Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era kontemporer, berbagai pemikir ekonomi Islam bermunculan seperti


Baqir as Sadr, Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah
Siddiqi,Sayyed Haidar Naqfi, Taqiyyuddin An Nabhanni, Monzer Kahf, Sayyed
Mahmud Taleghani, Umar Chapra, Fazlur Rahman, M Akram Khan, Anas Zarqa,
dan lainnya. Arah pemikiran dan bangunan sistem ekonomi Islam yang mereka
telorkan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya serta
disiplin ilmu yang mereka miliki sebelumnya.

Beberapa ekonom muslim yang lain selanjutnya memilah pemikiran para


tokoh ekonomi Islam tersebut menjadi tiga mazhab yaitu mazhab Baqir As Sadr ,
mazhab mainstream,dan mazhab alternatif kritis. Hal yang melatarbelakangi
pembagian ketiga madhhab ini adalah adanya perbedaan pendapat konsep tentang
apa dan bagaimana ekonomi Islam.

Sekalipun demikian, sebuah survei mengenai pemikiran ekonomi Islam


kontemporer yang dilakukan oleh Siddiqi menunjukkan bahwa terdapat
kesepakatan tentang landasan filosofis bagi sistem ekonomi Islam, yaitu
tauhid,ibadah, khilafah, dan takaful. Demikian juga tidak terdapat perbedaan
pendapat mengenai hal-hal yang secara jelas disebut dalam Al Qur’an dan
Sunnah, seperti larangan riba dan kewajiban membayar zakat dalam sistem
ekonomi Islam.

B. Rumusan Masalah

1.Jelaskan perkembangan pemikiran ekonomi islam kontemporer ?

2. Jelaskan pemikiran tokoh ekonomi islam kontemporer ?

3. Jelaskan mazhab-mazhab pemikiran ekonomi islam kontemporer ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah pemikiran ekonomi islam Kontemporer (1930 –sekarang)

Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di


duniaIslam.Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut
mendorongsemangat para sarjana muslim dalam mengembangkan
pemikirannya Zarqa (1992) mengklasifikasikan kontributor pemikiran ekonomi
berasal dari: (1) ahli syariah Islam, (2) ahli ekonomi konvensional,dan (3) ahli
syariah Islam sekaligus ekonomi konvensional. Ahmad, Khurshid membagi
perkembangan pemikiran ekonomi Islamkontemporer menjadi 4 fase
sebagaimana berikut:

1.Fase Pertama

Pada pertengahan 1930-an banyak muncul analisis – analisis masalah


ekonomi sosial dari sudut syariah Islam sebagai wujud kepedulian teradap dunia
Islam yang secara umum dikuasai oleh negara-negara Barat. Meskipun
kebanyakan analisis ini berasal dari para ulama yang tidak memiliki pendidikan
formal bidang ekonomi, namun langkah mereka telah membuka kesadaran baru
tentang perlunya perhatian yang serius terhadap masalah sosial ekonomi. Berbeda
dengan para modernis dan apologist yang umum berupaya
untuk menginterpretasikan ajaran Islam sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
praktek ekonomi modern, para ulama ini secara berani justru
menegaskan kembali posisi Islam sebagai comperehensive way of life, dan
mendorong untuk suatu perombakan tatanan ekonomi dunia yang ada menuju
tatatan yang lebih Islami. Meskipun pemikiran-pemikiran ini masih banyak
membahas hal-hal elementer dan dalam lingkup yang terbatas, namun telah
menandai sebuah kebangkitan pemikiran Islam modern.

