Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 14

WADHI’AH DAN LUQATHAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

mata kuliah Fiqih Ibadah dan Muamalah

Dosen Pengampu: Qodim Ma’shum, S.H.I., M.H.I.

Disusun Oleh:
1. Ulin Nuha (183111013/PAI 3A)
2. Sri Indraningsih (183111019/PAI 3A)
3. Khusnul Khotimah (183111028/PAI 3A)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA


2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
C. Tujuan Makalah.................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. Pengertian Wadhi’ah ............................................................................................ 4
B. Dalil tentang Wadhi’ah ........................................................................................ 4
C. Rukun dan syarat terlaksananya Wadhi’ah ...................................................... 5
D. Hukum menerima Wadhi’ah ............................................................................... 6
E. Contoh kasus tentang Wadhi’ah ......................................................................... 7
F. Pengertian Luqathah ............................................................................................ 7
G. Dalil tentang Luqathah ........................................................................................ 8
H. Syarat terjadinya Luqathah ................................................................................. 8
I. Rukun Luqathah ................................................................................................... 9
J. Hukum mengambil Luqathah............................................................................ 11
K. Contoh kasus tentang Luqathah ........................................................................ 11
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP........................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kita mendengar kata wadhi’ah dalam kehidupan sehari-hari,


terutama bagi yang berkecimpung dalam bidang perbankan syariah. Namun dalam
hal ini wadhi’ah yaitu barang titipan. Banyak diantara kita menitipkan barangnya
kepada seseorang karena alasan tertentu yang ia miliki. Tentunya penitipan barang
ini akan mendatangkan banyak manfaat bagi kedua belah pihak. Sayangnya, banyak
diantara kita yang belum paham mengenai hukum-hukum dalam penitipan barang
ini sesuai dengan ajaran agama Islam.

Banyak juga diantara kita yang selalu tergesa-gesa dalam melakukan suatu
tindakan, sering sekali kita mendapati kejadian seperti barang terjatuh atau
tertinggal di suatu tempat. Sehingga ada seseorang yang menemukan barang
tersebut, atau dalam Islam hal ini disebut dengan luqathah. Nanum, banyak diantara
kita yang belum paham menganai hukum barang temuan ini. Sehingga kita
sembarang ambil dan memakai barang temuan yang kita temui tersebut.

Karena hal ini, maka penulis berusaha untuk mengupas permasalahan yang
sedang banyak kita alami ini. Mengenai dalil, hukum, syarat, rukun wadhi’ah dan
luqathah akan dibahas secara rinci dalam pembahasan makalah ini.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Wadhi'ah?
2. Bagaimana bunyi dalil tentang Wadhi'ah?
3. Apa sajakah syarat, rukun dan hukum Wadhi'ah?
4. Bagaimanakah contoh kasus Wadhi'ah?
5. Apakah pengertian Luqathah?
6. Bagaimana bunyi dalil tentang Luqathah?
7. Apa sajakah syarat, rukun dan hukum Luqathah?
8. Bagaimanakah contoh kasus Luqathah?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Wadhi'ah.
2. Untuk mengetahui dalil tentang Wadhi'ah.
3. Untuk mengetahui syarat, rukun dan hukum Wadhi'ah.
4. Untuk mengetahui contoh kasus Wadhi'ah.
5. Untuk mengetahui pengertian Luqathah.
6. Untuk mengetahui dalil tentang Luqathah.
7. Untuk mengetahui syarat, rukun dan hukum Luqathah.
8. Untuk mengetahui contoh kasus Luqathah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wadhi’ah

Wadhi’ah diambil dari lafadz wad’ al-sya’i (menitipkan sesuatu) dengan


makna meninggalkannya. Secara bahasa wadhi’ah yaitu sesuatu yang diletakkan
pada selain pemiliknya agar dapat dipelihara atau dijaga, dengan kata lain wadhi’ah
adalah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar ia dapat memelihara dan
menjaganya sebagaimana mestinya.1 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
mengartikan wadhi’ah sebagai suatu benda yang dititipkan seseorang atau wakilnya
kepada orang lain agar dijaga, dan hukumnya sunnah bagi yang percaya bahwa
dirinya bisa menjaga amanah tersebut2.

