Anda di halaman 1dari 14

AYAT DAN HADIS TENTANG HARTA

Disusum Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Tafsir dan Hadis Ekonomi
Dosen Pengampu : Lutfiyatun Nikmah, M.S.I.

Disusun Oleh :
Kelompok 1 / D2ESR
1. Luqman Abdurrohman (1950110121)
2. M. Maulana Rohman (1950110122)
3. Naila Alfia Ulfa (19501101258)
4. Eko Cahyono Putro (1950110159)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim, Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah


melimpahkan semua nikmatnya kepada kita, baik yang berupa lahiriyah maupun
batiniyah, khusunya untuk nikmat waktu luang dan berfikir sehingga dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini. semoga kita semua termasuk hamba yang
dirahmati dan diridhai dengan senantiasa bersyukur kepada-Nya.
Shalawat serta salam taklupa kita haturkan kehadirat Nabi Muhammad Saw.
Yang karenanya kita semua diciptakan dan sekaligus selalu kita harapkan syafaatnya
kelak di yaumul akhir. Semoga kita semua termasuk umatnya yang amat beruntung,
yang selalu dirindukan olehnya, sehingga kelak diizinkan bertemu dengan Nabi
kecintaan kita. Aamiin.
Kami selaku penyusun sangat menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh
dari kata sempurna, maka karenanya kami selaku penyusun sangat meminta maaf
apabila ada kesalahan berupa apapun itu dalam makalah ini. Pun juga kami senantiasa
mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, sehingga mendapatkan
pahala bagi siapa saja yang membacanya dan sekaligus bagi kami sebagai penyusun.
Aamiin.

Kudus, 20 Februari 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber hukum Islam yang utama, tentu
saja di dalamnya terdapat aturan-aturan, baik aturan hubungan mahluk dengan
Allah Swt. (khablum minallah) Maupun hubungan antara makhluk satu dengan
lainnya (khablum minannas). Sebagai umat Islam tentu saja sangatlah penting
memahami makna Al-Qur’an, dengan mengetahui dan memahami kandungan
ayat,maka akan dapat menerapkan Al-Qur’an maupun hadis sebagai pedoman
untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan harta, tentu saja Al-Qur’an dan pada beberapa
hadis nabi membahas mengenai hal itu, karena harta benda merupakan saran
mendekatkan diri kepada Allah Swt. meskipun tak jarang juga disalah gunakan
untuk bermaksiat kepada-Nya, Naudzubillah.
Maka dari itu penting bagi kita sebagai umat Islam adalah mengetahui
bagaimana cara memperoleh harta dengan benar, menggunakan dalam kebaikan,
dan menjadikannya sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana pandangan ayat Al-Qur’an mengenai harta ?


2. Bagaimana hadis nabi menjelaskan tentang harta ?
3. Bagaimana harta bisa diakui menjadi kepemilikan secara halal?
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAFSIR AYAT DAN HADIS TENTANG HARTA

Harta dalam bahasa arab disebut “al-mal” menurut imam Hanafi harta
adalah sesuatu yang di gandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk
disimpan hingga dibutuhkan. harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan
manusia. Secara umum harta merupakan sesuatu yang disukai oleh manusia,
banyak orang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan harta yang tanpa
disadari bahwa sebenarnya harta itu mutlak milik Allah SWT.
Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan
demi menambah kenikmatan materi dan religi. Namun motivasi ini dibatasi tiga
syarat yaitu harta ini dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan untuk
hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan haknya Allah SWT.
dalam hal ibadah pun kita memerlukan yang namanya harta seperti ibadah naik
haji kita memerlukan harta atau biaya yang banyak oleh karena itu sebaiknya kita
mengetahui bagaimana cara mencari harta yang baik dan halal.
Imam Hanafi membedakan harta dengan kepemilikan, menurutnya
kepemilikan adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak
dicampuri penggunaannya oleh orang lain, sedang harta adalah sesuatu yang
dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. harta yang dimiliki setiap
individu selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga.
Harta dalam pandangan islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
Kemudian Allah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izinnya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Seorang muslim yang sudah sah memiliki harta tertentu maka ia berhak
memanfaatkan dan mengembangkan hartanya hanya saja ia harus tetap wajib
terkait tentang ketentuan-ketentuan hokum islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta
dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta.
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia,
harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana
untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi
kehidupan akhirat. Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15, yang artinya :
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)” arti dari
kata ini adalah yang melalaikan kamu dari akhirat sedangkan “di sisi Allah-lah
pahala yang besar.” oleh karena itu, janganlah kamu luputkan pahalamu karena
disibukkan oleh harta dan anak.
Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman:
Surat Ali-Imran: 14