2
2. Fase Kedua

Pada sekitar tahun 1970-an banyak ekonom muslim yang berjuang


kerasmengembangkan aspek tertentu dari ilmu ekonomi Islam , terutama dari sisi
moneter. Mereka banyak mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba
dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga. Kerangka kerja suatu
perbankang yang bebas bunga mendapat bahasan yang komperehensif. Berbagai
pertemuan internasional untuk pembahasan ekonomi Islam diselenggarakan untuk
mempercepat akselerasi penmgembangan dan memperdalam cakupan bahasan
ekonomi Islam. Konferensi internasional pertama diadakan di Mekkah, Saudi
Arabia pada tahun 1976, disusul Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata
Ekonomi Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977, dua seminar
Ilmu Ekonomi Fiskal dan Moneter Islam di Mekkah (1978) dan di Islamabad,
Pakistan (1981), Konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi Kerjasama
Ekonomi di Baden-baden Jerman Barat (1982), serta Konferensi Internasional
Kedua tentang Ekonomi Islam di Islamabad (1983). Pertemuan yang terakhir ini
secara rutin tetap berlangsung (2001) dengan tuan rumah negara-negara
Islam. Sejak itu banyak karya tulis yang dihasilkan dalam wujud makalah, jurnal
ilmiah hingga buku.

3.Fase Ketiga

Perkembangan pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir


menandai fase ketiga di mana banyak berisi upaya-upaya praktikal-
operasional bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun
swasta. Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim
maupun di negara-negara non muslim, misalnya di Eropa dan Amerika. Dengan
berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga yang digagas
oleh para ekonom muslim –dan karenannya terus disempurnakan- langkah ini
menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa
bunga.

3
4.Fase Keempat

Pada saat ini perkembangan ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah
pembahasan yang lebih integral dan komperehensif terhadap teori dan praktek
ekonomi Islam. Adanya berbagai keguncangan dalam sistem ekonomi
konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme, menjadi sebuah tantangan
sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam. Dari sisi teori dan konsep
yang terpenting adalah membangun sebuah kerangka ilmu ekonomi yang
menyeluruh dan menyatu, baik dari aspek mikro maupun makro ekonomi.
Berbagai metode ilmiah yang baku banyak diaplikasikan di sini. Dari sisi
praktikal adalah bagaimana kinerja lembaga ekonomi yang telah ada (misalnya
bank tanpa bunga) dapat berjalan baik dengan menunjukkan segala
keunggulannya, serta perlunya upaya yang berkesinambungan untuk
mengaplikasikan teori ekonomi Islam. Hal-hal inilah yang banyak menjadi
perhatian dari para ekonom muslim saat ini. Ekonomi syariah berkembang
bersama Islam itu sendiri, meski demikian perkembangan keilmuannya
mengalami proses yang berbeda

B.Komparasi Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam Kontemporer

Dari pemikiran para tokoh ekonomi Islam kontemporer di atas, secara


umum tidak terdapat perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang secara jelas
disebut dalam al-Quran dan sunnah.Misalnya,tidak ada perbedaan pendapat
mengenai kewajiban membayar zakat dan pelarangan riba di dalam sistem
ekonomi Islam.

Menurut Aslam Haneef, perbedaan di antara mereka muncul sekurang-kurangnya


ada tiga wilayah pembahasan :

1. Penafsiran beberapa istilah dan konsep yang ditemui di dalam al-Quran


dan Sunnah.
2. Pendekatan/metodologi yang harus diikuti dalam membangun teori
ekonomi Islam dan sistem ekonomi Islam

4
3. Sebagai akibat perbedaan tersebut, maka terdapat pula perbedaan
pandangan mengenai penafsiran sistem ekonomi Islam.

Para pemikir muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam tiga


kategori Pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang
dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang lebih
berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat menjawab
persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para praktisi atau ekonom
muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba
menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam
terkonseptualisasi secara integrated. Mereka berusaha mengkonstruksi ekonomi
Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan mereduksi nilai-nilai yang
tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai Islam pada analisis ekonominya.

Abdul Mannan, Nejatullah Siddiqi dan Monzer Kahf lebih mengarah pada
neo-klasik dalam pembangunan sistem ekonominya. Barangkali hal itu karena
dipengaruhi oleh pendidikan ekonomi konvensional yang mereka terima.Abdul
Mannan menggunakan pendekatan elektik dalam metodologinya . Lebih jauh ,
Siddiqi dan Kahf sering menggabungkan fiqh dan pendekatan
neoklasik.Pendekatan ‘ neoklasik ’ berbasis fiqh seperti ini dapat digolongkan
sebagai aliran mainstream di dalam pemikiran ekonomi Islam.

