Anda di halaman 1dari 22

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Ilmu pendidikan islam Mihrab Afnanda

MAKALAH

“LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM”

Disusun oleh

Kelompok 11

Eka jennah : 19.12.4377


Ilma shofia : 19.12.4762
Juraida : 19.12.5006
Nor janah : 19.12.4866

INSITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Ta’ala


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan menuju modern sehingga kita biasa membedakan antara yang baik dan
yang buruk.

Kami  mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan Tidak
lupa juga kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu kami Bapak Mihrab Afnanda, M.Pd selaku dosen pengampu mata
kuliah “Ilmu Pendidikan Islam” yang telah membantu atas terselesaikannya
makalah ini yang berjudul  “Lingkungan Pendidikan Islam” Semoga dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tentunya memiliki nilai-nilai
kebaikan yang sangat tinggi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Dan akhirnya tiada gading yang tak retak, demikianlah pepatah mengatakan. Oleh
sebab itu, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini banyak kekurangannya
dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka kami mengharapkan atas saran dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi penulisan yang lebih baik ke
depannya.

Martapura, November 2020

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam.................................................3


B. Macam-Macam Lingkungan Pendidikan Islam Dan Atmosfir Akademik 5
C. Pandangan Islam Tentang Lingkungan Pendidikan Islam.......................15

BAB III PENUTUP...........................................................................................18

A. Kesimpulan..............................................................................................18
B. Saran.........................................................................................................18

Daftar Pustaka...................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya auntuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bnagsa, dan negara. Untuk itu,
kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu ditingkatkan melalui berbagai
program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan
kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pegetahuan dan teknologi
(IPTEK). Dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (IMTAK).
Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang memiliki keterkaitan
antar-komponen-komponen. Komponen-komponen itu adalah tujuan, pendidik,
pserta didik, alat-alat pendidikan, dan lingkungan, yang antara satu dengan aiinya
saling berkaitan dan membentuk suatu  sistem terpadu (Tafsir, 1994: 47).1
Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan
pendidikan Islam. Karena perkembangan jiwa anak itu sangat dipengerahui oleh
keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif
dan pengaruh yang negatif  terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak,
sikapnya, akhlaknya, dan perasaan agamanya. Pengaruh tersebut terutama datang
dari teman sebaya dan masyarakat lingkunganya.

1
Salim, Hailami dan Syamsul Kurniawan. Studi Pendidikan Islam. (Jogjakarta : 2012) Ar-
Ruzz Media, hlm. 15

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam?
2. Apa Saja Macam-Macam Lingkungan Pendidikan Islam Dan Atmosfir
Akademik?
3. Bagaimana Pandangan Islam Tentang Lingkungan Pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Agar Dapat Memahami Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
2. Agar Dapat Mengetahui Macam-Macam Lingkungan Pendidikan Islam Dan
Atmosfir Akademik
3. Agar Dapat Mengetahui Pandangan Islam Tentang Lingkungan Pendidikan
Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam


Lingkungan pendidikan pada dasarnya adalah segala sesuatu yang ada dan
terjadi disekeliling proses pendidikan yang terdiri dari manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan benda mati. Akan tetapi dalam hal ini, menurut
H.Ramayulis (2008: 270), yang paling menentukan adalah lingkungan yang
berupa manusia atau masyarakat.
Dalam arti yang luas, lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat
tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain
lingkungan adalah: Segala sesuatu yang ada terdapat dalam lingkungan kehidupan
yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun
benda buatan manusia, atau alam yang bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal
yang mempunyai hubungan dengan seseorang. Sejauh mana seseorang
berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya
pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan itu tidak selamanya bernilai
pendidikan, artinya mempunyai nilai positif bagi perkembangan seseorang, karena
bisa saja malah merusak perkembangannya.2
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany mengemukakan bahwa
lingkungan ialah: Ruang lingkup luar yang berinteraksi dengan insan yang
menjadi medan dan aneka bentuk kegiatannya. Keadaan sekitar benda-benda,
seperti air, udara, bumi, langit, matahri dan sebagainya juga masyarakat yang
merangkumi insan pribadi, kelompok, institusi dan sebaginya.3
Dengan demikian lingkungan adalah segala yang ada disekitar anak, baik
berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi, maupun kondisi
masyarakat, terutama yang dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap anak
yaitu lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan dimana
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 63-64.
2

