Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AIK (Al-ISLAM-KEMUHAMMADIYAHAN)

“ISLAM DAN MASALAH HARTA DAN JABATAN”

Dosen pengampu :
M.Thoha Mahsun, S.Ag., M. Pd. I.

Disusun oleh
Kelompok 12:
Arman maulana akbar 200601124
Muhammad Isma’il 200601135

PRODI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN AJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT yang maha megetahui dan maha bijaksana
yang telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya
kepada-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita
nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dengan suri tauladan-
Nya yang baik dan semoga syafa’at beliau mengalir kepada kita kelak di
akhirat.
Dan segala syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan anugerah kesehatan, kesempatan, dan pemikiran kepada kami
untuk dapat menyelesaikan makalah yang menilik konsep “Islam dan Masalah
Harta dan Jabatan” ini tepat waktu. Dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama AIK (Al-Islam Kemuhammadiyahan). Pada isi
makalah akan diuraikan mengenai Pengertian, Kaidah, serta Pentingnya
memahami dan mendalami ilmu tentang Aqidah bagi seluruh hamba-Nya.
Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan mengenai
konsep Aqidah dalam Islam. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Besar harapan kami agar pembaca memberikan masukan berupa
kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima
kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gresik, 16 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

Kata Penghantar........................................................................................................

Daftar isi.....................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta................................................................................................


2.2 Pandangan Islam Mengenai Harta....................................................................
2.3 Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah...................................
2.4 Kewajiban Mencari Nafkah..............................................................................
2.5 Sikap Terhadap Harta dan Jabatan...................................................................
2.6 Pendayagunaan Harta dan jabatan di Jalan Allah.............................................

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun
batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu
yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya
kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak
berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang
ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan
dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.
Istilah harta, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang
lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang.
Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai
ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf
(kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat. As-Suyuti berpendapat bahwa istilah
Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan
dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungnya status al-mal terletak pada nilai ekonomis
(al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung
pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi patokan dalam
menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari
semua jenis harta.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pengertian harta dan jabatan?


Bagimanakah pandangan islam terhadap harta?
Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah?
Bagaimanakah sikap terhadap Harta dan Jabatan?
Bagaimanakah pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah?

1.3 Tujuan

Memahami pengertian harta


Memahami pandangan islam terhadap harta
Memahami harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia dari allah
Memahami sikap terhadap harta dan jabatan
Memahami pendayagunaan hata dan jabatan dijalan allah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta

            Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, yang menurut bahasa berarati condong,
cenderung, atau miring.  Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan
manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.[1]
Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia
ini. Selain itu, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah),
sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan
akhirat.[2]
Fungsi harta adalah untuk menopang kehidupan manusia karena tanpa harta kehidupan
manusia tidak akan tegak.[3]
Menurut bahasa, jabatan artinya  sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang diemban. Semua
orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu  atau terhormat dalam setiap lembaga atau
institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.

2.2 Pandangan Islam Mengenai Harta

            Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut :


Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah Allah
swt. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
‘‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa
dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk
apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’
           

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :


Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena
memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
Harta sebagai perhiasan dunia
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ... (Q.S. Al-Kahfi:46)
Harta sebagai cobaan
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah
pahala yang besar.(Q.S.At-Taghaabun:15)
Harta sebagai perhiasan hidup
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga) (Q.S.Ali-Imron:14)
Harta sebagai bekal ibadah
dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu sebelum maut
mendatangimu (Q.S. Al- Munafiqun:10)
2.3 Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah

            Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-Haqqah
Allah SWT menyatakan bahwa pejabat  yang tidak beriman itu di akhirat kelak akan
mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).
Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut sebagai
amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata karena kehebatan
seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga  sejatinya bukan dimaksud untuk
kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang lain. Karena harta dan
jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan
dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.
Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu juga merupakan
cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal.

2.4 Kewajiban Mencari Nafkah

            Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian
(Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras
mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah’’ (HR
Ahmad).
‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)
‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat
mencari rezki’’ (HR Thabrani).
Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah...(Al-Jumuah:10)
...dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 32)
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dkehendaki-Nya, dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al- Jumu’ah: 4)
Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-
Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)
Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281),
perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :
38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil
dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
Dalam mencari dan memprolaeh harta, Amir Syarifudin.[4] menegaskan secara perinci
sebagai berikut :
Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harat selama
yang denikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang berlaku, yaitu halal dan baik.  Hal
ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin.
Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah
Allah swt. sendiri. Di samping itu, dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan, tetapi,
merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan Allah.
2.5 Sikap Terhadap Harta dan Jabatan

            Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah dari allah SWT, maka
kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan
berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari modal
hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh
karena itu kita tidak harus ambisus untuk memperolehnya.
Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup didunia. Namun, dalam
memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap
muslim :
Israf, yaitu berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan hidup
sendiri.
Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang
kepada orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.Al-A’raf:31)
Tabdzir (boros), dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan dan
menghambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat.
Janganlah kmau menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-
pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat kafir (ingkar)
terhadap Tuhannya. (Q.S.Al-Isra’:26 &27)
Khalifah itu wajib menjalankan hukum Allah dan Rasulnya, baik terhadap  amal dirinya
sendiri maupun terhadap jalannya pemerintahan. [5]
Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi yang maslahat
kelak dalam jabatannya, maka boleh meminta jabatan, dengan ketentuan bahwa ia juga tidak
boleh terlalu percaya akan keahliannya, sebaliknya jabatan atau menjaga amanah bagi yabg
tidak punya kompetensi atau keahlian, oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh,
sebagaimana Firman allah pada Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-Ahzab ayat 72 :
Artinya:
54. dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang
rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata:
"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi
dipercayai pada sisi kami".
55. berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Artinya:
72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat
zalim dan Amat bodoh.
2.6 Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah

            ...dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh? (Al-
Munafiqun:10)
Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan mengalir
terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutamabila yang
dibelanjakanitubertahan lama zatnyaatau yang disebutsebagaiwakaf, ini
sesuaidengansabdaNabiSAW yang berbunyi:

Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal dunia
maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan,
sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya. HR
Ad-Darimi dan tirmidzi.   (SunanDarimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53..Sanadnya sohih.)
Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari akhirat kelak
jabatan itu akan dipertanggung-jawabkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi:
13. dan tiap-tiap manusia itutelah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya
kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang
dijumpainya terbuka.
34. Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa harta dan jabatan adalah
hal yang menjadi prioritas manusia didunia, namun kembali pada sebuah hadis yang
menjelaskan bahwa dunia adalah ladang akhirat. Bekerjalah untuk tetap dapat hidup didunia
menambah amalan diakhirat kelak. Karena harta dan jabatan adalah amanah dari yang maha
kuasa.

Anda mungkin juga menyukai