Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH POLITIK EKONOMI ISLAM

POLITIK KEPEMILIKAN SUMBER PRODUKSI DALAM ISLAM

Disusun Oleh:

Nama : Priska Dara Maulanza

: Juleha

Program Studi : Ekonomi Syariah

Sem/Unit : V/IV

Dosen Pembimbing : Dr. Muhammad Suhaili Sufyan, Lc. MA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN LANGSA)

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan seru

sekalian alam, berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Shalawat dan salam semoga

senantiasa Allah llimpahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarganya,

sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan.

Penulis yakin bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-

kesalahan, baik secara metodologinya maupun dalam pemaparan kata-kata dan

isinya. Untuk itu, kritik yang membangun dari pembaca selalu penulis harapkan.

Segala kekeliriuan dan kesalahan dalam makalah ini sepenuhnya menjadi

tanggung jawab penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Langsa, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Pengertian Kepemilikan...........................................................................3

B. Konsep Kepemilikan Perspektif Al-Qur'an Dan Hadits.......................4

C. Analisis Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam........................................7

D. Produksi Dalam Ekonomi Islam .............................................................9

BAB III PENUTUP.........................................................................................13

Kesimpulan......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prinsip ekonomi Islam dapat dirangkum dalam empat prinsip, yaitu

tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Produksi

tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada,

melainkan juga membuat barang-barang yang dihasilkan dari beberapa

aktivitas produksi memiliki daya guna. Tujuan kebahagiaan dunia dan

akhirat dalam produksi berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah sebagai

prinsip produksi antara lain kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai

islam sehingga dalam memproduksi barang/jasa tidak boleh

bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan

dan harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan

yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus

memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf,

mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak

berlebihan serta tidak merusak lingkungan serta distribusi keuntungan

yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan.

Produksi tidak bisa lepas dari faktor sebagai alat produksi berupa faktor

alam/tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal (kapital), faktor

manajemen, teknologi serta bahan baku.

1
Setiap orang berkeinginan memiliki segala sesuatu, baik berupa

harta maupun pekerjaan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Islam mengajarkan kepada manusia agar selalu berusaha selalu

mencapai semua kebutuhannya melalui bentuk pekerjaan yang sesuai

dengan kemampuan dan keahliannya. Sehubungan dengan itu, Islam

mengajarkan kepada pengikutnya bahwa harta bukan segala‐galanya

dalam kehidupan. Ironisnya, manusia sangat berambisi dan memusatkan

seluruh perhatian dan usahanya untuk mengumpulkan harta sebanyak‐

banyaknya dengan mengabaikan sesuatu yang lebih besar yaitu

kehidupan akherat. Sesungguhnya etika spritual yang tinggi adalah

iman, amal saleh dan akhlak mulia itulah kekayaan yang tidak pernah

sirna.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian kepemilikan?

2. Bagaimana konsep kepemilikan perspektif al-qur'an dan hadits?

3. Bagaimana analisis kepemilikan dalam ekonomi islam ?

4. Bagaimana produksi dalam ekonomi islam?

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemilikan

Kata "kepemilikan" dalam bahasa Indonesia terambil dari kata "milik".

Ia merupakan kata serapan dari kata "al-milk" dalam bahasa Arab. Secara

etimologi  kata  "al-milk"  terambil  dari  akar  kata " - - - " yang artinya

memiliki. Dalam  bahasa  Arab  kata" " berarti memelihara dan menguasai

sesuatu secara bebas. 

Maksudnya kepenguasaan seseorang terhadap sesuatu harta (barang

atau jasa) yang membolehkannya untuk mengambil manfaat dengan segala

cara yang dibolehkan oleh syara', sehingga orang lain tidak diperkenankan

mengambil manfaat dengan barang tersebut kecuali dengan izinnya, dan

sesuai dengan bentuk-bentuk muamalah yang diperbolehkan. 

Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik

sehingga ia mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan

pelanggaran pada garis-garis syari'ah. Menurut hukum dasar, yang namanya

harta, sah dimiliki, kecuali harta-harta yang telah disiapkan untuk

kepentingan umum, misalnya wakaf dan fasilitas umum.

4
B. Konsep Kepemilikan Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits sangat

memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia atas sumber material

yang diciptakan Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk

memiliki sendiri, untuk konsumsi dan untuk produksi, namun tidak

memberikan hak itu secara absolut (mutlak).1 Berikut ini adalah beberapa

ayat Al-Qur'an yang ada relevansinya dengan teori kepemilikan.

 "kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha

Perkasa atas segala sesuatu."(Q.S Al-Imran : 189)2

Dalam ayat tersebut dengan tegas dinyatakan bahwa Allah-lah pemilik

mutlak segala sesuatunya, dan manusia hanya menjadi khalifah Allah di

bumi.

Dari Abu Umamah, yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi bahwasanya

Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang mengambil haknya seseorang muslim dengan

sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan neraka untuknya dan

mengharamkan syurga atasnya." Kemudian ada seorang lelaki yang

bertanya: "Apakah demikian itu berlaku pula, sekalipun sesuatu benda yang

remeh ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sekalipun bendanya itu berupa

setangkai kayu penggosok gigi." (Riwayat Muslim)

1
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA, 2004), hlm. 100.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Media Fitrah
Rabbani, 2011), hlm. 75.

5
Dalam hadits di atas memberikan pengertian bahwa kita sebagai

seorang muslim tidak boleh saling merampas hak milik sesama, sekecil

apapun itu. Kita sebagai umat muslim harusnya saling menolong dalam

menjalankan setiap perintah yang Allah berikan kepada umat-Nya. 

Kita sebagai manusia harus sadar bahwa hak yang dimiliki hanyalah

bersifat sementara, dan merupakan titipan dari Allah yang sewaktu-waktu

jika Dia berkehendak maka Dia akan mengambilnya dari kita. Sekecil

apapun hak yang kita rampas dari sesama maka Allah akan sangat

membenci itu, seperti yang telah tertulis dalam hadits di atas.

Islam memiliki pandangan yang khas tentang hak milik, sebab ia

dielaborasi dari Al Qur'an dan Hadist. Dalam pandangan Islam pemilik

mutlak seluruh alam semesta adalah Allah sedangkan manusia adalah

pemilik relatif. 

Kepemilikan manusia terikat dengan aturan Allah, ia hanya bertugas

untuk melaksanakan perintah Allah atas pengelolaan alam semesta.

Kesadaran bahwa kepemilikan manusia atas sumber daya ekonomi akan

dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat akan mendorong manusia

untuk berhati-hati dalam mengelola hak milik.

Secara umum dapat dikatakan bahwa Islam memberikan kedudukan

yang proporsional antara hak milik individu, hak milik kolektif dan hak

milik negara. Meskipun hak milik  ini sangat dilindungi, tetapi ketiganya

bukan hak milik yang bersifat mutlak. Hak milik dapat berubah dan diubah

6
sesuai dengan tingkat kepentingan dan urgensinya, tentunya melalui cara-

cara yang dibenarkan.

Konsepsi tentang hak milik memiliki implikasi yang mendasar bagi

keseluruhan sistem ekonomi. Konsep ini akan menjadi dasar tentang apa,

bagaimana dan mengapa mengelola, serta untuk siapa seluruh sumber daya

ekonomi di muka bumi ini. Maka dari itu dalam pandangan islam, terdapat

prinsip-prinsip dasar hak milik secara garis besar yaitu:3

Pemilik mutlak (the absolute owner) alam semesta ini adalah Allah Swt.

Manusia diberikan hak milik terbatas (limited ownership) oleh Allah

Swt atas sumber daya ekonomi , dimana batasan kepemilikan dan cara

pemanfaatannya telah ditentukanNya.

Pada dasarnya Allah menciptakan alam semesta bukan untuk diriNya

sendiri, melainkan untuk kepentingan sarana hidup (wasilah al hayah) bagi

mahluk alam semesta dan isinya.

Manusia harus mempertanggungjawabkan penggunaan hak milik

terbatas ini kepada Allah Swt kelak di yaumul qiyamah (hari kiamat).

Kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati dan

memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik hakiki.

Manusia hanya bisa memiliki kemanfaatan atas fasilitas yang ada, seperti

mempunyai tanah untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, sebagai lahan

pertanian, ataupun sebagai ladang bisnis. 

3
Ibid, hlm.96.

7
Kepemilikan yang ada hanya sebatas mengambil manfaat dan tidak bisa

menghilangkan kepemilikan Allah yang hakiki, atau mengurangi hak-hak

Allah atas segala fasilitas kehidupan yang telah diturunkan di atas bumi.

C. Analisis Kepemilikan dalam Ekonomi Islam

Dalam konteks kepemilikan, hal yang paling mendasar dibicarakan

adalah masalah hak milik dan hak hukum, sehingga orang tersebut dan

dengan persyaratan tertentu boleh memiliki kekayaan. Hak ini akan bisa

dijaga dan ditentukan dengan adanya pengundang‐undangan hukum agama

dan pembinaan‐pembinaan. Hak milik individu ini, disamping masalah

kegunaannya yang tentu memiliki nilai finansial sebagaimana yang telah

ditentukan oleh agama, juga merupakan otoritas yang diberikan kepada

seseorang untuk mengelola kekayaan yang menjadi hak miliknya. Oleh

karena itu, wajar kalau pembatasan hak milik tersebut mengikuti ketentuan

perintah dan larangan Allah Swt.4

Di pihak lain ada sistem ekonomi Islam yang dibangun berdasarkan al‐

Qur’an dan as‐Sunnah. Dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan

merupakan masalah penting, sebab kepemilikan tidaklah sebebas‐bebasnya

seseorang untuk mempergunakan dan menganggu terhadap kebebasan orang

lain. Begitu pula sebaliknya dalam masalah kepemilikan bahwa seseorang

terdapat hak kepemilikan orang lain yang harus di tunaikan. Oleh karena itu

4
M. Faruq An‐Nabahan., Sistem Ekonomi Islam: Pilihan setelah Kegagalan Sistem
Kapitalis dan Sosialis, Yogyakarta, UI Press. 2000. hlm. 68.

8
dalam sistem ekonomi Islam mengakui dan menghargai hak kepemilikan

pribadi dan kebebasan mengembangkannya serta mencarikan keuntungan

yang besar, akan tetapi hak kepemilikan pribadi tersebut harus sesuai

dengan hukum agama di dalam mendapatkan dan membelanjakannya.5

Hanya masalahnya, kepemilikan khususnya dalam ekonomi Islam

menganjurkan agar dalam memperoleh kekayaan tersebut tidak boleh

diserahkan begitu saja kepada manusia, untuk mengelola dan

memperolehnya dengan cara sesukanya, serta berusaha untuk

mendapatkannya dengan semaunya, dan memanfaatkannya dengan

sekehendak hatinya. Sebab, cara‐cara semacam itu bisa menyebabkan

gejolak dan kekacauan, serta menyebabkan kerusakan dan nestapa. Disadari

atau tidak bahwa dewasa ini sulit untuk mengkritik kapitalisme secara

intelektual, politik, maupun psikologis. Ini tentu tidak mudah, karena

kenyataannya bahwa kita dan seluruh dunia dewasa ini hidup dalam tahapan

sejarah, bekerja, bergerak, dan berfikir dalam kerangka sistem kapitalisme.

Dasar hukum yang diberikan dalam ekonomi Islam cukup berasalan

dalam arti bahwa setiap manusia diberi kebolehan kepemilikan dan

kebolehan berusaha sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah‐kaidah

syariah dan di dalam Islam memberikan batasan dan ketentuan terhadap

kebebasan kepemilikan dan kebebasan berusaha yaitu bebas secara tidak

terkendali dan sewenang‐wenang, yang akan melahirkan bentuk‐bentuk

5
Abu A’la Al‐Maududi., Menjadi Muslim Sejati, (terj). M. Abdullah, Yogyakarta, Mitra
Pustaka, 2003. hlm. 20.

9
baru dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, tentu ini bahasa yang

inklusif dan tidak populer di dalam menahan arus balik sikap sistem

ekonomi materialisme, sehingga kedua sistem tersebut tetap dapat

diterapkan di suatu negara dan mengontrol setiap interaksi kaum muslimin

dan bercokol di dalam benak setiap orang.

D. Produksi Dalam Ekonomi Islam

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait

dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi

merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber

alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang

atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang

diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni

halal dan baik) menurut Islam.6

Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang

tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat

barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas

produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang

benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti

memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta

6
Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. terj. Suherman
Rosyidi. Jakarta: Rajawali. 2010.

10
memiliki daya jual yang yang tinggi. Tujuan produksi dalam perspektif fiqh

ekonomi khalifah Umar bin Khatab adalah sebagai berikut:

1. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin

Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin berarti ketika

berproduksi bukan sekadar berproduksi rutin atau asal produksi melainkan

harus betul-betul memperhatikan realisasi keuntungan, namun demikian

tujuan tersebut berbeda dengan paham kapitalis yang berusaha meraih

keuntungan sebesar mungkin.

2. Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga

Seorang Muslim wajib melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan

kecukupannya dan kecukupan orang yang menjadi kewajiban nafkahnya.

3. Tidak mengandalkan orang lain

Umar r.a sebagaimana yang diajarkan dalam Islam tidak

membenarkan/membolehkan seseorang yang mampu bekerja untuk

menengadahkan tangannya kepada orang lain dengan meminta-minta dan

menyerukan kaum muslimin untuk bersandar kepada diri mereka sendiri,

tidak mengharap apa yang ada ditangan orang lain.

4. Melindungi harta dan mengembangkannya

Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Sebab dengan harta, dunia

dan agama dapat ditegakkan. Tanpa harta, seseorang bisa saja tidak

istiqamah dalam agamanya serta tidak tenang dalam kehidupannya. Dalam

fiqh ekonomi Umar r.a. terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi

11
harta, dan bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan berbagai

masalah dunia dan agama. Sebab, di dunia harta adalah sebagai kemuliaan

dan kehormatan, serta lebih melindungi agama seseorang. Didalamnya

terdapat kebaikan bagi seseorang, dan menyambungkan silaturahmi dengan

orang lain. Karena itu, Umar r.a menyerukan kepada manusia untuk

memelihara harta dan mengembangkannya dengan mengeksplorasinya

dalam kegiatan-kegiatan produksi.

5. Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk

dimanfaatkan

Rezeki yang diciptakan Allah Swt. bukan hanya harta yang berada

ditangan seseorang saja, namun mencakup segala sesuatu yang dititipkan

oleh Allah Swt. di muka bumi ini sehingga dapat dijadikan sebagai alat

untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangannya. Allah Swt. telah

mempersiapkan bagi manusia di dunia ini banyak sumber ekonomi, namun

pada umumnya untuk dapat dimanfaatkan harus dilakukan eksplorasi dalam

bentuk kegiatan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia.

6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi

Produksi merupakan sarana terpenting dalam merealisasikan

kemandirian ekonomi. Bangsa yang memproduksi kebutuhan-kebutuhanya

adalah bangsa yang mandiri dan terbebas dari belengu ketergantungan

ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang hanya mengandalkan

konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain.

12
7. Taqarrub kepada Allah SWT Seorang produsen

Muslim akan meraih pahala dari sisi Allah Swt. disebabkan aktivitas

produksinya, baik tujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasi

kemapanan, melindungi harta dan mengembangkannya atau tujuan lain

selama ia menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai pertolongan dalam

menaati Allah Swt.7

7
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga. 2012.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia

mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada

garis-garis syari'ah. Menurut hukum dasar, yang namanya harta, sah

dimiliki, kecuali harta-harta yang telah disiapkan untuk kepentingan umum,

misalnya wakaf dan fasilitas umum.

Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits sangat

memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia atas sumber material

yang diciptakan Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk

memiliki sendiri, untuk konsumsi dan untuk produksi, namun tidak

memberikan hak itu secara absolut (mutlak). Berikut ini adalah beberapa

ayat Al-Qur'an yang ada relevansinya dengan teori kepemilikan.

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan

manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan

kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh

manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau

menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi

itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan

baik) menurut Islam

14
DAFTAR PUSTAKA

Al‐Maududi, Abu A’la, 2003. Menjadi Muslim Sejati, (terj). M. Abdullah,

Mitra Pustaka, Yogyakarta.

An‐Nabahan, M. Faruq, 2000. Sistem Ekonomi Islam: Pilihan setelah

Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, UI Press, Yogyakarta.

Aslam Haneef, Mohamed, 2010. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.

terj. Suherman Rosyidi. Rajawali, Jakarta.

Departemen Agama RI, 2011. Al-Qur'an dan Terjemahnya, CV. Media

Fitrah Rabbani, Bandung.

Hakim, Lukman, 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Erlangga, Jakarta.

Muhammad, , 2004. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, BPFE-

YOGYAKARTA, Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai