Anda di halaman 1dari 22

METODE PENGAJARAN PAI

“AKHLAK DALAM BIDANG EKONOMI”

Dosen Pengampu: Fahmi Fikri S.Ag M.Si

DISUSUN OLEH :
Kelompok 9
1.Favian Meilano NIM 201490
2.Wulan Sari NIM 201492

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah swt. karena dengan limpah rahmat dan karunia nya lah
kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul " Akhlak Dalam Bidang Ekonomi " tepat
pada waktu yang telah ditentukan Sholawat beserta salam tidak lupa kita haturkan kepada
Baginda Nabi Muhammad yang insyaallah menjadi syafaat diyaumil akhir kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah metode pengajaran pai
yang dibimbing oleh bapak Fahmi Fikri S.Ag M.Si makalah ini juga yang insyaallah
dapat membantu kita untuk mempelajari dan memahami tentang“Akhlak Dalam Bidang
Ekonomi”penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada rekan semua yang
telah ikut membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mengingat bahwa kurang
nya informasi, dan tempat untuk mencari materi.

Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan-kekurangan yang ada


pada penyusunan makalah ini. Untuk itu sangat diharapkan kepada pembaca untuk
memberikan tanggapan dan saran, agar penyusunan makalah ini menjadi lebih baik lagi
dikemudian hari. Semoga dengan disusunnya makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, sehingga dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita seputar tentang“akhlak dalam bidang ekonomi”

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bintan, 26 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1) A.Latar Belakang ...................................................................................................................... 4

2) B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4

3) C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 5

4) A.Akhlak Islam Dalam Bidang Produksi .............................................................................. 7

5) B.Akhlak Islam Dalam Bidang Konsumsi .......................................................................... 12

6) C.Akhlak Islam Dalam Bidang Sirkulasi ............................................................................. 14

7) D.Akhlak Islam Dalam Bidang Distribusi ........................................................................... 16

8) E.Akhlak Islam Dalam Bisnis ............................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 21

9) A.Kesimpulan .......................................................................................................................... 21

10) B. Saran .................................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya dunia perekonomian, islam sudah sejak dulu membahas
dunia perekonomian. Ini terbukti dari bangsa Arab yang melakukan kegiatan perdagangan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Perekonomian sangat berpengaruh pada
kehidupan manusia, semakin banyak materi yang di miliki maka manusia itu akan hidup
bahagia tapi di sisi lain moral islam mengarahkan pada kenyataan bahwa hak milik harus
berfungsi sebagai pembebas manusia dari sifat materialistis.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamentalis bersumber dari
kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak
dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya, energi manusia dan peralatan materiil
yang terbatas. Bila kita memiliki sarana yang tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis
kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana akhlak islam dalam bidang produksi?

2) Bagaimana akhlak islam dalam bidang konsumsi?

3) Bagaimana makhlak islam dalam bidang sirkulasi?

4) Bagaimana akhlak islam dalam bidang distribusi?

5) Bagaimana akhlak islam dalam bisnis?

4
C. Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui Bagaimana akhlak islam dalam bidang produksi

2) Untuk mengetahui Bagaimana akhlak islam dalam bidang konsumsi

3) Untuk mengetahui Bagaimana makhlak islam dalam bidang sirkulasi

4) Untuk mengetahui Bagaimana akhlak islam dalam bidang distribusi

5) Untuk mengetahui Bagaimanaakhlak islam dalam bisnis

5
6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akhlak Islam Dalam Bidang Produksi


Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau
hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan
sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga
terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakuka
ndengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.Dalam Encyclopedia Brittanica,
akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik
tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya
tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut
juga sebagai filsafat moral.
Dalam perspektif Islam, produksi adalah usaha manusia untuk memperbaiki
kondisi fisik material dan moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sesuai
syariat islam, kebahagiaan dunia dan akhirat. Pandangan Islam tentang produksi
bertentangan dengan produksi dalam konvensional yang mengutamakan self interest.
Dalam Islam kegiatan produksi adalah ibadah. Sehingga tujuan dan prinsipnya harus
dalam rangka beribadah.

