Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG WAQF

DOSEN PENGAMPU:

M. JAUHARUL MA’ARIF, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

NAMA :MOHAMMAD YUSUF YUWANA ARIF


NIM :201855010104520

INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO

FAKULTAS TARBIYAH
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan kepada para sahabatnya.

Dalam makalah ini, saya akan menjelaskan tentang pengertian waqf, prinsip
pengelolaan waqf serta pengaplikasiannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
kami dalam menyelesaikan tugas ini, bila ada kesalahan itu datangnya dari kami dan jika ada
kebenaran itu datangnya dari Allah SWT .

Bojonegoro, 3 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................2

Daftar isi.................................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Waqf......................................................................................................................5
B. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Waqf........................................................................................7
C. Peraturan Perwakafan dan Profil Pengelolaan Waqf di Indonesia.........................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................................................15

Saran........................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Waqf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima’iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah,
maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari
ridho-Nya. Wakaf dilaksanakan dengan lillahi ta’ala. Perbuatan tersebut murni dilandasi oleh
rasa iman dan ikhlas semata-mata pengabdian kepada Allah SWT. Selama ini perwakafan
belum diatur secara tuntas dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Waqf mengalir
begitu saja seperti apa adanya, kurang memperoleh penanganan yang sungguh-sungguh baik
ditinjau dari pemberian motivasi maupun pengelolaannya. Akibatnya dapat dirasakan hingga
kini, yaitu terjadi penyimpangan pengelolaan wakaf dari tujuan wakaf sesungguhnya.
Disamping itu karena tidak adanya ketertiban pendataan, banyak benda waqf yang
karena tidak diketahui datanya, jadi tidak terurus bahkan waqf itu masuk ke dalam siklus
perdagangan.Keadaan demikian itu tidak selaras dengan maksud dari waqf yang
sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan kesan kurang baik terhadap Islam sebagai ekses
penyelewengan waqf, sebab tidak jarang sengketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di
pengadilan. Padahal kalau dikaji dengan seksama, perkembangan Islam di Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari adanya peranan waqf. Kebiasaan berwaqf sebenarnya sudah
melembaga sedemikian rupa dikalangan umat Islam, walaupun hasilnya belum maksimal
seperti apa yang diharapkan.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat guna meluruskan masalah ini semua agar dalam
pelaksanaanya tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

B. Rumusan Masalah

1.  Apa Pengertian waqf?


2. Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan waqf?
3. Bagaimana Peraturan perwakafan dan profil pengelola waqf di indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian waqf.
2. Untuk mengetahui prinsip – prinsip waqf.
3. Untuk mengetahui peraturan dan pengelolaan waqf di Indonesia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Waqf

Waqf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu
memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi
kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah Swt.1Wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada
fakir miskin.
Pengertian waqf menurut istilah, para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan
batasan mengenai waqf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang
ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqih adalah sebagai berikut :
a) Menurut Abu Hanifah
Waqf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam
rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka
pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali
dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli
warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”.Karena itu
madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus tetap sebagaihak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada
suatu pihakkebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.2
b) Menurut Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa waqf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat
melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif
menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun
yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti
mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu
sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari

1
Alfan Ahmad dkk, FIKIH ( Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia , 2014 ), hal 127
2
Wahbah az-Zuhaili, op. cit, hlm. 151

5
penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedangkan benda itu tetap menjadi
milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).3
c) Menurut Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Syafi’i dan Hambal berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskanharta yang diwakafkan
dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan
apa saja terhadap harta yangdiwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara
pemilikannya kepadayang lain, baik dengan cara tukaran atau tidak. Jika wakif wafat,
hartayang diwaqfkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakifmenyalurkan
manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih(yang diberikan wakaf) sebagai
shadaqah yang mengikat, di mana waqif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya
tersebut. Apabila wakifmelarang, maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya
kepada mauquf ‘alaih.Maka dari itu Mazhab Syafi’i mendefinisikan waqf adalah:“Tidak
melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagaimilik Allah SWT, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatukebajikan (sosial)”4
Hukum Waqf adalah sunnah, hal ini didasarkan pada Al –Qur’an.
Firman Allah swt:
َ‫م َوا ْف َعلُوا ْال َخ ْي َر لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬Zْ ‫ َوا ْس ُجدُوا َوا ْعبُدُوا َربَّ ُك‬Z‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ارْ َكعُوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS Al – Hajj:77)”