3
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 399

3
anak bergaul sehari-hari. Pengaruh lingkungan terhadap  anak didik dapat positif
dapat pula negatif.  Positif apabila memberikan dorongan terhadap keberhasilan
proses itu. Dikatakan negatif apabila lingkungan menghambat keberhasilan proses
pendidikan.4
Lingkungan pendidikan juga didefinisikan sebagai suatu institusi atau
kelembagaan tempat pendidikan itu berlangsung. Lingkungan tersebut akan
mempengaruhi proses pendidikan yang berlangsung. Dalam beberapa sumber
bacaan kependidikan, jarang dijumpai pendapat para ahli tentang pengertian
lingkungan pendidikan Islam. Kajian lingkungan pendidikan Islam (tabiyah
Islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai
macam-macam lingkungan pendidikan. Dapat dipahami bahwa lingkungan
pendidikan Islam adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-
Islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Basuki dan M. Miftahul Ulum (2007: 145) berpendapat bahwa lingkungan
merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak
pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap peserta didik.
Lingkungan pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan. Disebabkan
lingkungan pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar-
mengajar secara aman, nyaman, tertib dan berkelanjutan. Denga suasana seperti
itu, proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Pada periode awal, umat Islam mengenal lembaga pendidikan
berupa kuttab, yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis Al-
Qur’an lalu diajarkan pula ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu
diawal dakwah Rasulullah Saw, ia menggunakan rumah Arqam sebagai
institusi  pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal awwalun). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pendidikan pendidikan Islam mnegneal adanya rumah,
masjid, kutub, dan madrasah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, atau
disebut juga sebagai lingkungan pendidikan.

4
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. kalam mulia 1994. hlm. 146

4
Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan ini disederhanakan
menjadi tiga macam, yaitu keluarga--disebut juga sebagai salah satu dari satuan
pendidikan luar sekolah-sebagai lembaga pendidikan informal, sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan
nonformal.5

B. Macam-macam Lingkungan Pendidikan Islam dan atmosfer akademik


1. Lingkungan Keluarga
Dalam proses pendidikan, sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas
dan sebelum mendapat bimbingan dari sekolah, seorang anak lebih dahulu
memperoleh bimbingan dari keluargannya. Keluarga merupakan suatu sosial
terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia merupakan
unit pertama dalam masyarakat. Disitulah terbentuknya tahap awal proses
sosialisasi dan perkembangan individu.
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa keluarga adalah sekolah tempat
putra-putri bangsa belajar. Dari sana merekamempelajari sifat-sifat mulia, seperti
kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif) dan
sebagainya. Dari kehidupan berkeluarga, seorang ayah dan suami memperoleh
dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam rangka
membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan
setelah kematiannya.6
Hasby Ash-Shiddieqy mengungkapkan bahwa cara memelihara anak dari
api neraka adalah dengan memberikan kepada anak-anak pelajaran-pelajaran
akhlak dan menjaganya dari bergaul dengan orang yang buruk pekertinya 7.
Berikutnya Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya menyatakan bahwa cara memelihara
diri dengan senantiasa berada dalam ketaatan, dan meninggalkan perbuatan

5
Salim, Hailami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam.( Jogjakarta :
2012), hlm. 261
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), cet.ke-6, h. 255.
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke- 2, h. 226.
7
Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), h. 314.

5
maksiat. Sedangkan memelihara keluarga adalah dengan memberikan
pendidikan.8
Menurut Hammudah Abd Al-Ati definisi keluarga dilihat secara operasional
adalah:“Suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga itu
mempunyai ikatan apakah lewat hubungan darah atau pernikahan”.

Pengertian keluarga, dalam Islam adalah suatu sistem  kehidupan masyarakat yang


terkecil yang dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut juga ummah
akibat oleh adanya kesamaan agama.
Keluarga merupakan mikrokosmos tempat manusia baru diciptakan dan
merupakan sumber yang banyak memberikan dasar-dasar ajaran bagi seseorang
dan merupakan faktor yang penting dalam pembinaan mental seseorang, sebelum
seseorang anak berintegrasi dengan lingkungan masyarakat, terlebih dahulu
menerima pengalaman-pengalaman dari keluarga dirumah, terutama dari ibu dan
kemudian ayah dan kerabatnya, agar interaksi dengan anggota masyarakat
berjalan secara mulus dan tidak banyak mengalami rintangan maka diperlukan
adanya landasan moral yang kuat yang mendasari pembinaan keluarga tersebut.9
Mendidik anak-anak dalam rumah tangga muslim merupakan permasalahan
utama yang dibicarakan oleh Islam, bahkan sangat penting bagi masa depan umat
Islam. Mereka adalah anak-anak yang harus dididik dengan sungguhsungguh dan
cermat. Mendidiknya untuk selalu konsekuen, menjelaskan yang halal dan haram,
menggambarkan batasanbatasan kehidupan dalam Islam, serta bermoral baik dan
beretika luhur.10 Nilai-nilai yang ditanamkan oleh seorang ibu di dalam keluarga
sangat berpengaruh terhadap akhlak dan pemikiran anak di masa akan datang.11
Tugas orangtua ini akan lebih jelas lagi bila dihubungkan dengan firman
Allah yang berbunyi, sebagi berikut:
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالئِ َكةٌ ِغالظٌ ِشدَا ٌد ال يَ ْعصُونَ هَّللا‬
َ‫َما أَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُونَ َما ي ُْؤ َمرُون‬
Wahbah Zuhaily, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 3 (Beirut: Dar Al-fikri, t.t), h. 315.
8

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. )Kalam Mulia: 1994(. hlm. 146


9

10
Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet.
1, h. 47
11
Lukman Santoso, Ibu-ibu Pencetak Orang-orang Hebat, (Yogyakarta: Buku Biru, 2011),
cet. ke-1, h. 8.

6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S At-Tahrim [66]: 6)
Orangtua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab. Oleh
karena itu, orangtua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan
dengan ibadah, akhlak dan sebagainya. Dengan begitu kepribadian anak yang
islami akan terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan menentukan
dalam proses pendidikan selanjutnya yang akan ia jalani.
Fungsi keluarga dalam kajian lingkungan pendidikan Islam, sekurang-
kurangnya ada dua yaitu keluarga sebagai institusi sosial. Di sini orangtua
berkewajiban mengembangkan fitrah dan bakat yang dimiliki anaknya. Kedua
keluarga sebagai institusi Keagamaan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang
dapat dididik dan membutuhkan pendidikan.12
Pada hakikatnya, kewajiban mendidik anak melekat pada diri orangtua
bukan saja karena mendidik anak merupakan perintah agama, melainkan juga
merupakan bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan psikis (ruhani) dan
kepentingan (diri) sendiri sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.13
Dalam perspektif Islam, yang jauh lebih penting adalah peran orangtua
menanamkan nilai-nilai keagamaan dan keimanan anak. Model pendidikan
keimanan yang diberikan orangtua kepada anak dituntut agar lebih dapat
merangsang anak dalam mencontoh perilaku orangtuanya (uswatun hasanah).
Dalam mempengaruhi proses sosialisasi ada beberapa metode yang dapat
dipergunakan oleh orang tua:

1. Pembiasaan

12
Salim, Hailami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam.( Jogjakarta :
2012), hlm. 267

13
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi. Ilmu Pendidikan Islam. (Jogjakarta:2012), hlm. 56

