsur keterbatasan
yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia. Untuk itu syari’ah memberikan legalitas
atas keabsahan akad tersebut.11

 Al-Qur’an

1. QS. Al Kahfi (Penghuni-penghuni Gua) ayat 19


ؕ ۡ‫ض یَ ۡو ٍم ؕ قَالُ ۡوا َربُّ ُکمۡ اَ ۡعلَ ُم بِ َما لَبِ ۡثتُم‬
َ ‫سٓا َءلُ ۡوا بَ ۡینَہُمۡ ؕ قَا َل قَٓائِ ٌل ِّم ۡنہُمۡ َکمۡ لَبِ ۡثتُمۡ ؕ قَالُ ۡوا لَبِ ۡثنَا یَ ۡو ًما اَ ۡو بَ ۡع‬ َ َ‫ک بَ َع ۡث ٰنہُمۡ لِیَت‬
َ ِ‫َو َک ٰذل‬
‫ق ِّم ۡنہُ َو ۡلـ ؔ‍یَتَلَطَّ ۡف َو اَل یُ ۡش ِع َرنَّ ِب ُکمۡ اَ َحدًا‬ ٍ ‫فَ ۡاب َعثُ ۡۤوا اَ َح َد ُکمۡ ِب َو ِرقِ ُکمۡ ٰہ ِذ ٖ ۤہ اِلَی ۡال َم ِد ۡینَ ِۃ فَ ۡلیَ ۡنظُ ۡر اَ ُّیہَ ۤا اَ ۡز ٰکی طَ َعا ًما فَ ۡلیَ ۡاتِ ُکمۡ ِب ِر ۡز‬
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya.
Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?”
Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain
lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah
salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan
itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali
menceritakan halmu kepada siapa pun. 12

2. QS. Al Kahfi (Penghuni-penghuni Gua) ayat 55


‫اب قُبُ ًل‬ ُ ۡ‫اس اَ ۡن یُّ ۡؤ ِمنُ ۤۡوا اِ ۡذ َجٓا َءہُ ُم ۡالہُ ٰدی َو یَ ۡست َۡغفِ ُر ۡوا َربَّہُمۡ اِاَّل ۤ اَ ۡن ت َۡاتِیَہُم‬
ُ ‫سنَّۃُ ااۡل َ َّولِ ۡینَ اَ ۡو یَ ۡاتِیَہُ ُم ۡال َع َذ‬ َ َّ‫َو َما َمنَ َع الن‬
Dan tidak ada (sesuatu pun) yang menghalangi manusia untuk beriman ketika
petunjuk telah datang kepada mereka dan memohon ampunan kepada Tuhannya,
kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat
yang terdahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
3. Surat An-Nisa’ ayat 35

َ‫ق هَّللا ُ بَ ْينَ ُه َما ۗ إِنَّ هَّللا َ َكان‬ ْ ِ‫ق بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعثُوا َح َك ًما ِمنْ أَ ْهلِ ِه َو َح َك ًما ِمنْ أَ ْهلِ َها إِنْ يُ ِريدَا إ‬
ِ ِّ‫صاَل ًحا يُ َوف‬ ِ ‫َوإِنْ ِخ ْفتُ ْم‬
َ ‫شقَا‬
‫َعلِي ًما َخبِي ًرا‬
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi

10
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 356
11
Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008), hlm.239
12
Imam Mustofa,S.Hi.,M.SI, Fiqih Muamalah Komtemporer, (Jakarta: Raja Grafindo,2016),hlm.207
taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. 13

4. Surat Yusuf ayat 93


َ‫صيرًا َو ْأتُونِي بِأ َ ْهلِ ُك ْم أَجْ َم ِعين‬ ِ ‫ا ْذهَبُوا بِقَ ِمي‬
ِ ْ‫صي ٰهَ َذا فَأ َ ْلقُوهُ َعلَ ٰى َوجْ ِه أَبِي يَأ‬
ِ َ‫ت ب‬
“Pergilah kamu membawa bajuku ini, lalu letakanlah ia kemuka bapaku, nanti dia dapat
melihat kembali dan bawalah kemari keluargamu semuanya kepadaku”14

5. Surat Al-Baqarah 28315

ِ َّ‫اؤتُ ِمنَ أَ َمانَتَهُ َو ْليَت‬


‫ق‬ ْ ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليُ َؤ ِّد الَّ ِذي‬
ُ ‫ضةٌ ۖ فَإ ِ ْن أَ ِمنَ بَ ْع‬
َ ‫َان َم ْقبُو‬
ٌ ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬

‫هَّللا َ َربَّهُ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ ۚ َو َم ْن يَ ْكتُ ْمهَا فَإِنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬

Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

6. Surat Yusuf ayat 55


‫ض ۖ إِنِّي َحفِيظٌ َعلِي ٌم‬
ِ ْ‫ض ۖ إِنِّي َحفِيظٌ َعلِي ٌم قَا َل اجْ َع ْلنِي َعلَ ٰى َخ َزائِ ِن اأْل َر‬
ِ ْ‫ال اجْ َع ْلنِي َعلَ ٰى َخ َزائِ ِن اأْل َر‬
َ َ‫ق‬

Artinya : Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);


sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."(Q.S.
Yusuf : 55).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Yusuf menyatakan siap untuk menjadi wakil
dan pengemban amanah menjaga urusan ekonomi negeri Mesir.

 Al-Hadits
a. (HR. Abu Daud) dan (HR. Bukhari Muslim)
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah, diantaranya,
Suatu ketika Rasulullah pernah mewakilkan dirinya kepada Hakim bin Nizam atau
‘Urwah al Bariqi untuk membeli domba kurban. (HR. Abu Daud) Rasul telah
mengutus Rafe’i dalam menerima pernikahan Maimunah binti Haris (HR. Bukhari
Muslim) Dalam kehidupan sehari hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan
penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang
hewan, dan lain-lainnya

13
Rizal,”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”,Equilibrium, ( Vol. 3, No. 1, Juni 2015),
hlm.128.
14
Ar-Rifai, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, JakartaGema Insani,hlm.186
15
Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah:Dari Teori Ke Praktik,hlm. 121.
b. Al-Hadis HR. Bukhari

Artinya: “Dari „Urwah bin Abil Ja‟d Al-Bariqie: Bahwa Nabi Saw (pernah)
memberikan uang satu dinar kepadanya agar di belikan seekor kambing untuk beliau,
lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor
dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi
Saw, mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya „Urwah membeli
tanah pun, ia pasti beruntung.” (HR. Bukhari). 16

c. HR. Muslim
Artinya : Dari r.a Bahwa Nabi Saw menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan
dan Ali r.a disuruh menyembelih kurban yang sebelum disembelih” (HR. Muslim).

d. HR. Abu Daud   

Artinya : Dari Jabir r.a ia berkata : Aku keluar pergi ke Khaibar lalu akau datang
kepada Rasulullah Saw maka beliau bersabda baila engkau datang pada wakilku,
maka ambilah darinya 15 wasaq. (HR. Abu Daud).             

e. HR. Malik
Artinya: "Bahwasannya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi' dan seorang
Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits" (HR. Malik)17

f. HR. Malik dalam Muwaththa


Artinya :“Dan dari Sulaiman bin Yasar: Bahwa Nabi saw, mengutuskan Abu Rafi‟,
hamba yang pernah dimerdekakannya dan seorang laki-laki Anshar, lalu kedua orang
itu menikahkan Nabi dengan Maimunah binti harits dan pada saat itu (Nabi saw) di
Madinah sebelum keluar (ke Mieqat Dzil Khulaifah).” (HR. Malik dalam
Muwaththa‟).

 Ijma’

Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut
termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong
menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulullah saw. Allah
berfirman di dalam surah al-Maidah ayat 218 :

ِ ‫اونُوا َعلَى اإْل ِ ْث ِم َوا ْل ُع ْد َو‬


‫ان‬ َ ‫ۚ وتَ َعا َونُوا َعلَى ا ْلبِ ِّر َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َع‬
َ

“....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan....”(al-Ma’idah:2)

16
Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr. 1980.hlm. 185
17
Imam Jalaludin As-Sayuty, Al-Muwatha', Darul Ihya Al-Ulum, Beirut, t.th. hlm. 271
18
Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 2, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Quran dan
Terjemahan, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 358.
F. Aplikasi dan Problem Wakalah
Dalam perkembangan fikih islam, status wakalah sempat diberdebatkan apakah
wakalah masuk dalam kategori niabah yakni mewakilkan atau kategori wilayah atau
wali tetapi ada dua pendapat yaitu19 :

 Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah niabah atau mewakili. Menurut
pendapat ini, si wakil tidak daapat menggantikan seluruh fungsi wakil.
 Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah, karena menggantikan
dibolehkannya untuk mengarah kepada yang lebih baik. Sebagaimana jual beli,
melakukan pembayaran secara tunai lebih baik, walaupun diperkenankan secara kredit.20

Secara umum aplikasi wakalah dalam perbankan dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut:21

NASABAH
KONTRAK + FREE

 Agency
MUWAKIL  Administration
 Payment BANK
 Co Arranger
 Dll
WAKIL

INVESTOR
TAUKIL

MUWAKIL
KONTRAK + FREE

G. Metodologi
Akad atau perjanjian wakalah sah dengn cara tanjiz,ta’liq dan bisaa dikaitkan
dengan masa yang akan datang. Wakalah bisa juga ditentukan tentang waktu dan
dengan pekerjaan tertentu. Dimaksud dengan tanjiz adalah seperti ucapan: “saya
wakilkan kepadamu untuk membeli buku atau baju”. Sedangkan dimasud ta’liq adalah
seperti ucapan: bila masalah sengketa tanah ini berhasil, maka anda akan menjadi wakil
saya”. Dan yang dimaksud dengan mengaitkan dengan masa yang akan datang seperti
ucapan: “saya kuasakan urusan keluarga ini kepada anda selama satu tahun untuk
menyelesaikan.
Pengertian mewakilkan secara mutlak bukan berarti seorang wakil dapat
bertindak seenaknya sendiri, tetapi maknanya diaberbuat untuk melakukan jual beli
yang dikenal dikalangan masyarakat pedagang dan untuk hal yang lebih bermanfaat
bagi yang mewakilkan.

19
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm 231- 233
20
Wahbah al-Zuhayli,al-Fiqhu al-islami wa ‘Adillatuhu (Damaskus: Dar Fikr,1997) hlm.150
21
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik (Jakarta: Gema Insani,2001),hlm.151
Menurut Abu Hanifah bahwa wakil tersebut boleh menjual sebagaimana
kehendak wakl itu sendiri. Kontan atau kredit, seimbang dengan harga kebiasaan
maupun tidak, baik kemungkinan adanya kecurangtan maupun tidak, baik dengan uang
negara lain.22

Jika yang mewakili menyalahi aturan yang telah ditetapkan atau disepakati
ketika melakukan perjanjian,penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang
mewakilkan,maka tindakan tersebut sah menurut pendapat mazhab syafi’i.
H. Implementasi Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Wakalah dalam praktik lembaga keuangan syariah biasanya terkait dengan akad lain
yang dilakukan oleh nasabah. Misalnya dalam akad pembiayaan murabahah, pihak
lembaga keuangan syariah mewakilkan kepada nasabah untuk mencari barang yang
akan dibeli dengan pembiayaan tersebut.23 Praktik wakalah di lembaga keuangan
syariah umumnya ada dua jenis produk yang menggunakan akan waklah. Jenis produk
pelayanan jasa yang menggunakan akad wakalah antara lain :
1. Kliring uang (transfer)
Jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari
satu rekening kepada rekening lainnya. Proses transfer uang ini adalah proses yang
menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya
permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk
melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada
rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari
rekening ke rekening).24

Dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana
kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer
uang ini:

a. Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari al-Muwakkil
kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah
yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
b. Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank
yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada
nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang
dituju tersebut.
c. Transfer melalui ATM
Pada proses ini transfer uang pendelegasian tidak secara langsung uangnya diberikan
dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-
Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian
meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar
pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses
yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
2. Inkaso