1. Berproduksi merupakan ibadah


Karena umat muslim adalah khalifah yang rahmatan lil ‘alamin, maka kita harus
bertanggung jawab menjaganya. Berproduksi merupakan ibadah, karena suatu aktivitas
yang diperintahkan oleh Allah dan ada contoh dari Rasulullah, maka perbuatan itu
bernilai ibadah.Islam sangat menganjurkan dan mendorong proses produksi mengingat
pentingnya kedudukan produksi dalam menghasilkan sumber-sumber kekayaan.

7
Produksi juga merupakan bagian penguat sekaligus sumber yang mencukupi kebutuhan
masyarakat. Allah berfirman (Qs. Al Mulk : 15 ):

ُ ‫ش ْوا فِ ْي َمنَا ِك ِب َها َو ُكلُ ْوا ِم ْن ِ ِّر ْزقِ ٖۗه َواِلَ ْي ِه ال ُّن‬
‫ش ْو ُر‬ ُ ‫ض ذَلُ ْو اْل فَا ْم‬ ْ ‫ه َُو الَّ ِذ‬
َ ‫ي َج َع َل لَ ُك ُم ْاْلَ ْر‬

Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-
Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

2. Produksi sebagai sarana pencapaian akhirat


Allah SWT telah menundukkan bumi untuk kesejahteraan manusia. Dia
melengkapi manusia dengan potensi penglihatan, pendengaran, dan kemampuan
berpikir untuk membantu mereka memanfaatkan karunia dari Allah SWT. (Qs.
Luqman :20):
َ ٗ‫علَ ْي ُك ْم ِنعَ َمه‬
‫ظا ِه َرة ا‬ ِ ‫ت َو َما فِى ْاْلَ ْر‬
َ ‫ض َوا َ ْس َب َغ‬ ِ ‫س َّخ َر لَ ُك ْم َّما فِى السَّمٰ ٰو‬ َ ‫اَلَ ْم ت ََر ْوا ا َ َّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬
ٍ ‫ّٰللا ِبغَي ِْر ِع ْل ٍم َّو َْل ُهداى َّو َْل ِك ٰت‬
‫ب ُّم ِني ٍْر‬ ِ ‫اط َنةا َٖۗو ِمنَ ال َّن‬
ِ ‫اس َم ْن ُّي َجا ِد ُل فِى ه‬ ِ ‫َّو َب‬
Artinya :Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan
untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang
memberi penerangan.

3. Tujuan Produksi

Terdapat upaya untuk mengetahui tujuan produksi dalam ekonomi islam.


Menurut Nejatullah shiddiq (1996), pertumbuhan ekonomi merupakan wujud produksi
dalam islam bertujuan :

1) Merespons kebutuhan produsen secara pribadi dengan bentuk yang memiliki ciri
keseimbangan.

8
2) Memenuhi kebutuhan keluarga.
3) Mempersiapkan sebagian kebutuhan terhadap ahli warisnya dan generasi
penerusnya.
4) Pelayanan sosial dan berinfak di jalan Allah.
Tujuan produksi menurut perspektif fiqh ekonomi Khalifah Umar bin Khattab
adalah sebagai berikut (Al Haristi, 2008)

1. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin


Maksud tujuan ini berbeda dengan pemahaman ahli kapitalis yang berusaha
meraih keuntungan sebesar mungkin, tetapi ketika berproduksi memerhatikan
realisasi keuntungan dalam arti tidak sekedar berproduksi rutin atau asal produksi.
Sebagaimana dalam suatu riwayat dari Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Abi Dunya bahwa
Umar pernah berpesan kepada para pedagang agar beralih dari aktivitas yang tidak
merealisasikan keuntungan. Kata beliau: “Barang siapa yang memperdagangkan
sesuatu sebanyak tiga kali, namun tidak mendapatkan sesuatu pun di dalamnya,
maka hendaklah beralih darinya kepada yang lainnya.”
2. Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga
Seorang muslim wajib memenuhi kecukupannya sendiri dan kecukupan orang
yang wajib dinafkahinya. Sebagaimana dalam suatu kisah ketika Umar
menikahkan putranya, Ashim.
Beliau membantu meberinya nafkah selama sebulan kemudian mencabutnya dan
memerintahkan untuk mencari nafkah untuk dirinya dan keluarganya, seraya
berkata kepadanya: “Aku telah membantumu dari buah-buahan kebunku di al-
Aliyah, maka pergilah kamu dan petiklah dia, lalu kamu jual. Kemudian berdirilah
kamu di samping seseorang pedagang di kaummu. Jika dia menjual, berserikatlah
dengannya, lalu hasilnya kamu jadikan nafkah untuk dirimu dan keluargamu.”
3. Tidak mengandalkan orang lain
Umar r.a tidak membolehkan seorang muslim yang mampu bekerja menengadah
kepada orang lain dengan meminta-minta, dan menyerukan kepada kaum
muslimin untuk bersandar kepada dirinya sendiri.Beliau berkata: “Hendaklah

9
kamu melepaskan apa yang ada di tangan manusia! Sebab tidaklah seseorang
melepaskan dari sesuatu yang di tangan manusia melainkan tercukupkan darinya.
Dan hindarilah ketamakan, karena sesungguhnya ketamakan adalah kemiskinan”
4. Melindungi harta dan mengembangkannya
Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Ada yang mengatakan “kemiskinan
dekat pada kekafiran.” Sebab tanpa harta, seseorang tidak akan istiqomah dalam
agamanya, dan tidak tenang dalam hidupnya, bahkan mereka cenderung
melakukan berbagai hal sebagai jalan pintas untuk memperkaya
diri.Dalam fikih ekonomi Umar r.a terdapat banyak riwayat yang menjelaskan
urgensi harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi
agama seseorang.Umar r.a mengatakan: “Niagakanlah harta anak yatim! Janganlah
sampai dia termakan oleh zakat.” Dan beliau berpendapat sedikitpun harta akan
tetap ada jika dipelihara dan dikembangkan, sedangkan harta yang banyak akan
habis jika tidak dikembangkan.Beliau berkata, “Wahai manusia, perbaikilah
hartamu yang telah dikaruniakan oleh Allah Ta’ala kepadamu, sebab sedikit dalam
kehati-hatian lebih baik daripada banyak dalam kecerobohan.”
5. Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk
dimanfaatkan
Sesungguhnya Allah telah mempersiapkan di bumi ini sumber ekonomi yang
melimpah bagi manusia, namun pada umumnya tidak dapat memenuhi semua
hajat insani bila dieksplorasi oleh manusia dalam kegiatan produksi untuk dapat
dimanfaatkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mulk :15.
6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi
Produksi merupakan sarana terpenting dalam kegiatan ekonomi. Bangsa yang
produktif adalah bangsa yang sangat baik dibandingkan bangsa yang
konsumtif.Dengan masyarakat yang produktif maka laju perekonomian di dalam
sebuah Negara tersebut akan maju. Sedangkan masyarakat yang konsumtif akan
terus menjadi tawanan belenggu perekonomian dan politik dari bangsa lain.
7. Taqarrub kepada Allah SWT

10
Seorang produsen muslim akan mendapat pahala dari Allah disebabkan karena
aktivitas produksinya, baik untuk memperoleh keuntungan, merealisasikan
kemapanan, mengelola harta serta mengembangkannya, serta tujuan lain selama ia
menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai sarana pertolongan dari Allah dan
sebagai upaya untuk lebih mendekati serta menaatinya.Dalam suatu riwayat Umar
r.a berkata : “Wahai kaum muslimin, demi Allah, sungguh bila aku mati diantara
dua kaki untaku dikala aku mencari hartaku di muka bumi dari sebagian karunia
Allah, adalah lebih aku sukai daripada aku mati di atas tempat tidurku.”

4. Prinsip Produksi dalam Islam


1. Motivasi berdasarkan keimanan. Aktivitas produksi yang di jalankan seorang
pengusaha muslim terkait dengan motivasi keimanan atau keyakinan positif, yaitu
semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, dan balasan di negeri akhirat.
2. Berproduksi berdasarkan azas manfaat dan maslahat. Seorang muslim dalam
menjalankan produksinya tidak semata mencari keuntungan semaksimal mungkin
untuk menupuk asset kekayaan. Berproduksi bukan sekadar karena profit
ekonomis yang diperolehnya, tetapi juga seberapa penting manfaat keuntungan
tersebut untuk kemaslahatan masyarakat.
3. Mengoptimalkan kemampuan akhlaknya. Seorang muslim harus menggunakan
kemampuan akalnya, serta profesionallitasnya dalam mengelola sumber daya.
Karena faktor. Karena faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan
proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan
kemampuan yang telah Allah SWT berikan.
4. Adanya sikap tawazun. Produksi dalam islam juga mensyaratkan adanya sikap
tawazun (keberimbangan) antara dua kepentingan, yakni kepentingan umum dan
kepentingan khusus.
5. Harus optimis. Seorang produsen muslim yakni bahwa apa pun yang
diusahakannya sesuai dengan ajaran islam tidak membuat hidupnya menjadi
kesulitan. Allah SWT telah menjamin rezekinya dan telah menyediakan keperluan
hidup seluruh makhluknya termasuk manusia.

11
6. Menghindari praktik muslim yang haram. Seorang produsen muslim islam
menghindari praktik produksi yang mengandung unsur haram dan riba, pasar
gelap, dan soekulasi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90:
“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk
pahala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (termasuk
perbuatan setan). Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keuntungan”.

5. Bidang-bidang dalam Produksi


Bidang-bidang yang dapat dijadikan produksi antara lain:
1) Perdagangan,
2) Industri (pengolahan besi baja, perkapalan, pembuatan barang),
3) Pertanian/perkebunan,
4) Pertambangan,
5) Peternakan,
6) Hasil laut dan sebagainya.

B. Akhlak Islam Dalam Bidang Konsumsi


Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan
manusia. Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia.
Pengertian konsumsi dalam ilmu ekonomi tidak sama dengan istilah konsumsi dalam
kehidupan sehari-hari yang diartikan dengan perilaku makan dan minum. Dalam ilmu
ekonomi konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan
memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konsumsi merupakan satu dari tiga pokok ekonomi selain produksi dan distribusi.
Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan
guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, memakai baju, mengendarai
sepeda motor, menempati rumah, dan lain-lain Dalam berkonsumsi seseorang atau rumah
tangga cenderung untuk memaksimumkan daya guna atau utility-nya

12
Dalam berkonsumsi tidak ada batasan untuk mencapainya.Sebagaimana ditegaskan
Mundell, setiap individu atau kelompok memiliki hasrat memaksimumkan keinginannya.
Keinginan yang dimaksud adalah kesenangan (happiness). Dasar dari pemenuhan
happiness tersebut adalah keinginan. Konsumsi itu sendiri bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan. Dengan konsumsi, seseorang dapat terhindar dari kesulitan dan problem
yang menghalanginya. Oleh karena itu dengan konsumsi kelangsungan kehidupan bisa
diteruskan.
1. Dasar-Dasar Konsumsi dalam Islam
Ada tiga prinsip dasar konsumsi yang digariskan oleh Islam, yakni konsumsi
barang halal, konsumsi barang suci dan bersih, dan tidak berlebihan.Dalam hal konsumsi,
al-Qur‟an memberi petunjuk yang sangat jelas dan mudah dipahami, al-Qur‟an
mendorong untuk menggunakan barang-barang yang baik (halal) dan bermanfaat serta
melarang untuk hidup boros dan melakukan kegiatan konsumsi untuk hal-hal yang tidak
penting, al-Qur‟an juga melarang untuk bermewah-mewahan dalam hal pakaian ataupun
makan,
Sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah : 168.“Hai sekalian
manusia,makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.”
Telah disediakan oleh Allah kepada mereka. Mereka juga diperintahkan agar tidak
mengikuti langkah-langkah syaitan yang berusaha menggoda manusia untuk mau
mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.