Sementara itu Haider Naqvi melakukan pendekatan aksiomatik yang lebih


radikal. Dengan keras ia mengkritik kapitalisme dan ekonomi neoklasik-
Keynesian dengan cara membuat perubahan-perubahan dan membela peranan
pemerintah di dalam perekonomian. Dia sangat menentang mekanisme pasar
secara murni.

C. Mazhab Pemikiran Ekonomi islam Kontemporer

Kemunculan Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam Modern. Pada era


modernis, ekonomi Islam mulai dirajut kembali untuk dimunculkan sebagai
sebuah konsep ilmu teoritis maupun aplikatif. Pembagian mazhab alur pemikiran
Ekonomi Islam muncul dalam empat mazhab. Mazhab Baqir As Sadr, Mazhab

5
Abu A’la Al-Maududi, Mazhab Mainstream ,dan Mazhab Alternative. Hal yang
melatarbelakangi pembagian keempat mazhab ini adalah adanya perbedaan
pendapat akan adanya konsep apa dan bagaimana ekonomi Islam. Akan tetapi,
belum secara pasti dapat dibuktikan bahwa aplikasi konsep dan teori ekonomi
Islam di masyarakat saat ini adalah sudah cukup dinaungi oleh keempat mazhab
tersebut diatas.

Dalam bahasan ekonomi Islam modern, Sudarsono (2008) membagi fase


perkembangan ekonomi Islam modernis dalam dua bagian . Fase pertama
(sebelum 1970-an) kebanyakan sarjana ekonomi Islam lebih condong pada
pewacanaan pendekatan normatif dan teknis kelembagaan. Sedangkan, fase kedua
(1980) sarjana muslim lebih memfokuskan diri pada usaha merumuskan aspek
filosofis dan metodologi ekonomi Islam. Upaya pemunculan kembali ekonomi
Islam ditengah masyarakat dunia dengan tawaran konseptual keilmuan dan sistem
ekonomi yang seolah nampak baru mulai diupayakan secara masif semenjak abad
modernis.

Dalam perkembangannya ekonomi-ekonomi muslim tidak menghadapi


masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun ketika mereka diminta untuk
menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi Islam itu, mulai muncullah
perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom muslim
kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi empat mazhab, yakni:

1. Mazhab Baqir As Sadr

2. Mazhab Abu A’la Al-Maududi

3. Mazhab Mainstream

4. Mazhab Alternative

6
D.Penyerapan Hukum Eropa di Negara-negara Islam.
1. Penyerapan Hukum Eropa
Semenjak Abad ke-19, hubungan akrab antara peradaban Islam dan
peradaban Barat terjalin sedemikian kuatnya. Pengaruh Barat mulai menjamur di
dunia Islam. Sebenarnya ketika masa pertengahan, Islam masih sanggup
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan internal. Namun semenjak abad ke-
19, Islam mulai mengahadapi tekanan dan mengalami situasi yang berbeda
dengan abad pertengahan. Situasi ini diperparah lagi dengan kekakuan tradisi
Islam dan dominannya teori taqlid (kesetiaan yang mapan pada doktrin yang
sudah mapan), yang melahirkan pertentangan yang jelas-jelas tak dapat diakurkan
antara hukum tradisional Islam dan kebutuhan umat Islam. Tidak lama kemudian
pengaruh Barat itu membuat masyarakatnya menghendaki mengatur diri dengan
patokan-patokan Barat.
Yang paling mencolok dalam hubungan Negara-negara Islam dan Barat
adalah pada bidang hukum publik serta transaksi sipil dan transaksi komersial.
Dalam kondisinya seperti inilah sistem Islam tradisional nampak mengalami
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahannya. Hal demikian
dikarenakan hukum–hukum sipil Islam tradisional belum sanggup melayani
sistem perdagangan dan pembangunan ekonomi modern.
Sebenarnya perbedaan yang mendasar antara hukum Islam dan hukum
Barat adalah bahwa hukum Barat pada dasarnya bersifat sekuler, sedangkan
hukum Islam pada dasarnya bersifat normatif-religious. Hukum Barat atau hukum
yang berlaku di Eropa continental bersumber pada hukum Romawi. Tentu saja
hukum Romawi diberlakukan oleh kaisar Justisianus saat dia telah memeluk
agama Kristen. Hukum Romawi ini bersumber pada pandangan-pandangan para
hakim ternama dimasa pemerintahan kaisar Antonius, yang di tulis pada agama
asli mereka.
Mereka telah kehilangan pengaruh terhadap orang-orang pelajar pada
masa itu, sebelum mereka terpengaruh agama Kristen. Jadi pada dasarnya hukum
Romawi itu merupakan hukum buatan manusia untuk kepentingan manusia yang
merupakan hukum pertama yang dianggap matang oleh manusia. Karena itu