22
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya (Jakarta : Kencana, 2018),
hlm. 396
23
Abdul Rahman Ghazalt,Fiqih Muamalat,( Jakarta:Kencana,2012),hlm.213
24
Wirdiyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia ( Jakarta: Kencana, cet. I, 2005), hlm 121
Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau perorangan
untuk menagihkan atau memintakan persetujuan pembayaran atau menyerahkan begitu
saja kepada pihak yang bersangkutan ditempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-
surat berharga,dalam rupiah atau valuta asing.25
3. Intercity clearing
Intercity clearing merupakan sarana penagihan antar warkat maupun surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari luar wilayah kliring. Intercity
clearing merupakan pengembangan dari mekanisme inkaso dalam hal penyelesaian
transaksi antar kota yang lebih efisien.
4. Letter of credit
Letter of Credit (L/C) adalah surat pernyataan akan membayar kepada yang
diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir/ Eksportir dengan pemenuhan
persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah L/C syariah dalam pelaksanaannya
dapat menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna’,
Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah, ijarah. Bagi L/C yang menggunakan akad
Wakalah tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak
nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatas namakan nasabah dan harus
dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti
biaya berdasarkan kesepakatan bersama.Pemberian kuasa berakhir setelah tugas
dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank. Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Letter of Credit Import Syariah dan Letter of
Credit Eksport syariah
1) Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad
Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
34/DSNMUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah
memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada
beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.26

a) Akad Wakalah bil Ujrah memiliki beberapa ketentuan:


 Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang
diimpor.
 Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumendokumen transaksi impor.
 Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk prosentase.27

b) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:


 Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang
yang diimpor.
 Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumendokumen transaksi impor.
 Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk prosentase.
 Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan
pembayaran barang impor.

25
Abdullah Amrin, Strategi Pemasaran Asuransi Syariah, (Jakarta, Grasindo, 2007), hlm. 45
26
Ahmad Ifdan Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 179
27
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm 115
c) Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
 Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan
pengurusan dokumen dan pembayaran
 Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku
shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang
diimpor.28

d) Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:


 Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang
yang diimpor.
 Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor.
 Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
 Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank
dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.

2) Letter Of Credit Eksport Syariah


Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad
Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
35/DSNMUI/IX/2002.24 Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan
surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan
eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang
terjadi.29

a) Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:


 Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
 Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (Issuing
bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam presentase.

b) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:


 Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
 Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank).30
 Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harg
barang ekspor.
 Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.

c) Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:


 Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
 Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.

28
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algrasindo, 1994), hlm.213
29
Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001),
hlm 456
30
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 271
I. Tujuan Adanya Wakalah

Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh


karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang
telah bekerja sama/ kontrak, wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya,
saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan beburuk sangka. Dan sisi
lainnya wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan
untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang
lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang
yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya,
dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.31

J. Berakhirnya Wakalah

Transaksi wakalah dinyatakan berakhir apabila salah satu pihak sebagai berikut :
a. Meninggalnya salah satu pihak (orang yang mewakilkan atau yang mewakili) yang
melakukan perjanjian.
b. Bila yang mewakilkan atau yang mewakili gila, sebab salah satu syarat diantara
orang melakukan perjanjian harus berakal.
c. Pekerjaan yang menjadi perjanjian telah dihentikan, karena masa
kontrak/perjanjiannya sudah berakhir.32
d. Pemutusan orang yang mewakilkan kepada wakil, meskipun wakil tidak mengetahui.
Sebelum mengetahui masalah tersebut, berarti tindakan yang mewakilkan seperti
belum diputuskan, dalam semua hukumannya.
e. Orang yang mewakili memutuskan sendiri, menurut mazhab Hanafi tidak perlu
orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak diperlukan
kehadirannya
f. Keluarnya orang yang mewakilkan dari kepemilikan.

K. Hikmah Wakalah
Pada prinsipnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh
karena itu, baik yang mewakilkan dan orang yang mewakili yang telah melakukan kerja
sama atau perjanjian ada keharusan bagi keduanya untuk menjalankan hak dan
kewajibannya, saling percaya, menghilang sifat curiga, dan buruk sangka. Terdapat
pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kemampuan dan kesempatan
untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri.33 Adapun hikmah lain yang
bisa diperoleh dari wakalah antara lain: Mengajarkan prinsip tolong menolong antara
satu dengan yang lainnya untuk tujuan kebaikan, bukan untuk kejahatan atau
kemaksiatan, Mengajarkan kepada manusia untuk merenungi bahwa hidup ini tidak
sempurna.