7
Anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang
tokoh identifiksi, biasanya anak menjadikan orang tuanya sebagi tokoh
indentifikasi. Dalam proses indentifikasi anak tidak saja ingin menjadi secara
lahiriyah, tetapi terutama justru secara batiniah.
Oleh karena itu menurut Ulwan, peranan pembiasaan dalam proses
indentifkasi ini memegang peranan penting. Dalam lingkup keluarga orang tua
dapat melaksanakan pendidikan Islam melalui kebiasaan seperti membiasakan
mengucapkan:
a. “Basmallah” sebelum memulai suatu perbuatan.
b.  “Hamdallah” sebagai ucapan syukur atas segalanhasil dan
kenikmatan yang diterima.
c.  “Masyaallah” sewaktu keheranan (ta’jub) terhadap sesuatu.
d. “Astaghfirullah” sewaktu terjadi kekeliruan.

2. Keteladanan
Pembiasaan dan keteladanan mempunyai hubungan yang erat dalam proses
indentifikasi. Oleh karena itu anak-anak menjadikan orang tuanya sebagai tokoh
indentifikasi maka kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orang tua selalu ditiru
oleh anak.

3. Latihan dan Praktikum


Latihan dan praktikum merupakan metode yang penting dalam pendidikan
Islam di lingkungan keluarga, dengan adanya latihan dan praktikum ini anak-anak
akan dapat melakukan amal keagamaan sesuai dengan tuntunan yang telah
ditetapkan agama.
Tekhnik pendidikan yang bersifat praktek dan alamiah merupakam hal yang
pokok dalam Al-Qur’an dan syariat Islam pada umumnya. Hal ini dapat dilihat
dalam ibadah sholat, puasa, zakat, haji, sadaqah, jihat dan sebagainya semua perlu
dipraktekkan.14

14
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. kalam mulia 1994. hlm. 153

8
Latihan dan praktek keagamaan yang dapat dilakukan dirumah tangga
berupa:
a. Ibadah ritual seperti:
1) Praktek shalat, wudhu, tayamum, adzan, iqamah, membaca Al-
Qur’an, sholat berjamaah, sholat sunnah.
2) Latihan membaca bermacam-macam do’a.
3) Latihan menyelenggarakan hal-hal yang berhubungan dengan mayat
seperti menyembahyangkan, mengafani, memandikan mayat.
b. Ibadah non-ritual seperti:
1) Membawa anak-anak untuk melakukan kerja bakti membersihkan
masjid dan musholla.
2) Mengikutsertakan anak dalam kegiatan imarah masjid.
3) Membawa anak-anak berpartisipasi dalam mengumpulkan zakat,
sadaqah dan sumbangan untuk kepentingan masyarakat.
c. Perintah dan larangan
1) Menyuruh anak mengerjakan sholat kalau sudah berumur tujuh tahun.
Sabda Rasulullan SAW:“Perintahkanlah anak-anakmu mendirikan
shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka
(bila tidak mengerjakannya) sewaktu mereka berumur sepuluh tahun
dan pisahkan antara mereka ditempat tidur.” (H.R. Turmidzi).
2) Menyuruh anak-anak supaya melaksanakan akhlak yang baik terhadap
sesama.
3) Melarang ana melakukan tingkah lauku yamg tak senonoh dan akhlak
yang tercela.
d. Ganjaran
Ganjaran dalam pendidikan Islam diperlukan untuk membiasakan
anak-anak agar selalu melaksanakan kebaikan dan mengindarkan diri dari
kemungkaran. Al-Ghazali sebagai tokoh pendidikan Islam lebih
mementingkan ganjarab dari pada hukuman.
e.  Hukuman

9
Metode hukuman dapat pula dilaksanakan dalam pendidikan Islam
selama tidak ada cara lain untuk memperbaiki kesalahan.
2. Lingkungan Sekolah
Kegiatan pendidikan pada mulanya dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga degan menempatkan ayah dan ibu sebagai pendidik utama, dengan
semakin dewasanya anak semakin banyak hal-hal yang yang dibutuhkannya untuk
dapat hidup di dalam masyarakat secara layak dan wajar. Keluarga semakin tidak
mampu mendidik anak-anak guna mempersiapkan dirinya memasuki kehidupan
bermasyarakat. Orang tua memerlukan bantuan dalam mendidik anak-anaknya
supaya dapat hidup berdiri sendiri secara layak di tengah-tengah masyarakat tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain. Sebagai respon dalam memenuhi
kebutuhan tersebut muncullah usaha unntuk medirikan sekolah di lingkungan
keluarga.
Sekolah atau dalam Islam disebut madrasah, merupakan lembaga
pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang
islami. Secara historis, kebeadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut
dari keberadaan masjid.
Abuddin Nata15 (2005) menjelaskan bahwa di dalam Al-Quran tidak ada
satupun kata yang secara langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah).
Akan tetapi, sebagai akar dari kata madrasah, yaitu darasah di dalam Al-Quran
dijumpai sebanyak 6 kali. Kata-kata darasa tersebut mengandung pengertian yang
bermacam-macam, diantaranya berarti mempelajari sesuatu (QS AL-An’am [6]:
105), mempelajari Taurat (QS Al-A’raf [7]: 169), perintah agar mereka (Ahli
Kitab) menyembah Allah lantaran mereka telah membaca Al-Kitab (QS Ali-
Imran[7]: 79), pertanyaan kepada kaum Yahudi apakah mereka memiliki kitab
yang dapat dipelajari (QS Al-Qalam [68]: 37), informasi bahwa Allah tidak
pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka peajari (baca) (QS
Saba’ [34]: 44), dan berisi informasi bahwa Al-Quran ditujukan sebagai bacaan
untuk semua orang (QS Al-An’am) [6]: 105). Dari keterangan tersebut, jelaslah
bahwa keberadaan madrasah (sekolah) sebagai tempat belajar atau lingkungan

15
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, h. 171-172.

10
pendidikan sejalan dengan semangat Al-Quran. Keberadaan madrasah (sekolah)
sebagai tempat belajar atau lingkungan pendidikan sejalan dengan semangat Al-
Quran yang senantiasa menunjukkan kepada umat manusia agar mempelajari
sesuatu.16
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non-fisik
merupakan landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan
produktif, antara lain lingkungan yang aman, nyaman, dan tertib, serta ditunjang
oleh optimisme dan harapan warga sekolah, kesehatan sekolah dan
kegiatankegiatan yang berpusat pada perkembangan peserta didik.17
Pendidikan agama di sekolah/ madrasah sangat penting bagi kehidupan
manusia, terutama dalam mencapai ketenteraman batin dan kesehatan mental pada
umumnya. Tidak diragukan lagi, bahwa agama Islam merupakan bimbingan hidup
yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan mungkar yang paling ampuh,
pengendalian moral yang tiada taranya. Untuk membekali peserta didik
diperlukan lingkungan sekolah yang agamis.18
Menurut Abuddin Nata,19 guru adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru atau pendidik dalam konsep
Islam dapat berperan sebagai murabbi,muallim, muaddib, mursyid, mudarris,
mutli, dan muzakki.20

3. Lingkungan pendidikan di Masyarakat


Kata masyarakat selalu dideskripsikan sebagai kumpulan individu-individu
manusia yang memiliki kesamaan, baik dalam karakteristik maupun tujuan.

16
Salim, Hailami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam.( Jogjakarta :
2012), hlm. 269
17
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
cet, ke 10, h. 23.
18
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,
1994), h. 95.
19
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, h. 159.
20
Samsul Nizar dan Zainal Effendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia,
2011), cet. ke-1, h. 233.

11
Menurut Al-Rasyidin26 hal ini boleh jadi, pengertian tersebut diambil dari kosa
kata Bahasa Arab, yakni syaraka yang bisa bermakna bersekutu. Syirkah atau
syarika yang bermakna persekutuan, perserikatan, perkumpulan, atau
perhimpunan. Masyarakah yang bermakna persekutuan atau perserikatan.21
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini bisa dikatakan pendidikan
secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar olehh
masyarakat. Dan anak didik secara sadar atau tidak telah mendidik dirinya sendiri,
mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta
keyakinan dan keagamaan di dalam masyarakat.22
Menurut Al-Nawawi (1995) tanggung jawab masyarakat terhadap
pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu (1) menyadari
bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang
kemungkaran/ amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang tertera dalam Surah
AI mran (3): 104; (2) Dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak
sendiri mendidik anak-anak yang ada dilingkungan mereka sebagaimana mereka
mendidik anak sendiri; (3) Jika ada orang yang beruat jahat, maka masyarakat
turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya
ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara terdidik; (4) Mayarakat pun
dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan atau pemutusan
hubungan kemasyarakatan sebagimana yang telah dicontohkan oleh Nabi; (5)
Pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena
masyarakat Muslim adalah masyarakat yang padu. Dapat disimpulkan bahwa
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam
terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari
masyaakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang
nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam
dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak atau peserta
didik untuk memilih lingkungan masyarakat yang kurang baik, perkembangan
kepribadian anak tersebut akan bermasalah.
21
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008),
cet. ke-1, h. 32.
22
Dra. Zuhairini, dkk. Op.cit, hlm. 180

12
Konstribusi masyarakat dalam pendidikan yang ada disekitarnya melahirkan
berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti:
Masjid, di dalam Islam sejarah pendidikan dimulai semenjak diangkatnya
Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasulullah. Masjid dengan segala
perelengkapannya merupakan lingkungan pendidikan Islam yang dapat
diupayakan untuk mempengaruhi peserta didik. Betapa pentingnya peranan masjid
sebagai lingkungan pendidikan Islam dapat dilihat pada usaha-usaha dan perhaian
Rasulullah SAW terhadap masjid.
Perkumpulan Remaja, pada masa ini anak membutuhkan perkumpulan
remaja untuk membenah dirinya menyalurkan kehendak hati, keinginan dan
angan-angan sebagai pembuktian  bahwa mereka juga wajar mendapat pengakuan
masyarakat sekitarnya.  Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja,
kursus-kursus keislaman, pembinaan ruhani, dan sebagainya.
Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan,
setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang
nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yan terjadi di dalamnya. Di
Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat
(community based education)  sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan
dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), dengan konsep ini
menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta
keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu
lembaga pendidikan formal.
4. Atmosfer Akademik
Konsep lingkungan dalam hubungannya dengan pendidikan dan manusia
sebagai makhluk yang merdeka, memiliki daya yang kuat, serta berbagai potensi
jasmani, rohani dan spiritualyang dimilikinya, telah menimbulkan berbagai aliran
yang antara satu dan lainnya menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok.
Berbagai aliran tersebut dapat dikemukakansebagai berikut.
Pertama,aliran empirisme atau behaviorisme dari john locke. Menurut aliran
ini, manusia atau peserta didik diangga sebagai gelas kosongyang dapat diisi apa

13
saja oleh pemiliknya. Peserta dinilai sebagai yang pasif seperti robot yang patuh
dan tunduk sepenuhnya kepada pemiliknya. Murid ibarat kertas putih yang
kosong yang dapat ditulis apa saja oleh pemiliknya. Menurut aliran yang
eksternalin, bahwa watak dan karakter peserta didik ditentukan oleh faktor dari
luar yang ditransmisikan oleh pendidi. Dengan pandangan empirisme ini, maka
yang menentukan dan aktif dalam pendidikan ialah guru. Pandangan empirisme
dan behaviorisme ini selanjutnya menjadi sebuah aliran yang memiliki paradigma
belajar sebagai berikut:
a. Memandang ilmu pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti,
tetap,dan tidak berubah.
b. Memandang belajar sebagai upaya memperoleh pengetahuan, dan
mengajar dinilai sebagai upaya menyampaikan ilmu pengetahuan.
c. Mengharapkan agar seluru peserta didik memperoleh pengetahuan dan
pemahaman yang sama.
d. Tujuan pembelajaran ditentukan pada penambahan ilmu pengetahuan.
e. Penyajian isi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terpisah
dan terakumulasi pada fakta yang mengikuti uraian dari bagian
keseluruhan.
f. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, dan aktivitas
belajar lebih banyak
Kedua, aliran nativisme dari Scopenhaur. Menurut aliran ini, bahwa yang
menentukan seseorang menjadi apa saja, bukan lingkungan sebagaimana yang
dianut behaviorisme dan empirisme sebagaimana disebutkan di atas, melainkan
watak, pembawaan dan potensi yang dimiliki seoarang peserta didik dari sejak
lahir. Aliran nativisme ini bertolak dari L eibnitzian Tradition yang menekankan
kemampuan dari diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
lahir. Hasil pendidikan ditentukan oleh pembawaan. Menurut Schopenhaur (filsuf
Jerman 1788-1860) bahwa setiap bayi yang lahir sudah membawa pembawaannya
sendiri, baik pembawaan yang positif maupun yang negatif, oleh karena itu hasil

14
akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak
didik itu sendiri. Pembawaan yang jahat akan menjadi jahat, dan pembawaan yang
buruk akan menjadi buruk. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaaan anak didik tidak akan berguna untuk berkembanagan anak sendiri.
Ketiga, aliran konvergensi. Aliran ini dirintis oleh William Stern (1871-1939),
seoarang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat, bahawa seorang anak
dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik dan pembawaan buruk.
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran yang
sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan bakat itu.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal, kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa
dengan kata-kata, ialah juga hasil konvergensi.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang
tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat
variasi pandang tentang faktor-faktor mana yang paling dominan dalam
menentukan tumbuh kembang manusia itu. Variasi-variasi itu tercermin antara
lain dalam perbe daan pandang tentang strategi yang tepat untuk memahami
perilaku manusia, seperti strategi disposisional/konstitusional, strategi
fenomenologi, humanistik, behavioral,psikodinamik, psiko-anatilik, dan
sebagainya. Berbagai teori ini selanjutnya memunculkan berbagai teori belajar
atau teori model pembelajaran.

15
C. Pandangan Islam tentang Lingkungan
Aliran empirisme behaviorisme, nativisme humanisme, dan konvergansi
dengan berbagai variasinya sebagaimana tersebut diatas. Namun demikian, jika
dilakukan analisis secara agak mendalam dan seksama, tampaknya ajaran islam
tidak menganut salah satu aliran tersebut, karena ketiga aliran tersebut semata-
mata mengandalakan pengaruh atau faktor yang berasal dari usaha manusia
sendiri. Pada empirisme yang berpengaruh faktor dari luar yang dibuat manusia.
Pada nativisme yang berpengaruh faktor dari dalam yang berasal juga dari
manusia. Dan pada konvergensi yang berpengaruh dari dalam dan dari luar yang
juga sama-sama diciptakan manusia. Dengan demikian, seluruh aliran tersebut
masih memusat pada usaha manusia, dan belum melibatkan peran Tuhan. Hal ini
bertentangan dengan ideologi pendidikan islam yang bercorak humanisme teo-
cenris ,yang pada intinya memadukan antara usaha manusia dan pertolongan
hidayah dari Tuhan.
Dalam pandangan islam, proses pembentukan pribadi manusia tidak hanya
diusahakan oleh manusia dengan berbagai teori tersebut, melainkan juga
ditentukan oleh hidaya dari Allah SWT. Proses pndidikan dalam islam
digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti proses bertani. Bahwa untuk
menghasilkan produk pertanian yang baik diperlukan bibit yang unggul dan baik
(nativisme) dan tanah yang subur, pupuk yang cukup, cuaca yang tepat, air yang
cukup, pemeliharaan yang telaten, dan cara menanam yang benar (empirisme).
Namun semua ini, belum menjamin bahwa pertanian tersebut akan berhasil
dengan baik, usaha-usaha tersebut tidak bisa sepenuhnya menjamin , bahwa
pertanian akan berhasil dengan baik. Masih ada yang menentukan hasil pertanian
tersebut, yaitu Allah SWT. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman: “maka
terangkanlah kepada-ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang
menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya? (QS. Al-waqiah
(56):63-64)”.
Dengan demikian, proses pendidikan dalam islam dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu faktor pembawaan dari diri manusia, faktor lingkungan, dan faktor
hidayah dari Allah SWT. Itulah sebabnya, jika seseorang berhasil mendidik

16
manusia, maka diharapkan ia tidak sombong, karena keberhasilan tersebut atas
izin Tuhan. Sebaliknya, Jika seseoarang belum berhasil mendidik manusia, maka
diharapkan tidak putus asa, karena ketidak berhasilan tersebut juga atas kehendak
Tuhan.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian yang dimaksud lingkungan pendidikan islam merupakan
lingkungan atau tempat yang berguna untuk menunjang suatu kegiatan pendidikan
yang didalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan keislaman sehingga
terselenggranya pendidikan islam yang baik.

Lingkungan pendidikan ada tiga yaitu: lingkungan pendidikan


dikeluarga,lingkungan pendidikan disekolah dan lingkungan pendidikan
dimasyarakat. Dan telah menimbulkan berbagai aliran yang antara satu dan
lainnya menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok yaitu Aliran
empirisme,nativisme dan konvergensi.

jika dilakukan analisis secara agak mendalam dan seksama, tampaknya


ajaran islam tidak menganut salah satu aliran tersebut, karena ketiga aliran
tersebut semata-mata mengandalakan pengaruh atau faktor yang berasal dari
usaha manusia sendiri. Pada empirisme yang berpengaruh faktor dari luar yang
dibuat manusia. Pada nativisme yang berpengaruh faktor dari dalam yang berasal
juga dari manusia. Dan pada konvergensi yang berpengaruh dari dalam dan dari
luar yang juga sama-sama diciptakan manusia.

B. Saran

Demikian makalah ini kami selesaikan dan kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi  kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari. Semoga isi
dari makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Salim, Hailami dan Syamsul Kurniawan.2012.Studi Pendidikan Islam.Jogjakarta :


Ar- Ruzz Media
Daradjat, Zakiah.2009.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara
al-Syaibani, Omar Muhammad al-Toumi.1979.Falsafah Pendidikan Islam
terjemah Hasan Langgulung.Jakarta: Bulan Bintang
Ramayulis.1994.Ilmu Pendidikan Islam. kalam mulia
Shihab, M. Quraish.1994.Membumikan Al-Quran.Bandung: Mizan
Mujib, Abdul.2008.Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Kencana
Ash-Shiddieqy, Hasby.1998.Al-Islam.Semarang: Pustaka Rizki Putra
Zuhaily, Wahbah. Al-Tafsir Al-Munir, Juz 3 (Beirut: Dar Al-fikri, t.t).
Mahmud, Ali Abdul Halim.2000 Pendidikan Ruhani,Jakarta: Gema Insani Press
Santoso, Lukman.2011.Ibu-ibu Pencetak Orang-orang Hebat,Yogyakarta: Buku
Biru
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi.2012.Ilmu Pendidikan Islam.Jogjakarta
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam.
E, Mulyasa.2009.Menjadi Kepala Sekolah Profesional,Bandung: Remaja
Rosdakarya
Daradjat, Zakiah.1994.Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,Jakarta:
Ruhama
Nizar, Samsul dan Zainal Effendi Hasibuan.2011.Hadis Tarbawi,Jakarta: Kalam
Mulia
Al-Rasyidin.2008.Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media
Perintis
Zuhairini, dkk. 1992.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara

19

Anda mungkin juga menyukai