Anda di halaman 1dari 3

HADIST EKONOMI ISLAM

“Hadist Sewa-Menyewa”
Dosen pengampu :

Nuril Aisyah Arfan, M. Th.I

Nama kelompok :
Sulistiana Irhamni (20383042026)
Selvia rahmawati (20383042025)
Muhammad Lutfi (20383041122)
Dimas ihdal umam (20383031121)
Moh Salehoddin (20383041124)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
Pengertian Sewa-menyewa

Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh
seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran,
tempat tinggal, atau hewan.
Rukun Sewa Menyewa

1. Pelaku sewa menyewa yang meliputi mu’jir dan musta’jir.


2. Objek akad meliputi manfaat aset / ma’jur dan pembayaran sewa atau manfaat jasa
dan pembayaran upah.
3. Ijab kabul / serah terima

Hadist sewa menyewa


 Hadist larangan sewa menyewa
‫ نهي رسول هللا صلي هللا عليه‬: ‫ قال أبو هريرة‬: ‫ قال‬, ‫ عن المهري‬, ‫ حدثنا أبي‬, ‫ حدثنا االقاسم بن الفضل‬, ‫أخبرنامسلم بن إبراهيم‬
‫ وأجر المومسة‬, ‫وسلم عن عسب الفحل‬

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muslim bin Ibrahim, telah menceritakan kepada
kami Al Qasim bin Al Fadlal, telah menceritakan kepada kami ayahku dari Al Mahri, ia
berkata : Abu Hurairah berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
mengambil upah hasil penyewaan unta pejantan untuk dikawinkan dan upah (uang) hasil
pelacuran.
Hukum mengambil upah sewa menyewa pejantan untuk dikawinkan
Hadist diatas menjelaskan tentang pelarangan sewa menyewa pejantan. Ibnu Hajar
mengatakan, "Apapun maknanya, memperjualbelikan sperma jantan dan menyewakan
pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa diukur, tidak diketahui, dan tidak
bisa diserahterimakan." (Fathul Bari, jilid 6, hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh,
cetakan ketiga, 1431 H).
Ibnul Qayyim mengatakan, "Yang benar, sewa pejantan adalah haram secara mutlak,
baik dengan status 'jual beli sperma' ataupun 'sewa pejantan'. Haram bagi pemilik pejantan
untuk mengambil hasil dari menyewakan pejantan. Akan tetapi, tidak haram bagi pemilik
binatang betina untuk menyerahkan uang kepada pemilik hewan jantan, bila membayar
sejumlah uang dalam hal ini adalah pilihan satu-satunya, karena dia menyerahkan sejumlah
uang untuk mendapatkan hal mubah yang dia perlukan." (Zadul Ma'ad, 1425 H: 704)
Imam Maliki dan Imam Syafi’i juga berpendapat dan terdapat persamaan dari Imam
Maliki dan Imam Syafi'i yaitu menurut Imam Maliki untuk dikawinkan dengan betina
sejenisnya dalam waktu tertentu, sehari atau dua hari. Adapun jika seseorang atau masyarakat
menyewa atau meminjam pejantan untuk masa tertentu, maka hal ini tidak dilarang sebagai
mana diperbolehkan menyewa untuk mengawinkan kurma. Apabila peminjaman
menghadiahkan sesuatu kepada orang yang memberi pinjaman tanpa sarat tertentu, maka hal
itu diperbolehkan. Sedangkan Menurut Imam Syafii dikatakan tentang bolehnya menyewa
pejantan untuk masa tertentu, menurut beliau seseorang memberi pemilik hewan pejantan
hadiah ataukah balasan bukan sebagai sewa, maka hal ini dibolehkan.
     Sedangkan perbedaannya antara lain Menurut Imam Maliki dalam upah mengawinkan
hewan ini diperbolehkan karena seseorang menyewakan binatang pejantanya untuk kawin
beberapa kali bahwa cara mengawinkan hewan yang dibolehkan untuk disewakan atau
dipinjam yaitu hewan pejantan untuk dikawinkan kepada hewan betina untuk sebagai bibit
peternak dari jenisnya. Adapun Menurut Imam Syafiiupah mengawinkan hewan ini tidak
diperbolehkan, mengenai hukum jual beli sperma hewan pejantan ini, mereka berpendapat
bahwa jual beli air mani disini tidak dapat diketahui kadarnya, lagi pula tidak dapat diterima
beberapa kadar air mani tersebut. Adanya pelarangan dikarnakan adanya gharar karena tidak
jelas zat, sifat dan ukuran spermanya serta tidak mampu diserah-terimakan.

Hukum memberi upah pelacur

Menurut hukum Islam pelacuran merupakan perzinaan yang dilakukan terus menerus.
Apabila dilihat dari faktor ekonomi, perbuatan zina menghasilkan uang bagi para pelakunya
terutama bagi pelaku wanita. Untuk memenuhi gaya hidup yang semakin tinggi, maka banyak
kalangan kelas bawah yang menjual dirinya kepada laki- laki hidung belang. Para pelaku pria
biasanya memberikan uang setelah melakukan hubungan seks kepada para wanita ekonomi
lemah dan berpendidikan rendah seperti dilokalisasi WTS(wanita tuna susila) atau di hotel-
hotel. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga, wanita-wanita kaya yang membayar laki- laki
hanya sekedar untuk memuaskan nafsu seksnya saja dan bahkan parahnya, wanita- wanita
kaya itu melakukan perzinaan dan membayar pelacur laki- laki untuk menunjukan harga
dirinya didepan teman- temannya.

Dari segi hukum sudah jelas bahwa prostitusi atau pelacuran menurut


ajaran islam hukumnya haram. Haram artinya tidak boleh dilakukan. Dan sekiranya tetap
dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi hukum, baik di dunia maupun di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai