Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HARTA DAN HAK MILIK

DOSEN PENGAMPU : USWATUN HASANAH, M.E

DI SUSUN OLEH :

MUHAMMAD MA’SHUM (2111130042)


AHMAD RIFA’I (2111130034)
RAHMATIN (2111130043)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan makalah yang berjudul Harta dan Hak
Milik.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah “ Fqih
Muamalah “ Di samping itu makalah ini di harapkan dapat menjadikan sarana pembelajaran serta
dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta.............................................................................................
B. Unsur-unsur harta...........................................................................................
C. Kedudukan Harta...........................................................................................
D. Pembagian Harta............................................................................................
E. Fungsi Harta...................................................................................................
F. Pengertian Hak Milik.....................................................................................
G. Pembagian Hak Milik....................................................................................
H. Sebab-sebab Kepemilikan..............................................................................
I. Klasifikasi Milik.............................................................................................

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kepemilikan harta dalam Islam merupakan bentuk kekuasaan terhadap sesuatu
sesuai dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang untuk bertindak terhadap apa yang
ia miliki selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan hukum Islam. Sebabsebab
adanya kepemilikan harta diantaranya bekerja (al’amal), pewarisan (al-irts), pemberian
harta negara kepada rakyat, dan harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga.
Kepemilikan harta yang terjadi karena sebab kewarisan (al-irts), adalah pemindahan hak
pemilikan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, sehingga ahli warisnya
menjadi sah untuk memiliki harta warisan tersebut
Dalam hukum Islam juga terdapat istilah furudul muqoddaroh (Bagian-bagian
yang sudah ditentukan) yaitu 2/3,1/3,1/6,1/2,1/4, dan 1/8. Menurut hukum waris Islam,
bagian seorang anak laki-laki sebesar dua kali bagian seorang anak perempuan, atau
bagian seorang anak perempuan setengah dari bagian seorang anak laki-laki.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Pengertian Harta
2. Apa saja Unsur-unsur harta
3. Bagaimana Kedudukan Harta
4. Bagaimana Pembagian Harta
5. Apa itu Fungsi Harta
6. Apa itu Pengertian Hak Milik
7. Bagaimana Pembagian Hak Milik
8. Apa saja Sebab-sebab Kepemilikan
9. Apa saja Klasifikasi Milik
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HARTA
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal, yang merupakan akar kata dari lafadz‫اليم‬
‫ – ليمي – الم‬yang berarti condong, cenderung, dan miring. Harta merupakan segala sesuatu
yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dengan
demikian unta, sapi, kambing, tanah, emas, perak dan segala sesuatu yang disukai oleh
manusia dan memiliki nilai (qimah), ialah harta kekayaan. -Ibnu Asyr- mengatakan
bahwa ; “kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah
pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki.1
Menurut -Imam as-Suyuthi- harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah
meninggalkannya. Kalau baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu
mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi mereka.2
Sementara Konsep harta menurut -Hasby Ash-Shiddiqy- ialah segala sesuatu yang
memiliki katagori sebagai berikut :
1. Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup
manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan dapat dikelola (tasarruf) dengan
jalan ikhtiar.
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia,baikoleh seluruh manusia
maupun sebagian manusia.
3. Sesuatu yang sah untuk diperjual belikan.
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), dapat diambil
manfaatnya dan dapat disimpan.
5. Sesuatu yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil
manfaatnya tidak termasuk harta. Semisal manfaat, karena manfaat tidak
berwujud,maka tidak termasuk harta.

1
Wening Purbatin Palupi, ‘HARTA DAlAM ISlAM (Peran Harta Dalam Pengembangan Aktivitas Bisnis Islami)’, AT-
Tahdzib: Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 1.2 (2013), 154–71
2
Palupi.
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan
dapadiambil manfaatnya ketika dibutuhkan.3

B. UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para fuqaha, harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua
unsur ; Pertama, unsur ‘aniyyah dan Kedua, unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah ialah bahwa harta
itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yun).
Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi
termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta
oleh seluruh manusia atau oleh sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu
kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat yang bersifat madiyyah maupun
ma’nawiyyah.4
C. KEDUDUKAN HARTA
Adapun Islam tidak memandang harta kekayaan itu seperti pandangan mereka yang
pesimis dan antipati, bukan pula memandang seperti pandangan kaum materialistis yang
berlebihan, tetapi Islam memandang harta itu sebagai berikut:
1. Harta sebagai pilar penegak kehidupan.
2. Di dalam beberapa ayat Al Qur’an harta disebut dengan kata, “Khairan” yang berarti
suatu kebaikan
3. Kekayaan merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada para Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman dan bertaqwa dari hamba-hamba- Nya.
4. Harta kekayaan merupakan cobaan atau ujian hidup. Dan sekaligus harta dapat
membawa musibah bagi orang yang berpaling dari-Nya dan kufur.
5. Nabi SAW menentukan pandangannya terhadap harta dengan sabdanya yang ringkas:
”Sebaik-baik harta adalah harta yang diberikan (yang dimiliki) oleh hamba yang
shalih

