Disusun Oleh:
1. Ulin Nuha (183111013/PAI 3A)
2. Sri Indraningsih (183111019/PAI 3A)
3. Khusnul Khotimah (183111028/PAI 3A)
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
C. Tujuan Makalah.................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. Pengertian Wadhi’ah ............................................................................................ 4
B. Dalil tentang Wadhi’ah ........................................................................................ 4
C. Rukun dan syarat terlaksananya Wadhi’ah ...................................................... 5
D. Hukum menerima Wadhi’ah ............................................................................... 6
E. Contoh kasus tentang Wadhi’ah ......................................................................... 7
F. Pengertian Luqathah ............................................................................................ 7
G. Dalil tentang Luqathah ........................................................................................ 8
H. Syarat terjadinya Luqathah ................................................................................. 8
I. Rukun Luqathah ................................................................................................... 9
J. Hukum mengambil Luqathah............................................................................ 11
K. Contoh kasus tentang Luqathah ........................................................................ 11
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP........................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak juga diantara kita yang selalu tergesa-gesa dalam melakukan suatu
tindakan, sering sekali kita mendapati kejadian seperti barang terjatuh atau
tertinggal di suatu tempat. Sehingga ada seseorang yang menemukan barang
tersebut, atau dalam Islam hal ini disebut dengan luqathah. Nanum, banyak diantara
kita yang belum paham menganai hukum barang temuan ini. Sehingga kita
sembarang ambil dan memakai barang temuan yang kita temui tersebut.
Karena hal ini, maka penulis berusaha untuk mengupas permasalahan yang
sedang banyak kita alami ini. Mengenai dalil, hukum, syarat, rukun wadhi’ah dan
luqathah akan dibahas secara rinci dalam pembahasan makalah ini.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Wadhi'ah?
2. Bagaimana bunyi dalil tentang Wadhi'ah?
3. Apa sajakah syarat, rukun dan hukum Wadhi'ah?
4. Bagaimanakah contoh kasus Wadhi'ah?
5. Apakah pengertian Luqathah?
6. Bagaimana bunyi dalil tentang Luqathah?
7. Apa sajakah syarat, rukun dan hukum Luqathah?
8. Bagaimanakah contoh kasus Luqathah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Wadhi'ah.
2. Untuk mengetahui dalil tentang Wadhi'ah.
3. Untuk mengetahui syarat, rukun dan hukum Wadhi'ah.
4. Untuk mengetahui contoh kasus Wadhi'ah.
5. Untuk mengetahui pengertian Luqathah.
6. Untuk mengetahui dalil tentang Luqathah.
7. Untuk mengetahui syarat, rukun dan hukum Luqathah.
8. Untuk mengetahui contoh kasus Luqathah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wadhi’ah
1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.
2
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 243.
3
Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita EMPAT MADZHAB, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2017), hlm. 406.
4
1. QS. An-Nisaa’ ayat 58
Yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian
menyampaikan amanat-amanat kepada ahlinya (pihak yang berhak
menerimanya).....”4
2. QS. Al-Ma’idah ayat 2
Yang artinya “......Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa......”
3. HR. Muslim
“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selagi hamba-Nya menolong
saudara muslim lainnya.” 5
4. HR. Tirmizi
Yang artinya “Dari Abu Hurairah, Nabi SAW telah bersabda, ‘Bayarkanlah
barang titipan itu kepada orang yang memeprcayai engkau, dan janganlah
sekali-kali engkau berkhianat, meskipun terhadap orang yang telah
berkhianat kepadamu.”6
Maksut dari tolong menolong pada penggalan ayat di atas yaitu apabila kita
diberikan amanah untuk menjaga suatu barang oleh seseorang, selagi hal tersebut
tidak keluar dari ajaran agama Islam, maka kita harus menerimamerawat seperti
barang kita sendiri hingga si pemilik mengambil kembali barang tersebut.
4
Ibid, hlm. 406.
5
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 243.
6
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.
5
3. Ijab Qobul, seperti: “Saya titipkan barang ini kepadamu.” Jawabannya,
“Saya terima barang titipanmu.” Menurut pendapat yang sah tidak
diisyaratkan adanya lafadz ijab qobul, tetapi cukup dengan perbuatan
(menerima barang yang dipertaruhkan).
Habisnya waktu akad wadhi’ah ini adalah ketika salah seorang dari
yang menitip atau penerima titipan meninggal dunia, begitu juga apabila
salah seorang dari mereka gila atau meminta dihentikan akadnya.
Akad dalam wadhi’ah adalah akad percaya-mempercayai. Maka
dari itu ketika barang rusak atau hilang bukan karena disia-siakan, penerima
titipan tidak wajib menggantinya, sebab ia tergolong sebagai yadulamanah,
artinya yaitu tangan kepercayaan bagi orang yang menitipkan. Dalam
sebuah hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW disebutkan yang
artinya: “Dari Amru Bin Syuaib, dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi
SAW., beliau bersabda, “Barang siapa diserahi suatu titipan, tidaklah wajib
atasnya mengganti.”7
1. Wajib, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup
untuk menjaga barang titipan yang diserahkan kepadanya, dan tidak ada
orang lain yang dapat diberi titipan (dimintai tolong untuk menjaga
barang titipan).
2. Sunnah, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup
untuk menjaga barang titipan yang diserahkan kepadanya, dan ada orang
lain yang dapat diberi titipan (dimintai tolong untuk menjaga barang
titipan), maka sunnah baginya untuk menerima barang titipan tersebut.
7
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, FIQIH MADZHAB SYAFI’I (Edisi Lengkap) Buku 2: Muamalat,
Munakahat dan Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 179.
6
3. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ada unsur
ketidakpercayaan antara salah satu pihak, sehingga ditakutkan
kemudian hari hal itu menyebabkan adanya pengkhiantan terhadap
barang yang dititipkan.
4. Haram, ketika tidak sanggup menjaga barang yang dititipkan
sebagaimana mestinya, karena ditakutkan ketika menerima barang
tersebut sama saja seperti membukakan pintu untuk terjadi kerusakan
atau lenyapnya barang yang dititipkan itu.8
Bapak Sahari adalah orang yang ingin memiliki seekor sapi, namun ada
suatu kendala ketika ia akan memelihara seekor sapi. Kendala tersebut adalah
dirinya tidak mampu merawat dan menjaga seekor sapi tersebut karena ia sering
keluar kota. Akhirnya sapi tersebut dititipkan dengan syarat hukum wadi’ah kepada
bapak Maryadi yang mampu merawat dan menjaga sapi tersebut. Dapat dikatakan
wajib atau boleh apabila pihak yang diberi amanah tersebut dapat menjaga dan
merawat barang titipan tersebut dan dapat dikatakan tidak boleh apabila pihak yang
diberi amanah tersebut tidak bisa menjaga dan merawat barang titipan tersebut.
F. Pengertian Luqathah
Barang temuan berasal dari bahasa arab luqathah menurut bahasa dalam
kamus Al Munawwir yang merupakan Asyaiul maltuqith yang artinya barang
temuan atau nama dari sesuatu yang didapatkan tanpa usaha, sedangkan menurut
istilah syara’ yang dijelaskan oleh ahli fiqih seperti, Sulaiman Rasjid yang
berpendapat bahwa luqathah merupakan barang-barang yang didapatkan dari
tempat yang tidak ada pemiliknya.
8
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 330.
7
Syaikh Shihab Al-Din Al-Qalyubi dan Syaikh Umairah yang berpendapat bahwa
Luqthah merupakan sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus tidak
dipelihara serta yang menemukan tidak mengetahui pemilik yang sebenarnya dari
barang tersebut.9
9
Yusuf Kurniawan, Skripsi: “Luqathah dalam Perspektif Hadits (Studi Analisis Sanad dan Matan)”,
(Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan,2018 ), hlm. 28-29.
10
Nurjanah, Skripsi: “Kedudukan Barang Temuan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif Skripsi”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), hlm. 7.
8
2. Pengambilan barang luqathah
1) Pertama, pemiliknya menyebutkan tanda-tanda barang yang hilang
2) Kedua, dengan mengemukakan bukti yaitu berupa kesaksian dua orang
saksi dengan menyebutkan tanda-tanda barang temuan tersebut, seperti
bilanganya, beratnya dan sebagaimana yang menandakan bahwa
memang benar luqathah tersebut adalah miliknya
3) Ketiga, kepada penemu luqathah diwajibkan untuk mengembalikan
kepada pemiliknya11
I. Rukun Luqathah
1. Ada yang mengambil. Jika yang mengambil merupakan orang yang tidak
adil, hakim berhak untuk mencabut barang tersebut dari orang yang
menemukan barang tersebut dan kemudian diberikan barang tersebut
kepada orang yang ahli dan adil, jika yang mengambil anak kecil maka yang
mengurus barang tersebut adalah orang tuanya.
2. Bukti barang temuan. Sesuatu yang ditemukan dibagi menjadi empat
macam seperti :
1) Barang yang dapat disimpan lama, contohnya emas dan perak, sebaiknya
disimpan ditempat yang sesuai dengan keadaan barang tersebut,
kemudian barang tersebut diberitahukan kepada umum seperti ditempat
yang ramai dalam kurun waktu sampai satu tahun.
2) Barang yang tidak tahan lama, contohnya makanan. Oarang yang
mengambil barang seperti itu boleh untuk digunakan, asal oarang yang
menemukan barang tersebut sanggup untuk menggantinya apabila
bertemu dengan pemiliknya, atau yang menemukan tersebut boleh
menjual, namun uang hasil penjualan barang tersebut disimpan, agar
dapat dikembalikan kepada pemiliknya jika bertemu.
11
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulugul Maram (Jilid 3),
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2017), hlm. 221.
9
3) Barang yang ditahan lama dengana adanya usaha, contohnya susu dapat
bertahan lama apabila dibuat dijadikan keju. Yang mengambil barang
tersebut hendaknya memperhatikan yang lebih bermanfaat bagi
pemiliknya agar dijual atau dibuat keju.
4) Suatu yang membutuhkan nafkah, contohnya binatang atau manusia
seperti anak kecil.
Sedangkan binatang dibagi menjadi dua macam seperti :
1. Bintang yang kuat , yang berati binatang tersebut dapat menjaga dirinya
sediri dari binatang buas, contohnya unta, kerbau atau kuda. Binatang
yang seperti contoh tersebut sebaiknya dibiarkan saja, tidak usah untuk
diambil.
2. Binatang yang lemah, yang tidak kuat menjaga dirinya sendiri terhadap
binatang yang buas, bintang tersebut contohnya kucing, kambing dan
yang lainnya. Sesudah mengambil barang tersebut, diharuskan sesorang
itu melakukan salah satu dari ketiga cara seperti :
1) Disembelih, kemudian dimakan, dengan syarat “sanggup untuk
membayar harga barang tersebut jika bertemu dengan pemiliknya”.
2) Dijual dan uangnya disimpan agar dapat diberikan kepada
pemiliknya,.
3) Dipelihara dan diberi makan dengan maksud semata-mata untuk
menolong.12
1. Pernyataan kehilangan.
2. Orang yang memukan.
3. Barang temuan.13
12
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 332-333.
13
Mariani, Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Barng Temuan (Luqathah) Di
Desa Sektong Tengah Kecamatan Sekotong Lombok Barat”, (Mataram: Universitas Islam Negeri
Mataram, 2017), hlm 22-24.
10
J. Hukum mengambil Luqathah
Para ulama berselisih pendapat menegenai mana yang lebih utama antara
mengambil atau membiarkan. Pendapat yang pertama menurut Malikiyah dan
Hambaliah, menurut keduanya apabila seseorang menemukan barang ditengah
jalan, maka makruh hukumnya untuk mengambil barang tersebut, karena perbuatan
tersebut dapat menjerumuskannya untuk memanfaatkannya atau memakan barang
yang haram karena bukan milik kita sendiri. Apabila yang menemukan barang
tersebut berniat untuk mengumumkannya serta mengembalikannya kepada
pemiliknya setelah mengetahui pemilik yang sebenarnya. Kemungkinan yang
menemukan barang tersebut akan lalai untuk mengumumkannya maka hukumnya
makruh. Oleh sebab itu, memungut barang itu lebih banyak bahayanya
dibandingkan membiarkannya.
Ada juga yang berpendapat jika memungut barang temuan itu hukumnya
wajib, hal tersebut berlaku jika barang temuan itu berada ditengah-tengah kaum
yang tidak amanah, sedangkan pemimpin pada masyarakat itu adil. Maka wajib
untuk memungut barang temuan tersebut.14
14
Nurjanah, Skrpsi : “Kedudukan Barang Temuan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif Skripsi”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), hlm. 13-14.
11
koran, media massa. Adapun luqathah harus diumumkan selama satu tahun atau
lebih. Misalnya lagi apabila si muslim mengumumkan barang selama satu tahun
atau lebih, si muslim tidak menemukan orang yang mempunyai barang tersebut,
sehingga si muslim memanfaatkan baju tersebut, tidak lama si muslim
memanfaatkan baju tersebut pemiliknya datang untuk meminta barang yang
ditemukannya, dalam hal ini si muslim wajib mengembalikan baju yang telah
dimanfaatkannya. Dapat dikatakan tidak boleh atau haram apabila si muslim tidak
melakukan suatu syarat dalam hukum luqathah.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wadhi’ah adalah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar ia dapat
memelihara, menjaga dan meraway barang titipan tersebut sebagaimana mestinya
kemudian mengembalikannya kapan saja apabila diminta oleh pemiliknya tersebut.
Dalil mengenai wadhi’ah telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
salah satunya yaitu dalam QS. Al-Ma’idah ayat 2 dan QS. An-Nisaa’ ayat 58.
Rukun wadhi’ah adanya barang yang dititipkan, penitip (pemilik sah barang),
penerima titipan, dan ijab qobul (bentuk fisik penyerahan barang). Sedangkan
hukum menerima wadhi’ah ada beberapa pendapat sesuai dengan keadaan
penerima titipan tersebut. Hukumnya yaitu wajib, sunnah, makruh, dan haram.
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Mariani. Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Barng
Temuan (Luqathah) Di Desa Sektong Tengah Kecamatan Sekotong Lombok
Barat”. (Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram)
Mas’ud, Ibnu dan S, Zainal Abidin. 2007. FIQIH MADZHAB SYAFI’I (Edisi
Lengkap) Buku 2: Muamalat, Munakahat dan Jinayat, (Bandung: Pustaka
Setia)
14
PERTANYAAN :
2. Khoiri Hidayati (037) Bagaimana hukum barang titipan yang hilang dan si
penitip meminta ganti?
Tugas kita adalah menyerahkan ke pihak yang berwajib. Jika kita takut
sidik jari akan menempel pada barang bukti, sebaiknya kita
menggunkan pelapis tangan agar sidik jari tidak menepel. Apabila yang
15
kita temukan seperti paku atau pisau di jalan, maka tindakan kita
seharusnya menyingkirkan benda tesebut.
4. Mufti Karimah (038) Apakah ada batasan mengenai barang yang hendak
dititipkan, sebagai tolak ukur kita jika suatu saat kita menerima wadhi’ah?
Menurut pemakalah dan dari berbagai refrensi yang dibaca, maka uang
tersebut boleh dipakai (jika keadaan mendesak dan membutuhkan uang)
16
namun kita harus konsekuensi secepat mungkin mengembalikan uang
tersebut, karena pada dasarnya uang tersebut bukan milik kita.
8. M. Latif Ilyas (003) Apabila barang temuan sudah lebih satu tahun dan
sudah diumumkan namun tidakada yang mengambilnya, apakah itu sudah
menjadi milik kita?
Ya benar itu sudah menjadi milik kita, namun apabila dikemudian hari
si pemilikdatang dan ia menyebutkan ciri-ciri barang temuan tersebut
dengan benar dan kita meyakini bahwa orang tersebut adalah pemilik
sah barang yang kita temukan, maka sebaiknya kita mengembalikan
barang tersebut.
Jika dalam hal ini buah yang dimakan itu jatuh masih dalam
pekarangan rumah pemilik, maka kita harus menggantinya.
Mengenai si pemiliknya malah marah itu sudah bukan menjadi
tanggung jawab kita, karena kita sudah mengakui kesalahan dan
berusaha mengganti rugi buahyang kita makan tersebut.
17
10. Esti Kinasih (020) Apabila menemukan uang dijalan apakah boleh
diinfaqkan?
Barang temuan itu ada yang berharga dan tidak berharga, misalnya kita
menemukan uang 1000 rupiah, maka alangkah baiknya kita umumkan
di sekitar tempat tersebut, jika tidak ada yang mengakui dan dimasukkan
ke kotak infaq itu adalah hal yang sangat mulia.
11. Nadida Urwatul Azizah (022) Tolak ukur untuk orang yang mau kita beri
titipan barang itu bagaimana?
12. Endah Kusuma Nurhayati (033) Jika kita menemukan uang dalam jumlah
kecil, apakah kita harus mengumumkan selama setahun juga?
13. Icha Choirul ‘Aini (012) Saya dititipi sebuah motor oleh tetangga, apakah
saya wajib menzakati motor tersebut?
18