Anda di halaman 1dari 15

KONSEP HARTA DAN PENGELOLAANNYA DALAM ISLAM

SERTA TAFSIR AYAT QS. AL-KAHFI/18:46

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi Islam yang
diampu oleh Bapak Ach. Baiquni, M. Ag

Oleh :
Sulistiana Irhamni

Moh. Hanafi
Moh. Salehoddin

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadiran Allah Swt. Yang telah
memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup
yang kita jalani akan selalu membawa keberkahan baik di dunia ini,
lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak. Shalawat serta salam tak
lupa selalu kami haturkan pada junjungan nabi besar Muhammad Saw.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah
Tafsir Ayat Ekonomi Islam, Bapak Ach. Baiquni, M. Ag serta teman-
teman Akuntansi Syari’ah/C sekalian yang telah membantu, baik
bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah-makalah kami di lain waktu. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat, dan pembaca sekalian bisa mengambil
hikmah dari makalah kami.
Pamekasan, 10 September 2021
Kelompok 1

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................5
A. Pengertian Harta.........................................................................5
B. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an dan Hadist.........................6
C. Cara memperoleh Harta..............................................................9
D. Pengelolaan Harta.....................................................................10
E. Tafsir QS. Al-Kahfi/18 : 46.....................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................13
A. Kesimpulan...............................................................................13
B. Saran.........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................14

3
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Harta merupakan salah satu penopang yang sangat dibutuhkan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia termotivasi
mencari harta demi menjaga eksistensinya dan menambah kenikmatan
materi maupun non materi. Banyak orang beranggapan bahwa orang sukses
adalah mereka yang berhasil mengumpulkan pundi-pundi harta sebanyak-
banyaknya. Hal ini menjadi menjadi sebuah penyakit materialistis dimana
kepemilikan terhadap harta menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang.
Selain itu, kekurangan harta juga bisa menyebabkan adanya berbagai
ketimpangan dalam berbagai aspek. Ketimpangan tersebut juga
mengakibatkan munculnya dampak negatif, seperti kelaparan, kebodohan,
maraknya kriminalitas, rendahnya kesehatan, dan lainnya. Maka dari itu,
tidak dipungkiri lagi bahwa harta merupakan salah satu aspek yang perlu
mendapat perhatian dari umat islam.Banyak cara yang bisa dilakukan untuk
memperoleh harta. Namun dalam memperoleh harta harus diperhatikan
bahwa harta yang diperoleh itu halal, dipergunakan untuk hal yang halal dan
perlu diingat bahwa dalam harta yang kita miliki ada hak Allah dan orang
lain yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, selain mampu menggunakan
kita harus bisa menjaga harta dengan baik. Harta dapat dijadikan media
untuk beribadah kepada Allah SWT. Harta merupakan anugerah sekaligus
ujian (cobaan) yang diberikan oleh Allah untuk menguji keimanan kita.
Oleh karenanya, pemanfaatan harta tidak hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi, tetapi juga difungsikan dalam fungsi sosial untuk
membantu sesama manusia.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan harta?
2. Bagaimana kedudukan harta menurut Al-Qur’an dan Hadist?
3. Bagaimana cara memperoleh harta?
4. Bagaimana cara mengelola harta?
5. Bagaimana tafsir ayat tentang harta (QS. Al-Kahfi : 46)?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami defnisi harta,
2. Mengetahui dan memahami kedudukan harta menurut Al-Qur’an
dan Hadist,
3. Mengetahui dan memahami cara memperoleh harta,
4. Mengetahui dan memahami cara mengelola harta,
5. Mengetahui dan memahami tafsir ayat tentang harta (QS. Al-Kahfi :
46).

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut al-maal yang berasal dari kata
maala-yamiilu-mailan yang berarti condong, cenderung, dan miring. 1
Secara etimologi harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia
dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.2 Ada juga
yang mengertikan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik
berupa benda yang tampak maupun tidak tampak. Sesuatu yang tidak
dikuasai manusia tidak dapat dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan
di lautan lepas, pohon di hutan, dan barang tambang yang ada di bumi
(Syafei, 2000, p. 21). Menurut Jumhur Ulama antara harta dan hak milik
adalah sama, selama menurut ulama Hanafiyah membedakan antara hak
milik dan harta.3 Menurut ulama Hanafiyah, perbedaan antara hak milik dan
harta terletak pada campur tangan orang lain. Hak milik dalam
penggunaannya tidak terdapat campur tangan orang lain, sedangkan pada
harta dalam penggunaannya terdapat campur tangan orang lain. Mengacu
pada pengertian jumhur, definisi harta adalah sebagaimana berikut :4

 Sesuatu yang memiliki nilai berdasarkan kepada adat/kebiasaan


yang berlaku. Sesuatu ini dapat berupa fisik barang dan dapat juga
dalam bentuk manfaat, seperti halnya tabung oksigen, pulsa, dan
lain-lain. Lebih lanjut, sesuatu mungkin memiliki nilai di wilayah
lain ataupun di masa lainnya. Oleh karena itu pengukuran nilai
didasarkan pada sebuah kebiasaan atau adat yang berlaku.
 Diperbolehkan penggunaannya menurut syari’at di saat normal,
bukan dalam keadaan darurat, misalnya bangkai dan darah.
Keduanya adalah haram untuk dikonsumsi. Jika keadaan darurat
keduanya boleh dikonsumsi secukupnya saja. Kedua hal tersebut
bukanlah sesuatu yang dapat digolongkan sebagai harta.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 Ayat (9)
disebutkan bahwa harta adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai,
diusahakan dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud,

1
H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 9.
2
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), 55.
3
Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2002), 14
4
Abdul Wahid Al-Faizin dan Nashr Akbar, Tafsir Ekonomi Kontemporer, (Depok: Gema Insani,
2018), 171.

5
baik benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, dan hak yang mempunyai nilai ekonomis
(Mardani, 2013, p. 60).
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya
harta merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai dan konkrit wujudnya,
disukai oleh tabiat manusia secara umum, dapat dimiliki, dapat disimpan
dan dimanfaatkan dalam perkara legal menurut syara’, seperti sebagai
modal bisnis, pinjaman, konsumsi, hibah, dan sebagainya.

B. Kedudukan harta dalam Al-Qur’an dan hadist


Harta memiliki kedudukan yang sangat penting bagi manusia. Harta
merupakan penunjang dalam memenuhi kebutuhan manusia (sandang,
papan, pangan). Orang yang diberikan kesempatan oleh Allah dalam
kepemilikan harta tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan atau
memfungsikan hartanya. Kebebasan seseorang untuk memiliki dan
menggunakan hartanya adalah sebatas yang dibenarkan oleh syara’.
Harta merupakan titipan yang tidak bisa dimiliki secara mutlak oleh
manusia karena di dalamnya terdapat hak orang lain, seperti zakat, sedekah,
dan infak. Seperti firman Allah dalam quran surat Adz- Dzariyat ayat 19
disebutkan: “Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”5
Harta diberikan kepada hamba-Nya sebagai titipan yang harus
dijaga dengan baik sebagai perhiasan yang menambah kebahagiaan dalam
hidup, sebagai ujian keimanan, dan bekal ibadah. Dalam Al-Qur’an dan
hadist kedudukan dan implikasi harta digambarkan sebagai berikut:6
a. Pemilik mutlak harta adalah Allah SWT
Pemilik mutlak harta adalah Allah SWT, sedangkan kepemilikan
manusia terhadap harta hanya bersifat relatif. Ayat Alquran yang
berbicara tentang kepemilikan mutlak adalah Allah dalam Alquran
sungguh banyak, antara lain, dalam surah Thaha/ 20:6, Allah berfirman:
“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di
bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah
tanah.”7 Berdasarkan ayat ini semua yang ada di langit dan di bumi
adalah milik Allah, berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, dan
berada dalam pengaturan-Nya, kehendak dan keinginan serta hukum-

5
Ikhsan, Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita (Bandung: Jabal, 2010), 521.
6
Asnaini dan Riki Aprianto, “ Kedudukan Harta dan Implikasinya dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Hadist,” Al-Intaj 5, no. 1 (Maret, 2019): 23.
7
Ikhsan, Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita (Bandung: Jabal, 2010), 312.

6
Nya. Dialah Yang Menciptakan semuanya, Yang Memilikinya, dan
yang menjadi Tuhannya. Seluruh makhluk yang ada di bumi dan langit,
termasuk manusia, hewan, harta dan semuanya adalah milik Allah,
manusia hanya bisa memanfaatkannya, namun bukan pemilik
sebenarnya, manusia hanya diberi ilmu pengetahuan agar bisa
memanfaatkan semua yang ada di bumi-Nya. Implikasi dari kedudukan
ini adalah bahwa manusia tidak boleh sombong, angkuh, dan kikir
terhadap harta, karena pada akhirnya akan kembali pada-Nya. Manusia
wajib mengeluarkan sebagian hartanya sebagai wujud syukurnya,
karena dia telah dipercayai oleh Allah SWT. untuk mengelola harta
tersebut.
Dalam hadis nabi SAW : “Dari Zubair bin Awam ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Negara adalah milik Allah, hamba (semua
manusia) juga milik Allah di mana saja engkau mendapatkan kebaikan
maka tegakanlah (bermukimlah)”. Hadis ini memberikan pengertian
bahwa negara di mana pun adalah milik Allah, oleh karena itu manusia
bisa tinggal di mana pun yang ia suka, tentu saja dengan aturan-aturan
yang berlaku, orang seharusnya boleh memilih kewarganegaraan,
bekerja ke luar negeri untuk mencari penghasilan dan lain sebagainya,
begitu pula hamba atau manusia milik Allah, tidak ada perbedaan derajat
di antara mereka kecuali taqwa. Implikasinya, bahwa setiap manusia
bisa saling mengenal, menjalin kerja sama dalam segala hal maupun
mendapatkan pasangan hidup dengan manusia di mana pun berada.

b. Harta sebagai titipan


Allah SWT berfirman dalam Surat al-Hadid/ 57: 7 sebagai
berikut:
“Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di
jalan Allah) sebagian harta yang telah Dia menjadikan kamu sebagai
penguasanya (amanah). Maka orang- orang yang beriman di antara
kamu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala
yang besar”.8 Dalam ayat di atas menjelaskan pada hakikatnya harta
hanya titipan dari Allah, manusia hanya dititipi, ia tidak akan
memilikinya terus- menerus, suatu saat Allah akan mengambilnya juga,
baik melalui kematian, musibah, sakit dan lain sebagainya. Implikasi
dari harta adalah titipan, bahwa supaya harta dapat kekal dimiliki
selamanya dan bisa dibawa sampai ke akhirat, harta tersebut harus
dikembalikan kepada Allah SWT dengan cara disalurkan melalui zakat,
infak dan sedekah atau wakaf. Atau bisa juga dengan cara distribusi lain
seperti hibah atau hadiah.

8
Ikhsan, Al-Qur’an dan Terjamahan untuk Wanita (Bandung: Jabal, 2010), 538.

7
Dari Abu Barzah Al-Aslami berkata: Rasulullah SAW
bersabda:”Pada hari kiamat kelak seorang hamba tidak akan
melangkahkan kakinya kecuali akan ditanya tentang empat perkara;
tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya sejauh mana
ia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya
dan untuk apa ia pergunakan, serta tentang semua anggota tubuhnya
apa yang ia perbuat dengannya.” (HR. Tirmidzi). Hadis di atas
mengingatkan manusia, bahwa harta merupakan amanah yang harus
dikelola dengan hati-hati, dalam mencari dan menggunakannya harus
benar, karena di hari kiamat akan diminta pertanggung jawabannya. Jika
salah dalam cara memperolehnya dan tidak benar dalam
menggunakannya, maka harta akan membuat manusia celaka di akhirat.
c. Harta sebagai bekal ibadah
Allah berfirman dalam surat at-Taubah/9:41 :
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan
maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” 9 Ayat 41 surat at-Taubah ini menegaskan bahwa
kedudukan harta dalam Islam sangat penting, yaitu sebagai sarana
beribadah. Baik ibadah vertikal maupun horizontal. Seperti Shalat, zakat,
haji, sedekah, dan jihad di jalan Allah. Semua aktivitas manusia
membutuhkan harta. Implikasi dari ini adalah bahwa seorang Muslim
seharusnya memiliki harta, agar dapat melaksanakan ibadah secara
sempurna.

“Sebaik-baik harta yang baik adalah harta yang dimiliki oleh


hamba yang baik.” (HR. Ahmad). Hadist ini menjelaskan bahwa, jika
harta dimiliki oleh orang baik, harta akan sangat bermanfaat sebagai
sarana menunaikan ibadah dan kemaslahatan umum. Namun bila harta
dimiliki oleh orang jahat harta akan sangat berbahaya, karena bisa
merusak sendi-sendi perekonomian dan kemaslahatan masyarakat.
d. Harta sebagai perhiasan
Implikasi dari kedudukan harta sebagai perhiasan adalah bahwa
manusia tidak boleh terlena dengan hartanya. Seharusnya harta tersebut
tidak melalaikannya dalam melakukan amalan-amalan yang baik dan
bermanfaat. Manusia harus memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak
sesama manusia berupa salat, zakat, sedekah, haji, umrah, bertasbih
(mengucapkan) tahmid, tahlil dan takbir, membaca (Alquran), mencari
ilmu yang bermanfaat, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, menjalin

9
Ikhsan, Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita (Bandung: Jabal, 2010), 194.

8
tali silaturahmi, berbakti kepada kedua orang tua, melaksanakan hak-
hak istri, budak-budak dan hewan- hewan serta seluruh jenis perbuatan
baik yang ditujukan kepada sesama manusia. Itulah termasuk baqiyyatu
as- salihat (amalan-amalan yang kekal lagi baik).

C. Cara Memperoleh Harta


Islam mengajarkan manusia untuk memperoleh harta dengan cara
yang benar. Islam tidak menentukan profesi dalam memperoleh harta.
Namun demikian, bukan berarti Alquran membuka peluang bagi manusia
untuk menempuh semua cara, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek
kemanusiaan maupun aspek-aspek lainnya yang dapat memindahkan hak
orang lain menjadi haknya dengan cara yang tidak wajar. 10 Karena itu,
Alquran memberikan ajaran yang umum dalam beberapa ayat, tentang cara
memperoleh harta seperti dalam surat al-Nisa’ [4]: 29: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” 11 . Ayat ini
melarang orang mukmin memperoleh harta dengan cara yang batil. Cara
yang diperbolehkan adalah berdagang. Dalam kegiatan perdagangan harus
dilakukan tanpa adanya paksaan, tidak merugikan salah satu pihak,
dilakukan dalam keadaan sadar serta suka sama suka. Namun demikian,
bukan berarti bahwa berdagang merupakan satu-satunya cara untuk
memperoleh harta. Harta dapat diperoleh dari berbagai profesi yang dimiliki
manusia dan tentunya tidak bertentangan dengan syara’.
Berikut merupakan faktor atau sumber harta dalam syariat yaitu:12
(1) Menguasai harta mubah (Ihraz al-Mubahat).
Sumber harta pertama adalah menguasai harta mubah. Harta mubah
adalah harta yang belum dimiliki siapapun dan tidak ada penghalang dari
syariat untuk memilikinya. Seperti air di sumbernya, rerumputan liar,
pepohonan di hutan, binatang buruan baik darat, laut atau sungai dan tanah
yang belum terjamah tangan manusia.
(2) Akad-akad yang memindahkan kepemilikan (Al-‘Uqud
an-Naqilah li al-Milkiyah).
Maksudnya adalah segala akad yang apabila telah dilakukan
berakibat berpindahnya hak milik seperti jual beli, hibah, sedekah, infak,

10
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Qur’an,” Al-Intaj 2, no. 1 (Maret,
2016): 67.
11
Ikhsan, Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita (Bandung: Jabal, 2010), 83.
12
Tjek Tanti, “Cara Halal Memiliki Harta,” Taqnin 1, no. 2 (Juli-Desember, 2019): 8-11.

9
wasiat dan sebagainya. Akad-akad inilah sumber utama kepemilikan yang
paling umum serta paling banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan akad yang
mencerminkan kegiatan ekonomi sesamanya. Sedangkan sebab
kepemilikan yang lain hanya dilakukan sebagian kecil manusia.Dengan
melakukan jual beli maka barang milik penjual akan berpindah menjadi
milik pembeli. Sebaliknya, uang pembeli akan berpindah menjadi milik
penjual. Begitu juga misalnya dengan sedekah, hak harta yang disedekahkan
berpindah dari pemilik pertama menjadi milik yang menerima sedekah.
(3) Sumber harta selanjutnya adalah khalafiyah atau
pergantian kepemilikan.
Dalam hal ini, ada dua macam yaitu warisan dan ganti rugi. Dengan
meninggalnya seseorang maka seluruh hartanya menjadi milik ahli
warisnya secara otomatis. Harta ini disebut warisan.Kemudian, apabila
seseorang merusak harta orang lain maka ia harus menggantinya dan
memberikan sebagian harta miliknya kepada orang yang ia rugikan sebagai
ganti. Seseorang yang melakukan penganiayaan kepada orang lain juga
dapat dikenakan diyat atau ganti rugi kepada orang yang ia aniaya.
Demikian pula seseorang yang merugikan hak-hak orang lain, sengaja atau
tidak dapat terkena ganti rugi berupa harta yang harus ia milikkan kepada
orang lain tersebut.
(4) Tawallud atau yang lahir dari harta yang telah dimiliki
Sumber harta terakhir adalah tawallud minal mamluk. Maksudnya
adalah sesuatu yang muncul atau lahir dari sesuatu yang dimiliki akan
menjadi milik dari si pemilik asal. Oleh karena itu maka hasil dari
pepohonan berupa buah-buahan atau lainnya, seperti buah durian adalah
milik dari orang yang punya pohon durian tersebut. Anak lembu yang lahir
adalah milik dari orang yang punya induk lembu tersebut. Bulu dan susu
dari kambing biri-biri menjadi milik si empunya kambing biri-biri tersebut.
Prinsip ini hanya berlaku pada harta benda yang dapat menghasilkan sesuatu
yang bisa produktif seperti bertelur, beranak, berkembang biak, berbuah,
menghasilkan bulu, susu dan lain sebagainya. Dari penjelasan di atas dapat
dipahami bahwa bila seorang muslim ingin memiliki harta yang halal dan
dibenarkan syariat agamanya, hendaklah ia teliti benar-benar apakah harta
tersebut berasal dari salah satu sumber kepemilikan ini ? Jika tidak maka
waspadalah, jangan sampai ia mengambilnya padahal harta itu tidak halal
baginya.
D. Pengelolaan Harta
Dalam islam, kita tidak hanya diajari cara memperoleh harta dengan
benar, namun juga bagaimana cara mengelola atau memanfaatkan harta
tersebut. Islam mengajarkan kita untuk menggunakan atau membelanjakan

10
harta kepada hal-hal yang mendukung tegaknya Islam dan sendi-sendi
kehidupan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menafkahkan harta di
jalan Allah seperti berjihad, sedekah, aktifitas kemanusiaan, dan lain
sebagainya.
Selanjutnya, ajaran Islam juga memelihara keseimbangan terhadap
hal-hal yang berlawanan seperti antara pelit dan boros, tidak hanya dengan
mengakui hak milik pribadi, tetapi juga dengan menjamin pembagian
kekayaan yang seluas-luasnya. Salah satu perbedaan konsep kepemilikan
dalam Islam adalah pada sisi pengelolaan harta, baik dari segi konsumsi
maupun upaya investasi untuk pengembangan harta yang dimiliki. 13
Sebagaimana diketahui bersama, harta merupakan sesuatu yang
harus dipelihara dan dikelola dengan baik sehingga tidak terjadi hal-hal
yang menyebabkan rusak dan hilangnya nilai atau wujud dari harta tersebut.
Di samping itu, diperlukan juga manajemen yang baik, sehingga menjadi
jelas asal-usul, jumlah, dan pengeluarannya. Pengelolaan harta ini juga
sangat berpengaruh pada bagaimana manajemen yang digunakan dan aspek-
aspek lain yang berhubungan dengan kepribadian orang-orang yang
dipercayakan dalam mengurus harta tersebut. Alquran memberikan arahan
yang sangat tegas tentang pengelolaan harta ini, terutama terhadap harta-
harta anak yatim sehingga tidak musnah dan habis tanpa dapat dimanfaatkan
oleh yang bersangkutan.

E. Tafsir QS. Al-Kahfi/18 : 46

‫ والبقيت الصلحت خير عندربك ثوابا‬,‫المال والبنون زينة الحيوةالدنيا‬


‫وخيرأمال‬
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik
balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Firman Allah Ta'ala: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan


kehidupan dunia.” Hal tersebut menjelaskan bahwa harta dan anak
merupakan perhiasan yang dimiliki manusia dalam kehidupan dunia. Harta
dan anak menjadi faktor kebahagiaan bagi manusia dalam menjalani hidup.
Namun, menghadap kepada-Nya dan menyempat kan waktu luang untuk
beribadah kepada-Nya adalah lebih baik bagi kalian daripada kesibukan
kalian dengan semuanya itu dan sibuk mencari kekayaan untuk mereka serta

13
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Qur’an,” Al-Intaj 2, no. 1 (Maret,
2016): 69.

11
belas kasihan yang berlebihan terhadap mereka. 14 Oleh karena itu, Allah
berfirman bahwa amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik
pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Dalam firman di atas terdapat kalimat al-baaqiyat as-shaalihaat.
"Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair dan beberapa ulama Salaf mengatakan: "Yang
dimaksud dengan al-baaqiyaat ash shaalihaat adalah shalat lima waktu."
Sedangkan 'Atha' bin Abi Rabah dan Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, yang
dimaksud dengan al-baaqiyaat as-shaalihaat adalah kalimat Maha suci Allah,
segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah,
Allah Mahabesar). Demikin pula Amirul Mukminin 'Utsman bin Affan
ditanya tentang al-baaqiyaat ash-shalibaat beliau mengatakan: "Al-
Baaqiyaat ash-Shaalihaat adalah kalimat: Maha suci Allah dan segala puji
bagi-Nya. Tiada Ilah (yang haq) selain Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak
ada daya dan upaya melainkan hanya ada pada Allah yang Maha tinggi lagi
Maha agung." Demikian yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.15

Ibnu Jarir juga menceritakan, diberitahukan kepadaku dari Abu Sa'id


bahwa Rasulullah bersabda: "Perbanyaklah kalian membaca al-Baaqiyaat
ash-Shaalibaat." Ditanyakan: "Lalu apakah al-Baaqiyaat ash-Shaalihaat
itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu, millah." Ditanyakan lagi:
"Lalu apa yang dimaksud dengan millah itu, ya Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Yaitu takbir, tahlil, tasbih dan alhamdulillaah, serta laa haula
wa laa quwwata illaa billaah." (Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad).16
'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, mengenai
firman-Nya. Ia mengatakan "la adalah dzikir kepada Allah La llaaha
illallaah wallaahu Akbar (tiada Ilah (yang haq) selain Allah, Allah
Mahabesar), Subbaanallaah (Mahasuci Allah), Alhamdulillaah (segala puji
bagi Allah) Tabaarakallaahu (Mahasuci Allah), Laa haula wa laa quwwata
illaa billaah (tiada daya dan upaya melainkan hanya pada Allah),
Astaghfirullaah (aku memohon ampunan kepada Allah), Shallallaahu 'alaa
Rasuulillaah (semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada
Rasulullah), puasa, shalat, haji, sedekah, membebaskan budak, jihad,
silaturahim, dan semua amal perbuatan baik. Semuanya itu adalah al-
Baaqiyaat ash-Shaalibaat yang akan mengekalkan pelakunya di Surga

14
“Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Kahfi” diakses dari https://www.alquran-
sunnah.com/download/file/175-tafsir-ibnu-katsir-surat-al-kahfi-juz-16.html%20%5B20, pada
tanggal 12 September 2021 pukul 11:30.
15
“Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Kahfi” diakses dari https://www.alquran-
sunnah.com/download/file/175-tafsir-ibnu-katsir-surat-al-kahfi-juz-16.html%20%5B20, pada
tanggal 12 September 2021 pukul 11:30.
16
Ibid.

12
selama masih ada langit dan bumi. 17 Dari berbagai pendapat di atas, dapat
dipahami bahwa al-baaqiyaat as-shaalihaat merupakan amal perbuatan
shalih secara keseluruhan.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa se indah apapun kehidupan dunia
dimana harta dan anak merupakan suatu perhiasan yang menambah
keindahan di dalamnya, tetapi hal tersebut tidak kekal. Amalan yang lebih
baik adalah amal saleh yang dilakukan secara istiqomah. Amal tersebut
merupakan harta sesungguhnya, harta yang kekal, dan merupakan bekal
yang akan kita bawa pada kehidupan di akhirat kelak.

17
Ibid.

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Harta merupakan suatu bekal yang diberikan Allah kepada manusia
untuk mendukung dan menunjang kehidupan manusia. Pada hakikatnya
semua manusia memiliki hak dalam memperoleh harta dan tidak ada
seorang pun yang bisa dan berhak mempersempit peredaran harta. Setiap
muslim yang memiliki banyak harta wajib membayar zakat kepeda muslim
lainnya yang tergolong kurang mampu, sebab dalam harta mereka terdapat
sebagian hak muslim lainnya atas harta tersebut. Islam mengajarkan agar
manusia bisa memperoleh harta dengan cara yang baik, serta mengelolanya
sesuai dengan syara’. Harta yang dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi
berkah bagi manusia dan bekal untuk kehidupannya di akhirat kelak.

B. Saran
Saran untuk pembaca :
Diharapkan untuk lebih mendalami tentang harta dan
pengelolaannya melalui berbagai sumber yang valid dan bisa menerapkan
hal-hal baik yang terkandung di makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, H. Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Hasan, M. Ali. Berbagai Transaksi dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003.
Hakim, Lukman. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga, 2012.

Ikhsan. Al-Qur’an dan Terjemahan untuk Wanita. Jakarta: Jabal, 2010.


Tanti, Tjek. Cara Halal Memiliki Harta, vol. 1. Sumatera Utara: Taqnin, 2019.

Asnaini, dan Riki Aprianto. Kedudukan Harta dan Implikasinya dalam Perspektif
Al-Qur’an dan Hadist, vol. 5. Bengkulu: Al-Intaj, 2019.
Andiko, Toha. Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Qur’an, vol. 2.
Bengkulu: Al-Intaj, 2016.

Ummah, Salaful. 2010. “Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Kahfi”, https://www.alquran-


sunnah.com/download/file/175-tafsir-ibnu-katsir-surat-al-kahfi-juz-
16.html%20%5B20, diakses pada 12 September 2021 pukul 11:30.

15

Anda mungkin juga menyukai