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, telah menyebutkan kurang lebih 86 kali
item mal (‫ )ﻝام‬dalam klasifikasi wazan yang beragam. Lebih dari 20 kali pula al-Qur’an
menyebutkan bahwa inti kepemilikan segala harta yang ada di bumi ini merupakan milik

3
Palupi.
4
Palupi.
Allah saw yang di anugerahkan oleh Nya untuk kehidupan kita sebagai wakil (khalifah)
Allah untuk mengelolannya. Dengan pemahaman tersebut, tentunya proses pengelolaan
yang kita lakukan sebagai khalifah harus sesuai dengan prosedur pengelolangan harta
yang telah di tentukan oleh Sang pemilik (Allah SWT)5

D. PEMBAGIAN HARTA
1. Nilai Kemamanan
Iman dalam Islam menempati posisi amat penting. Karena iman adalah asas dan
dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman tidak sah dan diterima amal
perbuatannya. Firman Allah SWT dalam al- Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 124, sebagai
berikut:
Artinya : “ Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Iman merupakan dasar utama dari setiap perbuatan. Keimanan yang memotivasi
seseorang melakukan pernikahan. Sebagai wujud iman dan syukur kepada Allah
seseorang melaksanakan pernikahan. Demikian juga ketika mereka bercerai,
dilakukan juga atas dasar iman dan keyakinan bahwa rumah tangga sudah tidak dapat
dipertahankan lagi.
Iman mendasari adanya kasih saying untuk saling memberi antara suami isteri,
keimanan bahwa rezeki datang dari Allah dan semua pihak berhak untuk
menikmatinya. Dengan iman, masing- masing pihak akan dijauhi dari sifat tamak dan
serakah terhadap harta, sehingga baik suami saja yang bekerja atau justru suami tidak
bekerja, maka iman akan menuntun kita untuk ikhlas membagi harta tersebut.

2. Nilai Keadilan
Perintah menetapkan hukum dengan adil dapat dipahami dan dimulai uraiannya
dengan mengutip Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58, sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
5
Palupi.
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”.
Menurut Abd Muin Salim, secara struktural ayat di atas terdiri dari dua klausa
yang tidak dapat dilepaskan dari klausa inti di awal ayat, yakni inna Allah ya’
murukum. Hubungan ini terwujud oleh adanya partikel “wa” dan yang berfungsi
sebagai perangkai. Klausa pertama adalah klausa kondisional, karena didahului oleh
partikel “iza” “apabila” yang tidak hanya berkonotasi temporal tetapi juga
kondisional. Sedangkan klausa kedua berkedudukan sebagai objek. Dengan demikian
ayat di atas dapat dikonstruksikan ke dalam ungkapan Inna Allah ya’ murukum an
tahkumu bi al-‘adl iza hakamtum baina al- nas. “Sesungguhnya Allah memerintahkan
agar kamu menetapkan hukum dengan adil apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia.
Adil dimaknai sebagai suatu yang seimbang, pada posisi yang semestinya
(proporsional), tidak berat sebelah. Dalam pengertian ini, jika isteri punya potensi
untuk mengembangkan diri, dan suami mendukung, tidak menghalang-halanginya
untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya jika
dalam rumah tangga Allah memberikan rezeki yang lebih besar kepada isteri
dibandingkan dengan rezeki yang diperoleh suami, maka ketika terjadi perceraian
mereka harus membagi harta bersama menurut rasa keadilan. Keadilan akan
dirasakan masing- masing pihak, jika mereka mendapatkan apa yang mestinya
menjadi hak mereka. Keadilan akan terwujud jika masing-masing pihak memahami
peranan dan posisi masing-masing dalam rumah tangga.