Dalam arti lain wadhi’ah adalah seorang mukallaf menitipkan sesuatu


kepada seseorang mukallaf lainnya agar sesuatu tersebut dijaga dan dipelihara
(dirawat) hingga tiba waktu dimintanya kembali. Agama kita, yaitu Islam sangat
memerintahkan untuk menjaga wadhi’ah atau amanah dan mengembalikannya
kepada pemiliknya kapan saja apabila diminta oleh pemiliknya tersebut.

Bagi seorang musta’man (orang yang dititipi/diamanati) adalah wajib


hukumnya untuk menjaga sesuatu yang dititipkan, sebagaimana ia menjaga barang
miliknya sendiri. Seorang musta’man juga dilarang untuk melewati batas
kewenangan yang diwasiatkan oleh pemilik sesuatu yang dititipkan tersebut.3

B. Dalil tentang Wadhi’ah


Ada banyak dalil tentang wadhi’ah di dalam Al-Qur’an dan juga Al-Hadits,
diantaranya yaitu:

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.
2
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 243.
3
Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita EMPAT MADZHAB, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2017), hlm. 406.

4
1. QS. An-Nisaa’ ayat 58
Yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian
menyampaikan amanat-amanat kepada ahlinya (pihak yang berhak
menerimanya).....”4
2. QS. Al-Ma’idah ayat 2
Yang artinya “......Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa......”
3. HR. Muslim
“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selagi hamba-Nya menolong
saudara muslim lainnya.” 5
4. HR. Tirmizi
Yang artinya “Dari Abu Hurairah, Nabi SAW telah bersabda, ‘Bayarkanlah
barang titipan itu kepada orang yang memeprcayai engkau, dan janganlah
sekali-kali engkau berkhianat, meskipun terhadap orang yang telah
berkhianat kepadamu.”6

Maksut dari tolong menolong pada penggalan ayat di atas yaitu apabila kita
diberikan amanah untuk menjaga suatu barang oleh seseorang, selagi hal tersebut
tidak keluar dari ajaran agama Islam, maka kita harus menerimamerawat seperti
barang kita sendiri hingga si pemilik mengambil kembali barang tersebut.

C. Rukun dan syarat terlaksananya Wadhi’ah


Adapun rukun dan syarat terjadinya prinsip wadhi’ah, yaitu:

1. Barang yang dititipkan. Syaratnya, barang tersebut merupakan milik sah.


2. Orang yang menitipkan dan orang yang menerima titipan. Syarat keduanya
yaitu seperti keadaan wakil dan yang berwakil, tiap-tiap orang yang sah
berwakil dan menjadi wakil,maka sah pula menjadi penitip atau yang
menerima titipan.

4
Ibid, hlm. 406.
5
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 243.
6
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.

5
3. Ijab Qobul, seperti: “Saya titipkan barang ini kepadamu.” Jawabannya,
“Saya terima barang titipanmu.” Menurut pendapat yang sah tidak
diisyaratkan adanya lafadz ijab qobul, tetapi cukup dengan perbuatan
(menerima barang yang dipertaruhkan).
Habisnya waktu akad wadhi’ah ini adalah ketika salah seorang dari
yang menitip atau penerima titipan meninggal dunia, begitu juga apabila
salah seorang dari mereka gila atau meminta dihentikan akadnya.
Akad dalam wadhi’ah adalah akad percaya-mempercayai. Maka
dari itu ketika barang rusak atau hilang bukan karena disia-siakan, penerima
titipan tidak wajib menggantinya, sebab ia tergolong sebagai yadulamanah,
artinya yaitu tangan kepercayaan bagi orang yang menitipkan. Dalam
sebuah hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW disebutkan yang
artinya: “Dari Amru Bin Syuaib, dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi
SAW., beliau bersabda, “Barang siapa diserahi suatu titipan, tidaklah wajib
atasnya mengganti.”7

D. Hukum menerima Wadhi’ah

Menerima titipan adalah sebagian dari tolong-menolong yang sanagt


diajurkan oleh agama Islam. Ada beberapa hukum menganai penerimaan wadhi’ah,
sesuai dengan keadaan saat terjadinya akad wadhi’ah, yaitu:

1. Wajib, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup
untuk menjaga barang titipan yang diserahkan kepadanya, dan tidak ada
orang lain yang dapat diberi titipan (dimintai tolong untuk menjaga
barang titipan).
2. Sunnah, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup
untuk menjaga barang titipan yang diserahkan kepadanya, dan ada orang
lain yang dapat diberi titipan (dimintai tolong untuk menjaga barang
titipan), maka sunnah baginya untuk menerima barang titipan tersebut.

7
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, FIQIH MADZHAB SYAFI’I (Edisi Lengkap) Buku 2: Muamalat,
Munakahat dan Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 179.

6
3. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ada unsur
ketidakpercayaan antara salah satu pihak, sehingga ditakutkan
kemudian hari hal itu menyebabkan adanya pengkhiantan terhadap
barang yang dititipkan.
4. Haram, ketika tidak sanggup menjaga barang yang dititipkan
sebagaimana mestinya, karena ditakutkan ketika menerima barang
tersebut sama saja seperti membukakan pintu untuk terjadi kerusakan
atau lenyapnya barang yang dititipkan itu.8

E. Contoh kasus tentang Wadhi’ah

Bapak Sahari adalah orang yang ingin memiliki seekor sapi, namun ada
suatu kendala ketika ia akan memelihara seekor sapi. Kendala tersebut adalah
dirinya tidak mampu merawat dan menjaga seekor sapi tersebut karena ia sering
keluar kota. Akhirnya sapi tersebut dititipkan dengan syarat hukum wadi’ah kepada
bapak Maryadi yang mampu merawat dan menjaga sapi tersebut. Dapat dikatakan
wajib atau boleh apabila pihak yang diberi amanah tersebut dapat menjaga dan
merawat barang titipan tersebut dan dapat dikatakan tidak boleh apabila pihak yang
diberi amanah tersebut tidak bisa menjaga dan merawat barang titipan tersebut.

F. Pengertian Luqathah
Barang temuan berasal dari bahasa arab luqathah menurut bahasa dalam
kamus Al Munawwir yang merupakan Asyaiul maltuqith yang artinya barang
temuan atau nama dari sesuatu yang didapatkan tanpa usaha, sedangkan menurut
istilah syara’ yang dijelaskan oleh ahli fiqih seperti, Sulaiman Rasjid yang
berpendapat bahwa luqathah merupakan barang-barang yang didapatkan dari
tempat yang tidak ada pemiliknya.

Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib yang menjelaskan bahwa


Luqathah merupakan suatu barang yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak
terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui siapa pemilik yang sahnya. Menurut

8
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.

7
Syaikh Shihab Al-Din Al-Qalyubi dan Syaikh Umairah yang berpendapat bahwa
Luqthah merupakan sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus tidak
dipelihara serta yang menemukan tidak mengetahui pemilik yang sebenarnya dari
barang tersebut.9

G. Dalil tentang Luqathah


Dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 8 yang artinya : “Maka dipungutlah
ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi
mereka. Sesungguhnya Firaun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang
yang bersalah”.
Ayat ini menjelaskan bahwa masa itu, Raja Fir’aun akan membunuh anak
laki-laki karena dikhawatirkan akan menghacurkannya, namun saat itu ibunda Nabi
Musa khawatir jika anaknya nanti akan dibunuh, Allah telah memberikan ilham
kepada ibu Nabi Musa, untuk menghanyutkan Nabi Musa ke sungai Nil, kemudian
ada orang-orang dari Raja Firaun yang menemukanya. Namun atas izin Allah, Nabi
Musa menjadi musuh dari Raja Firaun dan menghancurkan kerajaan dari Firaun.
Akibat barang temuan tersebutlah menjadi malapetaka bagi Firaun.10

H. Syarat terjadinya Luqathah


1. Hak multaqit bagi luqathah
1) Ketika kita menemukan barang dijalan atau ditempat-tempat lainya
disunnahkan mengambilnya dan juga diperbolehkan mengambilnya
agar luqathah tersebut tidak jatuh ke tangan yang salah
2) Si multaqit wajib menjaga serta merawat luqathah tersebut
3) Kemudian si multaqith tersebut segera mengumumkan luqathah baik
dimedia cetak, dimedia massa dengan jangka waktu selama satutahun
4) Ketika multaqith telah menemukan pemiliknya, luqathah tersebut wajib
dikembalikan kepemiliknya atau menggantinya.

