Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengantar Ekonomi Islam

DOSEN PENGAMPUH :
SALMIA, S.E.I., M.E

DISUSUN OLEH :
M. HANZALAH (20200313021)
SAFIRA PUTRI MAHARANI (20200313019)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


AHSANTA JAMBI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu dan
tanpa kurang suatu apapun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul ”Konsep Harta dan Kepemilikan Dalam Perspektif
Islam” bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu
Salmia, S.E.I., M.E selaku dosen pengampuh mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam dan
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik
dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb

Jambi, 2 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Makalah ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1 Harta Dalam Perspektif Islam ................................................................................ 3
2.1.1 Pengertian Harta ............................................................................................... 3
2.1.2 Pembagian Harta .............................................................................................. 3
2.1.3 Fungsi Harta Dalam Syariat Islam ................................................................... 8
2.2 Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam ............................................................... 9
2.2.1 Pengertian Konsep Kepemilikan Dalam Islam ................................................ 9
2.2.2 Landasan Hukum Memiliki Harta .................................................................. 10
2.2.3 Pembagian Hak Milik..................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 13
3.2 Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial pada prinsipnya selalu ingin hidup bermasyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia akan menghadapi berbagai macam persoalan
untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain, sehingga dibutuhkan
sikap saling tolong-menolong. Setiap individu pada dasarnya mengalami
ketergantungan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberadaannya dalam suatu
kelompok.1

Ketergantungan seseorang dikarenakan setiap manusia mempunyai kebutuhan.


Kebutuhan yang harus dipenuhi oleh ekonomi itu berbeda dari masyarakat yang satu ke
masyarakat yang lain, dari orang yang satu ke orang yang lain. Perbedaan itu
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya sesuai kebutuhan.2 Ajaran Islam
merupakan ajaran yang sempurna mencakup seluruh kehidupan, maka kita wajib
berpendirian bahwa Islam sebagai agama yang telah menggariskan prinsip-prinsip
kehidupan mencakup berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi.

Islam mempunyai corak ekonomi sendiri, berdiri sendiri dan berbeda dengan
kapitalisme. Perbedaan itu terlihat dalam praktek sistem ekonomi kapitalis yang tujuan
utamanya untuk memperoleh keuntungan material, sehingga muncul egoisme,
monopoli, dan usaha mengumpulkan harta kekayaan semata.3 Islam memelihara
keseimbangan antara hak milik pribadi dan kolektif sehingga Islam menjamin
pembagian kekayaan yang seluas-luasnya dan paling bermanfaat melalui lembaga-
lembaga yang didirikan.4 Permasalahannya yaitu masih banyak yang belum memahami
bagaimana Islam memandang harta dan kepemilikan.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas harta dan kepemilikan dengan
judul “Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Islam”.

1
Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000, h. 5
2
S. Wiranegara, Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam, Jakarta : PT Gita Karya, 1988, h. 19
3
Wahyudi Kumorotomo, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya,
1995, h. 33
4
M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1993, h.
64

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan sebelumnya, maka dalam makalah ini yang akan dipaparkan hal
tentang konsep ekonomi Islam mengenai harta dan kepemilikan. Dengan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep harta dalam perspektif Islam?
2. Bagaimanakah konsep kepemilikan harta dalam Islam?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep harta dalam pandangan ekonomi Islam.
2. Mengetahui kepemilikan berdasarkan pandangan Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Harta Dalam Perspektif Islam


2.1.1 Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal atau jamakannya al-amwal. Harta (al-mal)
menurut kamus Al-muhith tulisan Alfairuz Abadi, adalah ma malakatahu min kulli
syai (segala sesuatu yang engkau punyai).5
Sedangkan harta menurut istilah syariah adalah setiap apa yang dapat dimanfaatkan
menurut cara-cara yang dibenarkan syariah, seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam, pemanfaatan (konsumsi), dan hibah.6 Nasrun Haroen menjelaskan harta
adalah segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau
segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dapat dimanfaatkan.7
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa apapun yang digunakan
manusia dalam kehidupan dunia baik merupakan harta, uang, tanah, kendaraan,
rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan-
kelautan, dan pakaian termasuk dalam kategori al-amwal (harta kekayaan).