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada


apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik.”
Allah Ta’ala memberitahukan berbagai jenis kelezatan yang di jadikan
indah bagi manusia dalam kehidupan dunia, yaitu wanita dan anak-anak. Allah
memulai dengan wanita karena ia merupakan fitnah paling berat. Dalam kitab
sahih ditegaskan bawah Rasullah saw. Bersabda yang berarti : “Tiada aku
tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah)
wanita”(H.R. Bukhari & Muslim)
Jika keinginan terhadap wanita itu ditujukan untuk menjaga kesucian dan
memperoleh anak yang banyak, maka hal demikian bahkan diharapkan, disukai,
dan disunnahkan. Rasullah saw. Bersabda yang berarti : “Dunia merupakan
harta benda yang paling baik ialah wanita yang salehah. Jika dipandang, ia
menyenangkannya, jika disuruh ia taat, jika ditinggal pergi ia menjaga
kehormatan dirinya dan harta suaminya”(H.R. Muslim)
Demikian pula dengan harta kekayaan, kadang ia ditujukan untuk
kemegahan dan kesombongan. Hal demikian dicela dan kadang-kadang harta pun
ditujukan untuk diinfakkan kepada karib kerabat, sarana silaturahmi, dan untuk
berbagai tujuan baik lainnya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari suwaid bin hubairah, dari Nabi saw.,
“Sebaik-baiknya harta seseorang ialah kuda (keledai) yang banyak beranak dan
pohon kurma unggul yang berbuah lebat.” (HR Ahmad). Firman Allah
“binatang ternak” seperti unta, sapi, dan kambing. “dan sawah ladang” yakni
sawah yang digunakan untuk bercocok tanam. Kemudian Allah Ta’alah
berfirman, “itulah kesenangan kehidupan dunia” yakni sesungguhnya ini
merupakan kembang kehidupan dunia dan keindahannya yang fana dan cepat
sirna. “dan pada sisi Allah-lah tempat kembali yang baik,” yakni tempat kembali
dan pahala yang baik.
Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat,
Allah berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.

Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,


kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Allah yang mahasuci lagi mahatinggi memuji orang-orang yang
menginfakkan hartanya pada jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi kebaikan
dan sedekah yang telah mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebut pemberian
mereka, tidak mengatakannya kepada siapa pun, dan tidak mengungkit-ungkit
baik dengan perkataan maupun perbuatan. Firman Allah “tidak menyakiti,” yakni
mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai terhadap orang yang
menerima kebaikan mereka, hal yang dapat menghapus kebaikan yang telah lalu.
Kemudian Allah menjanjikan kepada mereka balasan yang banyak atas perbuatan
mereka itu Allah berfirman “Bagi mereka pahala pada sisi Tuhan mereka.”
yakni pahala mereka itu dijamin oleh Allah bukan oleh selain dia. “tiada
kekhawatiran atas mereka” dalam menghadapi berbagai bencana yang akan
mereka hadapi pada hari kiamat. “Dan tidak pula mereka bersedih hati” atas
kehidupan dunia dan kemilaunnya yang mereka tinggalkan dibelakang.
Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan
keperluan antara satu sama lain. Firman Allah: Surat Al-Hasyr: 7.

Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.
Dari firman Allah di atas yakni, semua kota yang telah ditaklukkan
secara demikian, maka hukumnya disamakan dengan hokum-hukum harta
rampasan perang Bani an-Nadhir. Oleh karena itu Allah Ta-ala berfirman,
“Adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang (sedang) dalam perjalanan,” dan seterusnya dan
ayat setelahnya. Demikianlah pihak-pihak yang berhak menerima harta fai’.
Imam Ahmad meriwayatkan, sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar
memberitahu kami dari az-Zuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar
ia berkata, “Harta Bani an-Nadhir termasuk harta yang telah Allah berikan
kepada Rasul-Nya, dengan tidak ada usaha terlebih dahulu dari kaum muslimin
untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh karena itu harta rampasan itu
hanya khusus untuk Rasullah, beliau menafkahkan untuk keluarganya sebagai
nafkah untuk satu tahun. dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang
dan persenjataan di jalan-Nya.” Demikianlah hadist yang diriwayatkan oleh
Ahmad disini secara ringkas. Diriwayatkan juga oleh sekelompok ahli hadist
dalam kitab-kitab mereka kecuali Ibnu majah dari hadist sufyan, dari ‘Amr bin
Dinar, dari az-Zuhri.
Firman Allah “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang kaya saja di antara kamu.” Yakni kami jadikan pihak-pihak yang
memperoleh bagian harta fai’ ini agar tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang
kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa nafsu mereka, serta
tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun. dan firman
Allah “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” Yakni apa pun yang beliau
perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka
tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan
melarang keburukan.

B. TAFSIR HADIST DAN AYAT TENTANG KEPEMILIKAN


1. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemilikan (Tamlîk) Dalam Al-Qur’an
Ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-
Qur’an.kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT , dijelaskan
dalam (Q.S.Ali Imrân [3]: 189).

Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha
Perkasa atas segala sesuatu. Sedangkan kepemilikan manusia bersifat relatif ,
dijelaskan dalam (Q.S. al-Nisâ‟ [4]: 7).

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Berkaitan dengan kepemilikan manusia yang relatif tersebut, AM.


Saefuddin, menjelaskan cara manusia mendapatkan hak kepemilikan:
a) Kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
ekonomi,bukan menguasai sumber daya tersebut. Seorang muslim yang
tidak memanfaatkan atau memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang
diamanatkan Allah tersebut akan kehilangan hak atas sumber-sumber daya
itu. Kepemilikan dalam konteks ini, berlaku terhadap pemilikan lahan atas
tanah.
b) Kepemilikan hanya terbatas sepanjang orang itu masih hidup, dan bila
orang itu meninggal, maka hak kepemilikannya harus didistribusikan
kepada ahli warisnya. Hal ini didasarkan pada Q.S. al-Baqarah [2]: 180.

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu


kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf [112], (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
c) Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang
menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak.
Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau milik negara, tidak dapat
dimiliki secara perorangan atau kelompok tertentu.
Prinsip dasar kedua yang dikemukakan Al-Qur’an adalah kebolehan
mencari, mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan selama ia diakui
sebagai karunia dan amanah Allah SWT. Al-Qur’an tidak menentang
kepemilikan harta sebanyak mungkin, bahkan Al-Qur’an secara tegas dan
berulang-ulang memerintahkan agar berupaya sungguh-sungguh dalam
mencari rezki yang diistilahkan Al-Qur‟an dengan “fadhl Allâh”.
Pencapaian usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya
menyebabkan manusia perlu memiliki alat pemenuhan untuk maksud
tersebut.Hak milik pribadi bagi manusia merupakan hak yang harus
dihormati oleh siapa pun. Sebab, hak ini telah ditetapkan pula sebagai hak
dasar yang dimiliki setiap manusia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai
pernyataan deklarasi yang mencantumkan hak milik sebagai hak dasar
manusia.
2. Konsep Kepemilikan(Tamlîk) Dalam Al-Qur’an.
Salah satu titik terpenting sistem kepemilikan dalam Al-Qur‟an
adalah pengakuan bahwa alam semesta beserta isinya adalah milik Allah
(Q.S. al-Hadîd [57]: 5)

Artinya : Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-


lah dikembalikan segala urusan.
Allah pemilik harta secara mutlak, pemilik (penguasa) langit dan bumi. Dia
Maha Pencipta dan Pemilik yang hakiki segala sesuatu yang ada di bumi dan
seluruh alam semesta. Dia telah menciptakan segala sesuatu untuk
kepentingan hidup manusia. pernyataan ini sebanyak 29 kali dengan redaksi
yang bervariasi.
Ayat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa Allah sebagai penguasa mutlak
dan hakiki atas segala sesuatu. Kekuasaan-Nya sangat luas dan tidak terbatas,
mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Para mufasir sepakat bahwa Allah pencipta langit dan bumi beserta
isinya sekaligus sebagai pemilik mutlak dan pengaturnya, serta mengetahui
seluruh rincian sekecil apapun yang terjadi pada keduanya.11 Sedangkan
manusia adalah wakil yang mempunyai hak khilafah yang bersifat nisbi atas
harta benda sebagai pemilik sesungguhnya, sepanjang tidak melanggar aturan-
aturan Allah sebagai pemilik mutlak.
Dalam kaitan ini, Al-Qur’an megungkapkan pula, bahwa Allah bukan
hanya pemilik mutlak segala sesuatu, tetapi juga Allah menciptakan bumi dan
langit dengan sebenarnya. Hal ini diungkapkan antara lain dalam Q.S. al-
An„âm [6]: 73 sebagai berikut:

Artinya : Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan
benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah",
dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia
mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui.
Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa Allah sebagai pencipta
alam raya ini. Ayat ini memiliki korelasi (munâsabat ayat) yang kuat dengan
dua ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa, petunjuk-Nya adalah petunjuk
yang sempurna, yaitu Islam, yakni penyerahan diri kepada-Nya, yang
tercermin antara lain dalam shalat serta amalan-amalan takwa lainnya.
Dapat dipahami bahwa penciptaan bumi ini untuk dikelola dan
dimanfaatkan manusia guna memenuhi kelangsungan dan perkembangan
hidupnya. Dengan demikian bumi dan seluruh isinya tidak dimaksudkan untuk
dimiliki suatu kaum atau bangsa tertentu, melainkan untuk semua jenis
manusia. Oleh karena itu adalah hak setiap individu untuk berusaha
mendapatkan rezkinya di muka bumi ini dengan cara yang baik,tidak
memonopoli kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi setiap barang
ekonomi. Dengan demikian, setiap orang menikmati hak yang sama dalam
usaha masing-masing untuk mendapatkan rezki dan bebas bekerja selama
kegiatan-kegiatan itu tidak melawan hukum.
BAB III
KESIMPULAN

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata yang menurut
bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala
sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi,
maupun manfaat. Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun
menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di
antara manusia”
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan
ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri
atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta. Selain merupakan salah satu keperluan
hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia,
sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk
menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai
beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik, ketetapan dan
kepastian, menetapkan dan mejelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran. Kata
milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti penguasaan
terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang dimilki (harta). Milk juga
merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang
menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat
melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya kalangan syara’.
Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-milk dalam
bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Abu Abdullah Bin Muhammad Bin Ismail, Ensiklopedia


hadis sahih bukhari 1,terj. Masyhar & Muhammad Suhadi, Jakarta :
Almahira Cet. I, 2011
KEMENAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Diponegoro
2008
KEMENAG RI, Al-Qur’an & Tafsirnya jilid IV, Jakarta : PT. Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012.

Anda mungkin juga menyukai