7
hukum Eropa atau Romawi itu menjadi hukum yang sewaktu-waktu bisa diubah
apabila keadaan menghendaki demikian. Sedangkan hukum Islam, secara
fundamental dianggap sebagai hukum Tuhan, sehingga pada pokoknya secara teks
tidak dapat di rubah.
Pada awalnya, hukum pidana dan dagang, mempunyai tempat pijakan di
kerajaan Usmania melalaui sistem kapitulasi. Dengan sistem inilah penguasa
Barat menjamin bahwa warga negara mereka di Timur Tengah akan di atur oleh
hukum mereka sendiri. Hal ini menyebabkan tumbuh dan meningkatnya
keakraban dengan hukum Eropa. Khususnya ketika, misalnya dalam bidang
transaksi dagang, hukum Eropa diterapkan pada kasus-kasus yang melibatkan
pedagang muslim dan pedagang yang berkebangsaan Eropa.
Karenanya wajarlah bila para penguasa di Timur Tengah, ketika
mempertimbangkan evisiensi dan kemajuan, mengharuskan digantikannya hukum
tradisional mengarah pada hukum-hukum yang di terapkan dibawah sistem
kapitulasi. pada waktu yang sama, pengambilan hukum Barat ini, sebagai sistem
teritorial, berarti bahwa kekuatan-kekuatan dari luar menyetujui di hapuskannya
sistem kapitulasi. Sebab sistem ini kian menjengkelkan, begitu di berikan
penekanan yang semakin meningkat terhadap kedaulatan nasional.
Sebagai hasil dari pemikiran-pemikiran ini, terjadilah penerimaan besar-besaran
terhadap hukum (undang-undang) Eropa di kerajaan Usmania, melalui reformasi
Tanjimat yang berlangsung antara tahun 1839-1876. Di bawah undang-undang
hukum pidana tahun 1858 yang merupakan terjemahan dari kode penal (hukum
pidana) Perancis –hadd yang tradisioanal diharuskan semua, kecuali hukuman
mati bagi orang murtad. Ini kemudian diikuti oleh undang-undang hukum acara
dagang di tahun 1861 dan undang-undang hukum niaga laut di tahun 1863. Kedua
undang-undang ini pada hakikatnya adalah undang-undang hukum Perancis.
Untuk menerapkan semua undang-undang di atas, maka dibangunlah sistem baru
tentang peradilan sekuler (nidhamiyyah).

