Di susun oleh :
Kelompok 2
PAELMBANG 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang Allah SWT. turunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. dinukil secara mutawatir kepada kita, dan isinya memuat
petunjuk bagi kebahagiaan orang yang percaya kepadanya. Al-Qur’an, sebuah
kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci juga
diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengatahui.1
Sekalipun turun di tengah bangsa Arab dan dengan bahasa Arab, misinya tertuju
kepada seluruh umat manusia, tidak berbeda antara bangsa Arab dengan bangsa
non Arab, atau satu umat atas umat lainnya.
Dalam surah Al-kahfi juga di jelaskan bahwa beribadah tidak lain hanya
untuk mengesaakan Allah dan tidak mensekutukanya, dan juga beribadah untuk
mendapatkan pahala dan juga ridho dari Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
ِ {قُ ْل ِإ َّن َما أَ َنا بَش ٌَر ِمثْلُ ُك ْم يُو َحى ِإ َل َّي أَ َّن َما ِإ َل ُه ُك ْم ِإ َلهٌ َو
َ اح ٌد فَ َم ْن ك
َان يَ ْر ُجو
} )110( صا ِل ًحا َوال يُش ِْر ْك ِب ِعبَا َد ِة َر ِب ِه أَ َحدًا َ ع َمال َ ِلقَا َء َر ِب ِه فَ ْليَ ْع َم ْل
Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kalian, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah
Tuhan Yang Maha Esa. Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
}ْ{قُل
Katakanlah. (Al-Kahfi: 110)
ِ {إِلَهٌ َو
}ٌاحد
adalah Tuhan Yang Maha Esa. (Al-Kahfi: 110) tidak ada sekutu bagi-Nya.
َ {فَ َم ْن ك
}َان َي ْر ُجو ِلقَا َء َر ِب ِه
Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya. (Al-Kahfi: 110)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Ma'mar, dari Abdul Karim
Al-Jazari, dari Tawus yang mengatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengerjakan banyak amal perbuatan
karena menginginkan pahala Allah, tetapi aku suka juga bila amal perbuatanku
terlihat oleh orang-orang." Rasulullah Saw. tidak menjawab sepatah kata pun
kepadanya, hingga turunlah ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Barang siapa
mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun
dalam beribadat kepada Tuhannya. (Al-Kahfi: 110)
Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Mujahid secara mursal, juga
melalui Tabi'in lainnya yang bukan hanya seorang.
Ubadah ibnus Samit berkata, "Jika usia seseorang dari kalian atau kalian
berdua panjang, tentulah dalam waktu yang dekat kamu akan melihat seorang
lelaki dari kalangan menengah qurra kaum muslim yang berbahasa sama dengan
Nabi Muhammad Saw. (yakni bahasa Arab). Lalu dia membacanya dan
mengartikannya, serta menghalalkan apa yang di halalkannya dan mengharamkan
apa yang diharamkannya. Ia juga menempatkan masing-masing dari hukum yang
dikandungnya pada tempat-tempatnya sesuai dengan latar belakang
penurunannya. Sehingga kalian tidak dapat memberikan komentar apa pun
terhadapnya." Ketika kami sedang asyik dalam keadaan berbincang-bincang,
muncullah Syaddad ibnu Aus r.a. dan Auf ibnu Malik. Keduanya ikut bergabung
dengan kami. Syaddad berkata, "Sesungguhnya hal yang paling saya khawatirkan
akan menimpa kalian, hai manusia, ialah setelah saya mendengar Rasulullah Saw.
bersabda, 'Hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah syahwat
yang tersembunyi dan syirik'." Ubadah ibnus Samit dan Abu Darda berkata, "Ya
Allah, ampunilah kami dengan ampunan yang luas.
Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kita bahwa setan telah
putus asa untuk disembah di Jazirah Arab ini? Mengenai syahwat yang
tersembunyi, kami telah mengetahuinya, yaitu syahwat duniawi, termasuk birahi
kepada wanita dan ketamakan untuk memiliki dunia. Lalu apakah yang dimaksud
dengan syirik yang engkau khawatirkan akan menimpa kami, hai Syaddad?".
Syaddad menjawab, "Tentu kalian mengerti bila kalian melihat seorang lelaki
mengerjakan salatnya karena orang lain, atau ia berpuasa karena orang lain, atau
dia bersedekah karena ingin dipuji orang lain. Bukankah menurut dia telah
berbuat syirik?" Kami menjawab, "Benar. Demi Allah, sesungguhnya orang yang
salat atau puasa atau bersedekah karena ingin dipuji oleh orang lain berarti telah
berbuat syirik." Syaddad berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
ق َ ص َّدَ َ َو َم ْن ت، َصا َم يُ َرا ِئي فَقَ ْد أَش َْرك َ َو َم ْن، َصلَّى يُ َرا ِئي فَقَ ْد أَش َْرك َ َم ْن
َّللاُ إِلَى َماَّ أَفَ ََل يَ ْع ِم ُد: َف ْبنُ َمالِكٍ ِع ْن َد ذَ ِلك ُ يُ َرا ِئي فَقَ ْد أَش َْركَ ؟ " فَقَا َل ع َْو
َص لَهُ َويَ َدعُ َما أُش ِْرك َ فَيَ ْقبَ ُل َما ُخ ِل،ا ْبت ُ ِغ َي ِب ِه َوجْ ُههُ ِم ْن ذَ ِلكَ ا ْلعَ َم ِل ك ُِل ِه
سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُ َّللا َ َِّللا
َّ سو َل ُ س ِمعْتُ َرَ فَ ِإنِي: َشدَّا ٌد ع َْن ذَ ِلك َ ِب ِه؟ فَقَا َل
ش ْيئًا َ َم ْن أَش َْركَ ِبي،ِيم ِل َم ْن أَش َْركَ ِبي ٍ أَنَا َخ ْي ُر قَس:َّللاَ يَقُو ُلَّ "إِ َّن:يَقُو ُل
ُع ْنه َ َوأَنَا،ير ُه ِلش َِري ِك ِه الَّذِي أَش َْركَ ِب ِه َ ِع َملَهُ قَ ِليلَهُ َو َكثَ ]فَ ِإ َّن [ َحشْده
"غ ِن ٌّيَ
Barang siapa yang salat dengan pamer, maka sesungguhnya dia telah
musyrik. Barang siapa yang berpuasa karena pamer, sesungguhnya dia telah
musyrik. Dan barang siapa yang bersedekah karena pamer, sesungguhnya dia
telah musyrik.
Pada saat itu juga Auf ibnu Malik berkata, "Apakah Allah tidak mau
menerima bagian dari apa yang dikerjakan karena mengharapkan pahalaNya dari
amal itu, lalu menolak bagian dari amal itu yang pelakunya mempersekutukan Dia
dengan yang lain?" Maka Syaddad saat itu juga menjawab bahwa dirinya pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah pernah berfirman,
'Aku adalah sebaik-baik pemberi terhadap orang yang berbuat syirik kepada-Ku.
Barang siapa yang mempersekutukan Aku dengan sesuatu, maka sesungguhnya
amal perbuatannya —baik yang banyak maupun yang sedikit— Aku berikan
kepada temannya yang dia persekutukan dengan Aku karena Aku tidak
memerlukannya.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dan barang siapa dalam perbuatanya mensekutukan Allah SWT, maka hendaklah
ia meminta pahala kepadanya.