“Fiqih Muamalah ”
Disusun Oleh :
TEBUIRENG JOMBANG
2024
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, inayah, taufik dan hiday
ah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isin
ya yang sangat sederhana. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi
Besar Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat Bapak Mohammad Nur
salim, M. Ag.yang senantiasa membimbing dan memberikan ilmu juga motifasinya, semoga Alla
h SWT menambahkan kesehatan dan keberkahan, terimakasih pula kepada teman-teman mahasis
wa yang sudah memberikan kami dukungan dan semangat.
Karya tulis ini kami akui masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengalaman yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masuk
an yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini untuk kedepannya agar menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi para pembacanya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
1. Pengertian Hiwalah dan Dhoman....................................................................................................5
2. Dasar Hukum Hiwalah dan Dhoman................................................................................................6
3. Syarat Rukun Hiwalah dan Dhoman.................................................................................................7
4. Hikmah Hiwalah dan Dhaman..........................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiwalah dalam arti bahasa berasal dari kata tahwil yang sinonimnya intiqal yang
artinya memindahkan. Dalam pengertian istilah, Hanafiyah memberikan definisi hiwalah
yaitu memindahkan tuntutan atas utang dari tanggungan orang yang berutang (mudin)
kepada tanggungan multazim. Sedangkan Sayid Sabiq mendefinisikan hiwalah yaitu
memindahkan utang dari tanggungan orang yang memindahkan (al-Muhil) kepada
tanggungan orang yang dipindahi hutang (muhal ‘alaih). Syafiiyah dan Hambaliyah
memberikan definisi hiwalah hampir sama seperti di atas sebagai berikut: Hiwalah yaitu
memindahkan hak dari tanggungan muhil kepada muhal ‘alaih.
Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa hiwalah adalah pemindahan
hak berupa utang dari oang yang berutang (al-mudin) kepada orang lain yang dibebani
tanggungan pembayaran utang tersebut. Dalam hal ini Hiwalah berbeda dengan kafalah
karena kafalah hanya mengumpulkan tanggungan di tangan penanggung (kafil) tanpa
memindahkan utang, sedangkan utangnya sendiri masih dalam tanggungan al-mudin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hiwalah dan dhoman?
2. Apa dasar hokum hiwalah dan dhoman?
3. Apa syarat rukun hiwalah dan dhoman?
4. Apa hikmah hiwalah dan dhoman?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hiwalah dan dhoman.
2. Untuk mengetahui hokum hiwalah dan dhoman.
3. Untuk mengetahui syarat rukun hiwalah dan dhoman
4. Untuk mengetahui hikmah hiwalah dan dhoman.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi, Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggung- nya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemin- dahan
beban utang dari muhil (orang yang berutang) menja- di tanggungan muhal'alaih atau
orang yang berkewajiban membayar utang. Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan
bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai
piutang pada C (muhal'alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu
mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayar
utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.1
b. Pengertian Dhaman
1
Mahmudatus Sa’diyah, Modul Ajar Fiqih Muamalah, (Sumatra: CV. Mitra Cedikia Media, 2022), Hal.65
5
Secara bahasa, Dhaman berasal dari kata dhamnu yang berarti menghimpun. Secara
istilah, Dhaman berarti mengambil alih atau menjamin apa yang sudah menjadi
kewajiban orang lain dan bersifat tetap. Sedangkan yang dimaksud "bersifat tetap" adalah
tanggungan tersebut tetap menjadi tanggung jawab orang yang berhutang, sedangkan
penjamin hanya ikut serta dalam tanggung jawab.2
َو ِإْن َك اَن ُد ْو ُعْس َر ٍة َفَنِظ َر ٌة ِإَلى َم ْيَسَرٍة َو َأْن َتَص َّد ُقْو ا َخْيٌر َّلُك ْم ِإْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن
"Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 280).
Hadist
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
"Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan, jika salah
seorang dari kamu diikut- kan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya,
termalah hawalah itu."
Pada hadis tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika
orang yang beru- tang meng-hawalah-kan kepada orang yang kaya/ mampu, hendaklah ia
menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang di-hawalah-kan
(mual'alaih). Dengan demikian, haknya dapat terpenuhi. Sebagian ulama berpendapat
bahwa peritah untuk mene- rima hawalah dalam hadist tersebut menunjukkan wajib. Oleh
sebab itu, waji bagi yang mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas
ulama berpenda- pat bahwa perinta itu menunjukkan sunnah. Jadi, sunnah hukumnya
menerima hawalah bagi muhal.
Ijma
2
Rosidin, Modul Fiqih Muamalah, (Malang: Edulitera, 2021), Hal. 65
6
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah diboleh- kan pada utang yang tidak
berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus
pada uang atau kewajiban finansal.3
)٢٧ :َقاُلوا َتْفِقُد ُص َو اَع اْلَم ِلِك َوِلَم ْن َج اَء ِبِه ِحْم ُل َبِع يٍر َو َأَنا ِبِه َز ِع يٌم (يوسف
Penyeru-penyeru itu berkata: «Kami kehilangan piala Raja, dan barangsiapa yang dapat
mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf : 72)
Sedangkan Hadis yang menjadi dasar hukum Dhaman adalah riwayat Abu Umamah RA
yang mendengar khutbah Rasulullah SAW pada saat Haji Wada':
اْلَع اِر َيُة ُم َؤ َّد اٌة َو الَّز ِع يُم َغاِر ٌم َو الَّدْيُن َم ْقِضٌّي َر َو اُه الَّتْر ِمِذ ُّي
Pinjaman itu harus dikembalikan, sedangkan orang yang menjamin itu berutang dan
utang itu harus dilunasi" (H.R. al-Tirmidzi).
Umat muslim sepakat (ijma) atas kebolehan Dhaman, karena dibutuhkan manusia dan
menghindarkan pemiutang dari dampak negatif, yaitu tidak dilunasi.4
3. Muhal Alaih (orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada
muhtal)
3
Mahmudatus Sa’diyah, Modul Ajar Fiqih Muamalah, (Sumatra: CV. Mitra Cedikia Media, 2022), Hal.66-67
4
Rosidin, Modul Fiqih Muamalah, (Malang: Edulitera, 2021), Hal. 65
7
5. Sighat (Ijab-Qabul)5
Syarat Hiwalah
Menurut Sayyid Sabiq syarat-syarat hiwalah yaitu:
1. Kerelaan dari pihak muhil (yang mengalihkan) dan muhal (yang memberi hutang),
tanpa ada tekanan dari pihak muhal'alaih (yang mendapat pengalihan). Karena muhil
(pihak yang berhutang) berkewajiban membayar hutang dari pihak manapun sesuai
dengan keinginannya, karena mahal mempunyai hak yang ada pada tanggungan mahil,
maka tidak mungkin terjadi perpindahan tanpa kerelaannya. Ada pendapat yang
menyatakan bahwa tidak disyaratkan adanya kerelaan dari muhal, karena ia wajib
menerimanya sesuai dengan sabda Rasulullah yaitu:
إذاُأِح ْيَأُلَح ُد ُك ْمَع َلىَم ِليَو َفْلُيْع
Artinya: Dan jika salah satu seorang diantara kamu dihiwalahkan kepada yang kaya maka
terimalah."
Adapun tidak disyaratkan kerelaan dari muhal ialah, karena Rasulullah tidak
menyebutkan dalam hadist tersebut. Juga, karena orang yang berhutang mendudukkan
muhal sebagai posisinya dalam masalah pemenuhan haknya. Sehingga tidak
membutuhkan kerelaan dari orang yang mendapatkan hak tersebut."
2. Sama dalam bentuk pemenuhan hak, seperti jenis, jumlah pelaksanaan tempo waktu,
dan mutu, tidak sah jika hutang berbentuk emas hiwalahkan dengan perak sebagai
penggantinya. Demikian juga apabila hutang itu dalam bentuk tunai dan dihiwalahkan
dengan penangguhan atau sebaliknya. Begitu juga tidak sah hiwalah dengan mutu yang
berbeda ataupun salah satunya lebih banyak.