8
2. Pembagian Pemberlakuan Hukum di Dunia Islam
1. Di dalam Negara Islam atau Negara-negara berpenduduk muslim, dapat di
kelompokkan menjadi tiga kelompok besar, sebagaimana yang di petakan
Tahir Mahmud dalam memandang pemberlakuan hukum Islam khususnya
dalam hukum keluarga :
kelompok Negara-negara yang mengikuti (memberlakukan) hukum kelurga
Islam secara tradisioanal, di mana hukum keluarga Islam klasik /tradisioanal
diberlakukan menurut madhab yang bervariasi sebagai warisan yang bersifat
turun-temurun, tidak pernah berubah dan tidak pernah dikodifikasi hingga
masa-masa sekarang. Di antara Negara-negara yang tergolong kelompok ini
ialah Saudi Arabia, Yaman, Bahrai dan Kuwait
2. kelompok Negara-negara yang telah melakukan pembaharuan hukum
keluarga Islam. Kelompok kelompok Negara ini adalah Negara yang telah
melakukan pembaharuan hukum keluarga. Misalnya Negara Mesir tahun
1920-1946 yang mulai mengadakan reformasi dengan memadukan madhab
Hanafi, Syafi’i. Negara lain yang melakukan hal serupa adalah Sudan,
Jordan , Siria, Tunisia, Maroco, Algeria, Irak, Iran dan Pakistan.
3. kelompok Negara-negara sekuler di mana hukum keluarga Islam telah
ditinggalkan dan digantikan dengan undang-undang hukum modern yang
berlaku untuk seluruh penduduk dan dapat dikatakan terlepas dari agama
mereka. Di antara contohnya adalah Negara Turki yang oleh Edward
Mortimer dijuluki sebagai bangsa muslim dengan Negara sekuler yang
memberlakukan kode sipil yang didasarkan pada hukum-hukum Barat.
3 . Negara- Negara Yang Menyerap Hukum Eropa
Dalam Pemberlakuan Hukumnya
Negara-negara islam yang yang menyerap atau menggunakan hukum Eropa antara
lain:
1. MESIR.
Republic Arab Mesir terletak dilaut Afrika. Jumlah penduduknya 40 juta jiwa, dan
hamper 91 % penduduknya beragama islam. Negara ini sejak tahun 1875
mengambil hukum Perancis. Disamping mengundangkan Undang-Undang hokum

9
pidana, Dagang dan Maritim, Mesir juga membentuk system peradilan sekuler
guna menerapkan semua Undang-undang tersebut juga mengundangkan kode civil
(Hukum Perdata) yang pada dasarnya disusun menurut Undang-undang Perancis
dan hanya beberapa saja yang diambilkan dari syari'ah.
Pada masa pemerintahan Raja Taufiq, di Mesir ada lima peradilan yang
hukumnya dari berbagai sumber yang berbeda, peradilan –peradilan tersebut
antara lain:
1. peradilan Syar'i yang merupakan peradilan tertua dan bersumber pada
fiqih islami
2. peradilan campuran, didirkan pada tahun 1875 yang bersumber pada
Undang-undang Asing
3. peradilan ahli (adat) yang didirikan pada tahu 1883 bersumber pada
undang-undang Perancis
4. peradilan milliy (peradilan agama-agama diluar islam) sumber hukumya
adalah agama-agama lain diluar islam
5. peradilan qunsuliy (peradilan Negara-negara asing sumber) sumber
hukumnya menurut Negara masing-masing.
Pada tahun 1948 Mesir menggunakan KUHP baru yang ternyata isinya
tidak jauh berbeda dengan KUHP peninggalan Eropa. Meskipun menurut
konstitusi Mesir tahun 1977 dinyatakan bahwa Syari'at Islam menjadi
sumber utama perundang-undangan Mesir, nyatanya KUHP Mesir 1948
berlaku tanpa perubahan yang urgen.
2. LIBYA
Republik Jamariah Libiya terletak di Afrika Utara pada pantai laut tengah.
Jumlah penduduknya mencapai 2,1 juta jiwa dan presentase kaum muslimin
mencapai kurang lebih 99%. . pada saat kemerdekaanya, Libya mengadopsi Kitab
Undang-Undang Pidana (KUHP) tahun 1953 yang didasarkan pada hukum barat
sebagaimana terefleksi dalam KUHP Mesir tahun 1948. Namun demikian pada
tahun 1971 dibentuklah sebuah komisi untuk merevisi undang-undang Negara
agar sesuai dengan prinsip-prisip syari'at islam. Dan pada tahun 1973, di negara
ini telah berlaku undang-undang baru tentang kejahatan terhadap harta kekayaan