2. Prinsip-Prinsip Konsumsi Dalam Islam


Salah satu pakar ekonomi muslim Muhammad Abdul Mannan menawarkan lima
prinsip konsumsi dalam Islam diantaranya:
1) Prinsip keadilan,mengandung pengertian bahwa dalam berkonsumsi tidak boleh
menimbulkan kedzaliman baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi orang
lain. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang
yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang, daging binatang yang ketika

13
disembelih diserukan nama selain nama Allah dengan maksud dipersembahkan sebagai
kurban untuk memuja berhala atau tuhan-tuhan lain, dan persembahan bagi orang-
orang yang dianggap suci atau siapa pun selain Allah.
2) Prinsip kebersihan, mengandung makna yang sempit dan luas.Makna yang sempit
berarti barang dikonsumsi harus bersih dan sehat (bebas daripenyakit) yang bisa
diindera secara konkrit. Makna yang luas berarti harus bersih dari larangan shara..
3) Prinsip kesederhanaan, mengandung maksud sesuai dengan kebutuhan dan tidak
berlebih-lebihan karena hal ini merupakan pangkal dari erusakan dan kehancuran baik
bagi individu maupun masyarakat.
4) .Prinsip kemurahan hati, mengandung maksud tindakan konsumsi seseorang harus
bersifat ikhlas dan bukan dipaksakan serta mempertimbangkan aspek sosial seperti
pemberian sedekah.
5) Aspek moralitas, mengandung arti bahwa perilaku konsumen muslim harus tetap
tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam Islam yang tercermin baik sebelum,
sewaktu dan sesudah konsumsi. Dengan demikian, ia akan merasa kehadiran Ilahi pada
waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.

C. Akhlak Islam Dalam Bidang Sirkulasi


Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus
dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan
dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha
perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu
mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam
menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat
keuntungan.

Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:


1. Shidiq (Jujur)

14
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli. Jujur
dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada fakta, tidak
bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Mengapa harus jujur?
Karena berbagai tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas
berdosa, –jika biasa dilakukan dalam berdagang– juga akan mewarnal dan berpengaruh
negatif kepada kehidupan pribadi dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh
lagi, sikap dan tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat.

2. Amanah (Tanggung jawab)


Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau
jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini
artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang
secara otomatis terbeban di pundaknya.

3. Tidak Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar. lantaran pasar
atau termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di
dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan
dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu
memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi
secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang
dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah palsu,
akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.

4. Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para
pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat
menepati janjinya kepada Allah SWT.Janji yang harus ditepati oleh para pedagang
kepada para pembeli misalnya; tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang

15
kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan
perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi dan lain sebagainya.
Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang misalnya;
pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.

5. Murah Hati
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu
bermurah hati dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah
tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh
tanggungjawab.

6. Tidak Melupakan Akhirat


Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat
Islam adalah perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang
keuntungan dunia. Maka para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh terlalu
menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan materi dengan
meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika datang waktu shalat.

D. Akhlak Islam Dalam Bidang Distribusi


Titik berat dalam pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana
menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil di tengah masyarakat. Distribusi
dalam ekonomi Islam mempunyai makna yang lebih luas mencakup pengaturan
kepemilikan, unsur-unsur produksi,dan sumber-sumber kekayaan. Dalam ekonomi
Islam diatur kaidah distribusi pendapatan, baik antara unsur-unsur produksi maupun
distribusi dalam sistem jaminan sosial.Islam memberikan batas-batas tertentu dalam
berusaha, memiliki kekayaan dan mentransaksikannya. Dalam pendistribusian harta
kekayaan distribusi dalam ekonomi islam didasarkan pada nilai-nilai manusiawi yang
sangat mendasar dan penting, yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan.

16
1. Keadilan
Keadilan dalam islam merupakan pondasi yang kokoh meliputi semua ajaran
dan hukum islam. Persoalan yang menjadi perhatian islam dalam keadilan adalah
pelarangan berbuat kezaliman. Ketidak seimbangan distribusi kekayaan adalah sumber
dari semua konflik individu dan sosial. Untuk itu, agar kesejahteraan sosial dapat
diwujudkan, penerapan prinsip moral keadilan ekonomi merupakan suatu keharusan.
Keadaan itu akan sulit dicapai bila tidak ada keyakinan dan prinsip moral tersebut.

2. Kebebasan
Nilai utama dalam bidang distribusi kekayaan adalah kebebasan. Nilai
kebebasan dalam islam memberi implikasi terhadap adanya pengakuan akan
kepemilikan individu. Setiap hasil usaha seorang muslim dapat menjadi miliknya
menjadi motivasi yang kuat bagi dirinya untuk melakukan aktivitas ekonomi.

E. Akhlak Islam Dalam Bisnis


Khususnya Dibidang Perbisnisan Telah Banyak Diketahui Banyak Sekali
Penyimpangan Terhadaphukum-Hukum Islam Yang Terkait. Mereka Banyak
Melakukan Kecurangan, Kejahatan, Penipuan,Dan Macam Sebagainya Padahal
Sebenarnya Kebanyakan Pelaku Bisnis Sendiri Orang Yang Beragama Islam.
Sebagaimana Dicontohkan Adalah Kasus Yang Muncul Pada Obat Nyamuksemprot Di
Tahun 2004an, Yang Mana Di Dalam Obat Nyamuk Ini Terkandung Zat Yang
Berbahayayang Dapat Mematikan Manusia Yang Menggunakannya. Hal Ini Sudah
Melanggar Etika Dalam Bisnis, Dan Tentu Saja Bisa Membunuh Manusia Yang
Memakai Obat Nyamuk Ini. Selanjutnyaadalah Penyimpangan Terhadap Bisnis Yang
Mana Sangat Merugikan Negara Hingga Bertriliun-Triliun, Yakni Kasus Suap Atau
Korupsi Pengusaha-Pengusaha Ke Pegawai-Pegawai Pajak.Sebenarnya Masih Banyak
Penyimpangan-Penyimpangan Lainnya Yang Tidak Sesuai Dengan Ajaranakhlak

17
Islam Dalam Berbisnis. Secara Umum Permasalahan-Permasalahan Tersebut
Dapatdikategorikan Sebagai Berikut:

a) Kurangnnya Pengertian Atas Dasar Hukum Bisnis Dalam Islam.


b) Pebisnis Yang Dzalim Umumnya Mereka Tidak Mengimplementeasikan Prinsip-
Prinsipakhlak Islam Dalam Bisnis.
c) Pebisnis Yang Dzalim Juga Tidak Mengetahui Langkah Secara Islami Yang Benar
dalam memperoleh Kesuksesan Dalam Bisnis.
.

Prinsip-prinsip Islam dalam bisnisUntuk membangun akhlakul kharimah islami


dalam berbisnis, prinsip-prinsip dibawah iniharuslah menjadi pedoman dan inspirasi:

1) Tauhid: Hal yang paling fundamental dalam ajaran Islam, dengan tauhid,
manusiamengimani bahwa: “tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah
SWT” dan“tidak ada pemilik langit bumi serta isinya kecuali Allah”, karena Allah
adalah penciptanya sekaligus pemiliknya. Manusia hanya diberi amanah untuk
memilikisementara waktu, sebagai ujian bagi mereka.Manusia diciptakan manusia
untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu segalaaktivitas manusia termasuk
aktivitas dalam bisnis harus diniatkan untuk beribadahkepada Allah SWT, karena
akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.
2) Keadilan: Allah memerintahkan untuk berbuat adil Yang dimaksud dengan adil
adalah “tidak mendzalimi dan tidak dizalimi”.
3) Kenabian: Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan manusia
pada umumnya dan pelaku bisnis muslim pada khususnya, karena beliau
mempunyaisifat-sifat yang pantas dicontohkan adalah:

a) Siddiq, artinya benar atau jujur. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap muslim
dalamsemua aktivitas termasuk aktivitas bisnis. Implikasi bisnis dari sifat ini