9
Yusuf Kurniawan, Skripsi: “Luqathah dalam Perspektif Hadits (Studi Analisis Sanad dan Matan)”,
(Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan,2018 ), hlm. 28-29.
10
Nurjanah, Skripsi: “Kedudukan Barang Temuan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif Skripsi”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), hlm. 7.

8
2. Pengambilan barang luqathah
1) Pertama, pemiliknya menyebutkan tanda-tanda barang yang hilang
2) Kedua, dengan mengemukakan bukti yaitu berupa kesaksian dua orang
saksi dengan menyebutkan tanda-tanda barang temuan tersebut, seperti
bilanganya, beratnya dan sebagaimana yang menandakan bahwa
memang benar luqathah tersebut adalah miliknya
3) Ketiga, kepada penemu luqathah diwajibkan untuk mengembalikan
kepada pemiliknya11

I. Rukun Luqathah

Rukun dari barang temuan, yaitu:

1. Ada yang mengambil. Jika yang mengambil merupakan orang yang tidak
adil, hakim berhak untuk mencabut barang tersebut dari orang yang
menemukan barang tersebut dan kemudian diberikan barang tersebut
kepada orang yang ahli dan adil, jika yang mengambil anak kecil maka yang
mengurus barang tersebut adalah orang tuanya.
2. Bukti barang temuan. Sesuatu yang ditemukan dibagi menjadi empat
macam seperti :
1) Barang yang dapat disimpan lama, contohnya emas dan perak, sebaiknya
disimpan ditempat yang sesuai dengan keadaan barang tersebut,
kemudian barang tersebut diberitahukan kepada umum seperti ditempat
yang ramai dalam kurun waktu sampai satu tahun.
2) Barang yang tidak tahan lama, contohnya makanan. Oarang yang
mengambil barang seperti itu boleh untuk digunakan, asal oarang yang
menemukan barang tersebut sanggup untuk menggantinya apabila
bertemu dengan pemiliknya, atau yang menemukan tersebut boleh
menjual, namun uang hasil penjualan barang tersebut disimpan, agar
dapat dikembalikan kepada pemiliknya jika bertemu.

11
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 221.

9
3) Barang yang ditahan lama dengana adanya usaha, contohnya susu dapat
bertahan lama apabila dibuat dijadikan keju. Yang mengambil barang
tersebut hendaknya memperhatikan yang lebih bermanfaat bagi
pemiliknya agar dijual atau dibuat keju.
4) Suatu yang membutuhkan nafkah, contohnya binatang atau manusia
seperti anak kecil.
Sedangkan binatang dibagi menjadi dua macam seperti :
1. Bintang yang kuat , yang berati binatang tersebut dapat menjaga dirinya
sediri dari binatang buas, contohnya unta, kerbau atau kuda. Binatang
yang seperti contoh tersebut sebaiknya dibiarkan saja, tidak usah untuk
diambil.
2. Binatang yang lemah, yang tidak kuat menjaga dirinya sendiri terhadap
binatang yang buas, bintang tersebut contohnya kucing, kambing dan
yang lainnya. Sesudah mengambil barang tersebut, diharuskan sesorang
itu melakukan salah satu dari ketiga cara seperti :
1) Disembelih, kemudian dimakan, dengan syarat “sanggup untuk
membayar harga barang tersebut jika bertemu dengan pemiliknya”.
2) Dijual dan uangnya disimpan agar dapat diberikan kepada
pemiliknya,.
3) Dipelihara dan diberi makan dengan maksud semata-mata untuk
menolong.12

Sedangkan menurut bukunya Mardani yang berjudul Fiqih Ekonomi


Syari’ah yang menjelaskan bahwa rukun luqathah ada tiga, yaitu:

1. Pernyataan kehilangan.
2. Orang yang memukan.
3. Barang temuan.13

12
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 332-333.
13
Mariani, Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Barng Temuan (Luqathah) Di
Desa Sektong Tengah Kecamatan Sekotong Lombok Barat”, (Mataram: Universitas Islam Negeri
Mataram, 2017), hlm 22-24.