10
dan undang-undang lainnya tentang zina, yang keduanya berdasarkan hukum
islam, Negara inilah yang diakui sebagai Negara pertama yang melakukan
kodifikasi hukum pidana islam dengan teknik perundang-undangan modern.
3. IRAN
Republik Islam Iran terletak di barat daya asing. Penduduknya kurang
lebih berjumlah 38 juta jiwa, 98% penduduknya memeluk agama islam. Dimana
Shah Iran, Negara ini menggunakan kitab undang-undang yang menggunakan
doktrin-doktrin hukum civil (kontinental). Kitab undang-undang hukum pidana
dan acara pidana disusun oleh sebuah komisi yang terdiri dari ahli-ahli pidana
Perancis. Meskipun konstitusi Iran 1906 memberi kekuasaan pada dewan islam
Iran untuk menolak setiap undang- undang yang tidak sesuai dengan islam,
pemerintah Shah Iran melahirkan hukum-hukum yang bersumber dari hukum
barat.
Situasi berubah dengan terjadinya revolusi Islam Iran yang kemudian
mendeklarasikan bahwa dimasa depan, Syari'at Islam menjadi satu-satunya
sumber dari semua perundang-undangan dinegara itu.
4. SUDAN
Republik Demokrasi Sudan, terletak di benua Afrika. Penduduknya 18 juta
jiwa 82% diantaranya beragama islam. setelah Sudan berada dibawah
pemerintahan Inggris, menjelang akhir abad 19, sejumlah Undang-undang Inggris
dan India diberlakukan dinegara ini, diantaranya:
1) kitab undang-undang hukum pidana 1860
2) kitab undang-undang hukum acara pidana 1898
Undang-undang pidana Sudan ini berdasarkan undang-undang pidana
India. Setelah merdeka, di bawah ketentuan-ketentuan komisi hukum
konstitusi, dilakukanlah revisi undang-undang sehingga sesuai dengan
tradisi Negara. Konstitusi tetap berlaku diadopsi tahun 1973 telah
mendeklarasikan syari'at sebagai sumber utama perundang –undangan.
5. IRAQ
Republik Iraq, penduduknya mencapai kurang lebih 12 juta jiwa dan 94
diantaranya memeluk agana islam. Negara ini pada awalnya menggunaklan

11
Bagdhad Perul Code 1918 dan I Bagda Criminal Procedure Code 1919 yang
bersumber pada KUHP India 1860 dan KUHP India 1898. Di tahun 1970, Iraq
melegitimasi KUHP dan KUHAP sendiri yang berasal dari sumber barat dan juga
merefleksikan pandangan sosialis tentang kejahatan dan hukuman.
6. YORDANIA
Di Yordania, berlaku hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru
Yordania yang bersumber dari KUHP Mesir 1948 dan KHU. Suriah 1949.
dimana di Yordania tidak ada ruang bagi hudud dan qhishash.
7. TURKY
Republik Turky adalah suatu Negara Islam merdeka yang pernah
diisolasikan oleh Musthafa Kemal atau yang dikenal dengan Kemal Attatrurk.
Jumlah pendudukya 42 juta jiwa, 98% diantaranya memeluk agama Islam. Pada
tahun 1926 Turky mengundangkan hukum pidana yang didasarkan pada hukum
Italy, sedangkan Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menyusul dua tahun
kemudian, banyak diilhami Undang-undang Jerman. Dalam bidang perdata
memberlakukan Code Civil yang diadopsi oleh Negara-negara ini setelah
runtuhnya kekuasaan Ottoman (Ottoman Empire), code civil Turki bersumber
pada code civil Switzerland 1912, yang mengangkat materi-materi hukum islam
prinsipil.
8. MALAYSIA
Malaysia memilki system campuaran. Di negara ini system peradilan
pidana berlaku berdasarkan pada hukum pidana model India. KHUP India 1860
dan KUHP 1898 diadaptasi dengan kondisi local dengan berbagai perubahan,
tetapi secara umum masih tetap menjadi sumber hukum pidana dan acara pidana
di Malaysia. Meski demikian, ketentuan –ketentaun pidana yang bersumber dari
ajaran islam diterapkan dan menjadi kompetensi pengadilan Syari'ah ( Syari'ah
Court) dengan menggunakan hukum acara dan pembuktian Syari'at.
9. INDONESIA
Indonesia adalah Negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Pada
saat ini Indonesia masih menggunakan KUHP peninggalan belanda yang telah
dirubah beberapa kali sebgai sumber hukum pidana utama, disamping berbagai