Firman Allah swt:

‫وا ِمن َش ْي ٍء فَإِ َّن هّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬


ْ ُ‫وا ِم َّما تُ ِحبُّونَ َو َما تُنفِق‬
ْ ُ‫وا ْالبِ َّر َحتَّى تُنفِق‬
ْ ُ‫لَن تَنَال‬

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS Ali Imram :92)”5

3
Ibid.
4
Ibid, hlm. 153
5
Alfan Ahmad dkk, FIKIH ( Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia , 2014 ), hal 127

6
B. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Waqf
1. Rukun dan Syarat Waqf
Rukun waqf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua,
benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf
(al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar waqf (sighah).

Syarat – syarat waqf yaitu:


a. Syarat-syarat orang yang berwaqf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat,
pertama orang yang berwaqf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya
dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah waqf orang bodoh, orang gila,
atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia
mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang
bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan
hartanya.
b. Syarat-syarat harta yang diwaqfkan (al-mauquf)Harta yang diwaqfkan itu tidak
sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang
ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang
berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi
apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada
ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang
yang berwaqf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat
kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
c. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat waqf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang
atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat
ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-
tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini
boleh memiliki harta waqf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima waqf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan;

7
pertama ialah bahwa yang akan menerima waqf itu mestilah dapat menjadikan
wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Dan waqf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
d. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa
syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah waqf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat,
ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan
diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima waqf
adalah sah. Pewaqf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang
menerima waqf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.6
2. Macam – Macam Waqf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Waqaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-
orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atautidak. Misalnya wakaf
yang diberikan kepada seorang tokoh masyarakatatau orang yang dihormati.
b. Waqaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagikepentingan
umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantrendan Madrasah.
3. Perubahan Benda Waqf
Menurut Imam Syaf’i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisiapapun
hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly)sekalipun, seperti
wakaf bagi keturunannya sendiri, sekalipun terdapatseribu satu macam alasan untuk itu.
Sementara Imam Maliki dan ImamHanafi membolehkan mengganti semua bentuk barang
wakaf, kecuali masjid.Penggantian semua bentuk barang wakaf ini berlaku, baik wakaf
khusus atauumum (waqaf Khairy), dengan ketentuan :
a. Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan dengan yang lain),
ketika berlangsungnya pewakafan.
b. Barang wakaf sudah berubah menjadi barang yang tidak berguna.

6
http://aititinmakalah.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-wakaf.html?m=1. Diakses tanggal 1 Maret
2019

8
c. Apabila penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat dan lebih
menguntungkan.7

C. Peraturan Perwakafan dan Profil Pengelolaan Waqf di Indonesia


Syafi’i Antonio mengklasifikasikan tahap pengolahan wakaf di negeri ini menjadi tiga
periode dalam perkembangannya, antara lain; pertama periode tradisonal. Pada periode
ini waqf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam kategori
ibadah mahdhah. Kebanyakan benda wakaf diperuntukkan untuk pembangunan fisik,
seperti masjid, mushola, pesantren, kuburan, yayasan, dan sebagainya. Sehingga
keberadaan waqf belum memberikan kontribusi social yang lebih luas karena hanya untuk
kepentingan konsumtif. Selanjutnya periode semi professional, dimana pengelolaan
wakaf secara umum masih sama dengan periode tradisional, namun mulai dikembangkan
pola pemberdayaan waqf secara produktif, meski belum maksimal. Pada tahap ini mulai
dikembangkan pemberdayaan tanah-tanah waqf untuk bidang pertanian, pendirian usaha
kecil seperti toko ritel, koerasi, penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya yang
hasilnya untuk kepentingan pengembangan di bidang pendidikan. Pola pemberdayaan
wakaf seperti ini sudah dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor.
Adapun secara khusus mengembangkan wakaf dengan kesehatan dan pendidikan
dilakukan oleh Yayasan waqf Sultan Agung, Semarang. Sementara yang memberdayakan
waqf dengan pola pengkajian dan penelitian terhadap pengembangan pemikiran Islam
modern dilakukan oleh Yayasan wakaf Paramadina. Selanjutnya pada periode
professional, pengelolaannya dilakukan secara professional ditandai dengan
pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif.
Prediksi klasik yang kita gunakan adalah bahwa di Indonesia berdiam lebih kurang
200 juta umat Islam. 10 % dari mereka punya potensi untuk berwaqf. Artinya ada 20 juta
umat Islam diharap dapat berpartisipasi menggalang dana secara besar-besaran untuk
wakaf tunai. Kalau msing-masing mereka secara merata bisa berwakaf Rp 10.000,-
perbulan berwakaf, tentu lembaga wakaf mampu mengumpulkan uang sekitar Rp 200
milyard perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang sebesar ini tentu dapat
membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya rendah dan akan memperlancar
transaksi perdagangan diklangan masyarakat muslim, sekaligus ia mampu menyaingi para
pedagang non muslim yang selama ini punya kekuatan dalam memegang jalur distribusi
barang.Sendainya masyarakat Islam atau pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga
7
Alfan Ahmad dkk, FIKIH ( Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia , 2014 ), hal 128

9
yang terpercaya dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-
hitungan yang dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari target maksimal.
Langkah pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin mantap sejak adanya dukungan
pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Waqf.
Selanjutnya maih terdapat pula aturan lain yang mendukung optimalisasi pelaksanaan
pemberdayaan waqf ini dengan adanya UU Otonomi daerah, Kebijakan Moneter
Nasional, dan sebagainya.8
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat
mencoba mensosialisasikan waqf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi
ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba
mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta
berkontribusi untuk itu.
Institusi yang menangani waqf tunai bisa berupa institusi seperti lembaga zakat yang
dikelola secara profesional oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan, ia bisa juga
dikelola oleh lembaga seperti reksa dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh
suatu institusi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa
berdiri sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa saling
membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia dikelola secara
profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri, jangan bercampur dengan
lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau langsung dibawah bank, asuransi dll, dan yang
terbaik ia dikendalikan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan
dengan profesional dan pemerintah bertugas hanya sebagai pengawas terhadap badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme yang sesuai dengan
aturan waqf secara menyeluruh perlu ada pengaturan. Diantara beberapa alternative
pengaturan misalnya uang yang dikumpul digunakan untuk membangun harta waqf yang
sudah ada. Mungkin ada sebidang tanah yang sudah diwaqfkan terlebih dahulu, diatas
tanah ini tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko, dan sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa disewakan, sewanya
dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau adanya klinik, masyarakat Islam
bisa memberikan pengobatan yang murah kepada orang Islam yang membutuhkan, atau
dengan adanya sekolah, anak-anak muslim bisa dididik dengan biaya rendah dengan
kualitas prima. Atau bisa saja uang waqf dibelikan kepada bangunan atau apa saja yang

8
http://aititinmakalah.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-wakaf.html?m=1 . Diakses tanggal 1 Maret
2019

10
bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut pengelola bisa mengeluarkan
biaya pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial, bisa memberikan bantuan kepada
orang-orang yang membutuhkan.  Harta atau uang waqf tunai bisa juga diinvestasikan
pada sektor lain yang menguntungkan seperti obligasi syariah.  Adanya jaminan bahwa
uang modal dari waqf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti dipegang.
Jadi secara makro waqf diharapkan mampu  mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum
seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar dll, bahkan modal untuk kepentingan pribadi
dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah.
Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia bergerak
secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan
ketika hendak memberdayakan waqf, pertama managemennya harus dalam bingkai
‘proyek yang terintegrasi’, kedua azas kesejahteraan nadzir, dan yang ketiga azas
transparansi dan accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat dalam
bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Fatwa MUI Tentang Waqf Tunai :
Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai wakaf uang (wakaf
tunai) adalah sebagai berikut:
a. Waqf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
c. Waqf uang hukumnya jawaz (boleh)       
d. Waqf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar'i
e. Nilai pokok Waqf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan,
dan atau diwariskan.

Waqf Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az
Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin
al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana
dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan

11
uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya
tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b.  melalui waqf uang, aset-aset waqf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai
dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c. dana waqf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam.
d. umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus
terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama
semakin terbatas.
Adapun sasaran waqf tunai, para praktisi pengelola waqf masih menjadikan pendapat
Prof. Dr. M.A Manan, pakar ekonomi Islam dari Bangladesh ini, sebagai rujukan penting.
 Pertama: kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat). Renungannya, saat
lahir seseorang miskin, mati pun kembali miskin dan semua berakhir kecuali tiga
perkara yang salah satunya amal jariyah. Maka waqf tunai dapat menjadi sedekah
jariyah yang berperan mengantar kesejahteraan dunia-akhirat seseorang.
 Kedua, kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat). Ini bisa menjadi
wujud tanggungjawab sosial kita kepada orangtua, istri, anak-anak atau anggota
keluarga yang lain.
 Ketiga, pembangunan sosial. Waqf tunai bisa membuka banyak peluang untuk
membantu masyarakat. Dari profit waqf tunai, seseorang dapat membantu
memberikan bantuan yang berharga bagi pendirian atau pun operasionalisasi
lembaga-lembaga pendidikan maupun masjid. Waqf tunai dapat pula membantu
terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan sosial,
pengobatan dan perawatan kesehatan bagi kaum dhuafa, dan penghapusan
kemiskinan. Waqf tunai juga bisa dimanfaatkan untuk beasiswa pelajar/mahasiswa.
Bisa disimpulkan, kemanfaatan wakaf tunai bersifat abadi, berbeda dengan derma
temporer, waqf tunai bisa direncanakan secara baik dan bersifat abadi sehingga
banyak kelompok masyarakat dapat emnikmati hasilnya secara terus-menerus.
 Keempat, membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si miskin dan
jaminan keamanan sosial bagi si kaya. Waqf tunai dalam tahap yang makin baik,
menjadi wahana terciptanya kepedulian dan kasih sayang si kaya terhadap si miskin,
sehingga tercipta hubungan harmonis dan kerjasama yang baik. Waqf tunai bisa
diandalkan menebar manfaat secara menyeluruh.

12
Pengelolaan Waqf Tunai
Prof M.A. Mannan sebagai pakar ekonomi Islam terkemuka, melakukan
terobosan baru dalam aplikasi wakaf ini. Beliau mengembangkan apa yang disebut
dengan waqf tunai dengan menggunakan mekanisme bank (Social Investment Bank
Limited, Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi
dan Maliki. Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai selain dapat
digunakan dalam pembiayaan pembangunan sarana dalam bentuk pinjaman, juga
dapat digunakan dalam bentuk pembiayaanmudharabah. Kontroversi yang
mengemuka dalam mekanisme waqf tunai ini berkisar pada sah tidaknya
menggunakan dana waqf untuk diinvestasikan, yang secara logika memiliki resiko
musnah (kefitrahan usaha yaitu untung dan rugi).
Selain itu, dengan melakukan investasi berarti dana waqf akan selamanya
berbentuk uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang nilai intrinsik uang
yang pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda dengan kasus klasik (yang
dijadikan landasan dalam implementasi wakaf tunai) yang nota bene nilai uang terjaga
akibat logam yang digunakan sebagai uang adalah logam mulia; emas dan perak
(dinar dan dirham). Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang ada saat ini,
implementasinya memiliki resiko nilai uang tereduksi akibat inflasi, disamping resiko
pelanggaran kaidah syariat ketika mekanismenya melalui investasi.
Secara logika waqf tunai dengan memutarkan dana waqf pada aktivitas investasi,
sebenarnya aktivitas penggunaan harta waqf terletak pada aktivitas investasi bukan
pada aktivitas pengambilan manfaat darireturns (bagi hasil) investasi tersebut. Hal ini
merujuk dari pengertian harta dalam fikih muamalah, yang membagi harta menjadi
harta umum (yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau malul ashl dan harta
hasil dari hartaashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul tsamarah.
Dalam konteks waqf yang diinvestasikan, harta wakaf termasuk harta ashl
sedangkan returns-nya merupakan harta tsamarah.
Dengan demikian mekanisme waqf hakikatnya ada pada aktifitas investasi tadi
yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati mekanisme wakaf tunai jenis
ini, sepatutnya pemegang amanah harta wakaf memfokuskan pada usaha-usaha
investasi harta waqf yang memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan waqf
menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka (temporer
wakaf deposits) dalam pengelolaan waqf tunai. Yang pertama deposito waqf temporer
yang berbasis pinjaman, dimana uang yang disimpan oleh nasabah di bank

13
diikhlaskan dengan niat waqf untuk diambil manfaatnya oleh pengguna dalam
membiayai program-program pembangunan sarana umum (awqafproperties), tanpa
ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Yang
kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan
penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana keuntungannya
adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan dana
wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek bangunan
sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek
komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis waqf tunai yang dapat
dilakukan:
1. Waqf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Waqf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Waqf Deposits in Loan Basis).
3. Waqf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Waqf Deposits in Investment
Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat mengelola
wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan wakaf tunai mutlak.
Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas alasan syar’i wakaf barang untuk
dikelola seperti mengelola wakaf tunai yang mutlak. Misalkan atas alasan biaya
pemeliharaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang didapat,
sebuah gedung wakaf dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan
tujuan akad wakaf (meskipun hal ini birokrasinya haruslah ketat, misalnya harus
melalui persetujuan mahkamah). Namun sepatutnya inovasi-inovasi dalam pemecahan
masalah implementasi instrumen Islam dilakukan kajian dan kesepakatan
para fuqaha/ulama yang memiliki kredibilitas.9

9
http://aititinmakalah.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-wakaf.html?m=1. Diakses tanggal 1 Maret
2019

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waqf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima’iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah,
maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari
ridho-Nya. Wakaf dilaksanakan dengan lillahi ta’ala. Dalam   Undang undang   nomor   41  
tahun   2004,   waqf   diartikan   dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Hukum Waqf adalah sunnah sehingga dalam
pelaksanaanya tidak dituntut bagi setiap orang, namun sangat dianjurkan bagi orang yang
mampu baik secara lahir maupun batin. Waqf dibagi menjadi dua yaitu wakaf ahli atau biasa
disebut dengan waqf dzurri, dan waqf khairi. Waqf dzurri ditujukan untuk keluarga sendiri,
sedangkan waqf  khairi untuk kepentingan umum. Waqf memiliki perbedaan dengan
shadaqah lainnya, perbedaan tersebut adalah manfaat yang terus menerus, pahala yang terus
menerus, dan adanya pengelola.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Waqf adalah Seluruh harta benda wakaf harus diterima
sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Waqf dilakukan
dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana
yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya
saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan tujuan yang   telah   ditentukan   oleh   Wakif, dan
Wakif   dapat   meminta   keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia
tentukan.

B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh dari
kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan
makalah sehingga akan lebih bermanfaat dalam kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alfan Ahmad dkk, FIKIH ( Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia , 2014 )
Wahbah az-Zuhaili, op. cit,
http://aititinmakalah.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-wakaf.html?m=1.
http://eprints.ums.ac.id/37010/7/BAB%20I.pdf
http://eprints.ums.ac.id/12984/2/BAB_I.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai