Anda di halaman 1dari 23

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM serta


PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun oleh:

Kelompok 5

ALFIYYAH (0301172410)
ANNISA ISNAINI POHAN (0301172422)
MEGA PERTIWI SILALAHI (03011724)
M. ALIF MUBAROK (0301172401)
YUSRIL ARSJAH MEIDANA NASUTION (030117)

Dosen Pengampu: MAHARIAH, MA.


Kelas: PAI 2 2017

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan


Prodi Pendidikan Agama Islam
UIN Sumatera Utara
T.A 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala nikmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Lingkungan
dan Lembaga Pendidikan Islam serta Penanggung Jawab Pendidikan dalam
Perspektif Islam”. Adapun tujuan penyusunan makalah ini dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang di ampu oleh Ibu
Mahariah, MA.

Proses penyusunan makalah ini tentunya tak lepas dari bantuan dan arahan
dari segala pihak, khususnya Ibu Mahariah, MA. selaku dosen pengampu kami
yang telah memberi bimbingan terhadap kami. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas segala partisipasi sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini.

Kendati demikian, kami sangat menyadari masih sangat banyak kekurangan


dan kekeliruan dalam segi penulisan di makalah ini, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami bisa
memperbaikinya di kemudian hari.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini bermanfaat


bagi kita semua.

Medan, 15 Mei 2018

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................1

Bab II Lingkungan dan Lembaga Pendidikan Islam Serta Penanggung Jawab


Pendidikan dalam Perspektif Islam
1. Lingkungan dan Lembaga Pendidikan Islam...................................2
A. Pengertian Lingkungan dan Lembaga Pendidikan Islam..............2
B. Jenis dan Peran Lingkungan Pendidikan.......................................3
C. Bentuk-Bentuk Lembaga Pendidikan Islam..................................6
2. Penanggung Jawab Pendidikan dalam Perspektif Islam..................
A. Pengertian Penanggung Jawab Pendidikan....................................9
B. Pengertian Pendidik dalam Islam dan Macam-Macam
Sebutan/Istilah...............................................................................10
C. Individu/Lembaga yang Bertanggung Jawab Atas Pendidikan.....11
D. Peran dan Tanggug Jawab Orangtua Sebagai Pendidik.................11
E. Peran dan Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah Dalam
Pendidikan.....................................................................................12
F. Kedudukan dan Peranan Guru dalam Perspektif Islam.................13
G. Visi dan Misi Guru Di Era Globalisasi..........................................14
Bab III Penutup
A. Kesimpulan................................................................................16
B. Saran...........................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

Pada makalah ini, kami akan membahas mengenai dua silabus sekaligus
dengan pembahasan secara islami yaitu: Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
Islam serta Penanggung Jawab Pendidikan dalam Perspektif Islam

Materi yang pertama yaitu: Lingkungan dan Lembaga Pendidikan Islam.


Dimana didalamnya mencakup: pengertian lingkungan dan lembaga pendidikan
islam, jenis dan peran lingkungan pendidikan, serta bentuk-bentuk lembaga
pendidikan islam.

Materi yang kedua mengenai: Penanggung Jawab Pendidikan dalam


Perspektif Islam. Dimana didalamnya mencakup: pengertian penanggung jawab
pendidikan, pengertian pendidik dalam islam dan macam-macam sebutan/istilah,
individu/lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan, peran dan tanggung
jawab orangtua sebagai pendidik, peran dan tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah dalam pendidikan, kedudukan, peranan dan kompetensi guru dalam
perspektif islam, serta reorientasi visi dan misi guru di era globalisasi
BAB II

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM serta


PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Lingkungan dan Lembaga Pendidikan Islam


Lingkungan menurut Syartain, psikolog Amerika, sebagaimana dikutip
Ngalim Purwanto, mengatakan bahwa lingkungan meliputi semua kondisi dalam
dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
pertumbuhan, perkembangan, atau life process kecuali gen-gen, bahkan gen-gen
dapat pula dipandang sebagai mentiapkan lingkungan bagi gen lain. Sementara,
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memandang lingkungan sebagai ruang
lingkup luar yang berintegrasi dengan insan yang menjadi medan dan aneka
bentuk kegiatannya, keadaan sekitar benda-benda, seperti air, udara, bumi, langit,
matahari, dan sebagainya juga masyarakat yang merangkumi insan pribadi,
kelompok, institusi, system, undang-undang, adat kebiasaan, dan sebagainya.
Umar Tirtahardja mengatakan, bahwa manusia sepanjang hidupnya akan
selalu menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut adalah tripusat
pendidikan, ketiga lingkungan tersebut dapat juga disebut lembaga pendidikan.1

Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat


berkumpul). Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah
organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul
tanggung jawab pendidikan kepada si terdidik sesuai dengan badan tersebut.
Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan
untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen,
maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam
memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat

1
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Kalam
Mulia,2015,h.241-243
individu yang berada dalam ruangannya, sehingga lembaga ini mempunyai
kekuatan hukum tersendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa lembaga
pendidikan Islam adalah tempat atau organisasi yang meyelenggarakan
pendidikan Islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan bertangggung jawab
atas terlaksananya pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam
tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya
pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah
(madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.2

B. Jenis dan Peran Lingkungan Pendidikan

Syartain sebagaimana dikutip M. Ngalim Purwanto, membagi lingkungan


menjadi tiga bagian:
a. Lingkungan alam atau luar, ialah segala sesuatu yang ada dalam bumi ini
yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, dan
hewan.
b. Lingkungan dalam, ialah segala sesuatu yang telah termasuk dalam diri kita,
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik kita. Suatu makanan atau
minuman yang telah kita makan dan berada dalam perut kita, ia berada
diantara lingkungan dalam dan lingkungan luar. Jika makanan telah dicerna
dan sari-sari makanan itu telah diserap ke dalam pembuluh-pembuluh darah
atau masuk ke dalam cairan limpa dan demikian mempengaruhi pertumbuhan
sel-sel di dalam tubuh, maka ia telah benar-benar termasuk ke dalam
lingkungan dalam. Jadi, sesungguhnya sangat sukar untuk menarik batas yang
tegas antara “diri sendiri” dengan “lingkungan”.
c. Lingkungan sosial, ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi
kita. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang kita terima secara langsung dan
ada yang tidak langsung. Pengaruh langsung, misalnya dalam pergaulan
sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman dan lain-lain. Yang
tidak langsung melalui radio, televisi, membaca buku, majalah dan lain-lain.3

2
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: AMZAH,2011,h.149-150
3
Ramayulis, Loc.Cit.
(1) Peran keluarga
Orangtua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan
pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang
memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh
sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik
yang bersifat jasmani maupun rohani.
Tugas diatas wajib dilaksanakan oleh orangtua berdasarkan nash-nash
Alquran, diantaranya:
a. Firman Allah dalam Surah At-Tahrim (66): 6, “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
b. Firman Allah dalan Surah Luqman (31): 13-19, “
c. Firman Allah dalam Surah An-Nisa (4): 9, “Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.”

Ayat-ayat di atas intinya adalah perintah agar orangtua menyelamatkan


keluarga (anaknya) dari siksaan neraka. Itulah tugas orangtua. Tugas tersebut
dapat dilaksanakan dengan banyak memberikan naseihat tetang akidah, ibadah,
dan akhlak. Orangtua juga harus mempersiapkan anak dan keturunannya agar
mampu hidup dengan kuat setelah orangtuanya meninggal. Sesuai dengan
tuntutan psikologi dan paedagogi, orangtua harus menggunakan berbagai taktik
dan memilih strategi untuk melaksanakan tugas tersebut.

(2) Peran Sekolah (Madrasah)

An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) sebagai lembaga


pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
a. Merealisasikan pendidikan yang di dasarkan atas prinsip pikir,
akidah dan tasyri’ yang di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk
realisasi itu adalah agar peserta didik beribadah, mentauhidkan Allah, tunduk dan
patuh atas perintah dan syariat-Nya.
b. Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia
tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
c. Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan
kebudayaan islami, dengan cara mengintegrasikan Antara ilmu alam, ilmu sosial,
ilmu ekstra dengan landasan ilmu agama, sehingga peserta didik mampu
melibatkan dirinya kepada perkembangan iptek.
d. Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh
subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada
penyimpangan fitrah manusiawi. Dalam hal ini lembaga pendidikan madrasah
berperan sebagai benteng yang menjaga kebersihan dan keselamatan fitrah
manusia tersebut.
e. Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia
yang membawa khazanah pikiran peserta didik menjadi berkembang. Pemberian
itu dapat dilakukan dengan cara menyajikan sejarah peradaban umat terdahulu,
baik mengenai pikiran, kebudayaan, maupun perilakunya. Nilai-nilai tersebut
dapat dipertahankan atau dimodifikasi karena bertentangan dengan akidah Islam
atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.
f. Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik
karena peserta didik masuk lembaga madrasah dengan membawa status sosial dan
status ekonomi yang berbeda. Iklim madrasah sejatinya adalah mempersatukan
keanekaragaman corak individu dari berbagai lapisan serta lingkungan
masyarakat, menghapus atau megurangi berbagai diskriminasi dan stratafikasi di
Antara mereka, walaupun tempat tinggal, pandanngan, dan tradisi mereka
berbeda-beda.
g. Mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-
lembaga pendididkan keluarga, masjid dan pesantren mempunyai saham tersendiri
dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu belum cukup.
Oleh karena itu, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan
pendidikan yang berlangsung.
h. Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga,
masjid dan pesantren.

Tugas-tugas madrasah tersebut membutuhkan administrasi yang


memadai, yang mencakup berbagai komponen, misalnya perencanaan,
pengawasan, organisasi, evaluasi, dan sebagainya sehingga dalam lembaga
madrasah tersebut terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan
melancarkan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan.
(3) Peran Lembaga Pendidikan Mayarakat

(a) Peran Masjid

Usaha pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah tiba di


Madinah ialah membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun banyak kaum
muslimin. Di situlah mereka mengatur segala urusan, bermusyawarah guna
mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling
membahu dalam mengatasi berbagai masalah, dan menghindarkan setiap
perusakan teehadap akidah, diri dan harta mereka. Masjid adalah pusat mereka
berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan, serta pertolongan
kepada-Nya. Disamping itu, masjid merupakan tempat mereka memakmurkan
qalbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi rohaniah. Dengan potensi
tersebut, Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran,
pemikiran, kegigihan, dan semangat.
Disamping itu, masjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Disitulah
manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu
pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban
mereka dalam negara Islam yang didirikang una merealisasikan ketaatan kepada
Allah SWT, syariat, keadilan dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Di
samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum
muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan bahwa pada masa
keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur
bersama-sama duduk di masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran yang
diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di masjid itu adalah Ali bin
Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.
Bagaimana peranan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam menurut
Al-Abdi, tempat yang terbaik untuk belajar adalah masjid karena dengan duduk
belajar di masjid akan menampakkan hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat
dimatikan, dan hukum-hukum Tuhan dapat diungkapkan.

(b) Peran Pesantren

1. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan


firman Allah dalam Surah At-Taubah (10): 2
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kempali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Golongan ini adalah pengawal umat yang memberi peringatan dan
pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berpikir, berperilaku, serta berkarya
sesuai dengan ajaran agama.
2. Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
Lulusan pesantren, walaupun mereka tidak sampai ke tingkat ulama, adalah
mereka yang harus mempunyai kemampuan melaksanakan syariat agama secara
nyata dalam rangka mengisi, membina, dan mengembangkan suatu peradaban
dalam perspektif Islam walaupun mungkin mereka tidak tergolong ulama-ulama
yang menguasai ilmu agama secara khusus.
3. Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan
dengan terbentuknya masyarakat beragama.4

C. Bentuk-Bentuk Lembaga Pendidikan Islam


Zuhairini mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga pendidikan
Islam dapat dibedakan kepada tiga macam; keluarga, sekolah dan masyarakat.

(1) Keluarga
Menurut Hammudah Abd Al-Ati, definisi keluarga secara operasional
adalah suatu struktur yang bersifat khusus, stau sama lain dalam keluarga
mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan.

4
Bukhari Umar,Op.Cit.h.153-161
Sistem kekeluargaan yang diakui oleh Islam adalah ”al-usrat az-
zawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak-
anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah
dipandang telah membuat keluarga pula.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat peserta
didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orangtuanya atau
anggota keluarga yang lain. Keluargalah yang meletakkan dasar-dasar kepribadian
anak, karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik
(orangtuanya).
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adlah keluarga atau rumah
tangga. Dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan
markas pendidikan Islam adalah rumah Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai
lembaga pendidikan dalam Islamsudah diisyaratkan oleh Alquran, seperti
yangterkandung dalam QS. Asy-Syura (26): 214: “Berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat.”

(2) Sekolah (Madrasah)

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah


keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Karena
keterbatasannya, orangtua tidak mampu memenuhi kebuuhan anak tersebut. Oleh
karena itu, orangtua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada kepala
sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan,
pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana. Pendidikan
yang berlangsung di sekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan dibagi dalam
waktu-waktu tertentu, yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi.
Masa sekolah bukanlah satu-satunya masa bagi setiap orang untuk
belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis
bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi
kehidupan masa depan.
Tugas guru dan pimpinan sekolah, disamping memberikan pendidikan
budi pekerti dan keagamaan, juga memberi dasar-dasar ilmu pengetahuan.
Pendidikan budi pekerti dan keagamaan disekolah haruslah merupakan lanjutan,
setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.

(3) Masyarakat

Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan.


Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat
oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap masyarakat. Masyarakat
memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin
masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga dan
sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam
dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan
yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi
segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat
maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Diantara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain:
a. Kepanduan (pramuka)
b. Perkumpulan-perkumpulan olahraga
c. Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi
d. Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti: panitia Hari Besar
Islam
e. Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti: Hari Jum’at, acara
tabligh, adanya kerabat yang meningggal dunia.
f. Perkumpulan-perkumpulan perekonomian, seperti: koperasi
g. Partai-partai politik
h. Perkumpulan-perkumpulan keagamaan
Aktivitas dan interaksi antarsesama manusia dalam badan pendidikan
tersebut banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya. Apabila
didalamnya hidup suasana yang islami maka kepribadian anggotanya cenderung
berwarna islami pula. Sebaliknya, jika aktivitas dan interaksi di dalamnya
bercorak sekuler maka kepribadian anggotanya akan cenderung seperti itu pula.5

(4) Majelis Taklim

Majelis Taklim berasal dari Bahasa Arab yaitu dari kata majelis dan
ta’lim. Majelis artinya tempat dan ta’lim artinya pengajaran atau pengajian.
Dengan demikian secara bahasa majelis taklim berarti tempat untuk melaksanakan
pengajaran atau pengajian agama Islam.
Sistem majlis taklim sebagai pengalaman historis dari institusi
keagamaan sudah banyak berperan dalam membina kualitas spiritual umat Islam.
Karena dilihat dari segi strategi pembinaan umat, dapat dikatakan majlis taklim
merupakan wadah/wahana dakwah Islamiyah yang murni institusional
keagamaan, dimana prosesnya ketika mengajarkan tilawatil qur’an kepada kaum
muslimin tidak terbatas kepada membuat mereka sekedar dapat membaca saja
melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian,
tangggungjawab dan amanah serta dijadikan sebagai sarana pengembangan
pendidikan agama nonformal di masyarakat dan alat pelaksanaan pendidikan
seumur hidup.
Alawiyah mengemukakan tiga tujuan majelis taklim, yaitu:
a. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuannya untuk
menambah ilmu dan keyakinan agama, yang akan mendorong pengalaman
beragama.
b. Berfungsi sebagai tempat kontak sosial maka tujuannya
silaturahmi.
c. Berfungsi mewujudkan minat sosial maka tujuannya meningkatkan
kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jama’ahnya.6

5
Ibid.h.150-153
6
Syafaruddin,dkk, Ilmu Pendidikan lslam, Jakarta Selatan: Hijri Pustaka Utama,2006,h.180-181
2. Penanggung Jawab Pendidikan dalam Perspektif Islam

A. Pengertian Penanggung Jawab Pendidikan

Dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam, terlebih dahulu kita


melihat pendapat para ahli dalam merumuskan penanggung jawab penyelenggara
pendidikan:
Ki Hajar Dewantara memfokuskan penyelenggaraan lembaga pendidikan
dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat
pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu adalah:
1. Alam keluarga yang membentuk lembaga pendidikan keluarga;
2. Alam perguruan yang membentuk lembaga pendidikan sekolah;
3. Alam pemuda yang membentuk lembaga pendidikan masyarakat.

Sementara menurut Sidi Gazalba, yang berkewajiban menyelenggarakan


lembaga pendidikan adalah:
1. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase
kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orangtua, sanak kerabat,
famili, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2. Sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari
usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah
guru yang professional.
3. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tersier yang merupakan
pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah
kebudayaan, adat-istiadat, dan suasana masyarakat setempat.7

B. Pengertian Pendidik dalam Islam dan Macam-Macam


Sebutan/Istilah
Hakikat pendidikan dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
seluruh potensi anak didik, baik potensi efektif, kognitif maupun psikomotorik.
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan
7
Abdul Mujib,ILMU PENDIDIKAN ISLAM,Jakarta: Kencana,2010.h.224-225
pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai
hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial, dan sebagai
makhluk individu yang mandiri.
Menurut Moh. Fadhil al-Djamali, bahwa pendidik adalah orang yang
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat
kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki manusia.
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang
karena kewajiban agamanya bertanggungjawab atas pendidikan dirinya dan orang
lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggungjawab dan amanat pendidikan adalah
agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang
menerima tanggungjawab dan amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti
bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena
tanggungjawab atas pendidikan.
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orangtua. Mereka adalah
pendidik pertama dan utama dalam keluarga, dimana secara alami anak-anak pada
masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari
merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Pendidik di lembaga
persekolahan disebut dengan guru, meliputi: dari guru taman kanak-kanak hingga
dosen perguruan tinggi, dan kiayi di pondok pesantren. Pendidik di lembaga
pendidikan non formal keagamaan di masyarakat disebut dengan istilah ustadz,
da’i, ulama dan lainnya yang bertugas mentransformasikan nilai-nilai agama
kepada masyarakat.8
Macam-macam sebutan/istilah lain dari pendidik yang dikemukakan oleh
Muhaimin:
1. Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas,
yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan
hasil kerja, serta sikap continuous improvement.
2. Mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan
dimensi teoretis praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi, serta implementasi (amaliah).
8
Syafaruddin,dkk,Op.Cit.h.53-55
3. Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta
didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil
kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan
alam sekitarnya.
4. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral
identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan, dan konsultan bagi peserta
didik.
5. Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan
dan berusaha mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta
melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
6. Mu’addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik
untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa
depan.9

C. Individu/Lembaga yang Bertanggung Jawab atas Pendidikan

Dalam GBHN (ketetapan MPR No. IV/MPR/1978), berkenaan dengan


pendidikan dikemukakan antara lain sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung
seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan
masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban
mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak didik di dalam
perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan
atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan Antara pendidik dan anak didik
dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah
maupun masyarakat.
Pemberian bimbingan ini dilakukan oleh orangtua didalam lingkungan
rumah tangga, para guru didalam lingkungan sekolah dan masyarakat.10

D. Peran dan Tanggung Jawab Orangtua Sebagai Pendidik

9
Bukhari Umar,Op.Cit,h.89-90
10
Zakiah Daradjat,ILMU PENDIDIKAN ISLAM,Jakarta: Bumi Aksara,2004.h.34-35
Dalam keluarga, yang bertanggung jawab atas Pendidikan adalah
orangtua yaitu ayah dan ibu. Kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah
sebagai berikut:
(a) Mendoakan anak-anaknya dengan doa yang baik. (QS. Al-Furqan:
74) dan janganlah sekali-kali mengutuk anaknya dengan kutukan yang tidak
manusiawi.
(b) Memelihara anak dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6)
(c) Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
(d) Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. An-Nisa’ 128)
(e) Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. Ali Imran: 140)
(f) Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. At-Taghabun: 14)
(g) Mencari nafkah yang halal. (QS. Al-baqarah: 233)
(h) Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu. (QS. An-nisa’: 36,
al-an’am: 151, al-isra’: 23) dengan cara mendoakannya yang baik (QS. Al-
Isra’:24)
(i) Memberi air susu sampai dua tahun. (QS. Al-Baqarah: 233)11
Adapun tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua:

(a) Memelihara dan membesarkan anak.


(b) Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun
rohaniah.
(c) Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak
memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan
setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
(d) Membahagiakan anak, baik di dunia maupun di akhirat dengan
pandangan dan tujuan hidup muslim.12

E. Peran dan Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah


dalam Pendidikan

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidik.


Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak,
terutama para pemimpin masyarakat (pemerintah) atau penguasa yang ada
didalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap
anak di didik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik
dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya,kelompok kelasnya dan
11
Abdul Mujib,Op.Cit.h.228
12
Zakiah Daradjat,Op.Cit. h.38
sekolah. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai
warga desa, warga kota dan warga negara.
Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina,
memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang
makruf, melarang yang mungkar dimana tanggung jawab manusia melebihi
perbuatan-perbuatannya yang khas, perasaannya,pikiran-pikirannya, keputusan-
keputusannya dan maksud-maksudnya,sehingga mencakup masyarakat tempat ia
hidup dan alam sekitar yang mengelilinginya.13

F. Kedudukan, Peranan dan Kompetensi Guru dalam Perspektif


Islam
Kedudukan pendidik adalah bapak ruhani (spiritual father) bagi peserta
didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena itu, pendidik mempunyai
kedudukan tinggi dalam Islam. Dalam beberapa hadis disebutkan: “Jadilah
engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pencinta, dan janganlah
kamu menjadi orang yang kelima, sehingga kamu menjadi rusak.” Dalam hadis
Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih
berharga ketimbang darah para syuhada.” Bahkan Islam menempatkan pendidik
setingkat dengan derajat seorang rasul. Asy-Syawki bersyair: “Berdiri dan
hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang rasul.”14

Peranan guru dalam Perspektif Islam:


1) Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta
melaksanakan penilaian setelah program dilakukan.
2) Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada
tingkat kedewasaan dan kepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah Swt.
menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan
diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadapa berbagai
13
Ibid.h.46
14
Bukhari Umar,h.86
masalah yang menyanngkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan ysng dilakukan.15

Pendidik Islam yang professional harus memiliki kompetensi yang


lengkap, meliputi:
1) Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan
bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
2) Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik)
pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya
3) Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan
4) Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian
pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam di masa depan.
5) Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak
langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.

Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai


beberapa kompetensi, sebagai berikut:
1) Kompetensi personal-religius
Yaitu kemampuan yang menyangkut kepribadian agamis. Misalnya: nilai
kejujuran, amanah, keadilan, tanggung jawab, musyawarah, kedisiplinan, dan
ketertiban.
2) Kompetensi sosial-religius
Yaitu kemampuan yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-
masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Contoh: gotong-royong,
tolong-menolong dan toleransi.
3) Kompetensi professional-religius
Yaitu kemampuan unutk menjalankan tugas keguruannya secara
professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya
kasus dan dapat mempertanggungjawabkannya berdasarkan teori dan wawasan
keahliannya dalam perspektif Islam.16

G. Reorientasi Visi dan Misi Guru di Era Globalisasi


15
Ibid.h.88-89
16
Ibid.h.92-94
Sejalan dengan permasalahan yang ada, maka perlu kembali kepada visi
dan misi, seorang guru yaitu visi sebagai ulul al bab, al-ulama, al-muzakki, ahl al-
dzikr, dan al-rasikhuna fi al-‘ilm yang disesuaikan dengan tantangan dan
kebutuhan zaman. Visi dan misi ini diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Visi dan misi ulil al bab. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surah
Al-Imran: 190-191 dapat diketahui, bahwa visi guru sebagai ulil al-bab adalah
menjadi orang yang memiliki keseimbangan antara daya pikir dan daya nalar
dengan daya zikir dan spiritual. Dengan daya ini, maka seorang guru mengemban
misi mempergunakan dayanya itu secara optimal untuk melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, sehingga keberadaannya tidak menjadi orang yang sia-sia.

Mochtar Buchori mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua petunjuk


atau ketentuan:
a. Ditentukan, bahwa setiap profesi dikembangkan untuk
memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat.
b. Ditentukan bahwa profesi bukanlah sekedar mata pencaharian atau
bidang pekerjaan.Dalam kata profesi tercakup pengertian “pengabdian kepada
sesuatu” misalnya keadilan, kebenaran, meringankan penderitaaan sesama
manusia, dan sebagainya.
2. Visi dan misi al-ulama. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surah Fatir,
(35) ayat 27-28 diketahui bahwa sebagai ulama ia menjadi orang yang mendalami
ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian terhadap alam jagad raya fauna,
flora, ruang angkasa, geologi, fisika, dan sebagainya yang disertai keikutsertaan
naluri intuisi dan fitrah batinnya untuk menyadari bahwa jagad raya yang
dijadikan objek penelitiannya adalah ciptaan dari Allah SWT.

Dengan demikian, seorang guru harus memiliki visi menjadi seorang


ilmuan yang senantiasa takut kepada Allah SWT, dan melaksanakan misi untuk
menggunakan ilmunya itu untuk kemajuan masyarakat sebagai amanah Allah
SWT.

3. Visi dan misi al-muzakki. Bedasarkan petunjuk Al-Qur’an surah Al-


Baqarah:129, dan Al-Imran: 164, dijelaskan bahwa visi guru adalah al-muzakki
yaitu menjadi orang yang memiliki mental dan karakter yang mulia. Sedangkan
misinya adalah membersihkan dirinya dan anak didiknya dari pengaruh akhlak
yang buruk serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat yang dilarang
oleh Allah dan Rasulnya.

4. Visi dan misi ahl al-dzikr. Bedasarkan petunjuk Al-Qur’an surah Al-
Anbiya: 7, visi guru sebagai ahl al-dzikr adalah menjadi orang yang menguasai
ilmu pengetahuan dan memiliki expert judgement, keahlian yang diakui
kepakarannya sehingga ia pantas menjadi tempat bertanya, menjadi rujukan, dan
memiliki otoritas untuk memberikan pembenaran atau pengakuan atas berbagai
temuan ilmiah. Sedangkan misinya adalah memperbaiki, membimbing,
meluruskan, dan mengigatkan serta memberikan keputusan atas perilaku yang
dilakukan anak didiknya.

5. Visi dan misi al-rasikhuna fi al-‘ilm. Bedasarkan petunjuk Al-Qur’an


surah An-Nisa’: 162, diketahui bahwa visi al-rasikhuna fi al-‘ilm adalah menjadi
orang yang memiliki kemampuan bukan hanya pada dataran fakta dan data,
inferensial, atau prestechen terhadap data dan fakta tersebut.Sedangkan misinya
adalah memberi makna, semangat dan dorongan kepada anak didik dan
masyarakat sekitarnya agar meningkatkan kualitas hidup dengan cara menghayati,
memahami, dan mendalami makna yang terkandung didalamnya.17

BAB III

PENUTUP

17
Nata Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali
A. Kesimpulan
Lingkungan pendidikan yang baik adalah lingkungan dimana disitu kita
bisa memperoleh ilmu dari lingkungan itu berdasarkan pengalaman sekitar serta
membawa manusia menjadi lebih kearah positif untuk menghadapi lika-liku
kehidupannya. Dimana saat kita berada dalam lingkungan yang baik, perlahan-
lahan kita juga akan berubah menjadi baik.

Penanggung jawab dalam pendidikan adalah semua orang dewasa yang


sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Penanggung jawab
pendidikan dirumah adalah kedua orangtua. Orangtua sangat berperan penting
dalam upaya mencerdaskan serta membangun akhlak yang baik untuk anak.
Penanggung jawab pendidikan disekolah adalah guru di sekolah.

B. Saran
Manusia hendaknya harus memperoleh lingkungan dan lembaga
pendidikan islam yang baik agar terciptanya suasana pembelajaran yang
harmonis, baik dan tertatur serta sesuai dengan perspektif islam. Oleh karena itu,
kita sebagai calon pendidik senantiasa berusaha mempelajari bagaimana
mewujudkan lingkungan dan lembaga pendidikan islam yang baik guna
mencerdaskan anak bangsa yang cerdas serta berakhlakul karimah.

DAFTAR PUSTAKA
 Daradjat, Zakiah. ILMU PENDIDIKAN ISLAM,Jakarta: Bumi
Aksara,2004.
 Mujib, Abdul. ILMU PENDIDIKAN ISLAM,Jakarta: Kencana,2010.
 Nata Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali.
 Syafaruddin,dkk, Ilmu Pendidikan lslam, Jakarta Selatan: Hijri
Pustaka Utama,2006.
 Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu
Pendidikan, Jakarta: Kalam Mulia,2015.
 Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: AMZAH,2011.

Anda mungkin juga menyukai