2.1.2 Pembagian Harta


Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam sebaik-baik ciptaan-Nya, untuk
mengatur, mengolah dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Allah Swt telah
menganugerahkan manusia dengan segala kemampuan mental dan fisik serta dunia
dan semesta dengan segala sumber daya yang melimpah-ruah. Namun, sungguh
disayangkan dan sebuah ironi jika umat Islam gagal memainkan perannya dalam
memanfaatkan segala kemampuannya dan mengeksploitasi sumber daya alam tersebut
sehingga gagal mendapatkan kemakmuran dan kejayaan sebagaimana dijanjikan Allah
Swt.8

5
M. Solahuddin, Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007, h. 40
6
M. Husain Abdullah, Dirasat fi Al Fikr Al Islami , h. 54
7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007 , h. 73
8
Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003,h. 6

3
Kehadiran harta benda tidak bisa dicapai oleh seseorang kecuali dengan usaha yang
kuat, karena itu Allah Swt menerangkan tentang harta tersebut dan sebagai karunia
dari Allah Swt, dan mengajak umat manusia untuk berusaha dalam menggapainya.9
Firman Allah Swt, Surat Al-Jum‟ah Ayat 10:

َ ‫ّٰللا َوا ْر ُك ُشوا ه‬


‫ّٰللا َكثِ ْي ًشا نَّعَهَّ ُك ْم ت ُ ْف ِه ُح ْىن‬ ْ ‫ض َوا ْبتَغُ ْىا ِم ْه َف‬
ِ ‫ع ِم ه‬ ِ َ ‫ص ٰهىةُ فَا ْوت‬
َ ْ ‫ش ُش ْوا فِى‬
ِ ‫اْل ْس‬ ِ َ‫فَ ِارَا قُ ِعي‬
َّ ‫ت ان‬

Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.10

Firman Allah Swt, Surat An-Nisa Ayat 32:

۟ ُ‫سـَٔه‬
‫ىا‬ ٌ ‫سا ِٓء وَ ِص‬
َ َ ‫يب ِ ّم َّما ٱ ْكت‬
ْ ‫س ْبهَ ۚ َو‬ ۟ ُ‫سب‬
َ ّ‫ىا ۖ َو ِنه ِى‬ ّ ِ ّ‫ط ۚ ِن‬
ٌ ‫هش َجا ِل َو ِص‬
َ َ ‫يب ِ ّم َّما ٱ ْكت‬ ٍ ‫عهَ ٰى بَ ْع‬ َ ‫ٱَّللُ بِ ِۦه بَ ْع‬
َ ‫ع ُك ْم‬ َّ ‫ع َم‬َّ ‫َو َْل تَت َ َمىَّ ْى ۟ا َما َف‬
َ ٍ‫ٱَّلل كَانَ ِب ُك ِ ّم ش َْىء‬
‫ع ِهي ًما‬ ْ َ‫ٱَّلل ِمه ف‬
َ َّ َّ‫ع ِه ِ ٓۦه ۗ ِإن‬ َ َّ
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki
ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.11
Menurut para fuqaha harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki
ciri khusus dan hukumnya tersendiri, pembagian harta tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:12
1) Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawim
a) Mal Mutaqawwim
Mal Mutaqawwim yaitu sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut
syara‟. Harta yang termasuk mutaqawwim ini ialah semua harta yang baik
jenisnya maupun cara memperolehnya dan penggunaannya. Misalnya, kerbau
halal dimakan oleh umat Islam, tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah
menuru syara‟, misalnya dipukul hingga mati, maka daging kerbau tersebut
tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara‟.

9
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam, Semarang: Kalam Mulia,
1987, h. 39
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit Diponegoro, 2003, h. 441
11
Ibid., h. 66
12
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 19