L. Argumentasi Penulis
Perkembangan dunia perbankan di masa sekarang memberikan kontribusi yang besar
bagi perekonomian di Indonesia. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari
31
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2010), hlm. 191
32
Sayyid Sabiq, “Fiqh al-Sunnah, Vol.3”, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), hlm.898.
33
Abu Azam Al Hadi. “Fikih Muamalah Kontemporer”. (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), hlm.148.
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Setiap bank harus memiliki suatu daya tarik yang baik di
dalam masyarakat agar suatu bank dapat dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan
kegiatan perbankan yaitu dari berbagai peminjaman dan menyimpan uang maupun
memanfaatkan jasa perbankan lainnya. Dilihat dari fungsi bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana hubungan hukum antara bank dengan nasabah dibedakan menjadi
dua yang pertama adalah adanya hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan
dana dan yang kedua adanya hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur.

Suatu landasan hukum bagi perbankan terutama pada bank syariah untuk
menjalankan kegiatan usahanya saat ini adalah undang-undang nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah. Undang-undang tersebut memberikan kepastian hukum bagi
stakeholder industri perbankan syariah, disamping untuk lebih meyakinkan masyarakat
dalam menggunakan layanan dan produk-produk bank syariah. Pengaturan mengenai bank
syariah tidak hanya menyangkut eksistensi dan legitimasi bank syariah dalam industri
perbankan nasional, tetapi juga meliputi aspek kelembagaan dan sistem operasional. Dengan
pengaturan yang semakin baik, maka sangat memungkinkan bagi bank syariah untuk terus
tumbuh dan berkembang serta mampu bersaing secara objektif dengan perbankan
konvensional.

Dalam hal membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah antara lain,
seperti akad ijarah, muasyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, dan hawalah. Dan juga
bank dengan nasabah dalam hubungannya bisa melakukan wali amanat yang berdasarkan
akad wakalah. Wakalah merupakan, penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat
atau power of attoney (bahasa Inggris) akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada
pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktek wakalah dalam lembaga keuangan
syariah mengharuskan adanya, muwakil, atau yang mewakili, wakil dalam hal bank ini dan
taukil atau objek atau wewenang yang diwakilkan. Pada prinsipnya wakalah dalam praktek
perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang atau
dalam hal pembiayaan. Sementara al-wakalah dalam figh Islam adalah penyerahan tugas dan
tanggung jawab masing-masing pihak yang berdasarkan pada definisi wakalah yaitu
menyerahkan tugasnya atau urusannya kepada orang lain dan diserahkan tanggung jawabnya
untuk bertindak bagi pihaknya.

Perkembangan perbankan dan keuangan syariah mengalami kemajuan yang sangat


pesat dan menghadapi tantangan yang makin kompleks sehingga harus bisa memenuhi
kebutuhan bisnis modern dengan menyajikan produk-produk inovatif dan lebih variatif serta
pelayanan yang prima. Tantangan ini menuntut para praktisi, regulator, konsultan, dewan
syariah dan akademisi untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam memberikan respon terhadap
perkembangan tersebut. Para praktisi dituntut secara kreatif melakukan inovasi produk,
regulator membuat regulasi yang mengatur dan mengawasi produk yang dilaksanakan oleh
praktisi, Dewan syariah dituntut secara aktif mengeluarkan fatwa-fatwa yang dibutuhkan
industri sesuai tuntutan zaman, dan akademisi pun dituntut memberikan pencerahan ilmiah
dan tuntunan agarproduk tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah.

Diantara pilar penting untuk menciptakan produk perbankan dan keuangansyariah


dalam menyahuti tuntutan kebutuhan masyarakat modern adalah terwujudnyamulti akad.
Bentuk akad tunggal sudah tidak mampu lagi merespon transaksi keuangan kontemporer
yang terus berkembang dengan pesat. Multi akad atau dalamistilah fiqihnya disebut al-’uqud
al-murakkabah adalah mengumpulkan atau menggabungkan beberapa akad menjadi satu
akad, yaitu terjadinya kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang
mengandung dua akad atau lebih sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun
tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.

Sistem multi akad inilah yang penulis temui pada produk pembiayaan murabahah
sewaktu observasi dalam rangka mendukung kegiatan akademik.Dalam prakteknya,
murabahah yang merupakan akad jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati, dilaksanakan dalam satu transaksi dengan wakalah,yaitu akad
penyerahan kekuasaan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu yang
dibolehkan oleh syara’ dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Artinya, dengan
disertakannya akad wakalah, maka pihak bank tidak secara langsung membeli barang yang
dipesan oleh nasabah, melainkan mewakilkannya kepada nasabah itu sendiri agar
memudahkan proses transaksi sehingga nasabah dapat memilih sendiri barang yang
diinginkan sesuai dengan kriterianya.

Praktek ini sedikit berbeda dengan teori yang dijelaskan dalam buku-buku fiqh
muamalah, di mana dalam jual beli murabahah tidak terdapat proses wakil mewakilkan
dalam hal pembelian. Ada maupun tidaknya pesanan, penjual tetap membeli langsung dari
penyedia barang untuk ditawarkan dan dijual kembali. Praktek ini tentunya tidak begitu saja
dilakukan secara sepihak oleh bank tanpa melalui keputusan dan persetujuan lembaga yang
mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengawasi kinerja perbankan syariah.
Terbukti dengan terbitnya Fatwa Dewan Syariah Nasional yang membolehkan penyertaan
akad wakalah pada pembiayaan murabahah, yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia yang menjadikan penggabungan kedua akad tersebut mendapat
legalitas dan kekuatan hukum sehingga sah untuk dipraktekkan. Namun jika menelusuri
lebih jauh dalam kitab-kitab hadits jual beli, ada beberapa nash yang melarang dua akad
dalam satu transaksi, karena pada kenyataannya produk pembiayaan ini memang terdapat
dua akad didalamnya yaitu wakalah (perwakilan) dan murabahah (jual beli) yang digabung
dan dijadikan satu transaksi.

Kelebihan praktek wakalah pada produk pembiayaan murabahah adalah membangun


kepercayaan yang tinggi antara Bank dengan nasabah untuk menjadi wakil Bank membeli
barang sesuai keinginan, membangun kejujuran dan kedisiplinan nasabah pembiayaan untuk
mentasyarufkan dalam pembiayaan sesuai dengan tujuan awal yang tercantum saat
permohonan pembiayaan diajukan yang dibuktikan kwitansi dari hasil pembelian barang
yang dimaksud, proses transaksinya cepat, akurat dan terpercaya, nasabah mudah
mendapatkan pencairan dana dalam pembiayaan murabahah, nasabah merasasenang adanya
kerjasama dengan lembaga dalam praktek wakalah pada produk pembiayaanmurabahah,
banyaknya nasabah yang melakukan kerjasama dalam praktek wakalah pada produk
pembiayaan murabahah.

Sementara kelemahan praktek wakalah pada produk pembiayaan murabahah adalah


masih banyak nasabah yang tidak paham dengan produk-produk pembiayaan dan tidak
peduli dengan hal tersebut, bahkan ada yang berprinsip yang penting mendapatkan
pembiayaan, kurang terbukanya nasabah tentang kondisi riil usaha yang akan dibiayai ,
sehingga sering muncul manipulasi data tentang keuntungan usahanya, Terjadinya
penyimpangan dari akad yang telah disepakati, kurang mampunya nasabah memisahkan
antara dana-dana produktif dengan dana pribadi, sehingga sulit untuk diketahui pendapatan
keuntungan riilnya, secara umum nasabah dalam menjalankan kegiatan usahanya tanpa
menggunakan pembukuan yang benar, banyaknya nasabah yang belum memiliki coleteral,
namun dari sisi usaha dan karakternya baik, dan kurangnya pengontrolan atau pengawasan
yang dilakukan lembaga pada nasabah yang melakukan wakalah pada produk pembiayaan
murabahah dan kurangnya keterbukaan dengan kejujuran yang dilakukan oleh nasabah saat
memberikan informasi dalam melakukan wakalah pada produk pembiayaan murabahah.

Melihat kelebihan dan kelemahan praktek wakalah pada produk pembiayaan


murabahah, maka dapat dianalisis bahwa pihak Bank yang hanya memberikan uang kepada
nasabah untuk dibelikan sendiri barangnya atau pihak Bank menunjuk nasabah sebagai
agennya untuk membeli barang yang diperlukan atas nama Bank yang bersangkutan dan
menyelesaikan pembayaran harga barang dari biaya Bank tersebut. Mekanisme ini jelas
menyalahi hakikat murabahah itu sendiri, yang pada hakikatnya murabahah adalah proses
jual beli yang syarat dan rukunnya di tentukan oleh aturan syara’. Apabila pola ini tetap
dilakukan, maka kesan yang didapat dari proses ini penjual menjual barang yang belum ia
miliki padahal ini jelas menyalahi aturan syara’.

Menurut al-Baghawi, yang dikutip oleh asy-Syaukani, bahwa larangan di dalam


hadis adalah larangan menjual barang yang belum dimiliki atau tidak menjadi milik. Adapun
menjual sesuatu yang ada di dalam tanggungan itu boleh secara akad salam dengan syarat-
syarat tertentu. Jika seseorang menjual sesuatu yang ada dalam tanggungannya dan
ditentukan secara konkret ditempat yang telah diperjanjikan, maka hal itu boleh, meskipun
barang tersebut belum ada pada waktu akad.

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan
sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
Wakalah dapat dibedakan menjadi: al-wakalah al-ammah dan al-wakalah al-khāṣṣah

 wakalah al- khāṣṣah adalah wakalah dimana pemberian wewenang untuk menggantikan
sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik. Dan telah dijelaskan secara mendetail segala
sesuatu yang berkaitan dengan apa yang diwākilkannya, seperti mengirim barang berupa
pakaian atau menjadi advokat untuk menyelesaikan kasus tertentu.
 Al-wakalah al- ammah adalah akad wakalah dimana pemberian wewenang bersifat umum,
tanpa adanya penjelasan yang rinci. Seperti belikanlah aku komputer apa saja yang kamu
temui..
Dalam wakalah terdapat rukun wakalah antara lain : Orang yang memberi kuasa (al-
Muwakkil) ,Orang yang diberi kuasa (al-Wakil), Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil) ,
Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).
Sehingga jika rukun wakalah tidak dilakukan maka Wakalah dapat berakhir alasannya
karena sebagai berikut : Meninggalnya salah satu pihak (orang yang mewakilkan atau yang
mewakili) yang melakukan perjanjian, Bila yang mewakilkan atau yang mewakili gila,
sebab salah satu syarat diantara orang melakukan perjanjian harus berakal, Pekerjaan yang
menjadi perjanjian telah dihentikan, karena masa kontrak/perjanjiannya sudah berakhir
Wakalah mengalami problem atau masalah yang berbeda-beda antara lain yang
dikeumukakan oleh dua pendpaat yang berbeda antara lain : pendapat pertama menyatakan
bahwa wakalah adalah niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini, si wakil tidak daapat
menggantikan seluruh fungsi wakil. Kemudian pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah
adalah wilayah, karena menggantikan dibolehkannya untuk mengarah kepada yang lebih
baik. Sebagaimana jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik, walaupun
diperkenankan secara kredit.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini,kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang kut berpartisipasi dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan dapat dipahami isinya. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini jauh dari kesumpurnaam,untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi makalah yang jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah Kontemporer”(Depok: Raja Grafindo Persada, 2017)

Abu Bakar Muhammad, Fiqh Islam (Surabaya: Karya Abbditama, 1995)


Abdul Rahman Ghazalt,Fiqih Muamalat,( Jakarta : Kencana,2012)

Abdullah Amrin, Strategi Pemasaran Asuransi Syariah, (Jakarta, Grasindo, 2007)

Ahmad Ifdan Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010)

Alaudin Abu Bakar Mas’ud al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah
Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014)

Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 2, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-
Quran dan Terjemahan, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2012
Ar-Rifai, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, JakartaGema Insani

Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008)

Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2002)
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010)

Imam Jalaludin As-Sayuty, Al-Muwatha', Darul Ihya Al-Ulum, Beirut, t.th.

Imam Mustofa,S.Hi.,M.SI, Fiqih Muamalah Komtemporer,(Jakarta: Raja Grafindo,2016)

Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012)
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011)
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani, 2008)

Rizal,”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”,Equilibrium, ( Vol. 3, No.


1, Juni 2015)

Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr. 1980

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algrasindo, 1994)


Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya (Jakarta :
Kencana, 2018)
Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam ( Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra, 2001)
Wirdiyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia ( Jakarta: Kencana, cet. I, 2005)
Wahbah al-Zuhayli,al-Fiqhu al-islami wa ‘Adillatuhu (Damaskus: Dar Fikr,1997)
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)

Anda mungkin juga menyukai