18
adalah bahwa pelaku bisnis tidak boleh melakukan penipuan karena akan
merugikansalah satu pihak.
b) Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah ini harus dimiliki oleh
pelakubisnis agar tidak menimbulkan “negative thinking” antar anggotanya.
Sifat amanah ini memainkan peran yang amat penting dalam aktivitas bisnis,
karenatanpa adanya saling percaya antar anggotanya maka aktivitas bisnis ini
akanhancur
c) Fathanah, artinya cerdas. Manusia dikaruniai akal untuk berpikir oleh karena
itu,kita sebagai muslim harus memanfaatkan otak kita secara optimal dalam
segalaaktivitas kehidupan, termasuk dalam hal bisnis. Segala aktivitas
dilakukan denganilmu dan kecerdasan. Para pelaku bisnis harus pintar dan
cerdik agar usahanyalancar dan terhindar dari penipuan.
d) Tabligh, artinya menyampaikan. Setiap muslim mengemban tanggung jawab
da’wah yaitu menyeru, mengajak, dan member tahu. Sifat tabligh ini apabila
dimiliki oleh pelaku bisnis, maka akan menjadikan suksesnya sang pelaku
bisnis,karena sifat ini menelorkan prinsip-prinsip ilmu marketing, advertising,
maupunilmu-ilmu lain yang relevan dengan bisnis

19
4.)Ma’ad (hasil)Secara harfiah ma’ad berarti “kembali”. Akan tetapi, juga diartikan
sebagai imbalanatau ganjaran. Implikasi bisnis dari prinsip ini adalah bahwa pelaku
bisnis akanmendapat keuntungan atau profit, baik di dunia maupun diakhirat, jika
diawalidengan niat ibadah.Prinsip-prinsip tersebut hendaknya menjadi acuan dalam
akhlak berbisnis bagi pengusaha- pengusaha islam agar nantinya dapat memperoleh
keberkahan dunia dan akhirat.

20
BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan
baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Dalam perspektif Islam, produksi adalah usaha
manusia untuk memperbaiki kondisi fisik material dan moralitas sebagai sarana
untuk mencapai tujuan hidup sesuai syariat islam, kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pandangan Islam tentang produksi bertentangan dengan produksi dalam
konvensional yang mengutamakan self interest. Dalam Islam kegiatan produksi
adalah ibadah. Sehingga tujuan dan prinsipnya harus dalam rangka beribadah.

B. Saran
Dalam menciptakan Akhlak Islami dalam berbisnis, seharusnya setiap lulusan
ekonomi perguruan tinggi di Indonesia, harus diberikan pelatihan akhlak bisnis yang
benar. Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam penindakan atas kasus
penyimpangan terhadap akhlak bisnis yang benar. Sebagai seorang pebisnis
sebaiknya kita tidak boleh sesekalipun melupakan Allah dan meninggalkan
kewajiban beribadah kepadaNya serta sebagai perilaku kegiatan ekonomi kita
haruslah jujur. Begitu pula dengan seseorang yang sudah memiliki harta yang
berlebih jangan pernah lupa dengan janji Allah, dan perintah-Nya untuk
membagikan hartanya kepada orang yang tidak mampu, karena dalam harta itu
terdapat harta orang lain.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ishak, K. (2015). Konsep Etika Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam Menurut Afzalur

Rahman Dan Yusuf Qordhowi. Iqtishaduna: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita

Abdul Aziz. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro Dan Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adiwarman A. Karim. 2014. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta:Rajawali Pers. Alfitri,


“Budaya Konsumerisme

Masyarakat Perkotaan” Dalam Majalah Empirika, Vol. Xi. No. 01, ( 2007).

Kementerian Agama, Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemahnya. Bandung: Pt. Sygma


Examedia Arkanleema, 2010.

Mustaq Ahmad. 2003. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Muh. Said. 2008. Pengantar Ekonomi Islam Pekanbaru: Suska Press. Suherman Rosyidi.
2000

22

Anda mungkin juga menyukai