MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMAD RIFKI
NIM. 2020090010
DOSEN PEMBIMBING:
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah memberi
kita rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan telaah kritis mengenai “Hakikat Pendidikan
Islam (Telaah Mengenai Pendidikan Informal, Non Formal, dan Formal, serta
Hubungannya dengan Pengembangan Mutu Pendidikan Islam)”. Dalam
penyajiannya penulis berusaha untuk mengkajinya secara sistematis dan terurut
serta dalam kajian pustaka. Hal ini penulis maksudkan agar makalah ini tetap
relevan dengan perkuliahan Filsafat Pendidikan Islam. Pemenuhan tugas ini, sangat
penting artinya mengingat pendidikan merupakan jalan utama bagi pengembangan
pendidikan Islam yang berkualitas.
Namun demikian, penulis sadar bahwa dalam makalah ini mungkin akan
banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan di sana-sini setelah dibahas dalam
diskusi. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis nantikan demi
perbaikan makalah penulis pada masa-masa yang akan datang.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian
terutama bagi sendiri penulis. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidkan, I, (Padang: Angkasa Raya, 1987), h. 9.
2
Mortimer J. Adler, In Defense of The Philoospy of Education in Philosophies of
Education, (University of Chicago Press, 1962), h. 209. Dikutip oleh Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h. 13
3
Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya, Usaha
Nasional, 1988) h. 125
2
4
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta, Prenada Media, 2003) h. 159
5
Abdullah Idi & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Tiara
Kencana, 2006), h. 181
3
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 9
4
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.7 Berdasarkan hal ini dapat dimaklumi bahwa tiga jalur
pendidikan yang ada diakui di Indonesia.
Ketiga jalur tersebut secara ril memang telah berjalan sesuai dengan
ketentuannya masing-masing. Kata “jalur” yang dimaksud oleh undang-
undang merupakan wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Berdasarkan hal ini akan dibahas tentang tiga jalur pendidikan,
yaitu informal, nonformal, dan formal dalam pendidikan Islam. Pembahasan
ini menjadi penting untuk dikaji, mengingat amanah undang-undang sisdiknas
yang ada. Selain itu, berdasarkan kalimat dalam undang-undang dipahami
bahwa ketiga jalur ini dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Sejak terbitnya undang-undang sistem pendidikan Nasional ini, maka
muncullah masalah bagaimana hubungan ketiga jalur pendidikan ini, kenapa
mesti ada lembaga pendidikan nonformal jika lembaga pendidikan formal telah
mencukupi, ataukah lembaga formal belum memenuhi jawaban masyarakat,
apakah hubungan ketiga jalur ini sudah sesuai dengan undang-undang, serta
bagaimana kesetaraan antara tiga jalur tersebut dan bagaimana konstribusinya
terhadap pengembangan mutu pendidikan Islam. Permasalahan ini yang akan
penulis coba jawab dalam makalah ini.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas perlu kiranya menelaah secara khusus hal-
hal sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian pendidikan informal, nonformal, dan formal?
2. Bagaimanakah jenis-jenis pendidikan informal, nonformal, dan formal?
3. Bagaimanakah pendidikan informal, nonformal, dan formal serta
hubungannya dengan pengembangan mutu pendidikan Islam?
7
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sidinas, (Bandung: Citra Umbara,
2006), 73
5
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah filsafat pendidikan Islam ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan informal, nonformal, dan formal.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pendidikan informal, nonformal, dan formal.
3. Untuk mengetahui pendidikan informal, nonformal, dan formal serta
hubungannya dengan pengembangan mutu pendidikan Islam.
6
BAB II
PEMBAHASAN
8
Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidkan, I (Padang: Angkasa Raya, 1987), h. 9.
9
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, h. 73
10
Sudjana S, Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori
Pendukung Azas, (Bandung : Falah Production, 2004), h. 22.
11
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bab
VI pasal 27 ayat 1-3
7
12
Umar Tirtarahardja & La Sula, Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.
179
Sutaryat Trisnamansyah, “Materi Pokok Perkuliahan Filsafat, Teori, dan Konsep Dasar
13
14
D. Sudjana, Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falasafah,
Teori Pendukung, Asas, (Bandung: Penerbit Falah Production. 2001), h. 63.