4
b) Ghair Mutaqawim
Ghair Mutaqawim yaitu sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
syara‟. Harta ghair mutaqawim ialah kebalikan dari harta mutaqawim, yakni
yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya
maupun cara penggunaannya. Misalnya babi termasuk harta Ghair Mutaqawim,
karena jenisnya.
2) Mal Mistli dan Mal Qimi
a) Mal Mistli
Harta Mistli yaitu benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-
kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain tanpa ada
perbedaan yang perlu dinilai.
b) Mal Qimi
Harta Qimi yaitu benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya,
karenanya tidak dapat berdiri sebagian ditempat sebagian yang lainnya tanpa
ada perbedaan.
3) Harta Istihlak dan Harta Isti’mal
a) Harta Istihlak
Harta Istihlak yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaannya dan
manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta Istihlak
terbagi dua, ada yang istihlak hakiki dan istihlak haquqi. Harta istihlak hakiki
ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas nyata zatnya habis
sekali digunakan. Misalnya korek api, bila dibakar maka habislah harta yang
berupa kayu itu. Istihlak haquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah
digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada. Misalnya uang yang digunakan untuk
membayar utang, dipandang habis menurut hokum walaupun uang tersebut
masih utuh, hanya pindah kepemilikannya.
b) Harta Isti’mal
Harta Isti‟mal yaitu sesuatu yang bisa digunakan berulang kali dan materinya
tetap terpelihara.

5
4) Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a) Harta Manqul
Harta Manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu
tempat ke tempat yang lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan
dan lain-lain.
b) Harta Ghair Manqul
Harta Ghair Manqul yaitu sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari
satu tempat ketempat yang lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan
lainnya yang termasuk ghair manqul karena tidak dapat dipindahkan, dalam
hukum perdata positif digunakan istilah benda bergerak dan benda tetap.
5) Harta Ain dan Harta Dayn
a) Harta Ain
Harta Ain ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras,
kendaraan (mobil) dan lainnya.
b) Harta Dayn
Harta Dayn yaitu sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang
berada dalam tanggung jawab seseorang.
6) Mal al-ain dan Mal al-naf’i (manfaat)
a) Harta al-ain
Harta al-ain yaitu benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), misalnya
rumah, ternak dan lainnya.
b) Harta al-naf’i
Harta al-naf‟i ialah a‟radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf‟i tidak berwujud dan tidak
mungkin disimpan.
7) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur
a) Harta Mamluk
Harta Mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan
maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.

6
b) Harta Mubah
Harta Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti
air pada mata air, binatang buruan darat dan laut, pohon-pohon dihutan dan
buah-buahan.
c) Harta Mahjur
Harta Mahjur ialah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan
memberikan kepada orang lain menurut syari‟at, adakalanya benda itu benda
wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan
raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan lainnya.
8) Harta Yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi
a) Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah)
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, tepung, dan
lainnya.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah)
Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja,
mesin dan lainnya.
9) Harta Pokok dan Harta Hasil (buah)
a) Harta Pokok
Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta
pokok disebut juga modal, misalnya uang, emas dan yang lainnya.
b) Harta Hasil
Harta hasil ialah harta yang dihasilkan dari harta pokok. Contoh harta pokok
dan harta hasil seperti bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba
merupakan harta pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang
beranak, anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang
melahirkannya disebut harta pokok.
10) Harta Khas dan Harta Am
a) Harta Khas
Harta Khas ialah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.

7
b) Harta Am
Harta Am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya. 13
Atau harta yang boleh diambil manfaatnya oleh seseorang atau kelompok akan
tetapi dilarang menguasainya secara pribadi.14

2.1.3 Fungsi Harta Dalam Syariat Islam


Harta berfungsi untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan individu maupun
masyarakat. Namun dalam mencapai tujuan tersebut, Islam senantiasa menegaskan
bahwa sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih jauh. Inilah perbedaan
yang esensial antara ekonomi Islam dan faham materialisme baik pada sistem ekonomi
kapitalis maupun sosialis.
Adapun fungsi harta yang sesuai dengan syariat Islam adalah :
1) Berfungsi dalam menyempurnakan pelaksanaan ibadah, bukan hanya ibadah
yang khusus (mahdhah) seperti zakat, haji dan shalat, namun juga ibadah yang
lain seperti kewajiban menutup aurat.
2) Meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebagaimana kata mutiara
Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa kefakiran cenderung mendekatkan diri
kepada kekufuran.
3) Melanjutkan kehidupan dari satu periode kepada periode berikutnya,
sebagaimana firman Allah Surah An-Nisa Ayat 9 :
‫س ِذ ْيذًا‬ َ ‫ش انَّ ِز ْيهَ نَ ْى ت َ َشك ُْىا ِم ْه َخ ْه ِف ِه ْم رُ ِ ّسيَّتً ِظ ٰعفًا َخافُ ْىا َعهَ ْي ِه ۖ ْم فَ ْهيَتَّقُىا ه‬
َ ‫ّٰللا َو ْنيَقُ ْىنُ ْىا قَ ْى ًْل‬ َ ‫َو ْنيَ ْخ‬
Artinya : “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.15
4) Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Firman Allah Surah Al-
Qashash Ayat 77:
َ ْْ َ َ ٓ ‫ىَ وَ ِصي َبكَ ِمهَ ٱن ُّذ ْويَا ۖ َوَ َ ْْسِه َك َما‬
‫سهَ ٱ ََّّللُ إِ َن ْيكَ ۖ َو َْل ت َ ْب ِغ‬ َ َ ‫اخ َشةَ ۖ َو َْل ت‬ َ ‫َوٱ ْبت َ ِغ فِي َما ٓ َءات َ ٰىكَ ٱ ََّّللُ ٱنذ‬
ِ ‫َّاس ٱ ْل َء‬
ِ ‫َّلل َْل يُ ِح ُّب ٱ ْن ُم ْف‬
َ‫س ِذيه‬ ِ ‫سا َد فِى ٱ ْْل َ ْس‬
َ َّ ‫ض ۖ إِنَّ ٱ‬ َ َ‫ٱ ْنف‬

13
Hendi Suhendi. Ibid., h. 19-27
14
M. Solehuddin. Op. cit., h. 98
15
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 66

8
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.16

2.2 Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam


2.2.1 Pengertian Konsep Kepemilikan Dalam Islam
Dalam fiqh muamalah Milk didefinisikan sebagai Kekhususan terhadap pemilik
suatu barang menurut syara‟ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada penghalang syar‟i. Makna yang sama juga dijelaskan
oleh Rawwas Qal‟ah Jie bahwa kepemilikan berarti hubungan syariah antara manusia
dengan sesuatu (harta) yang memberikan hak mutlak kepada orang itu untuk
melakukan pemanfaatan (tasharruf) atas sesuatu itu dan mencegah orang lain untuk
memanfaatkannya.17 Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut
syara‟, maka orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual
maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain.18
Menurut istilah milik dapat didefinisikan sebagai “suatu ikhtishas yang
menghalangi yang lain, menurut syariat yang membenarkan pemilik ikhtishas itu
untuk bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya kecuali ada penghalang.19
Sedangkan Wahbah al Zuhaily mendefinisikan bahwa milik adalah Milk yaitu
keistimewaan (ikhtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan
pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar‟i. 20
Beberapa definisi milk tersebut terdapat dua istishash atau keistimewaan yang
diberikan oleh syara‟ kepada pemilik harta, diantaranya :
1) Keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya tanpa
kehendak atau izin pemiliknya.

16
Ibid., h.28
17
Rawwas Qal‟ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, h. 352
18
Yusuf Qordawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997, h. 70
19
Mustafa Ahmad al-Zarqa‟, al Madkhal al Fiqh al ‘Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr, 1968, h. 240
20
Wahbah al Zuhaily, al Fiqh al Islamy wa Adillatuh, Juz 4, h. 57

9
2) Keistimewaan dalam bertasharruf. Tasharruf adalah : “Sesuatu yang dilakukan
oleh seseorang berdasarkan iradah (kehendak)nya dan syara‟ menetapkan
batasnya beberapa konsekwensi yang berkaitan dengan hak”.21
Oleh sebab itu, milkiyah (pemilikan) seseorang mempunyai keistimewaan berupa
kebebasan dalam bertasharruf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada
halangan tertentu yang diakui oleh syara‟. Kata halangan disini adalah sesuatu yang
mencegah orang yang bukan pemilik suatu barang untuk mempergunakan atau
memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemiliknya.22
Menurut hukum dasar, harta sah dimiliki kecuali harta yang telah dipersiapkan
untuk umum, misalnya wakaf dan fasilitas umum. Dalam hal ini ada tiga macam
model kepemilikan yaitu :
1) Kepemilikan penuh, yaitu kepemilikan pada benda terkait sekaligus hak
memanfaatkan.
2) Hak memiliki saja, tanpa hak memanfaatkan (misalnya rumah yang
dikontrakkan).
3) Hak menggunakan saja atau disebut kepemilikan hak guna (si pengontrak).
Dalam artian kepemilikan hak disini tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang
menyebabkan adanya pelanggaran.23