10
J. Hukum mengambil Luqathah

Para ulama berselisih pendapat menegenai mana yang lebih utama antara
mengambil atau membiarkan. Pendapat yang pertama menurut Malikiyah dan
Hambaliah, menurut keduanya apabila seseorang menemukan barang ditengah
jalan, maka makruh hukumnya untuk mengambil barang tersebut, karena perbuatan
tersebut dapat menjerumuskannya untuk memanfaatkannya atau memakan barang
yang haram karena bukan milik kita sendiri. Apabila yang menemukan barang
tersebut berniat untuk mengumumkannya serta mengembalikannya kepada
pemiliknya setelah mengetahui pemilik yang sebenarnya. Kemungkinan yang
menemukan barang tersebut akan lalai untuk mengumumkannya maka hukumnya
makruh. Oleh sebab itu, memungut barang itu lebih banyak bahayanya
dibandingkan membiarkannya.

Pendapat yang kedua, dari ulama Hanfiyah dan Syafi’iyah. Menurut


keduanya, jika seseorang menemukan barang atau harta disuatu tempat sedangkan
pemiliknya tidak diketahui, barang itu lebih baik dipungut atau diambil, hukumnya
mubah untuk diambil, namun jika yang menemukannya dikhawatirkan tidak
amanah maka yang mengambilnya menurut kedua ulama tersebut hukumnya
haram.

Ada juga yang berpendapat jika memungut barang temuan itu hukumnya
wajib, hal tersebut berlaku jika barang temuan itu berada ditengah-tengah kaum
yang tidak amanah, sedangkan pemimpin pada masyarakat itu adil. Maka wajib
untuk memungut barang temuan tersebut.14

K. Contoh kasus tentang Luqathah


Seorang muslim menemukan suatu barang berupa baju di jalan, karena ia
khwatir baju itu disia-siakan, maka ia mengambilnya. Menurut Imam Syafi’i boleh
mengambil luqathah (barang temuan) asal si muslim yang menemukan (multaqith)
tersebut berniat atau segera mengumumkannya seperti dimasjid-masjid, mushola,

14
Nurjanah, Skrpsi : “Kedudukan Barang Temuan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif Skripsi”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), hlm. 13-14.

11
koran, media massa. Adapun luqathah harus diumumkan selama satu tahun atau
lebih. Misalnya lagi apabila si muslim mengumumkan barang selama satu tahun
atau lebih, si muslim tidak menemukan orang yang mempunyai barang tersebut,
sehingga si muslim memanfaatkan baju tersebut, tidak lama si muslim
memanfaatkan baju tersebut pemiliknya datang untuk meminta barang yang
ditemukannya, dalam hal ini si muslim wajib mengembalikan baju yang telah
dimanfaatkannya. Dapat dikatakan tidak boleh atau haram apabila si muslim tidak
melakukan suatu syarat dalam hukum luqathah.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wadhi’ah adalah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar ia dapat
memelihara, menjaga dan meraway barang titipan tersebut sebagaimana mestinya
kemudian mengembalikannya kapan saja apabila diminta oleh pemiliknya tersebut.
Dalil mengenai wadhi’ah telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
salah satunya yaitu dalam QS. Al-Ma’idah ayat 2 dan QS. An-Nisaa’ ayat 58.
Rukun wadhi’ah adanya barang yang dititipkan, penitip (pemilik sah barang),
penerima titipan, dan ijab qobul (bentuk fisik penyerahan barang). Sedangkan
hukum menerima wadhi’ah ada beberapa pendapat sesuai dengan keadaan
penerima titipan tersebut. Hukumnya yaitu wajib, sunnah, makruh, dan haram.

Sedangkan luqathah adalah barang yang ditemukan di tempat yang tidak


ada pemiliknya. Dalil menegani luqathah ini diatur dalam surat Al-Qashash ayat 8.
Rukun luqathah dalam buku karya Mardani yang berjudul Fiqih Ekonomi Syari’ah
yang menjelaskan bahwa rukun luqathah ada tiga yaitu pernyataan kehilangan,
orang yang memukan dan barang temuannya. Mengenai hukum menerima luqathah
ada beberapa pendapat sesuai dengan keadaan orang yang menemukan barang
tersebut. Hukumnya yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah, dan haram.

B. Saran

Makalah ini kami selesaikan dengan sebaik mungkin namun kami


menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi penulisan
maupun tata bahasanya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini sangat kami harapkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khasyt, Muhammad Utsman. 2017. Fikih Wanita EMPAT MADZHAB. (Jakarta:


PT Elex Media Komputindo)

Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir. 2017. Subulus Salam-Syarah


Bulugul Maram (Jilid 3). (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press)

Kurniawan, Yusuf. 2018. Skripsi : “Luqathah dalam Perspektif Hadits (Studi


Analisis Sanad dan Matan)”. (Lampung: Universitas Islam Negeri Raden
Intan)

Mariani. Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Barng
Temuan (Luqathah) Di Desa Sektong Tengah Kecamatan Sekotong Lombok
Barat”. (Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram)

Mas’ud, Ibnu dan S, Zainal Abidin. 2007. FIQIH MADZHAB SYAFI’I (Edisi
Lengkap) Buku 2: Muamalat, Munakahat dan Jinayat, (Bandung: Pustaka
Setia)

Nurjanah. 2005. Skrpsi : “Kedudukan Barang Temuan dalam Perspektif Hukum


Islam dan Hukum Positif Skripsi”. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah)

Rasjid, Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo)

14
PERTANYAAN :

1. Linda Monika (004) Apabila seseorang menitipkan hewan peliharaannya,


kemudian si penerima titipan tersebut terkena bencana alam dan hewan
titipan tersebut mati semua, apakah si penerima titipan ini wajib mengganti
hewan tersebut?

 Tidak wajib untuk mengganti karena si penerima titipan ini termasuk


kedalam golongan yadulamanah yang artinya yaitu tangan kepercayaan
bagi orang yang menitipkan. Maka di dalam sebuah hadits riwayat Ibnu
Majah, Rasulullah SAW disebutkan yang artinya: “Dari Amru Bin
Syuaib, dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi SAW., beliau bersabda,
“Barang siapa diserahi suatu titipan, tidaklah wajib atasnya mengganti.”

2. Khoiri Hidayati (037) Bagaimana hukum barang titipan yang hilang dan si
penitip meminta ganti?

 Jika barang titipan tersebut hilang bukan karena disia-siakan, maka


hukum asalnya si penerima titipan itu tidak wajib mengganti (sama
seperti penjelasan no. 1) namun jika barang titipan tersebut hilang
karena kelalaian dalam penjagaannya, maka si penerima titipan wajib
mengganti. Adapun hukum penitip barang yang meminta ganti jika
barang titipan hilang bukan karena kelalaian seharusnya tidak boleh,
namun jika si penerima titipan ingin mengganti, maka jatuhnya sebagai
sedekah, kareana pada dasarnya ia tidak wajib mengganti.

3. Ihsanuddin (026) Bagaimana sikap kita jika menemukan barang yang


sekiranya akan membahayakan masyarakat sekitar, misalnya kita
menemukan narkoba dan sejenisnya?

 Tugas kita adalah menyerahkan ke pihak yang berwajib. Jika kita takut
sidik jari akan menempel pada barang bukti, sebaiknya kita
menggunkan pelapis tangan agar sidik jari tidak menepel. Apabila yang

15
kita temukan seperti paku atau pisau di jalan, maka tindakan kita
seharusnya menyingkirkan benda tesebut.

4. Mufti Karimah (038) Apakah ada batasan mengenai barang yang hendak
dititipkan, sebagai tolak ukur kita jika suatu saat kita menerima wadhi’ah?

 Untuk batasan barang yang dititipkan, yaitu: harus memenuhi rukun


barang yang dititipkan (milik sah penitip) dan barang titipan tersebut
tidak menyalahi syariat ajaran agama. Misal yang ditipkan adalah
barang-barang haram, dsb. Maka barang tersebut tidak boleh kita terima.

5. Ani Irahmawati (001) Apakah BPJS termasuk ke dalam sistem wadhi’ah?

 BPJS tidak termasuk ke dalam sistem wadhi’ah, tetapi masuk ke dalam


takaful (asuransi).

6. Nurfalah Finajiyah (015) Apabila kita menemukan sebuah dagangan jatuh


berupa mainan anak-anak, dan ketika kita mau mengejar penjualnya tidak
bisa, lalu bagaimana langkah selanjutnya dalam mengenai barang tersebut?

 Apabila si penjual masih dapat dilihat melalui pandangan mata, maka


menurut saya pastilahmasih bisa mengejar penjual mainan tersebut. Di
zaman sekarang pasti banyak kendaraan di sekitar kita. Otomatis kita
dapat meminjam kendaraan tersebut untuk mengejar si penjual mainan
itu dan mengembalikan barang dagangannya yang jatuh. Namun apabila
kita tidak mengataui siap pemilik barang jatuh tersebut, maka kita wajib
mengumumkannya seperti pejelasan yang ada dimakalah.

7. Dwi Sutrisno (032) Apabila kita menemukan sejumlah uang kemudian


dalam waktu kurang dari satu tahun (sudah diumumkan) kita mengalami
keadaan yang mendesak. Apakah uang temuan tersebut boleh kita pakai?

 Menurut pemakalah dan dari berbagai refrensi yang dibaca, maka uang
tersebut boleh dipakai (jika keadaan mendesak dan membutuhkan uang)

16
namun kita harus konsekuensi secepat mungkin mengembalikan uang
tersebut, karena pada dasarnya uang tersebut bukan milik kita.

8. M. Latif Ilyas (003) Apabila barang temuan sudah lebih satu tahun dan
sudah diumumkan namun tidakada yang mengambilnya, apakah itu sudah
menjadi milik kita?

 Ya benar itu sudah menjadi milik kita, namun apabila dikemudian hari
si pemilikdatang dan ia menyebutkan ciri-ciri barang temuan tersebut
dengan benar dan kita meyakini bahwa orang tersebut adalah pemilik
sah barang yang kita temukan, maka sebaiknya kita mengembalikan
barang tersebut.

9. Asyrofi Muhammad Ghifari (027) Apabila kita menemukan buah yang


jatuh, kemudian buah tersebut sudah kita makan. Namun dikemudian hari
kita sadar bahwa itu adalah hal yang salah, keika kita hendak mengganti
buah yang kita makan tersebut tetapi si pemilik malah marah, bagaimana
tindakan kita selanjutnya?

 Ada perbedaan hukummengani buah yang jatuh, yaitu:

1) Jatuh di pekarangan rumah pemilik, hukumnya tidak boleh diambil


untuk umum kecuali atas izin pemilik.

2) Jatuh di luar pekarangan rumah pemilik, hukumnya boleh diambil


untuk umum.

Jika dalam hal ini buah yang dimakan itu jatuh masih dalam
pekarangan rumah pemilik, maka kita harus menggantinya.
Mengenai si pemiliknya malah marah itu sudah bukan menjadi
tanggung jawab kita, karena kita sudah mengakui kesalahan dan
berusaha mengganti rugi buahyang kita makan tersebut.

17
10. Esti Kinasih (020) Apabila menemukan uang dijalan apakah boleh
diinfaqkan?

 Barang temuan itu ada yang berharga dan tidak berharga, misalnya kita
menemukan uang 1000 rupiah, maka alangkah baiknya kita umumkan
di sekitar tempat tersebut, jika tidak ada yang mengakui dan dimasukkan
ke kotak infaq itu adalah hal yang sangat mulia.

11. Nadida Urwatul Azizah (022) Tolak ukur untuk orang yang mau kita beri
titipan barang itu bagaimana?

 Harus memenuhi syarat penerima titipan, saling percaya-mempercayai


(sudah tau sifatnya), dan dianjurkan orang yang sudah dekat dengan
kita.

12. Endah Kusuma Nurhayati (033) Jika kita menemukan uang dalam jumlah
kecil, apakah kita harus mengumumkan selama setahun juga?

 (Jawaban dirangkap dengan pertanyaan no.10) Barang temuan itu ada


yang berharga dan tidak berharga, misalnya kita menemukan uang 1000
rupiah, maka alangkah baiknya kita umumkan di sekitar tempat tersebut,
jika tidak ada yang mengakui dan dimasukkan ke kotak infaq itu adalah
hal yang sangat mulia.

13. Icha Choirul ‘Aini (012) Saya dititipi sebuah motor oleh tetangga, apakah
saya wajib menzakati motor tersebut?

 Menurut pemakalah sepakat menjawab untuk menzakati sebuah benda


(kendaraan) biasanya tidak adanya, mungkin yang dimaksut adalah
pajak kendaraan. Yang wajib membayar yaitu si pemilik kendaraan.

18

Anda mungkin juga menyukai