3. Nilai Keseimbangan
Nilai keseimbangan dalam membangun rumah tangga diwujudkan agar masing-
masing pihak dapat memenuhi kewajiban dan menerima haknya. Keseimbangan perlu
diciptakan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, sehingga terbangun rumah
tangga yang kekal. Suami sebagai kepala keluarga melaksanakan kewajibannya
memenuhi nafkah keluarga dan isteri mengurus rumahtangga dengan baik.
Keseimbangan akan tercipta jika masing-masing pihak saling mengerti dan
menghargai.
4. Nilai Perlindungan Hukum
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap hak-hak manusia. Al- Qur’an sebagai sumber hukum pertama
telah meletakkan dasar-dasar hak manusia, kebenaran dan keadilan, jauh sebelum
timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada
ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an, antara lain:
a. Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitar 150 ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya
dalam Surat Al-Hujarat ayat 13.
b. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-
orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat
adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata : ‘adl, qisth dan
qishash.
c. Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw telah
memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan
terhadap hak manusia. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang
menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia dan hak- hak kemuliaan,
walaupun terhadap orang yang berbeda agama, melalui sabda beliau: “Barang
siapa yang menzalimi seseorang mu’ahid (seorang yang telah dilindungi oleh
perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas
kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela
hatinya, maka aku lawannya

5. Nilai Musyawarah
Musyawarah pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk hal-hal yang baik,
sejalan dengan makna dasarnya, yaitu mengeluarkan madu. Oleh karena itu unsur-
unsur musyawarah yang harus dipenuhi adalah;
a) Al-Haq; yang dimusyawarahkan adalah kebenaran,
b) Al-’Adlu; dalam musyawarah mengandung nilai keadilan,
c) Al-Hikmah; dalam musyawarah dilakukan dengan bijaksana.
6. Nilai Kasih Sayang
Kasih sayang yang terjalin selama hidup berumah tangga antara suami dan isteri
tetap diwujudkan meskipun telah bercerai, dengan memberikan sebagian harta kepada
mantan isteri atau suaminya, terutama isteri yang tidak bekerja. Demikian juga jika
suami yang tidak bekerja, maka wujud kasih sayang isteri adalah memberikan
sebagian harta bersama agar suaminya dapat melanjutkan kehidupannya sendiri.6

E. FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut,
fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun sebaliknya.
Diantara sekian banyak fungsi harta anatar lain sebagi berikut :
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdah),
sebab untuk ibadah diperlukan alat-lat, semisla kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
shadaqah, hibahdan yang lainnya.
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah , sebab kefakiran
cendrung mendekatkan diri kepada kekufuran, sehingga pemilikan harta
dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.
3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
4. Untuk menyeleraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
5. Untuk menegakkan dan mengembangkan ilmu-ilmu,karena menuntuk ilmu
tanpa modal akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak bisa kuliah, bila ia
tidak memiliki biaya.
6. Untuk memutarkan (men-tasharruf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya
pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan orang miskin yang saling
membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan
berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silaturrahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan.7

6
Linda Firdawaty, ‘Filosofi Pembagian Harta Bersama’, Asas: Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, 8.1 (2016), 88–102
7
Palupi.
F. PENGERTIAN HAK MILIK
Secara istilah hak milik terdiri dari dua kata, yaitu: hak dan milik. Secara etimologi,
kata “hak” berasal dari bahasa arab yang artinya “sesuatu yang tetap” Secara istilahi,
terdapat beberap definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqih :
1. Menurut Syekh Ali Al-Khafifi, hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara
syara’.
2. Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa, hak adalah suatu keharusan yang padanya
ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif.

Sedangkan pengertian hak dalam istilah ahli ushul sama dengan arti hukum, yaitu :
“Sekumpulan kaidah dan nas yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur
hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.”

Kepemilikan secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu [‫ ]اكلم ـ كلمي ـ كلم‬yang
berarti memiliki, menguasai dan mengumpulkan, sebagaimana firmanNya dalam QS Al-
Jin ayat 21:

Yang artinya : “Sesungguhnya aku tidak Kuasa mendatangkan sesuatu


kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan”.

