Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

"LINGKUNGAN PENDIDIKAN KELUARGA,


MASYARAKAT, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN"
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir dan
Hadis Tarbawi
Dosen Pengampu :

Ahmad Shofiyuddin, M. Pd. I

Nama Kelompok 10:

Ahmad Mufti Alim Arzaqi (220101283)

Muhammad Nashiruddin (220101302)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa'atnya di akhirat nanti.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bojonegoro, 13 Desember 2022


DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan

B. Macam-Macam Lingkungan Pendidikan

C. Ayat dan Hadits tentang Lingkungan Pendidikan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lingkungan adalah seluruh kondisi dan alam sekitar yang mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, perkembangan hidup manusia. Lingkungan ini mencakup segala material dan
stimulus di dalam diri atau di luar diri manusia, baik bersifat fisiologis, psikologis, mapun sosial
kultural. Pendidikan adalah upaya pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan
yang ditujukan kepada semua peserta didik secara formal, in formal maupun non formal. Pada
periode awal, umat Islam mengenal lingkungan atau lembaga pendidikan berupa kutab yang
mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf Al-Qur‟an lalu diajarkan pula ilmu Al-
Qur'an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan ini
disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga disebut juga sebagai salah satu dari satuan
pendidikan luar sekolah dan sebagai lembaga pendidikan informal. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Ketiga bentuk
lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan
kepribadian peserta didik. Makalah ini akan membahas secara mendalam tentang lingkungan
pendidikan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, makalah ini akan mengkaji rumusan masalah sebagai
berikut:
A. Apa yang dimaksut dengan lingkungan pendidikan?
B. Apa saja macam-macam lingkungan pendidikan?
C. Apa ayat dan hadits tentang lingkungan pendidikan?
C. Tujuan Masalah
Hasil pembahasan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
A. Mengetahui pengertian lingkungan pendidikan
B. Mengetahui macam-macam lingkungan pendidikan
C. Mengetahui ayat dan hadits tentang lingkungan pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan


Lingkungan adalah seluruh kondisi dan alam sekitar yang mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, perkembangan hidup manusia. Lingkungan ini mencakup segala material dan
stimulus di dalam diri atau di luar diri manusia, baik bersifat fisiologis, psikologis, mapun sosial
kultural. Pengertian lingkungan secara harfiah adalah segala sesuatu yang mengitari kehidupan,
baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun berupa non-fisik, seperti
suasana kehidupan beragama, nilainilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.1Dalam arti yang luas
lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan
dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam
alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun
benda buatan manusia, atau alam yang bergerak, kejadiankejadian atau hal-hal yang mempunyai
hubungan dengan seseorang. Sejauh mana seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh
itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan itu tidak
selamanya bernilai pendidikan, artinya mempunyai nilai positif bagi perkembangan seseorang,
karena bisa saja malah merusak perkembangannya. 2
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan meliputi segala
kondisi fisiologis manusia, seperti gizi, syaraf, peredaran darah, pernafasan, dan sebagainya,
kondisi psikologis manusia, mencakup segenap stimulus yang diterima manusia sejak dalam
masa prenatal, kelahiran, sampai mati. Kondisi sosial cultural meliputi interaksi dan kondisi yang
bersifat social, adat istiadat, dan juga kondisi alam sekitarnya.
Pendidikan adalah upaya pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan
yang ditujukan kepada semua peserta didik secara formal, in formal maupun non formal. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional
pada ketentuan umum, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
1
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. ke-1, hlm. 291.

2
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.ke- 8, hlm. 63-64
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.3
Pendidikan Islam itu adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah
manusia, serta sumber daya manusia manuju terbentuknya manusia yang seluruhnya sesuai
dengan syari'at Islam.
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya,
dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi
asasi dalam masyarakat.4
Pengertian pendidikan Islam di atas menekankan kepada perubahan tingkah laku, dari yang
buruk kepada yang baik, melalui proses pengajaran. Perubahan tingkah laku itu bukan saja
meliputi kesalehan individu, tetapi juga kesalehan sosial. Kesalehan ini harus terwujud secara
nyata dalam kehidupan manusia.
Lingkungan pendidikan adalah suatu institusi atau kelembagaan di mana pendidikan itu
berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang berlangsung.
Menurut Abuddin Nata, kajian lingkungan pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya
terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan
pendidikan. Namun dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam adalah suatu
lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan terselenggaranya
pendidikan Islam dengan baik.5
Dalam Al-Qur'an tidak dikemukakan penjelasan tentang lingkungan pendidikan Islam,
kecuali lingkungan pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai
tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah,
dan universitas. Meskipun lingkungan seperti itu tidak disinggung secara langsung dalam Al-
Qur'an, akan tetapi Al-Qur'an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lingkungan

3
Tim Penyusun, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Bab I, Pasal 1, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), hlm. 46
4
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hlm. 399

5
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. ke-1, hlm. 163.
sebagai tempat sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada
umumnya, dikenal istilah al-qaryah 6yang diulang dalam Al-Qur'an sebanyak 54 kali.
Semua ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting sebagai tempat kegiatan
bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam.Lingkungan sangat berguna untuk menunjang
proses suatu kegiatan berlangsung, termasuk kegiatan pendidikan, karena tidak ada suatu
kegiatan pun yang tidak membutuhkan tempat berlangsungnya kegiatan. Demikian juga
lingkungan pendidikan Islam berfungsi untuk menunjang terlaksananya kegiatan proses belajar
mengajar secara berkesinambungan dalam kondisi aman dan tenteram.
B. Macam-Macam Lingkungan pendidikan
Pada periode awal, umat Islam mengenal lingkungan atau lembaga pendidikan berupa
kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf Al-Qur‟an lalu diajarkan
pula ilmu Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu di awal dakwah Rasulullah Saw, ia
menggunakan rumah Arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal
awwalun).
Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga
macam, yaitu keluarga disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah dan
sebagai lembaga pendidikan informal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan
masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut
akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik.
1. Keluarga Sebagai Lingkungan Pendidikan Islam
Dalam Al-Qur‟an kata keluarga ditunjukkan oleh kata ahl, ‘ali, dan ‘asyir, namun tidak
semua kata tersebut berkaitan dengan makna keluarga, seperti kata ahl al-kitab, ahl al-injil, ahl
al-madinah. Kata ahl dalam Al-Qur‟an terdapat pada 127 tempat yang termuat dalam 37
surat.7antara lain:
Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami,isteri), persusuan
dan pemerdekaan. Keluarga (kawula dan warga) dalam pandangan antropologi adalah suatu
kesatuan sosial terkecil oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan
ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat, dsb. Inti
keluarga adalah ayah, ibu dan anak.10Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama

6
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. ke-1, hlm. 163-164.

7
Muhammad fuad ‘Abd Al-Baqi, Mu’jam Al-Muhfahras li Alfazh Al-Quran Al-Karim, (Beirut: Dar Al-Fikri), hlm. 95
tempat anak mendapatkan pendidikan. Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasardasar
kepribadian anak-anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia ini anak lebih peka
terhadap pengaruh dari pendidiknya (orangtuanya dan anggota yang lain).
M. Qurays Shihab menyatakan bahwa keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa
belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih
sayang, ghirah (kecemburuan positif) dan sebagainya. Dari kehidupan berkeluarga, seorang ayah
dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam
rangka membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah
kematiannya.8
Dalam ajaran-ajaran Al-Qur'an, banyak sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan
lingkungan khususnya lingkungan keluarga ini. Al-Qur'an memerintahkan agar menjaga keluarga
dari api neraka sebagaimana yang di sebutkan dalam Al-Qur'an Surat al-Tahrim (66) ayat 6.
ٌ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا قُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُ ْو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َم ٰۤل ِٕى َكةٌ ِغاَل ظ‬
‫ِش َدا ٌد اَّل يَ ْعص ُْو َن هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُ ْو َن َما يُْؤ َمر ُْو َن‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. Al-Tahrim : 6)
Hasby Ash-Shiddieqy mengungkapkan bahwa cara memelihara anak dari api neraka adalah
dengan memberikan kepada anak-anak pelajaran-pelajaran akhlak dan menjaganya dari bergaul
dengan orang yang buruk pekertinya. 9Berikutnya Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya menyatakan
bahwa cara memelihara diri dengan senantiasa berada dalam ketaatan, dan meninggalkan
perbuatan maksiat. Sedangkan memelihara keluarga adalah dengan memberikan pendidikan.10
Mendidik anak-anak dalam rumah tangga muslim merupakan permasalahan utama yang
dibicarakan oleh Islam, bahkan sangat penting bagi masa depan umat Islam. Mereka adalah
anak-anak yang harus dididik dengan sungguh-sungguh dan cermat. Mendidiknya untuk selalu

8
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), cet.ke-6, hlm. 255

9
Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998),hlm. 314

10
Wahbah Zuhaily, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 3 (Beirut: Dar Al-fikri, tt), hlm. 315
konsekuen, menjelaskan yang halal dan haram, menggambarkan batasan-batasan kehidupan
dalam Islam, serta bermoral baik dan beretika luhur.11
2. Sekolah/Madrasah sebagai lingkungan Pendidikan Islam
Abuddin Nata12 menjelaskan bahwa di dalam al-Qur'an tidak ada satu pun kata yang secara
langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah). Akan tetapi sebagai akar dari kata
madrasah, yaitu darasa di dalam al-Qur'an dijumpai sebanyak 6 kali. Kata-kata darasa tersebut
mengandung pengertian yang bermacam-macam, di antaranya berarti mempelajari sesuatu (Q.S.
6: 105); mempelajari Taurat (Q.S. 7: 169); perintah agar mereka (ahli kitab) menyembah Allah
lantaran mereka telah membaca al-Kitab (Q.S. 3: 79); pertanyaan kepada kaum Yahudi apakah
mereka memiliki kitab yang dapat dipelajari (Q.S. 68: 37); informasi bahwa Allah tidak pernah
memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca) (Q.S. 34: 44); dan berisi
informasi bahwa Al-Qur'an ditujukan sebagai bacaan untuk semua orang (Q.S. 6: 165). Dari
keterangan tersebut jelaslah bahwa kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah
terdapat dalam Al-Qur'an.
Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal,
juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. sekolah bisa disebut sebagai
lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik anak setelah keluarga. Lingkungan
sekolah madrasah merupakan lingkungan tempat peserta didik menyerap nilai-nilai akademik
termasuk bersosialisasi dengan guru dan teman sekolah.
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non-fisik merupakan landasan bagi
penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif, antara lain lingkungan yang aman,
nyaman, dan tertib, serta ditunjang oleh optimisme dan harapan warga sekolah, kesehatan
sekolah dan kegiatankegiatan yang berpusat pada perkembangan peserta didik.13
Pendidikan agama di sekolah/ madrasah sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama
dalam mencapai ketenteraman batin dan kesehatan mental pada umumnya. Tidak diragukan lagi,
bahwa agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah

11
Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet. 1, hlm. 47

12
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit., hlm. 171-172

13
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet, ke 10, hlm. 23
dan mungkar yang paling ampuh, pengendalian moral yang tiada taranya. Untuk membekali
peserta didik diperlukan lingkungan sekolah yang agamis. 14
Menurut Abuddin Nata15 guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru atau pendidik dalam konsep Islam dapat berperan sebagai murabbi, muallim, muaddib,
mursyid, mudarris, mutli, dan muzakki.16
Guru sebagai murabbi bertugas mendidik peserta didik agar memiliki kemampuan dalam
mengembangkan potensi peserta didiknya, mendewasakan mereka, memberdayakan komponen
pendidikan, memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan bertanggung
jawab dalam proses pendidikan.
Guru sebagai muallim, peranannya terfokus pada mentransfer dan menginternalisasikan ilmu
pengetahuan dalam rangka mewujudkan peserta didik yang mampu menguasai, mendalami,
memahami, mengamalkan ilmu baik secara teoritis maupun praktis.
Guru sebagai muaddib, bertugas menanamkan nilai-nilai tatakrama, sopan santun, dan
berbudi pekerti yang baik. Muaddib, orang yang harus menjadi teladan bagi peserta didik karena
sebelum melaksanakan tugas, ia harus mengamalkan adab dan tingkah laku yang terpuji.
Guru sebagai mursyid, bertugas membimbing peserta didik agar memiliki ketajaman berpikir,
dan kesadaran dalam beramal.
Guru sebagi mudarris, berusaha mencerdaskan peserta didik, mengembangkan potensi
mereka dan menciptakan suasana belajar yang harmonis.
Guru sebagai mutli, bertanggung jawab terhadap proses perkembangan kemampuan membaca
peserta didik. Selain dapat membaca baik secara lisan maupun tulisan, juga harus
mampumemahami dan menterjemahkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Guru sebagai muzakki, bertugas menjauhkan diri peserta didik dari sifatsifat tercela dan
menanamkan sifat-sifat terpuji.

14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah , (Jakarta: Ruhama, 1994), hlm. 95

15
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hlm. 159

16
Samsul Nizar dan Zainal Effendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), cet. ke-1, hlm. 233
Oemar Hamalik17 menyatakan terdapat 13 peranan guru di dalam proses belajar mengajar yang
disertai ketrampilan inti yang harus dikuasai oleh guru dalam peranannya tersebut.
a. Guru sebagai pengajar, menyampaikan ilmu pengetahuan, perlu memiliki ketrampilan
memberikan informasi kepada kelas.
b. Guru sebagai pemimpin kelas, perlu memiliki ketrampilan cara memimpin kelompok-kelompok
murid.
c. Guru sebagai pembimbing, perlu memiliki ketrampilan cara mengarahkan dan mendorong
kegiatan belajar siswa.
d. Guru sebagai pengatur lingkungan, perlu memiliki ketrampilan mempersiapkan dan
menyediakan alat dan bahan pelajaran.
e. Guru sebagai partisipan, perlu memiliki ketrampilan cara memberikan saran, mengarahkan
pemikiran kelas, dan memberikan penjelasan.
f. Guru sebagai ekspeditur, perlu memiliki ketrampilan menyelidiki sumbersumber masyarakat
yang akan digunakan.
g. Guru sebagai perencana, perlu memiliki ketrampilan cara memilih dan meramu bahan pelajaran
secara profesional.
h. Guru sebagai supervisor, perlu memiliki ketrampilan mengawasi kegiatan anak dan ketertiban
kelas.
i. Guru sebagai motivator, perlu memiliki ketrampilan mendorong motivasi belajar kelas.
j. Guru sebagai penanya, perlu memiliki ketrampilan cara bertanya yang merangsang kelas berpikir
dan cara memecahkan masalah.
k. Guru sebagai pengganjar, perlu memiliki ketrampilan cara memberikan penghargaan terhadap
anak-anak yang berprestasi.
l. Guru sebagai evaluator, perlu memiliki ketrampilan cara menilai anakanak secara objektif,
kontinu, dan komprehensif.
m. Guru sebagai konselor, perlu memiliki ketrampilan cara membantu anakanak yang mengalami
kesulitan tertentu.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan

17
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm. 48-49
maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.18
Dalam Tafsir Jalalain19disebutkan bahwa tiap-tiap orang diantara kami dan kalian berbuat
menurut caranya sendiri. Maka Allah Swt akan member pahala kepada orang yang lebih benar
jalannya.
3. Masyarakat sebagai Lingkungan Pendidikan Islam
Kata masyarakat selalu dideskripsikan sebagai kumpulan individu-individu manusia yang
memiliki kesamaan, baik dalam karakteristik maupun tujuan. Menurut Al-Rasyidin20 hal ini
boleh jadi, pengertian tersebut diambil dari kosa kata Bahasa Arab, yakni syaraka yang bisa
bermakna bersekutu. Syirkah atau syarika yang bermakna persekutuan, perserikatan,
perkumpulan, atau perhimpunan. Masyarakah yang bermakna persekutuan atau perserikatan.
Dalam Al-Qur'an terdapat berbagai istilah yang dapat dihubungkan dengan konsep
pembinaan masyarakat, seperti istilah ummat, qaum, syu’ub, qabail dan lain sebagainya. Istilah
ummat dapat dijumpai pada (QS. Ali Imran(3)ayat 110):

ۗ ِ ‫كَر َوتُْؤ ِمنُ ْ‚و َن بِاهّٰلل‬


ِ ‫هَو َن َع ِن ْال ُم ْن‬ ْ ‫ف َوتَ ْن‬ ِ ‫‚ال َم ْعر ُْو‬ْ ِ‫اس تَْأ ُمر ُْو َن ب‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ‚ْ ‫ُك ْنتُ ْم َخي َْر اُ َّم ٍة اُ ْخ ِر َج‬
‫ان َخ ْيرًا لَّهُ ْم ۗ ِم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُ ْو َن َواَ ْكثَ ُرهُ ُم ْال ٰف ِسقُ ْو َن‬
َ ‫ب لَ َك‬ ِ ‫َولَ ْو ٰا َم َن اَ ْه ُل ْال ِك ٰت‬

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu
menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

Kata ummah pada ayat tersebut, berasal dari kata amma, yaummu yang berarti jalan dan
maksud. Dari asal kata tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat adalah kumpulan perorangan
yang memiliki keyakinan dan tujuan yang sama, menghimpun diri secara harmonis dengan
maksud dan tujuan bersama.21
18
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-19, hlm.15

19
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2, (Bandung: Baru Algesindo, 2006), cet. ke-10,
hlm. 1160.

20
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), cet. ke-1, hlm. 32

21
Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009 ), cet.3, hlm.
Lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang setelah keluarga dan sekolah.
Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat banyak sekali, meliputi
segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap, minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam masyarakat boleh dikatakan merupakan pendidikan secara tidak langsung,
pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Anak secara sadar atau tidak
mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan
serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.
Lembaga-lembaga di masyarakat dapat ikut serta melaksanakan pendidikan. seperti organisasi
pemuda seperti remaja mesjid, karang taruna, KNPI. Organisasi kesenian, seperti sanggar tari,
perkumpulan musik. Organisasi Keagamaan, Olah raga, dan sebagainya ikut membantu
pendidikan dalam usaha membentuk kepribadian anak.
C. Ayat dan Hadits tentang Lingkungan Pendidikan
1. Ayat tentang Lingkungan Pendidikan
a. Q.S An-Nisa’ ayat 75

‫الرِّجَال َوالنِّ َس ‚ ۤا ِء َو ْال ِو ْل‚ َدا ِن الَّ ِذي َْن‬


‚ِ ‫ض‚ َعفِي َْن ِم َن‬ْ َ‫َو َما لَ ُك ْم اَل تُقَاتِلُ ْو َن فِ ْي َس‚بِي ِْل هّٰللا ِ َو ْال ُم ْست‬
‫ك َولِيًّ‚ ۚ‚ا َواجْ عَلْ لَّنَا‬ َ ‫يَقُ ْولُ ْو َن َربَّنَٓا اَ ْخ ِرجْ نَا ِم ْن ٰه ِذ ِه ْالقَرْ يَ ِة الظَّالِ ِم اَ ْهلُهَ ۚا َواجْ َعلْ لَّنَا ِم ْن لَّ ُد ْن‬
َ ‫ِم ْن لَّ ُد ْن‬
ِ َ‫ك ن‬
‫ص ْيرًا‬
Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah dari
(kalangan) laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu
dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.”
Fakhruddîn Al-Râzî dalam Mafâtih Al-Ghaib menyebutkan kewajiban untuk
memperjuangkan (berjihad) nasib orang-orang lemah (mustadh’afîn). Dalam redaksi ayat bahkan
tafsirnya, Al-Râzî menggunakan istilah berperang. Kewajiban ini mengingat orang-orang yang
lemah, anak-anak, dan perempuan sudah berada dalam zona lemah yang paling dasar pada waktu
itu. Bahkan menurut Al-Râzî, kewajiban untuk membela dan memperjuangkan nasib-nasib orang
lemah juga diamini oleh kalangan Mu’tazilah. Al-Râzî memang menyebutkan dengan jelas
siapa yang dimaksud mustadh’afîn dalam surat ini. Menurutnya, meraka adalah orang-orang
islam, baik laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, yang selalu mendapat intimidasi,
tidak mendapatkan kebebasan, dari orang-orang Quraisy. Mutawalli Al-Sya’rawi juga
menyinggung hal yang sama. Menurutnya, kronologi ayat ini berkisah tentang orang-orang islam
yang mengalami penindasan, penyiksaan, hingga tidak bisa keluar dari Mekkah, padahal mereka
sudah tidak nyaman di sana.

b. Q.S Al-A’rof ayat 4, 88

‫َو َك ْم ِّم ْن قَرْ يَ ٍة اَ ْهلَ ْك ٰنهَا فَ َج ۤا َءهَا بَْأ ُسنَا بَيَاتًا اَ ْو هُ ْم قَ ۤا ِٕىلُ ْو َن‬

Betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan. Siksaan Kami datang (menimpa
penduduknya) pada malam hari atau pada saat mereka beristirahat pada siang hari.
Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya dari kemaksiatan: Umat-umat yang
mendustakan rasul mereka telah Kami balas dengan kebinasaan. Kami menimpakan kepada
mereka azab secara tiba-tiba, ketika mereka sedang tidur di siang atau malam hari.
Doa dan permintaan tolong mereka saat menyaksikan azab itu tidak lain adalah dengan
mengakui segala kezaliman yang telah mereka lakukan, karena sangat menyesal. Namun itu
semua tidak bermanfaat lagi bagi mereka, karena mereka telah layak mendapatkan apa yang
diancamkan Allah kepada mereka.

َ ‫ك ٰي ُش َعيْبُ َوالَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا َم َع‬


‫ك ِم ْن قَرْ يَتِنَٓا‬ َ َّ‫ال ْال َماَل ُ الَّ ِذي َْن ا ْستَ ْكبَر ُْوا ِم ْن قَ ْو ِم ٖه لَنُ ْخ ِر َجن‬
َ َ‫۞ ق‬
َ َ‫اَ ْو لَتَع ُْو ُد َّن فِ ْي ِملَّتِنَ ۗا ق‬
‫ال اَ َولَ ْو ُكنَّا ٰك ِر ِهي َْن‬
Para pemuka yang sombong dari kaumnya berkata, “Wahai Syuʻaib, sungguh, kami akan
mengusirmu bersama orang-orang yang beriman kepadamu dari negeri kami, kecuali engkau
benar-benar kembali kepada agama kami.” Syuʻaib berkata, “Apakah (kami kembali padanya)
meskipun kami membenci(-nya)?
Berkata para pemimpiin dan pemuka-pemuka dari kaum syu’aib yang menyombongkan diri
untuk beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-rasulNnya, syu’aib , ”kami sungguh-sungguh
akan mengusir engkau wahai syu’aib, dan orang-orang beriman yang bersamamu dari kampung
kami, kecuali jika kalian mau kembali kepada agama kami,” Syua’aib menjawab sebagi
pengingkaran lagi merasa aneh terhadap pernyataan mereka itu, ”Apakah kami pantas mengikuti
agama dan ajaran kalaian yang batil, walaupun kami itu benci terhadapnya karena kami tahu
akan kebatilannya?”

c. Q.S Al-Isro’ ayat 16, 28

‫ق َعلَ ْيهَا ْالقَ ْو ُل فَ َد َّمرْ ٰنهَا تَ ْد ِم ْيرًا‬


َّ ‫ك قَرْ يَةً اَ َمرْ نَا ُم ْت َرفِ ْيهَا فَفَ َسقُ ْوا فِ ْيهَا فَ َح‬
َ ِ‫َواِ َذٓا اَ َر ْدنَٓا اَ ْن نُّ ْهل‬
Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (agar menaati Allah). Lalu, mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu
sehingga pantaslah berlaku padanya perkataan (azab Kami). Maka, Kami hancurkan (negeri itu)
sehancur-hancurnya.
Allah memberitahukan bahwasanya apabila Dia ingin menghancurkan salah satu negeri
yang berbuat sewenang-wenang dan meluluhlantahkannya dengan azab sampai tak tersisa, maka
Dia akan memberikan perintah kepada orang-orang kalangan mewah mereka dalam bentuk
ketetapan takdir (untuk menaati Allah). Lalu mereka berbuat kefasikan sampai tindakan
melampaui batas mereka sudah parah “maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
(ketentuan Kami),” yaitu ketentuuan azab (Kami), yang mana tidak ada (seorang pun) yang
sanggup menolaknya “kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

‫ض َّن َع ْنهُ ُم ا ْبتِ َغ ۤا َء َرحْ َم ٍة ِّم ْن َّرب َِّك تَرْ ج ُْوهَا فَقُلْ لَّهُ ْم قَ ْواًل َّم ْيس ُْورًا‬ ِ ‫َواِ َّما تُع‬
َ ‫ْر‬

Jika (tidak mampu membantu sehingga) engkau (terpaksa) berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang lemah lembut.

Ayat ini mengajarkan bagaimana cara atau sikap disaat tidak dapat menolong atau membantu
orang yang sedang membutuhkan, padahal ada niat untuk membantu atau menolong, tetapi
keadaan tidak memungkinkan, maka hendaklah menolak dengan sifat yang sopan, wajah yang
ramah, dan dengan kata-kata yang menyenangkan.

d. Q.S An-Naml ayat 34, 56

َ ِ‫ك اِ َذا َد َخلُ ْوا قَرْ يَةً اَ ْف َس ُد ْوهَا َو َج َعلُ ْٓوا اَ ِع َّزةَ اَ ْهلِهَٓا اَ ِذلَّةً َۚو َك ٰذل‬
‫ك يَ ْف َعلُ ْو َن‬ َ ‫ت اِ َّن ْال ُملُ ْو‬
ْ َ‫قَال‬
Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu
membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Demikianlah yang
mereka akan perbuat.
Dia sangat menyadari bahwa kebiasaan raja-raja bila menaklukkan negeri-negeri, maka
mereka melakukan kerusakan dengan merajalela dan membolehkan pembunuhan dan
pemusnahan di dalamnya. Juga menginjak-injak kehormatan, menghancurkan kekuatan yang
mencoba menghadangnya, menghancurkan pemimpin dan pembesar-pembesarnya, dan
menghinakan mereka karena melakukan perawanan. Demikian kebiasaan raja-raja yang sering
mereka lakukan.
Hadiah itu bisa melembutkan hati, menawarkan persahabatan dan cinta kasi, dan
kadangkala sukses mencegah terjadinya peperangan. Ratu mencoba melakukan itu. Bila
Sulaiman menerima hadiah itu, maka dia hanya menghendaki kekuasaan dunia. Namun, bila
menolaknya, maka pasti penolakan itu dilakukan karena masalah akidah dan prinsip, yang tidak
mungkin ditundukkan dengan harta benda dan kekayaan dunia apapun.

‫اب قَ ْو ِم ٖ ٓه آِاَّل اَ ْن قَالُ ْٓوا اَ ْخ ِرج ُْٓوا ٰا َل لُ ْو ٍط ِّم ْن قَرْ يَتِ ُك ۙ ْم اِنَّهُ ْم اُنَاسٌ يَّتَطَهَّر ُْو َن‬ َ ‫۞ فَ َما َك‬
َ ‫ان َج َو‬
Jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan, “Usirlah Lut dan pengikutnya dari
negerimu! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu menyucikan diri (dari
perbuatan keji).”
Jawaban ini bisa jadi sebagai ejekan atas sikap pura-pura suci dari kotoran keji itu, atau bisa
jadi pengingkaran atas sikap Luth yang menganggap suci dirinya karena tidak ikut serta dalam
praktik hina itu. (Sebuah pemahaman yang sering dipengaruhi oleh penyimpangan
kecenderungan sehingga tidak menganggap kotor perbuatan-perbuatan nista). Atau, bisa jadi
jawaban itu diakibatkan tekanan kesucian dan beusaha menyucikan diri dalam sikap Luth,
dimana tekanan itu memerintahkan kepada mereka untuk berlepas diri dari perbuatan keji dan
kotor tersebut. Pokoknya, mereka telah menetapkan keinginan mereka dan mereka telah
bersepakat merealisasikannya, namun Allah berkehendak lain daripada apa yang mereka
inginkan.

e. Q.S An-Nahl ayat 112


ْ ‫ط َم ِٕىنَّةً يَّْأتِيْهَا ِر ْزقُهَا َرغَ دًا ِّم ْن ُك‚ ِّل َمكَا ٍن فَ َكفَ َر‬
‫ت‬ ْ َ‫ب هّٰللا ُ َمثَاًل قَرْ يَةً َكان‬
ْ ‫ت ٰا ِمنَةً ُّم‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫َو‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ع َو ْال َخ ْو‬
‫ف بِ َما َكانُ ْوا يَصْ نَع ُْو َن‬ ِ ‫اس ْالج ُْو‬َ َ‫بِا َ ْنع ُِم ِ فَا َ َذاقَهَا ُ لِب‬
Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulu aman lagi tenteram yang
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari setiap tempat, tetapi (penduduknya)
mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepada mereka bencana
kelaparan dan ketakutan422) karena apa yang selalu mereka perbuat.
422) Kelaparan dan ketakutan itu meliputi mereka seperti halnya pakaian menutupi tubuh
mereka.
Allah membuat perumpamaan bagi setiap kaum yang diberi nikmat olehNya, lalu nikmat itu
membuat mereka angkuh, kemudian ingkar. Dan mereka itu bukanlah penduduk Mekah.
(menurut Ar-Razi) negeri mereka itu aman dari musuh, tenang, nyaman, penduduknya tidak
khawatir, tidak merasa kesulitan sedikitpun. Negeri itu diberi rejeki yang melimpah ruah dari
segala sisi. Kemudian penduduknya mengingkari nikmat Allah yang telah diberikan kepada
mereka. Lalu kemudian mereka semua ditimpa kelaparan, kemiskinan, ketakutan dan kepanikan.
Penderitaan mereka bertambah dahsyat akibat kekufuran dan pengingkaran mereka terhadap
nikmat dengan tidak mau bersyukur kepada Tuhan mereka, melupakan keutamaanNya, dan
permintaan pertolongan mereka terhadap selainNya. Perumpamaan ini adalah pelajaran bagi
setiap negeri.

f. Q.S Al-An’am ayat 92


ۗ َ‫ق الَّ ِذيْ بَي َْن يَ َد ْي‚ ِه َولِتُ ْن‚ ِذ َر اُ َّم ْالقُ‚ ٰ‚رى َو َم ْن َح ْول‬
‫هَا َوالَّ ِذي َْن‬ ُ ‫ص‚ ِّد‬ ٌ ‫َو ٰه َذا ِك ٰتبٌ اَ ْن َز ْل ٰنهُ ُم ٰب‚ َر‬
َ ‫ك ُّم‬
‫صاَل تِ ِه ْم ي ُٰحفِظُ ْو َن‬ َ ‫يُْؤ ِمنُ ْو َن بِااْل ٰ ِخ َر ِة يُْؤ ِمنُ ْو َن بِ ٖه َوهُ ْم َع ٰلى‬
Ini (Al-Qur’an) adalah kitab suci yang telah Kami turunkan lagi diberkahi yang membenarkan
kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar engkau memberi peringatan kepada
(penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Orang-orang yang
beriman pada (kehidupan) akhirat (tentu) beriman padanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu
memelihara salatnya.
Pada ayat ini Allah menegaskan tujuan diturunkannya Al-Qur'an. Dan ini, yakni Al-Qur'an,
Kitab yang telah Kami turunkan dengan penuh berkah yang berisi tuntunan yang dapat
mengantar kepada kebajikan yang melimpah; membenarkan kitab-kitab yang diturunkan
sebelumnya seperti Taurat dan Injil, dan agar engkau, hai Nabi Muhammad, memberi peringatan
kepada penduduk Ummul Qura, yakni Mekah, dan orang-orang yang ada di sekitarnya yang
tidak memercayainya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu
beriman kepadanya, yaitu Al-Qur'an, dan mereka selalu memelihara salatnya dengan tekun dan
sungguh-sungguh.

g. Q.S Hud ayat 46

‫لَك بِ ٖ‚ه ِع ْل ٌم ۗاِنِّ ْٓي‬


َ ‫ْس‬َ ‫ح فَاَل تَسَْٔـ ْل ِن مَا لَي‬ َ ‫ك ۚاِنَّهٗ َعمَ ٌل َغيْ‚ ُر‬
ٍ ِ‫ص‚ال‬ َ ِ‫ْس ِم ْن اَ ْهل‬َ ‫قَا َل ٰينُ ْو ُح اِنَّهٗ لَي‬
‫ك اَ ْن تَ ُك ْو َن ِم َن ْال ٰج ِهلِي َْن‬َ ُ‫اَ ِعظ‬
Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu karena
perbuatannya sungguh tidak baik. Oleh karena itu, janganlah engkau memohon kepada-Ku
sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Sesungguhnya Aku menasihatimu agar engkau
tidak termasuk orang-orang bodoh.”
Mengabarkan perihal putra Nabi Nuh yang ikut tenggelam, Dia yang Mahaadil dan Bijaksana
berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya putramu (Kan'an), dia bukanlah termasuk keluargamu
yang dijanjikan akan diselamatkan, karena dalam Pengetahuan-Ku, dia tidak beriman, berlaku
jahat, durhaka, bahkan mengingkarimu sendiri. Perbuatan yang ia lakukan sungguh tidak baik.
Oleh sebab itu, jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui
hakikatnya. Aku menasihatimu agar tidak meminta sesuatu yang belum diketahui dengan yakin
bahwa permohonan itu benar atau wajar, agar engkau tidak termasuk golongan orang yang
bodoh. 

h. Q.S Luqman ayat 21

‫الش ‚ي ْٰط ُن‬


َّ ‫كَان‬ ۗ ‫َواِ َذا قِي َْل لَهُ ُم اتَّبِع ُْوا َمٓا اَ ْن َز َل هّٰللا ُ قَالُ ْوا بَلْ نَتَّبِ ُع َما َو َج ْدنَا َعلَ ْي ِه ٰابَ ۤا َء‬
ْ ‫نَا اَ َو‬
َ ‫لَو‬
‫ب الس َِّعي ِْر‬ِ ‫يَ ْد ُع ْوهُ ْم اِ ٰلى َع َذا‬
Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang diturunkan Allah!” mereka menjawab,
“(Tidak). Kami justru (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami.”
Apakah (mereka akan mengikuti nenek moyang mereka,) walaupun sebenarnya setan menyeru
mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (neraka)?
Jawaban ini menggambarkan buruknya akidah mereka. Apakah mereka tetap mengikuti
keyakinan nenek moyang mereka walaupun sebenarnya mereka hanya mengikuti langkah setan
yang menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-Nyala' mereka pasti tidak akan berbuat
demikian andaikata mau menggunakan akal dan nurani yang sehat. 22. Sungguh mengherankan
jika seseorang mengingkari wujud dan keesaan-Nya, apalagi hal itu hanya didasarkan pada taklid
buta. Ia tidak memiliki pegangan, berbeda halnya dengan orang yang berserah diri kepada Allah.
Siapa saja yang berserah diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan dengan menebarkan kebajikan kepada siapa pun dan di mana pun, maka
sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang kukuh. Di akhirat ia akan memperoleh
balasannya karena hanya kepada Allah kesudahan segala urusan untuk diputuskan dan dibalas
dengan sangat adil.
2. Hadits tentang Lingkungan Pendidikan

‫عن انس عن النبى صلى هللا عليه وسلم انه كان اذا تكلم بكلمة اعادها ثالث‚‚ا ح‚تى تفهم‬
}‫عنه واذا اتى على قوم فسلم عليهم سلم عليهم ثالثا ر{ رواه البخارى‬
Artinya: “Dari Anas Nabi SAW, bahwa Nabi SAW bila berbicara diulangnya tiga kali hingga
dapat dipahami dan bila mendatangi kaum, Beliau memberi salam tiga kali.” (HR. Bukhari)

Seorang guru professional berusaha mentransfer ilmu pengetahuan kepeda peserta didik sampai
mereka paham. Kalau perlu guru sering mengulanginya kembali.

‫وقال علي حدثوا الناس بما يعرفون اتحبون ان يكذب هللا ورسوله‬
Artinya: Dan Ali berkata, “Berbicaralah dengan manusia dengan kadar pemahaman mereka,
apakah kalian ingin jika Allah dan rasul-Nya didustakan.” (HR. Bukhari)

Seorang guru professional harus mampu memahami kondisi peserta didiknya. Peserta didik
memiliki perbedaan satu sama lain, misalnya berbeda kemampuan yang dimilikinya, oleh karena
itu seorang guru professional memberikan pengajaran kepeda peserta didik sesuai dengan
kemampuan mereka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang
senantiasa berkembang. Pendidikan adalah upaya pembinaan, pembentukan, pengarahan,
pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua peserta didik secara formal, in formal
maupun non formal. Pada periode awal, umat Islam mengenal lingkungan atau lembaga
pendidikan berupa kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf Al-
Qur‟an lalu diajarkan pula ilmu Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Pada perkembangan
selanjutnya, institusi pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga disebut
juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah dan sebagai lembaga pendidikan
informal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga
pendidikan non formal. Ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap
perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik. Ayat al-Qur’an yang membahas
tentang lingkungan pendidikan meliputi: QS. An-Nisa’: 75, QS. Al-A’rof: 4 dan88, QS.Al-Isra’:
16 dan 28, QS. An-Naml: 34 dan 56, QS.An-Nahl: 112, QS. Al-An’am: 92, QS. Hud: 46, QS.
At-Tahrim: 6, QS. Ali Imran: 110 dan QS.Luqman: 21. Hadits yang membahas tentang
lingkungan pendidikan terdapat pada hadits riwayat Bukhari.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini tentunya terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap pembaca untuk memberikan
komentar kritis untuk mendukung makalah yang lebih baik di masa depan. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, (2010) Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. ke-1, hlm. 291.

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.ke- 8, hlm. 63-6

Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. ke-1, hlm.
163.

Muhammad fuad ‘Abd Al-Baqi, Mu’jam Al-Muhfahras li Alfazh Al-Quran Al-Karim, (Beirut:
Dar Al-Fikri), hlm. 95 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994),
cet.ke-6, hlm. 255

Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998),hlm. 314

Wahbah Zuhaily, Al-Tafsir Al-Munir, Juz 3 (Beirut: Dar Al-fikri, tt), hlm. 315

Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet. 1, hl

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah , (Jakarta: Ruhama, 1994), hlm.
95

Samsul Nizar dan Zainal Effendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), cet.
ke-1, hlm. 233

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta : Bumi


Aksara, 2009), hlm. 48-49

Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.
ke-19, hlm.15

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2, (Bandung:
Baru Algesindo, 2006), cet. ke-10, hlm. 1160

Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), cet. ke-
1, hlm. 32

Anda mungkin juga menyukai