12
undang-undang pidana (misalnya UU tindak pidana Korupsi) dan undang-undang
yang bermuatan pidana (misalnya UU perbankan, UU kesehatan). KUHP yang
saat ini berlaku di Indonesia berasal dari KUHP penjajah belanda (Wet boek van
strafrech 1915) yang berdasarkan UU No 1 tahun 1945 dinyatakan berlaku tanpa
perubahan.
Untuk hukum keluarga di Indonesia masih memberlakukan kitab undang-
undang hukum perdata barat( BW) selain pula memberlakukan undang-undang
No 1 1974 tentang perkawinan dan juga kompilasi hukum islam yang
diberlakukan atas asas personalitas keislaman.
4.Hambatan Penerapan Hukum Eropa di Negara-negara Islam
Pengenalan hukum barat di Negara-negara islam bukannya tanpa di awali banyak
kesulitan. Permasalahan timbul dari adanya dua macam hukum yang sama-sama
berlaku dan berinteraksi, yaitu hukum barat dan hukum islam. Di dalam tradisi
hukum islam, mengakui hak pemerintah, lewat yurisdiksi mazhalim,memberi
tambahan atas doktrin syari’ah dalam bidang hukum publik dan hukum perdata
pada umumnya, sedangkan pengambilan hukum barat dalam bidang-bidang ini
tidak lebih merupakan perluasan kekuasaan pemerintah yang diakui.
Walaupun demikian permasalahan seperti itu tidaklah merubah dan mengurangi
kenyataan bahwa hukum barat telah berhasil dicernakan (diasimilasi) diberbagai
daerah islam dan bahwa kalau pada mulanya boleh jadi terusik dan diganggu saat
ini harmonis sekali dengan temperamen penduduk muslim.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lahirnya para pemikir dan pakar ekonomi Islam merupakan salah satu
kebangkitan dunia Islam setelah berakhirnya khilafah utsmaniyah di Turki.
Walaupun dari berbagai aspek masih adanya perdebatan permasalahan dalam
menjalankan syari’ah pada ekonomi kontemporer ini. Tapi hal tersebut tidak
menjadi suatu masalah yang mendalam, karena pada prinsipnya mereka sepakat
akan ajaran al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dan prinsip utama dalam
menejalankan hal tersebut. Akan tetapi permasalahan yang timbul hanyalah
masalah far’iy yang memerlukan para ulama dan pemikir ekonomi untuk
berijtihad dan qiyas untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Tapi dengan
adanya qiyas dan ijtihad tidak melupakan akan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai
pegangan pokok dalam membahasa permasalahan tersebut.

Maka dengan adanya prinsip-prinsip dan konsep-konsep ekonomi Islam


yang tepat serta dijalani dengan seutuhnya oleh umat Muslim. Maka
sesungguhnya kebahahagian itu milik mereka. Niscaya kapitalisme itupun akan
tersingkirkan dari dunia peradaban Islam.

B. Saran

Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat
didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi, dan lainnya.
Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai
pengetahuan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di masa yang akan
datang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Moeslim. Islam Transformatif. Jakarta: Pustaka Firdaus,


1995.

Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata


Publishing, 2005.

Chamid, Nur. Jejak Langka Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:


Pustaka Pelajar, 2010.

Haneef, Mohamed Aslam. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer,


Analisis Komparatif Terpilih. Surabaya: Airlangga University Press, 2006.

Al- Maududi, Abu A’la, Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam. Bandung : al-
Ma’arif,1980.

http://myactivitiesday30.blogspot.com/2017/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-
fakultas/entry/kolaborasi-dan-akulturasi-hukum-islam-dan-barat

15

Anda mungkin juga menyukai