Dalam Lisan Al-'Arab Ibnu Mandzur menyatakan bahwa pemilik mutlak adalah Allah
ta'ala yang Maha Suci, Raja diraja, baginya segala kekuasaan (kerajaan) Dialah pemilik
(penguasa) hari kiamat. Dia adalah pemilik penciptaan yang berarti pemelihara dan
pemilik seluruh alam semesta.8

G. PEMBAGIAN HARTA
Menurut Fuqaha’ harta dapat ditinjau dari beberapa bagian yang setiap bagian memiliki
ciri khusus dan hukumnya tersendiri yang berdampak atau berkaitan dengan beragam
hukum (ketetapan). Namun pada pembahasan ini hanya akandijelaskan beberap bagian
yang masyhur, Yaitu sebagai berikut :
1. Mal Mutaqawwim dan Ghair al-Mutaqawwim
a. Harta Mutaqawwim ialah :

8
Khairul Bahri Nasution, ‘Konsep Hak Milik Dalam Fiqh Islam ( Analisis Filosofis Terhadap Pengaturan Kepemilikan
Dalam Islam )’, Islamic Circle, 1.2 (2020), 80–91.
Yang dimaksud Harta mutaqawwim dalam pembahasan ini ialah segala
sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk
memanfaatkannya. Pemahaman tersebut bermakna bahwa tiap pemanfaatan atas
sesuatu berhubungan erat dengan ketentuan nilai positif dari segi hukum, yang
terkait pada cara perolehan maupun penggunaannya.
b. Harta Ghair al-Mutaqawwim ialah :
Maksud pengertian harta ghair al-Mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta
mutaqawwim, yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan
dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.9

H. SEBAB SEBAB KEPEMILIKAN


Sebab-sebab kepemilikan harta adalah sebab yang menjadikan seseorang
memiliki harta tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Sebab pemilikan
harta itu telah dibatasi dengan batasan yang telah dijelaskan oleh syara’. Menurut syari’at
Islam setidaknya ada lima sebab kepemilikan (asbab al- tamalluk),
1. Bekerja
Islam mendorong manusia bekerja guna mencari karunia Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menikmati kesejahteraan
dan perhiasan dunia. Agar bernilai ibadah, pekerjaan yang dilakukanharuslah
sejalan dengan tuntunan syariah sehingga harta yang didapatkan memperoleh
berkah.
Alquran telah memberi tuntunan kepada manusia untuk mendapatkan
harta, yakni melalui kerja dan usaha yang baik dan halal, tidak dengan jalan
yang batil. Larangan memakan harta dengan semua cara yang batil yang tidak
diperkenankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Pewarisan
Waris merupakan suatu mekanisme pembagian harta milik orang yang
meninggal kepada ahli warisnya. Berdasarkan ketentuan syariah Islam, ahli
waris dapat memiliki harta warisan sebagai ha katas bagian harta waris yang
ada. Hukum tentang waris telah dijelaskan secara qath’i (tegas) didalam al-
Quran dan as-Sunnah serta Ijmak sahabat. Hukum waris termasuk kategori

9
Palupi.
hukum tawqifi (ketentuan hukum yang bersifat tetap dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala) tanpa disertai adanya ‘illat (sebab ditetapkan hukum) apapun.
3. Kebutuhan Akan Harta Untuk Kebutuhan Hidup
Hidup adalah hak setiap manusia. Menjadi hak manusia pula untuk
mempertahankan kehidupannya. Salah satunya melalui cara bekerja guna
mncukupi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, negara sebagai
pelindung dan penjaga rakyat wajib menjamin tersedianya lapangan pekerjaan
bagi warga negaranya.
4. Pemberian Negara
Negara dapat memberikan sebagian harta miliknya di Baitul Maal kepada
orang yang memerlukan bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Bantuan dapat berupa modal kerja, barang modal atau bahkan bahan
konsumsi. Misalnya: pertama, negara memberikan sebidang tanah miliknya
kepada petani miskin untuk digarap; kedua, atau memberikan modal kerja
kepada petani yang mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai biaya untuk
mengolahnya; ketiga, negara memberikan uang kas kepada rakyat miskin
yang banyak berutang. Umar bin al-Khaththab ra. misalnya, pernah memberi
para petani di Irak sejumlah harta dari Baitul Maal agar mereka dapat
menggarap tanah pertanian serta memenuhi hajat hidup.
5. Harta Yang Diperoleh Tanpa Adanya Usaha
Cara kepemilikan harta seperti ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
antara lain: Pertama, Hibah. Harta bisa didapat seseorang melalui hadiah, hibah,
sedekah dan lain-lain dari orang lain yang timbul dari hubungan pribadi antar
individu yang mendorong mereka saling memberi dan menolong. Harta yang
didapat melalui hadiah, hibah atau wasiat merupakan kepemilikan yang sah secara
syar’i. Kedua, Zakat. Bagi orang yang menerima harta zakat, hara itu dia dapatkan
tanpa usaha. Ia menerima zakat karena keadaan dirinya yang termasuk salah satu
dari kriteria orang yang berhak menerima zakat. Ketiga, Harta kompensasi
(diyat).10

I. KLASIFIKASI HAK MILIK


a. Kepemilikan individu Kepemilikan
10
Putri Nuraini, ‘Studi Ayat-Ayat Ekonomi Tentang Al-Milk Serta Klasifikasi Kepemilikan’, Jurnal Islamika, 3.2 (2020),
44–56
Kepemilikan individu adalah hukum syara’ yang ditentukan pada zat ataupun
kegunaan (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya
untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi baik karena
barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena
dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.
b. Kepemilikan umum
Kepemilikan umum adalah izin al-syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-
sama memanfaatkan benda atau barang. Sedangkan benda-benda yang tergolong
kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-Syari’
sebagai benda-benda yang dimiliki suatu komunitas secara bersama-sama dan tidak
boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. Karena milik umum, maka setiap individu
dapat memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya, seperti fasilitas dan sarana
umum, sumber daya alam yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki
oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas.
c. Kepemilikan Negara
Kepemilikan Negara adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi hak seluruh
rakyat, dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah atau negara, dimana negara
berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian rakyat sesuai dengan
kebijakannya. Kepemilikan negara pada dasarnya juga merupakan hak milik umum,
tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah.
Meskipun demikian, cakupan kepemilikan umum dapat dikuasai oleh pemerintah,
karena ia merupakan hak seluruh rakyat dalam suatu negara, yang wewenang
pengelolaannya ada pada tangan pemerintah.11

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

11
Fadilah Ulfah , ‘Kepemilikan Dalam Islam’, Nucl. Phys., 13.1 (1959), 16
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harta merupakan materi yang
kepemilikanmutlaknya berada ditangan Allah SWT dan pengelolaannya berada
ditanganmanusia. Manusia diperbolehkan memperoleh, menguasai, memelihara dan juga
memanfaatkannyasebagai amanah, perhiasan hidup, ujian keimanan dan meneruskan
kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam rangka ibadah kepada Allah
SWT. Dan hak milik merupakanpenguasaan seseorang terhadap harta untuk
mengambilmanfaat dengan segala cara yang dibolehkanoleh syara, dengan empat
azas:Amanah, infiradiyah, ijtima’iyah dan manfaat.12
Dari pendekatan filosofis pemanfaatan kepemilikan harta pada asasnya diarahkan
untuk memperbesar manfaat dan mempersempit mudharat.Dalam kajian ini ditemukan
beberapa aspek filosofis antara lain: nilaitauhidullah,nilai rahmatullah, nilaial-‘adalah dan
al-musawah, nilaial-‘amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an munkar, nilaipenghargaan kepastian
dan kerelaan, nilai tanggungjawab dan jaminan kesejahteraan.13

DAFTAR PUSTAKA

Firdawaty, Linda, ‘Filosofi Pembagian Harta Bersama’, Asas: Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, 8.1
(2016), 88–102 <http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/1227>

12
Dadang Suhairi, ‘Konsep Harta Kekayaan Dan Hak Milik Dalam Islam’, Jurnal Ilmiah Ilmu Syariah, 2.2 (2020), 1–5.
13
Suhairi.
Moshinsky, Marcos, ‘No Title‫’یلیب‬, Nucl. Phys., 13.1 (1959), 104–16

Nasution, Khairul Bahri, ‘Konsep Hak Milik Dalam Fiqh Islam ( Analisis Filosofis Terhadap Pengaturan
Kepemilikan Dalam Islam )’, Islamic Circle, 1.2 (2020), 80–91

Palupi, Wening Purbatin, ‘HARTA DAlAM ISlAM (Peran Harta Dalam Pengembangan Aktivitas Bisnis
Islami)’, AT-Tahdzib: Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 1.2 (2013), 154–71
<http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib%0Ahttp://moraref.or.id/record/
view/24752>

Putri Nuraini, ‘Studi Ayat-Ayat Ekonomi Tentang Al-Milk Serta Klasifikasi Kepemilikan’, Jurnal Islamika,
3.2 (2020), 44–56 <https://doi.org/10.37859/jsi.v3i2.2156>

Suhairi, Dadang, ‘Konsep Harta Kekayaan Dan Hak Milik Dalam Islam’, Jurnal Ilmiah Ilmu Syariah, 2.2
(2020), 1–5

Anda mungkin juga menyukai