PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dengan apa yang didefinisikan oleh Abu Qudamah yaitu ‘saling menukar harta
dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan’.
e. Sementara menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akad yang terdiri atas
penukaran harta dengan harta lain, maka terjadilah penukaran dengan milik
tetap.
ۚ ٱلَّ ِذينَ يَ ۡأ ُكلُونَ ٱلرِّ بَ ٰو ْا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ٱل َّش ۡي ٰطَنُ ِمنَ ۡٱل َم
َ ِسِّ ٰ َذل
ك بِأَنَّهُمۡ قَالُ ٓو ْا
( ى فَلَ ۥهُ َماiٰ َة ِّمن َّربِّ ِهۦ فَٱنتَهٞ َم ٱل ِّربَ ٰو ۚ ْا فَ َمن َجٓا َء ۥهُ َم ۡو ِعظiَ إِنَّ َما ۡٱلبَ ۡي ُع ِم ۡث ُل ٱل ِّربَ ٰو ۗ ْا َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ۡٱلبَ ۡي َع َو َح َّر
ٓ
َار هُمۡ فِيهَا ٰخَ لِ ُدون ۡ َك أ
ِ ۖ َّص ٰ َحبُ ٱلن iَ ِ) َسلَفَ َوأَمۡ ُر ٓۥهُ إِلَى ٱهَّلل ۖ ِ َو َم ۡن عَا َد فَأُوْ ٰلَئ٢٧٥
Artinya : “ Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya”. (Q.S Al Baqarah : 275)
4
Ayat diatas merupakan dalil nash yang menjadi dasar bagi kita dalam
menangani muamalah jenis ini, yang pada intinya bahwa Islam melarang jual beli
setiap tindakan pembungaan uang, akan tetapi tidak boleh menganggap bahwa
Islam melarang jual beli secara kredit.
Ada dua pandangan mengenai hukum dari jual beli dengan system kredit,
seperti di bawah ini.
ب َ أiۡ iَ بِد َۡي ٍن إِلَ ٰ ٓى أَ َج ٖل ُّم َس ٗ ّمى فَ ۡٱكتُبُو ۚهُ َو ۡليَ ۡكتُب ب َّۡينَ ُكمۡ َكاتِ ۢبُ بِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل َواَل يiٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا تَدَايَنتُم
س ِم ۡنهُ َش ٗۡٔي ۚا
ۡ َق ٱهَّلل َ َربَّ ۥهُ َواَل يَ ۡبخ ۡ ُّ ب َك َما َعلَّ َمهُ ٱهَّلل ۚ ُ فَ ۡليَ ۡكتُ ۡب َو ۡليُمۡ لِ ِل ٱلَّ ِذي َعلَ ۡي ِه ۡٱل َح
ِ َّق َوليَت َ َُكاتِبٌ أَن يَ ۡكت
د ۚ ِلiۡ iل َولِيُّ ۥهُ بِ ۡٱل َعiۡ iِ َو فَ ۡليُمۡ لiُ َّل هiع أَن يُ ِمiُ ت َِطيi ِعيفًا أَ ۡو اَل يَ ۡسiض ُّ i ِه ۡٱل َحiانَ ٱلَّ ِذي َعلَ ۡيiiإِن َكiَف
َ فِيهًا أَ ۡوiق َس
6
Kutbudin Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 216
7
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Metro: STAIN Jurai Siwo, 2014)
5
َ ۡونَ ِمنi ض َ ان ِم َّمن ت َۡرi ِ iَل َوٱمۡ َرأَتi ٞ iا َر ُجلَ ۡي ِن فَ َر ُجiiَإِن لَّمۡ يَ ُكونi َ فiۖۡالِ ُكمii ِهيد َۡي ِن ِمن ِّر َجi ُوا َش ْ ِهدi ٱست َۡش
ۡ َو
ُم ٓو ْا أَنiiَس ْ ۚ ب ٱل ُّشهَدَٓا ُء إِ َذا َما ُدع
ٔiََٔ ۡ ُوا َواَل ت َ فَتُ َذ ِّك َر إِ ۡح َد ٰىهُ َما ٱأۡل ُ ۡخ َر ٰۚى َواَل يَ ۡأiض َّل إِ ۡح َد ٰىهُ َما ِ َٱل ُّشهَدَٓا ِء أَن ت
َّ ِم لiُ َوi َد ٱهَّلل ِ َوأَ ۡقi ِعنiُطiيرًا إِلَ ٰ ٓى أَ َجلِ ِۚۦه ٰ َذلِ ُكمۡ أَ ۡق َسiِص ِغيرًا أَ ۡو َكب
ا إِٓاَّل أَنiْاب ُٓوiََى أَاَّل ت َۡرتiٰٓ ٰهَ َد ِة َوأَ ۡدنiلش َ ُت َۡكتُبُوه
ايَ ۡعتُمۡۚ َواَلiiَ ِهد ُٓو ْا إِ َذا تَبiا َوأَ ۡشiۗ iَا ٌح أَاَّل ت َۡكتُبُوهiiَس َعلَ ۡي ُكمۡ ُجن َ ِديرُونَهَا بَ ۡينَ ُكمۡ فَلَ ۡيiُ َر ٗة تiاض ِ ج َرةً َح iَ ٰ ِتَ ُكونَ ت
يمٞ ِ ۡي ٍء َعلi لِّ َشiiوا ٱهَّلل ۖ َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ٱهَّلل ۗ ُ َوٱهَّلل ُ بِ ُك ُ iۢ وا فَإِنَّهۥُ فُسُو
ْ ُق بِ ُكمۡۗ َوٱتَّق ْ ُۚيد َوإِن ت َۡف َعلٞ ب َواَل َش ِهٞ ِضٓا َّر َكات
َ ُي
٢٨٢
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali
jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah :
282)
6
Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo atau waktu
ditentukan dan jumlah pembayaran telah ditentukan sesuai kesepakatan.8
a) Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan
pembeli.
b) Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran
dibatasi sehingga terhindar dari parktik bisnis penipuan.
c) Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan
lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada
praktik riba.
Contoh : jika seseorang ingin membeli hp , tapi dia tidak bisa membayar secara
kontan maka pedagang menawarkan dengan harga kredit dan tempo pembayaran,
8
Imam Mustofa mengutip dari Muhammad Shir Shur, Ba’I al-Murabahah lil amir bi Al-Syra’, I/81
7
misalnya jika membeli hp secara kontan harganya 10 juta, akan tetapi kalau secara
kredit, pedagang akan mengambil keuntungan misalnya 500 ribu, penambahan
tersebut secara angsuran , akan terjadi diantara keduanya kesepakatan yang saling
menguntungkan bagi si pembeli karna kredit meringankan dan bagi pedagang
menguntungkan, jadi sama-sama mencari keuntunagan.9
Kalangan ulama yang melarang jual beli dengan system kredit antara lain
Zainal Abidin bin Ali bin Husen, Nashir, Manshur, Imam Yahya, dan Abu Bakar
al-Jashash dari kalangan Hanafiyah serta sekelompok ulama kontemporer.10
(١٦١) اس بِ ۡٱل ٰبَ ِط ۚ ِل َوأَ ۡعت َۡدنَا لِ ۡل ٰ َكفِ ِرينَ ِم ۡنهُمۡ َع َذابًا أَلِ ٗيما
ِ َُّوا ع َۡنهُ َوأَ ۡكلِ ِهمۡ أَمۡ ٰ َو َل ٱلن
ْ َوأَ ۡخ ِذ ِه ُم ٱلرِّ بَ ٰو ْا َوقَ ۡد نُه
Artinya : “Dari Abu Hurairah dia berkata, telah melarang Rasulullah Saw
melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (HR. Turmuzi).
9
Kutbudin Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 216
10
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Metro: STAIN Jurai Siwo, 2014), h. 49
8
Sebagian fuqoha (Ahli Fiqih) juga tidak memperbolehkan jual beli secara
kredit, mereka beralasan bahwa penambahan harga itu berkaitan dengan masalah
waktu, dan hal itu tidak ada bedanya dengan riba. Pendapat lain juga mengatakan
bahwa menaikkan harga diatas yang sebenarnya adalah mendekati dengan riba
nasi’ah yaitu harga tambahan, maka itu jelas dilarang Allah. 11Mereka berpendapat
bahwa Setiap pinjaman yang diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah
riba. Jadi, standarisasi dalam setiap urusan adalah terletak pada tujuan-tujuannya.
Tafsir dari larangan Rasulullah “Dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi” adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai
harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu”. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang: “Saya jual barang ini
padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya
harganya sekian” adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual
beli secara kredit dan hukumnya adalah haram karena dilarang oleh Rasulullah
Saw.
9
system jual beli dan ini berlaku umum. Penambahan harga dalam jual beli
tidaklah dilarang, kecuali tambahan-tambahan tersebut yang merugikan atau
mengandung usur zalim.12
Sementara mengenai hadis nabi yang melarang adanya dua akad dalam
transaksi, hadis tersebut adalah larangan terhadap jual beli ‘ainah dan bukan jual
beli kredit. Jual beli ‘ainah adalah jual beli di mana seorang pembeli menjual
barang yang dibelinya dengan harga tunai dengan harga yang sangat murah. Maka
riba dalam kategori ‘ainah ini sangat jelas. Karena pembeli bersepakat atas harga
yang ditentukan oleh penjual dan diharuskan bagi pembeli untuk membayar harga
barang pada waktu tertentu dengan jumlah penambahan tertentu ditambah dengan
harga asli.13
KESIMPULAN
Kredit adalah cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai
(pembayaran ditangguhkan atau diangsur). Tentang kredit ini, Murtadla
12
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 60
13
Ibid,h.61
10
Muthahhari mengatakan bahwa transaksi secara kredit pada hakikatnya adalah
mengambil manfaat dari keadaan terdesak.
Daftar pustaka
11
Abdul Aziz Bin Fathi As-Sayyid Nada,Ensiklopedia Etika Islam,
(Jakarta:Magfirah Pustaka,2005)
Siti Mujiatun, “Jual Beli dalam Perspektif Islam : Salam dan Istisna’”,
dalam JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No . 2 / September
2013 (1-15)
Kutbudin Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2009)
12