Anda di halaman 1dari 16

TUGAS AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN

KEPEMILIKAN HARTA

Kelompok 6 :

1. Yeni Alfi Hidayah (A2A020044)


2. Fatma Auliya Musdalifah (A2A020045)
3. Afifah Zahrotus Sa’adah (A2A020046)
4. Dimas Saputra (A2A020047)
5. Nadhia Rahmadhani (A2A020048)
6. Cahya Wulandari (A2A020050)
7. Nizzar Ega Faradandy (A2A020052)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Islam, Masalah
Harta dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Al Islam
Kemuhammadiyahan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang kehidupan individu dan sosial.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Rohmat Suprapto,
S.Ag, MSI selaku dosen mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan, dengan tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang permasalahan harta
dalam Islam.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik bentuk isi, maupun teknik
penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 7 Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................6

A. HARTA SEBAGAI AMANAH DAN KARUNIA DARI ALLAH SWT.......................6

B. KEWAJIBAN MENCARI HARTA..................................................................................7

C. SIKAP TERHADAP HARTA.........................................................................................11

D. PENDAYAGUNAAN HARTA DI JALAN ALLAH.....................................................12

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................14

A. KESIMPULAN.................................................................................................................14

B. SARAN...............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harta yang kita miliki baik berupa benda maupun benda tidak bergerak disadari atau
tidak merupakan amanah yang harus dipegang dan dijalankan menurut ketentuan hukum yang
berlaku titik bagi umat muslim ketentuan itu berdasarkan al-quran dan al-hadits menurut
bahasa yaitu sesuatu yang dapat diperoleh dan dikumpulkan oleh manusia dengan materi
maupun manfaatnya. Contohnya seperti: emas, perak, hewan dan tumbuhan. Atau manfaat
dari suatu seperti: kendaraan, pakaian dan tempat tinggal.

Manusia adalah khalifah di muka bumi titik Islam memandang bahwa bumi dengan
segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-
baiknya bagi kesejahteraan bersama. Adapun Syariah senantiasa berubah sesuai dengan
kebutuhan dan Tara peradaban umat yang berbeda titik benda yang sesuai dengan masa Rasul
masing- masing hal ini diungkapkan jalan Al Quran surah al-maa'idah ayat 48 yang
artinya"untuk tiap- tiap umat diantara kamu titik kami berikan aturan dan jalan yang
terang"oleh karena itu, Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir
mempunyai keunikan tersendiri, Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif tetapi
juga universal. Komprehensif berarti Syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik
ritual maupun sosial baik vertikal maupun horizontal ibadah mahdhah maupun mahdah atau
muamalah.

Pandangan Islam terhadap harta dan ekonomi secara umum tugas kekhalifahan manusia
adalah tugas mewujudkan pengabdian atau ibadah dalam arti luas untuk menunaikan tugas
tersebut Allah memberikan manusia 2 anugrah nikmat utama yaitu Al hayat "sistem
kehidupan". Islam membenarkan seseorang memiliki kekayaan lebih dari yang lain sepanjang
kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang bersangkutan telah menyelesaikan
kewajiban bagi kesejahteraan masyarakat baik dalam bentuk diangkat maupun amal kebajikan
lain seperti infaq dan sedekah, meskipun demikian Islam sangat menganjurkan golongan yang
kaya untuk tawadhu dan tidak pamer. Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk
mendapatkan materi atau harta dengan berbagai cara akan mengikuti rambu-rambu yang telah

4
ditetapkan titik dilarang mencari harta berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian
(ar takasur:1-2) melupakan dzikrul ah tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuannya (Al
munafiqun :9) melupakan salat dan zakat.
Maka dalam Islam kita diamanahkan bila mencari harta boleh sebanyak-banyaknya asal
dengan jalan yang ditentukan oleh Allah dan dan selalu mengingat pada orang yang dibawa
karena harta sebuah amanah yang diberikan dari Allah SWT bagi umatnya yang mau bekerja
keras dalam mencari harta.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Harta Sebagai Amanah dan Karunia dari Allah SWT


Ada banyak ungkapan uang disebutkan oleh al-quran dalam memaknai harta dan
mendudukkan pada posisi yang sebenarnya. Pemilik harta secara mutlak adalah adalah
Alah SWT. Allah adalah pemilik segala sesuatu yang ada di langit maupun di bumi.
Allah lah yang menciptakan semuanya, yang memilikinya, dan yang menjadi tuhannya.
Seluruh makhluk di bumi dan langit, termasuk manusia, hewan, dan harta adalah milik
Allah. Manusia hanya bisa memanfaatkannya, namun bukan pemilik sebenarnya.
Manusia hanya diberi ilmu pengetahuan agar bisa memanfaatkan semua yang ada di
bumi.
Harta mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia. Hartalah
yang dapat menunjang segala kegiatan manusia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia. Harta merupakan amanah dan karunia dari Allah SWT yang mana jika
tidak dijaga dan dipelihara dengan baik, maka harta akan menjadi fitnah dan bencana.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Hadid ayat 7:

‫ٰا ِمنُ ۡوا بِاهّٰلل ِ َو َرس ُۡولِ ٖه َواَ ۡنفِقُ ۡوا ِم َّما َج َعلَـ ُكمۡ ُّم ۡست َۡخلَفِ ۡينَ فِ ۡي ِه‌ؕ فَالَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ِم ۡن ُكمۡ َواَ ۡنفَقُ ۡوا لَهُمۡ اَ ۡج ٌر َكبِ ۡي ٌر‬

Yang artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasulnya dan infakkanlah (dijalan
Allah) sebagian harta yang telah Dia menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).
Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menginfakkan (hartanya dijalan
Allah) memperoleh pahala yang besar.”

Dalam ayat diatas menjelaskan pada hakikatnya harta hanya titipan dari Allah,
manusia hanya dititipi dan tidak akan bisa memilikinya terus-menerus. Suatu saat Allah
akan mengambilnya, baik melalui kematian, musibah, sakit, dan lain sebagainya. Agar
harta dapat dimiliki selamanya dan bisa dibawa sampai ke akhirat, adalah dengan

6
dikembalikannya harta tersebut pada Allah dengan cara disalurkan melalui zakat, infaq,
sedekat atau wakaf. Atau bisa juga dengan cara distribusi lain seperti hibah dan hadiah.
Dan karena titipan, maka manusia berkewajiban untuk menggunakan harta
tersebut sebesar-besarnya untuk mengabdi kepada Allah. Harta tidak boleh digunakan
untuk hal-hal yang maksiat, tidak boleh dibelanjakan secara berlebihan, atau
menelantarkannya sehingga tidak bermanfaat. Hal ini sangat penting dilakukan oleh
manusia karena bagi siapa saja yang diberi amanah harta di dunia, maka di akhirat akan
dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Dari Abu Barzah Al-Islami berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari
kiamat kelak seorang hamba tidak akan melangkahkan kakinya kecuali akan ditanya
tentang 4 perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya sejauh
mana ia mengamalkannya, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan untuk
apa ia pergunakan, serta tentnag semua anggota tubuhnya apa yang ia perbuat
dengannya.” (HR. Tirmidzi).
Hadist diatas mengingatkan manusia bahwa harta merupakan amanah yang harus
dikelola dengan hati-hati. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baiknya harta yang baik adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang baik.”
(HR. Ahmad). Dalam hadist ini Rasulullah SAW menjelaskan bahwa harta tidak
langsung mempunyai manfaat dan mudharat. Harta ibarat sebuat pisau, ia akan
bermanfaat jika yang memegangnya adalah koki. Akan tetapi jika pisau dipegang oleh
orang jahat, pisau akan menjadi alat untuk menakut-nakuti, melukai, bahkan membunuh
manusia.
Artinya jika harta dimiliki orang baik maka harta akan bermanfaat sebagai sarana
menunaikan ibadah dan kemaslahatan umum. Namun bila harta dimiliki oleh orang jahat,
harta akan sangat berbahaya karna dapat merusak kemaslahatan masyarakat. Dalam
mencari dan menggunakannya juga harus benar / halal. Karena di hari kiamat akan
diminta pertanggung jawabannya. Jika salah dalam cara memperolehnya dan tidak benar
dalam menggunakannya, maka harta akan membuat manusia celaka di akhirat.

7
B. KEWAJIBAN MENCARI HARTA
Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah, dalam beribadah membutuhkan
sumber kehidupan seperti sandang, pangan dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
islam mewajibkan manusia untuk berusaha mencari rezeki (harta) guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Islam tidak membenarkan bahwa seorang muslim dibolehkan untuk berleha-leha atau
bermalas-malasan unuk mencari rezeki dengan dalih karena sibuk beribadah atau bertawakal
kepada Allah, selain itu pula seorang muslim juga tidak boleh jika hanya menggantungkan
dirnya pada sedekah orang lain sedangkan dia masih mampu untuk memenuhi kebutuhanya,
keluarga ataupun tanggungannya dengan mencari harta. Karena manusia untuk memperoleh
harta bukan hanya berdo’a meminta kepada Allah saja, namun juga dengan bekerja keras.
Bekerja merupakan perintah dari Allah, dan jika kerja yang bertujuan untuk mengharapkan ridha
dari Allah, ia bernilai ibadah. Banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW yang
memerintahkan manusia agar bekerja, sebagaimana firman Allah yang memerintahkan untuk
bekerja
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (Qs. Ash-Shaf [62] : 09-10)
Ayat tersebut memerintahkan manusia untuk melakukan keseimbangan antara kehidupan
di dunia dan mempersiapkan untuk kehidupan di akhirat kelak. Caranya, selain selalu
melaksanakan ibadah ritual, juga giat bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu agama
Islam memberikan kebebasan kepada seluruh umatnya untuk memilih pekerjaan apa yang ada di
bumi yang mereka senangi dan kuasai dengan baik demi untuk memperoleh harta atau
pendapatan, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Dan harta bisa dijadikan media untuk berbuat kebaikan, begitu sebaliknya, apabila harta itu
digunakan untuk keburukan, maka harta itu menjadi buruk. Adapun beberapa bentuk cara dan
etika untuk mendapatkan harta secara baik dan halal, diantaranya:
a) Tanggung Jawab (Amanah)
Setiap seorang bekerja harus mampu bertanggung jawab dan melaksanakan amanah
dalam bekerjaannya. Rasulullah SAW bersabda, “Dan pembantu penjaga harta tuannya.

8
Dia bertanggung jawab penjagaannya itu.” Penjaga itu adalah orang yang dipercaya dan
harus melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam melaksanakan tugasnya harus bersikap
adil dan menjalankan tugas sesuai dengan amanah pekerjaannya.
b) Ikhlas
Bekerja dengan ikhlas karena Allah merupakan hal dan landasan terpenting bagi seorang
yang bekerja. Menanamkan sikap ikhlas dalam hidup dan bekerja akan membuat manusia
bisa lebih bertahan di dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup maupun yang
mungkin akan di alami dalam bekerja. Selain itu menanamkan sikap ikhlas akan
mendapatkan balasan yang baik dari Allah.
c) Teliti dan Terampil
Islam menjelaskan bahwa ketelitian dan keterampilan dalam bekerja adalah hal yang
dicintai Allah. Rasulullah bersabda, Allah menyukai kalian bekerja dengan terampil.

Dalam mencari harta hendaklah tetap berpegang teguh pada prinsip kebenaran serta
syariat Allah agar tidak jatuh pada kesesatan hati dan akidah tetap terbentengi dengan kebaikan.
Karena sesungguhnya harta yang baik dalam Islam dan dianjurkan untuk mengumpulkannya
adalah harta yang halal serta yang dihasilkan oleh pemiliknya dengan cara-cara yang boleh dan
legal.
َ ‫ُم ْسلِ ٍم ُك ِّل َعلَى َوا ِجبٌ ْال َحالَ ِل‬
ُ‫طلَب‬
“Mencari (harta) yang halal adalah wajib bagi setiap Muslim.” (HR ath-Thabarani)

Hadis ini dikeluarkan oleh ath-Thabarani di dalam Mu’jam al-Awsath dari jalur Anas bin Malik
ra. Al-Mundziri menilai hadis ini hasan. Al-Haytsami di dalam Majma’ az-Zawâid
mengomentari hadis ini, diriwayatkan oleh ath-Thabarani di dalam al-Awsath dengan sanad
hasan. Selain itu Rasul juga bersabda:
“Siapa yang mencari dunia secara halal untuk menjaga diri dari meminta-minta dan
sebagai upaya untuk menafkahi keluarganya serta berbuat baik kepada tetangga, dia datang
pada Hari Kiamat, sementara wajahnya laksana bulan purnama.” (HR al-Baihaqi, Ishaq ibnu
Rahawaih, Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Abu Nu’aim dan ath-Thabarani di dalam
Musnad asy-Syamiyin).

9
Dalil-dalil ini secara langsung memerintahkan dan mendorong untuk mencari rezeki
(harta) secara halal dan benar, yakni mendorong produksi. Dengan ungkapan lain, menyelesaikan
masalah kemiskinan negeri. Tampak dari hadis-hadis itu bahwa yang diseru adalah individu, juga
bahwa dorongan berproduksi itu tidak lain untuk mengatasi kebutuhan individu dan memenuhi
kebutuhan orang yang menjadi tanggungan mereka atau menambah kepemilikan mereka. Itu
artinya kebolehan memanfaatkan rezeki yang halal.
Adapun usaha-usaha yang dilarang dalam mencari harta al Qur’an memberikan pedoman
antara lain:
a) Memakan Harta dengan Cara Batil
Allah berfirman dalam QS. an-Nisa’ ayat 29 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”
b) Judi
Judi dilarang karena pekerjaan yang tidak di dapat dari sebuah pekerjaan yang riil, akan
tetepi seseorang akan mendapatkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi,
ramalan atau terkaan. Bentuk praktek perjudian bermacam-macam bentuk, seperti
taruhan, undian, lotere. Allah telah melarang perjudian dengan larangan yang cukup tegas
dan keras. Bahkan syari’at memposisikan harta yang di peroleh dari sebuah perjudian
sebagai harta yang bukan termasuk hak milik.
c) Mencuri dan Merampok
Dalam kamus bahasa Indonesia mencuri adalah mengambil milik orang lain tanpa izin.
Mencari harta melalui pencurian dan perampokan telah dinyatakan haram dan ilegal oleh
Islam. Alquran telah menyatakan pencurian dan perampokan sebagai kejahatan utama.
d) Praktek Suap menyuap
Praktik suap menyuap merupakan salah satu penyakit sosial yang semakin kronis dan
menggejala di Indonesia. Kata suap dalam kamus bahasa Indonesia adalah uang sogok.
Sedangkan dalam bahasa Arab suap adalah risywah berasal dari kata rasya, yarsyu,
rasywan, yang berarti sogokan, bujukan. Suap menyuap dalam Islam diharamkan, karena
memang merupakan sala satu bentuk kemaksiatan dan dosa. Akibat dari praktek suap itu

10
tidak hanya merugikan atau menguntungkan seseorang, akan tetapi justru bisa
menjadikan kerusakan dan kemudzaratan pada masyarakat.
e) Memalsukan Ukuran Timbangan
Ukuran timbangan adalah perkara yang besar, karena berhubungan erat dengan jual beli
antara manusia. Dalam Islam dilarang dengan tegas menipu pembeli atau konsumen
dengan memalsukan ukuran timbangan. Telah dijelaskan bahwa dalam jual beli
hendaklah melakukan meyempurnakan ukuran timbangan.
f) Melakukan Monopoli
Monopoli dalam Islam dikenal sebagai ihtikar. Dalam prespektif ekonomi Islam secara
etimologi ihtikar berasal dari kata al-hukr yang artinya al-zhulm wa al-isa’ah al-
mu’asyarah, artinya berbuat aniaya dan sewenag-wenang. Sedangkan secara
terminologis, monopoli adalah menahan atau menimbun barang dengan sengaja, terutama
pada saat terjadi kelangkaan barang dengan tujuan untuk menaikkan harga di kemudian
hari. Monopoli berarti menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu
harganya naik. Orang yang menimbun barang akan mendapatkan keuntungan besar,
sedangkan masyarakat dirugikan.

C. SIKAP TERHADAP HARTA


Kepemilikan Harta

1. Tidak Boleh Menimbun Harta Kekayaan


Harta harus difungsikan, karena kalau ditumpuk dan tidak difungsikan maka
jumlah modal kerja yang mestinya tersedia menjadi berkurang, hal ini dapat mengurangi
kesejahteraan yang didambakan Al-Qur’an. Semua kekayaan yang dimiliki seseorang
harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemilik dan keluarganya, sedang yang
berlebih harus diupayakan sedemikian rupa sehingga terjadi sirkulasi harta yang dapat
menyentuh masyarakat banyak.
2. Bersikap Wajar
Kesederhanaan dalam kepemilikan, Al-Qur’an menjelaskan dan memberikan
batas kutub ekstrim yang sama-sama dikecam, yaitu antara sikap kikir dan sikap boros.
Kecaman terhadap kedua sikap tersebut agar kekayaan berfungsi sebagaimana mestinya.
Sikap kikir adalah pengurangan dan penyempitan fungsi harta dari yang sewajarnya.

11
Sikap boros adalah penghamburan fungsi dan nilai harta dari yang tidak pada fungsi dan
tempat yang sewajarnya. Keduanya mengurangi dan membatasi fungsi harta bagi orang
yang membutuhkan.
3. Larangan Bersifat Angkuh
Sikap angkuh pada hakikatnya bertolak belakang dengan fitrah kemakhlukan. Hal
ini ditandai dengan ketergantungan kehidupan manusia kepada Allah. Sangat tidak pantas
apabila sikap ini disandang oleh manusia.
4. Memperhatikan Hak-hak Orang Lain
Setelah Al-Qur’an mengecam kesombongan dan keangkuhan yang disebabkan
oleh sifat kikir, dalam kesempatan lain Al-Qur’an juga mengingatkan kepada mereka
yang di tangannya ada kekuasaan (kepemilikan), bahwa di dalam kekayaannya terdapat
hak orang lain yang harus ditunaikan.

ETIKA PENDAYAGUNAAN HARTA


Mendayagunakan harta di sini maksudnya adalah bagaimana manusia menyikapi harta
yang telah ada ditangannya. Ketika harta telah didapatkan, kemudian manusia dituntut untuk
bersikap bijaksana dalam mendayagunakan harta tersebut. Islam telah memberikan tuntunan
bagaimana mengelola agar harta tersebut memberikan kemaslahatan bagi pemilik dan manusia
lainnya. Islam memberikan aturan-aturan yang diharapkan mampu mendorong beredarnya harta
agar tidak berada di pihak-pihak tertentu saja. Dorongan Islam dalam hal itu baik dalam bentuk
yang sunnah maupun yang wajib. Diantaranya adalah: zakat, infaq, sadaqah, qurban.

D. PENDAYAGUNAAN HARTA DI JALAN ALLAH


Pendayagunaan berasal dari kata “daya” dan “guna” yang berarti usaha dan manfaat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendayagunaan memiliki arti pengusahaan
agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat; pengusahaan agar mampu menjalankan tugas
dengan baik; efisien. Dapat disintesakan bahwa pendayagunaan adalah suatu usaha untuk
mendatangkan hasil atau manfaat yang lebih besar dan lebih baik dengan mamanfaatkan segala
sumber daya dan potensi yang dimiliki. Pendayagunaan ditujukan untuk memanfaatkan segala
potensi yang melekat pada sumber daya yang dimiliki secara optimal.
...dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau

12
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh? (Al-Munafiqun:10)
Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan mengalir
terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutamabila yang dibelanjakan itu
bertahan lama zatnya atau yang disebut sebagai wakaf, ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang
berbunyi:
Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal dunia
maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan, sodakoh
yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi
dan tirmidzi.   (SunanDarimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53..Sanadnya sohih.)
Pendayagunaan zakat, infak, sedekah adalah inti dari seluruh kegiatan pengumpulan dana
ZIS. Konsep dasar pendayagunaan zakat, infak sedekah adalah bagaimana mengubah mustahik
menjadi muzaki. Menurut Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dan kawak-kawan, bahwa
sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu:
1. Hibah, zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara
pengelola dengan mustahik setelah penyerahan zakat.
2. Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada
mustahik dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang
harus diberikan oleh mustahik kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut.
Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
3. Pembiayaan, penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahik tidak boleh dilakukan
berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul mal dengan mudharib
dalam penyaluran zakat.
Menurut M. Daud Ali pendayagunaan dana zakat dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini penyaluran
diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh
yang bersangkutan seperti: zakat fitrah yang diberikan pada fakir miskin untuk memenuhi
kebutuhan seharihari atau zakat harta yang di berikan kepada korban bencana alam.
2. Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat
sekolah atau beasiswa dan lain-lain.

13
3. Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-
barang produktif, misalnya kambing, sapi, alat-alat pertukangan, mesin jahit, dan
sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah untuk menciptakan suatu usaha atau
memberikan lapangan kerja bagi fakir-miskin.
4. Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini mewujudkan dalam bentuk modal
yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek sosial maupun untuk
membantu atau menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Harta yang kita miliki baik berupa benda maupun benda tidak bergerak disadari atau
tidak merupakan amanah yang harus dipegang dan dijalankan menurut ketentuan hukum yang
berlaku titik bagi umat muslim ketentuan itu berdasarkan al-quran dan al-hadits menurut bahasa
yaitu sesuatu yang dapat diperoleh dan dikumpulkan oleh manusia dengan materi maupun
manfaatnya. Harta merupakan karunia dari Allah SWT dimana terdapat beberapa kewajiban
mencari harta yang tidak terlepas dari bagaimana sikap kita terhadap harta serta pendayagunaan
harta di jalan Allah SWT.

B. SARAN
Kami dari kelompok 7, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas. Kami ucapkan
terimaksih terhadap semua pihak yang sudah berpartisipasi didalam pembuatan makalah ini
sehingga bida diselesaikan pada tepat waktu.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Alqur’an al Karim, Kementerian Agama Republik Indonesia Alqur’an Tafsir, kementerian


Agama Republik IndonesiaAbdullah, Amir, 2000. Mencari Islam, Study Islam dengan
Jogja.Abdurrahman Badawi, 2003. Ensiklopedi TokohOrientalis, (Yogyakarta
:LkiS)Antonio, Muhammad Syafi’i 2001.Islamic Banking, BankSyariah dari Teori Ke
Praktik., Gema Inzani bekarjasama dengan Tazkia Cendekia, Jakarta. Arif, Syamsuddin,
2008.
2. Asnaini. Aprianto, Riki. 2019. Kedudukan Harta dan Implikasinya Dalam Perspektid Al-
Qur’an dan Hadist. AL-INTAJ. 5(1): 23-27.
3. Munawarah Z. HARTA DAN HAK KEPEMILIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN [Internet] ; 2019. (Tanggal mengakses 06 Mei 2021). Tersedia pada:
http://digilib.uinsby.ac.id/30326/3/Zakiyatul%20Munawaroh_E93214102.pdf
4. BAB I PENDAHULUAN [Internet] ; (Tanggal mengakses 06 Mei 2021). Tersedia pada:
http://repository.uin-suska.ac.id/6539/2/BAB%20I.pdf
5. Abdurrahman Y. Kewajiban Mencari Rejeki [Internet] ; 2019. Artikel Blog (Tanggal
mengakses 06 Mei 2021). Tersedia pada:
https://www.muslimahnews.com/2019/04/14/kewajiban-mencari-rejeki/
6. Nawawi, R. (2018). ETIKA TERHADAP HARTA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN.
QOF, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 148-159.

15
16

Anda mungkin juga menyukai