3. Stabilnya hutang jika pengalihan tersebut kepada pegawai yang gajinya belum diterima
maka tidak sah.
4. Kedua belah pihak mengetahui hak tersebut secara jelas.6
b. Syarat Rukun Dhaman
Rukun Dhaman
1. Darmin (Penjamin)
2. Madmun ‘anhu (Orang yang dijamin hutangnya)
5
Muhammad Sauqi, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Purwokerto: CV Pena Persaja, 2022), Hal. 87
6
Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Madia Pratama, 2007), Hal.225S
8
3. Madmun Lahu (Penagih yang mendapat jaminan)
4. Lafal Ijab Qabul
Syarat Dhaman
1. Syarat penjamin
a. Baligh
2. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang boleh belanja menngunakan hartanya.
3. Syarat orang yang menagih hutang, ymitu orang yang menjamin mengetahui
keberadaan orang yang menghutang.
c. Mengetahui kadarnya.7
7
Nor Aini Safitri, Fiqih, (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas KH. A. Wahab
Hasbullah, 2022), Hal. 39
9
2. Membantu Kebutuhan Orang Lain
Dengan adanya akad hawalah ini, maka syariat Islam memberikan peluang kepada orang
yang mempunyai kemampuan finansial untuk membantu dua pihak:
a. Orang Yang Berhutang (Muhil)
Orang yang mempunyai hutang akan terbantu oleh pihak ketiga (Muhal ’alaihi) yang
akan menanggung hutangnya, karena melalui akad hawalah ini, maka yang tadinya
mempunyai hutang, berubah seakan menjadi tidak punya hutang lagi.Begitu halnya
dengan pihak ketiga (muhal ’alaihi), yang tadinya tidak mempunyai hutang kepada pihak
pertama (Muhal), tapi melalui akad hawalah ini, maka dia jadi harus menaggung
hutangnya pihak kedua (Muhil).
b. Orang Yang Menghutangi (Muhal)
Orang yang menghutangi juga terbantu oleh pihak ketiga yang menanggung pelunasan
hutang tersebut, karena dengan adanya akad hawalah ini, maka harta yang tadinya
dihutangkan kepada Muhil (Orang yang berhutang) tidak jadi lenyap, tapi bisa kembali
ke tangan Muhal lewat pihak ketiga yang membayarkan (Muhal ’Alaihi)
b. Hikmah Dhaman
1. Dhaman dapat mendidik manusia bahwa selain harus bertanggung jawab pada dirinya,
juga bertanggung jawab atas nasib orang lain, tidak boleh membiarkan orang lain
sengsara.
2. Sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama yang baik dalam menyelesaikan sesuatu
masalah di masyarakat.
3. Mempermudah proses atau mekanisme kerja.
4. Bentuk tolong-menolong terhadap orang lain yang sangat membutuhkan
pertolongan.kerja sama yang baik dalam menyelesaikan sesuatu masalah di masyarakat. 8
BAB III
8
Suhendi, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002)
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggung- nya.Dhaman berarti mengambil alih atau menjamin apa yang
sudah menjadi kewajiban orang lain dan bersifat tetap. Dasar hukum hiwalah dan dhaman
dari Al-Quran, Hadist, dan Ijma’. Ada banyak syarat rukun hiwalah dan dhaman,
begitupula dengan hikmah hiwalah dan dhaman.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini.Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi penulis da
n juga pembaca. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadikan kita semakin me
mahami konsep hiwalah dan dhaman. Maka dari itu,demi kelancaran pembuatan makalah
selanjutnya kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Sa’diyah,Mahmudatus.Modul Ajar Fiqih Muamalah, Sumatra: CV. Mitra Cedikia Media, 2022
Safitri,Nor Aini.Fiqih, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas KH.
A. Wahab Hasbullah, 2022
11