2.2.2 Landasan Hukum Memiliki Harta


Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat terdapat konsep kesinambungan
pembangunan yaitu kestabilan ekonomi dan keadilan sosial. Sedangkan dalam
kerangka ekonomi Pancasila, dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dijabarkan lebih lanjut
menjadi asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika diterjemahkan ke dalam konsep
pembangunan, maka pembangunan pertama bertujuan menghapus kemiskinan. Karena
tidak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu prinsip
kemanusiaan dirumuskan menjadi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang sesuai dengan kemanusiaan.
Dalam hal ini terkait adanya dibolehkannya hak milik.

21
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 55
22
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, h.5
23
M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000, h. 39

10
Adapun cara perolehan hak milik itu telah diatur dalam pasal 584 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPdt), yaitu dengan cara pemilikan. Tata cara dan
ketentuan lain mengenai perolehan hak milik diatur lebih lanjut dalam pasal 585 – 624
KUHP.24 Cara memperoleh hak milik atas kebendaan bergerak yang semula bukan
milik siapapun juga, cara memperoleh hak milik binatang buruan atau perikanan, cara
mendapat hak milik atas sesuatu harta karun dan seterusnya. 25
Islam mengharuskan manusia untuk mencari rizki-Nya demi memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga dengan harta tersebut manusia dapat memberikan sedekah, infaq
dan lain-lain. Namun dalam mencari rizki Allah haruslah dengan jujur dan bermanfaat.
Sikap monopoli serta menguasai barang untuk dikonsumsi sendiri sangat dilarang, ini
menandakan bahwa cara perolehan hak milik dalam Islam adalah dengan cara yang
jujur dan bermanfaat. sebagaimana firmannya dalam Surat An-Nisa Ayat 32 :

۟ ُ‫سـَٔه‬
‫ىا‬ ٌ ‫سا ِٓء وَ ِص‬
َ َ ‫يب ِ ّم َّما ٱ ْكت‬
ْ ‫س ْبهَ ۚ َو‬ ۟ ُ‫سب‬
َ ّ‫ىا ۖ َو ِنه ِى‬ ّ ِ ّ‫ط ۚ ِن‬
ٌ ‫هش َجا ِل َو ِص‬
َ َ ‫يب ِ ّم َّما ٱ ْكت‬ ٍ ‫عهَ ٰى بَ ْع‬ َ ‫ٱَّللُ بِ ِۦه بَ ْع‬
َ ‫ع ُك ْم‬ َّ ‫ع َم‬ َّ ‫َو َْل تَت َ َمىَّ ْى ۟ا َما َف‬
َ ٍ‫ٱَّلل كَانَ ِب ُك ِ ّم ش َْىء‬
‫ع ِهي ًما‬ ْ َ‫ٱَّلل ِمه ف‬
َ َّ َّ‫ع ِه ِ ٓۦه ۗ ِإن‬ َ َّ
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki
ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.26
Firman Allah Swt, dalam Surat Al-Qashas Ayat 73 :

ْ َ ‫ع ِه ِهۦ َونَعَهَّ ُك ْم ت‬
َ‫ش ُك ُشون‬ ۟ ُ‫ىا فِي ِه َو ِنت َ ْبتَغ‬
ْ َ‫ىا ِمه ف‬ ۟ ُ‫س ُكى‬ َ ‫َو ِمه َّس ْْ َمتِ ِهۦ َجعَ َم نَ ُك ُم ٱنَّ ْي َم َوٱنىَّ َه‬
ْ َ ‫اس ِنت‬
Artinya : ”Dan Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya
kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-
Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”.27

24
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997,h. 18
25
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan), Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 1974, Cet.ke-6, h. 168-169
26
Deperteman Agama RI, Op.cit, h. 66
27
Ibid, h. 315

11
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Al-Ahqaf Ayat 19:

۟ ُ‫َو ِن ُك ٍ ّم د ََس ٰ َجتٌ ِ ّم َّما ع َِمه‬


َ‫ىا ۖ َو ِنيُ َىفِّيَ ُه ْم َ َ ْع ٰ َمهَ ُه ْم َوهُ ْم َْل يُ ْظهَ ُمىن‬
Artinya : “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka
kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan
mereka sedang mereka tiada dirugikan”.28

2.2.3 Pembagian Hak Milik


Hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Hak milik pribadi (Al-Milkiyah al-fardiyah) adalah hukum syara‟ yang berlaku
bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu yang memungkinkan siapa saja
mendapatkannya untuk memanfaatkannya barang tersebut, serta memperoleh
kompensasi, baik karena barang yang diambil kegunaannya oleh orang lain
(seperti sewa) ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli
barang tersebut.
2. Hak milik umum (Al-Milkiyah al-aamah) menurut Yuliandi hak milik umum
adalah harta yang telah ditetapkan hak miliknya oleh assyari‟ dan menjadikan
harta tersebut sebagai milik bersama atau seseorang atau sekelompok kecil orang
dibolehkan mendayagunakan harta tersebut, akan tetapi mereka dilarang untuk
menguasainya secara pribadi.
3. Hak milik Negara (Al-Milkiyah ad-daullah) menurut Yusanto adalah sebagai
harta hak seluruh umat yang pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara,
dimana dia bisa memberikan sesuatu kepada sebagian umat sesuai dengan
kebijaksanaannya. Menurut Yuliadi hak milik negara seperti harta kharaj, jizyah
harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris, tanah hak milik
Negara.29 Dengan demikian dalam pengelolaannya, negara atau pemerintah
bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu‟amalah) pelaku-pelaku
ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaannya untuk menjamin tidak
dilanggarnya syari‟ah, supaya tidak ada pihak-pihak yang zalim atau terzalimi,
sehingga tercipta iklim ekonomi yang sehat.30

28
Ibid, h. 402
29
Solahuddin,M, Op.cit, h. 66
30
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007, h. 43

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Harta ialah seluruh apapun yang digunakan manusia dalam kehidupan dunia baik
merupakan harta, uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga,
hasil perkebunan, hasil perikanan-kelautan, dan pakaian termasuk dalam kategori al
amwal (harta kekayaan). Ada sepuluh pembagian harta, yaitu (a) Mal Mutaqawwim
dan Ghair Mutaqawim, (b) Mal Mistli dan Mal Qimi, (c) Mal Istihlak dan Mal
Isti‟mal, (d) Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul, (e) Harta Ain dan Harta Dayn, (f)
Mal al-ain dan Mal al-naf‟i (manfaat), (g) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur, (h) Harta
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, (i) Harta pokok dan Harta hasil (buah), (j)
Harta Khas dan Am.
Milk didefinisikan sebagai kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut
syara‟ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak
ada penghalang syar‟i. Kepemilikan berarti hubungan syariah antara manusia dengan
sesuatu (harta) yang memberikan hak mutlak kepada orang itu untuk melakukan
pemanfaatan (tasharruf) atas sesuatu itu dan mencegah orang lain untuk
memanfaatkannya.

3.2 Saran
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak terlepas dari interaksi antara
sesama, terlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai seorang muslim harus
memperhatikan apakah aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam rangka mencari
karunia Allah Swt, seperti harta dan kepemilikan sesuai dengan prinsip-prinsip syari‟ah.
Semoga hal ini dapat memberikan wawasan kepada para praktisi maupun akademisi
terkait dengan konsep harta dan kepemilikan dalam perspektif Islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Husain, Dirasat fi Al Fikr Al Islami tt.

Al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1997

A. Mas‟adi, Ghufron, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002
Ahmad al-Zarqa‟, Mustafa, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr,
1968
An Nabahan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit
Diponegoro, 2003
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007

Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Kumorotomo, Wahyudi, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta : PT. Tiara
Wacana Yogya, 1995
K. Lubis, Suhrawardi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1993
Mahmud Bably, Muhammad, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam, Semarang:
Kalam Mulia, 1987

Qal‟ah Jie, Rawwas, Mu‟jam Lughah Al Fuqaha`, tt


Qordawi, Yusuf Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997
Solahuddin, M., Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007

Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002


Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan), Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 1974

Waris Masqood, Ruqaiyah, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003
Wiranegara, S, Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam, Jakarta : PT Gita
Karya, 1988

14

Anda mungkin juga menyukai