15
Ibid.,
16
UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS Bab Vi Pasal 26 ayat 1-5.
9
17
PP RI No. 55 Tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
10
18
Ibid.,
19
Dinn Wahyudin, Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 39
20
Aida MJ., Ilmu Pendidikan, (Semarang:Putra Sanjaya, 2005), h. 67.
21
Suprijanto,Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012), h. 5-6.
11
22
Fuad Ikhsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 22-23.
23
Dinn Wahyudin Op.cit., h. 11.
12
24
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2010), cet. ke-3, h. 226.
13
25
Baihaqi, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000), h. 30
26
Ibid., h. 153-163
27
Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira, 2004), h. 12-55
14
Pada masa balita dan setelah balita yakni sebelum usia sekolah,
pendidikan menjadi tanggung jawab keluarga sepenuhnya. Saat anak
lahir hingga balita, hal-hal yang akan dilakukan adalah
1) Perdengarkan azan dan iqomah
2) Menyebarkan kabar gembira kepada keluarga, sanak dan family
3) Memberi nama yang baik dan indah
4) Mengadakan akikah
5) Mengkhitankan anak
6) Menyusui hingga usia 2 tahun
7) Mendekatkan anak pada puji-pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. 28
Pendidikan keluarga akan lebih banyak didapatkan oleh anak
melalui pengalaman langsung melihat, mendengar, dan perlakuan yang
diterimanya. Karena itu, keluarga penting memahami bahwa ini adalah
masa-masa emas bagi anak. Jika orang tua percaya kepada Allah, tekun
beribadah, jujur, sabar, dan mempunyai sifat-sifat positif lainnya, maka
anak akan menyerap langsung, lalu akan tumbuh menjadi pribadi yang
baik.
Aktifitas keluarga bersama fungsi-fungsi lainnya menuntut peran
serta anggota keluarga lainnya dalam rangka pelaksanaan tanggung
jawab masing-masing. Dengan demikian keluarga dapat dikatakan
sebagai lembaga pendidikan.29
Sebagai suatu lembaga pendidikan, keluarga menjalakan proses
pendidikannya untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diharapkan. Jika
banyak pakar pendidikan Islam menyatakan Allah sebagai Rabb
(pendidik) alam, dan Rasulullah sebagai pendidik terhadap keluarga dan
umatnya, maka keluarga muslim yang dibentuk berdasarkan Alquran
dalam menjalankan proses pendidikannya tidak lepas dari konsep
keluarga yang secara filosofis digali dari teks Alquran maupun perilaku
28
Ibid., h. 14-21
29
Mantep Miharso, Pendidikan Keluarga Qurani, (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2009),
h. 87
15
Rasulullah SAW. Berdasarkan peran dan fungsi keluarga ini, maka Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin tidak lepas dari peran serta keluarga.
Menurut Hasbullah, dalam pendidikan yang dilakukan di
keluarga akan memberikan sumbangan sebagai berikut:
1) Cara orang tua melatih anak menguasai cara-cara mengurus diri,
seperti makan, buang air, berbicara, berjalan, berdoa, sungguh-
sungguh, membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan
perkembangan dirinya sebagai pribadi.
2) Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap
menerima atau menolak, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap
melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi
emosional anak.30
Dewasa ini juga berkembang jalur pendidikan yang dikenal
dengan homescholling, sekolah rumah. Ia dilakukan di rumah di bawah
pengarahan orang tua dan tidak dilaksanakan di tempat formal lainnya.
Homescholling sebenarnya bukan lembaga pendidikan, melainkan model
pembelajaran di rumah dengan orang tua sebagai penanggung jawab
utama. Orang tua bisa berperan sebagai guru atau juga mendatangkan
guru pendamping atau tutor ke rumah. Menurut Satmoko Budi Santoso
secara substansi makna homeschooling pada aspek kemandirian dalam
menyelenggarakanpendidikandi lingkungan keluarga.31 Pendidikan
semacam ini sudah ada di dalam sistem pendidik- an Islam, dimana ibu
adalah madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya. Kemunculan
home- schooling mulai marak terjadi di Amerika Serikat pada kurun
1960-an oleh John Caldwell Holt.32
Dasar pemikiran Holt mengandung misi pembebasan cara
berpikir instruktif seperti yang dikembangkan melalui sekolah. Sejak itu
ide untuk merealisasikan homeschooling terus bergulir dari waktu ke
30
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo, 2009), h. 88
31
Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Mengapa tidak?, (Yogyakarta: Penerbit Diva
Press, 2010), h.71
32
Ibid.,
16
33
Ibid., h. 68
34
Ibid.,
17
َ َ ق-صلى اهلل عليه وسلم- َعن أ َِب ُهَري َرَة أَن النِب
ال « الر ُج ُل َعلَى
.» َح ُد ُكم َمن ُُيَالِ ُل
35 ِِ ِ ِ
َ دي ِن َخليله فَليَ نظُر أ
Artinya:
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Seorang laki-laki itu bergantung dengan agama
teman gaulnya, maka hendaklah salah seorang melihat siapa
yang menjadi teman gaulnya. (HR: Abu Daud)
صلى اهلل- ب َع ِن النِ ى- رضى اهلل عنه- وسى َ َعن أ َِب بُرَد َة َعن أ َِب ُم
كِ يس الصالِ ِح والسوِء َكَح ِام ِل ال ِمس ِ ِال « َمثَل اجلَلَ َ ق- عليه وسلم
َ َ ُ
،ُاع ِمنه ِ ِ فََح ِامل ال ِمس، ونَافِ ِخ ال ِك ِي
َ َ َوإِما أَن تَبت، ك َ َك إِما أَن ُُيذي ُ َ َ
35
Maktabah Syamilah, Sunan Abu Daud. Bab almisk juz 18 hal. 359
18
ِ
َ َ َونَاف ُخ ال ِك ِي إِما أَن ُُي ِر َق ثِيَاب، ًَوإِما أَن ََِت َد ِمنهُ ِرُيًا طَيىبَة
َوإِما أَن،ك
ِ
. رُيا
ً ِ ََت َد
36
Artinya:
Dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu 'anhu berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan
orang yang bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak
wangi dan tukang tempa besi, Pasti kau dapatkan dari
pedagang minyak wangi apakah kamu membeli minyak
wanginya atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya,
sedangkan dari tukang tempa besi akan membakar badanmu
atau kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak
sedap.
36
Maktabah Syamilah, Shahih Bukhari. Bab man yu’amar an yujalisa juz 14 hal 99
19
37
Ahmad Daris, Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan Pendidikan
Informal, Non Formal dan Formal, (UIN Sumatera Utara: Jurnal Tarbiyah, 2017), h. 91.
38
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 64.
20
39
Ahmad Daris, Op.cit., h. 92.
40
Ibid., h. 92.
41
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun
Moderen, (Jakarta: LP3ES, cet. 2, 1993), h. 12.
21
42
Ahmad Daris, Log.cit., h. 92.
43
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 9
22
44
Ahmad Daris, Op.cit., h. 93.
45
Ibid., h. 93.
46
Ibid.,
23
47
Ibid., 94.
48
Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 220.\
49
Ahmad Daris, Op.cit., h. 94-95
24
50
Ibid., h. 95
51
Ibid., h. 95-96
25
52
A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005),
h. 237.
26
53
UU Sisdiknas, Ibid., h. 82
54
M. Natsir, Capita Selekta, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 90.
55
Ahmad Daris, Op.cit., h. 96.
27
56
H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.
20.
28
57
Ahmad Daris, Log.cit., h. 96.
58
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 4.
59
Ahmad Daris, Op.cit., h. 98.
29
60
Ibid., h. 99.
30
Sehingga jangan sampai melempar tanggung jawab kepada salah satu dari jalur
yang ada.
Sebagaimana yang digambarkan Sudarwan Danim dalam bukunya
terkait dengan fenomena dekadensi moral yang saat ini. Para pendidik dan
psikolog cenderung melihat keadaan ini bersumber dari kegagalan sekolah
dalam memanusiawikan anak didik.61 Sebagian lagi mengatakan
kemasyarakatanlah yang memiliki andil besar dalam hal ini termasuk di
dalamnya keluarga dan lembaga nonformal. Bahkan ada pula yang melabelinya
sebagai aksentuasi kekeliruan orientasi sekolah yang lebih mengutamakan
pengajaran intelektual dari pada pendidikan dalam makna luas.
Permasalahan di atas terlihat tampak kuat saling menyalahkan dan
melempar tanggung jawab dari jalur yang ada. Pandangan seperti ini tentunya
terlalu parsial. Seharusnya menelaah fenomena diatas harus dipadang secara
totalitas. Sehingga pandangan kita terhadap pendidikan diarahkan kepada
kesimpulan bahwa pekerjaan ini adalah tanggung jawab kolektif.
Adanya hubungan saling memberikan kontribusi yang digambarkan
Umar Tirtarahardja, patut menjadi perhatian bahwa setiap pusat pendidikan
harus meningkatkan kontribusi terhadap perkembangan peserta didik.
Disamping itu, disyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta kerjasama yang
erat dan harmonis. Pendapat diatas, menekankan perlunya kontribusi yang
serasi antara jalur pendidikan yang ada. 62
Untuk bisa saling berkontribusi, menurut hemat penulis perlu dibina
beberapa pola hubungan yang serasi pula. Paling kurang ada beberapa pola
hubungan yang harus disinergikan antar ketiga jalur pendidikan Islam, yaitu
hubungan interaktif, hubungan koordinatif, dan hubungan konsultatif. Sehingga
oleh Danim disebutkan pendidikan formal, informal dan dan pendidikan
kemasyarakatan merupakan pranata masyarakat bermoral, dengan partisipasi
61
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), h. 10.
62
Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), h. 184.
31
63
Sudarwan Danim, Op.cit., h. 72.
64
Muzayyin Arifin, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta: Golden
Terayon Press, 1991), h. 38.
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Islam pada jalur pendidikan informal, nonformal dan formal
memiliki peran strategis untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang telah
dirumuskan. Peran tersebut tidak dapat berhasil secara maksimal apabila
berjalan secara sendiri-sendiri. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan
Islam hanya akan diperoleh jika ketiga jalur pendidikan Islam diatas dapat
bersinergi dengan baik. Secara umum ada dua hubungan yang dapat dilihat,
yaitu, secara struktural dan secara fungsional.
Pada tataran struktural pendidikan Islam dengan tiga jalur yang ada telah
diakomodir oleh sistem pendidikan Nasional. Jalur tersebut sama-sama diakui
dan diberikan mandat untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan
secara mandiri. Sehingga dalam konteks ini tidak ada lagi permasalahan yuridis
yang menghambat penyelenggaraannya. Jalur tersebut saling terhubung dan
terjalin dibawah undangundang dan peraturan yang berlaku. Sedangkan pada
tataran fungsional, maka tiga jalur pendidikan Islam yang ada memiliki fungsi
yang sama untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Dalam konteks ini, antara ketiga jalur pendidikan Islam tersebut harus
menguatkan hubungan dengan pola komunikaf-interaktif, komunikatif-
koordinatif, dan komunikatif-konsultatif. Pola-pola tersebut akan menjadikan
pendidikan Islam terintegrasi dengan seluruh programnya yang ada, sehingga
pada akhirnya akan mewujudkan pendidikan Islam yang utuh dan totalitas
(kaffah).
B. Saran
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan Islam hanya akan diperoleh
jika ketiga jalur pendidikan Islam diatas dapat bersinergi dengan baik. Oleh
karena itu ketiga jalur pendidikan Islam tersebut harus menguatkan hubungan
dengan pola komunikaf-interaktif, komunikatif-koordinatif, dan komunikatif-
konsultatif.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, Mendidik Anak dalam Kandungan, Jakarta, Darul Ulum Press, 2000.
Idi, Abdullah & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta, Tiara
Kencana, 2006.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana
Prenada Media, 2010.
Tilaar, H.A.R., Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta, 2004