Oleh
Mustika Najmi
NIM. 19015075
ّحمن ال ّر ِحيْم
ِ بِسْم هللاِ الر
Assalamu’alaikum wr. wb
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang hanya
kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya pula kita memohon
pertolongan, atas limpahan taufiq, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Norma dan Etika Bisnis Islam
dalam Produksi” dengan lancar. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta
keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi pendorong dunia pendidikan
dan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen penulis meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga Allah
SWT. senantiasa memberkahi kehidupan kita. Aamiin ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
2
3
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.........................................................................................
...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................
...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................
...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
...................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................
...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perhatian al-Quran terhadap SDA.............................................................
...................................................................................................................3
B. Tujuan diwajibkannya bekerja..................................................................
...................................................................................................................4
C. Berproduksi dalam lingkaran halal............................................................
...................................................................................................................6
D. Perlindungan kekayaan alam.....................................................................
...................................................................................................................8
E. Target berproduksi untuk swasembada individu dan umat.......................
...................................................................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
...................................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................
...................................................................................................................16
4
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika dalam berbisnis dan berniaga dalam Islam sangat penting untuk
menghindari perselisihan yang tidak perlu. Terdapat empat kegiatan pokok
manusia saat melakukan kegiatan ekonomi yaitu, produksi, konsumsi,
keuangan dan distribusi. Empat aspek tersebut berbeda namun saling terkait
satu sama lain memengaruhi kehidupan, kesejahteraan, kemakmuran, dan
kebahagiaan manusia di dunia. Masing-masing kegiatan ekonomi tersebut
harus dipandu oleh suatu tata nilai yang ditaati bersama sehingga secara
bersama-sama dapat menimbulkan perasaan tenang dan tentram.
Seseorang pada suatu saat adalah konsumen yang menikmati produk atau
sesuatu yang dihasilkan orang lain, namun suatu saat yang lain adalah
produsen yang memproduksi atau menghasilkan produk atau jasa yang bisa
dinikmati orang lain. Atas kemampuannya berproduksi, seseorang bisa
menjualnya dan manghasilkan penghasilan atau pendapatan. Dan atas
terpenuhinya konsumsi barang dan jasa seseorang harus mengeluarkan
sejumlah uang untuk membelinya. Dalam berproduksi, seorang manusia diatur
untuk bekerja sebagai sendi utama produksi, kemudian seseorang juga
diarahkan untuk berproduksi dalam lingkaran halal, memberikan perlindungan
terhadap kekayaan alam, mewujudkan swadaya, dan merealisasikan
swasembada. Lebih lanjut dalam makalah ini akan dibahas norma dan etika
bisnis Islam dalam bidang produksi.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perhatian al-Quran terhadap SDA?
1
Sentot Imam Wahjono, dkk, Pengantar Bisnis, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018, hlm. 26-
27.
6
2. Apa tujuan diwajibkannya bekerja?
3. Bagaimana berproduksi dalam lingkaran halal?
4. Bagaimana perlindungan kekayaan alam?
5. Bagaimana target berproduksi untuk swasembada individu dan umat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perhatian al-Quran terhadap SDA.
2. Untuk mengetahui tujuan diwajibkannya bekerja.
3. Untuk mengetahui cara berproduksi dalam lingkaran halal.
4. Untuk mengetahui perlindungan kekayaan alam.
5. Untuk mengetahui target berproduksi untuk swasembada individu dan
umat.
7
BAB II
PEMBAHASAN
ِ ٰ َرSَأ ۡخ َر َج بِِۦه ِمنَ ٱلثَّ َمSَض َوَأنزَ َل ِمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َمٓاءٗ ف
ت َ ت َوٱَأۡل ۡر ِ ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َوَ َٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذي خَ ل
٣٢ َرSَ َّخ َر لَ ُك ُم ٱَأۡل ۡن ٰهS َأمۡ ِر ۖ ِهۦ َو َسS ِ ِر بSي فِي ۡٱلبَ ۡح َ S َّخ َر لَ ُك ُم ۡٱلفُ ۡلS ا لَّ ُكمۡ ۖ َو َسSِر ۡز ٗق
َ ِرSك لِت َۡج
ِّلSS َو َءاتَ ٰى ُكم ِّمن ُك٣٣ ا َرSSَس َو ۡٱلقَ َم َر دَٓاِئبَ ۡي ۖ ِن َو َس َّخ َر لَ ُك ُم ٱلَّ ۡي َل َوٱلنَّه َ َۡو َس َّخ َر لَ ُك ُم ٱل َّشم
٣٤ ارٞ َّوم َكف ٞ ُوا نِ ۡع َمتَ ٱهَّلل ِ اَل تُ ۡحصُوه َۗٓا ِإ َّن ٱِإۡل ن ٰ َسنَ لَظَل ْ َما َسَأ ۡلتُ ُمو ۚهُ َوِإن تَ ُع ُّد
Artinya: “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia
mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu dan Dia telah
menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan
Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah menundukkan
2
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hlm.
99-100.
3
Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Quran Tafsir Perkata Tajwid dan Kode Angka,
Tangerang: Kalim, 2010, 260-261.
8
matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya) dan
telah menundukkan malam dan siang bagimu. Dan Dia telah memberikan
kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
B. Tujuan Diwajibkannya Bekerja
Kerja dan produktivitas dalam ekonomi Islam adalah untuk mencapai
tiga sasaran, yaitu: mencukupi kebutuhan hidup (al-asyba’), meraih laba yang
wajar (al-arbah), dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun
alamiah (al’amar).
Menurut Dr. Muhammad Najatullah Shiddiqi sebagaimana dikutip oleh
Dr. Jaribah bin al-Haritsi bahwa tujuan bekerja yaitu, untuk merespon
kebutuhan pribadi, memenuhi kebutuhan keluarga, mempersiapkan sebagian
kebutuhan untuk ahli waris, dan agar bisa berinfak di jalan Allah4
Adapun menurut Dr. Yusuf Qardhawi, tujuan bekerja yaitu:
1. Untuk mencukupi kebutuhan hidup
Seorang muslim diperintahkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
pribadi dengan harta yang halal, mencegahnya dari kehinaan meminta-
minta, dan menjaga tangannya agar tetap berada di atas. 5 Rasulullah SAW
bersabda:
ف هَّللا ُ بِهَا
َّ ب َعلَى ظَه ِْر ِه فَيَبِي َعهَا فَيَ ُك ِ ََأَل ْن يَْأ ُخ َذ َأ َح ُد ُك ْم َح ْبلَهُ فَيَْأتِ َي بِح ُْز َم ِة ْال َحط
ُاس َأ ْعطَوْ هُ َأوْ َمنَعُوه
َ ََّوجْ هَهُ َخ ْي ٌر لَهُ ِم ْن َأ ْن يَ ْسَأ َل الن
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh seorang dari
kalian yang mengambil talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan
dibawa dengan punggungnya kemudian dia menjualnya lalu Allah
mencukupkannya dengan kayu itu lebih baik baginya daripada dia
meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberinya atau
menolaknya”.6
2. Untuk kemaslahatan keluarga
Derma terhadap keluarga adalah memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, papan, pendidikan dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini
4
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, Jakarta: Prenada Media, 2017, hlm. 94.
5
Dadang Kahmad, Sukron Abdillah, Mencari Rezeki Bersama Allah Kerja Tak Sekedar kerja,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014, hlm. 147.
6
HR. Bukhari, Kitab Zakat, Bab Menjaga diri dari meminta-minta, no. 1378.
9
sedapat mungkin bisa dicapai dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang
baik, sehingga anggota keluarga dapat menjalani kehidupannya dengan
baik. Mencari nafkah merupakan sesuatu yang mulia sehingga derajatnya
disamakan dengan orang yang berjuang di jalan Allah. Rasulullah SAW
bersabda:
َو َم ْن َك َّد َعلَى ِعيَالِ ِه َكانَ َكال ُم َجا ِه ِد فِى َسبِ ْي ِل, َاِ ّن هللاَ ي ُِحبُّ ْال َع ْب َد ال ُمحْ ت َِرف
هللاِ َع َّز َو َج َّل
“Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil.
Barangsiapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, dia
serupa dengan seorang mujtahid di jalan Allah ‘Azza wa Jalla” (HR.
Ahmad).7
3. Untuk kemaslahatan masyarakat atau orang lain
Disamping dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya,
seorang muslim juga sangat dituntut untuk bersifat dermawan kepada orang
lain yang di luar tanggungannya sehari-hari. Ini sekaligus menunjukkan
bahwa pada harta benda yang sudah kita cari dengan cara yang halal
terdapat hak orang lain yang harus kita penuhi. Manakala kita
menginfakkan harta dengan baik, dan bermanfaat bagi orang lain, malaikat
akan mendoakan kita dengan doa yang baik. Sebagaimana hadits Nabi
SAW yaitu:
7
Ahmad Yani, Menjadi Pribadi Terpuji, Depok: Al-Qalam, 2007, hlm. 96-97.
8
Ibid, hlm. 97.
10
Manusia adalah hamba Allah SWT yang memiliki tugas untuk
beribadah dan memakmurkan alam semesta.9 Dalam Islam, bekerja
diharapkan dapat memakmurkan bumi. Sedangkan memakmurkan bumi
adalah bagian dari maqasidus syariah. Apa yang kita kerjakan seyogyanya
juga untuk kemanfaatan seluruh makhluk hidup, termasuk hewan. 10
Sebagaimana hadits Nabi SAW yaitu:
ٌ ع زَرْ عًا فَيَْأ ُك ُل ِم ْنهُ طَ ْي ٌرَأوْ ِإ ْن َس
ٌان َأوْ بَ ِهي َمة ُ َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْغ ِرسُ غَرْ سًا َأوْ يَ ْز َر
ٌص َدقَة
َ ِإاَّل َكانَ لَهُ بِ ِه
“Tidaklah seorang muslim yang bercocok tanam atau menanam satu
tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh burung atau menusia atau hewan
melainkan itu menjadi shadaqah baginya”.11
9
Ernie Tisnawai Sule, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2016, hlm.
15.
10
Dadang Kahmad, Sukron Abdillah, Mencari Rezeki Bersama Allah...., hlm. 148.
11
HR. Bukhari, Kitab Al-Muzaraah, Bab Keutamaan Bertani dan Menanam Jika Sebagiannya
Dimakan, no. 2152.
12
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 111-112.
11
lingkaran halal, memberikan perlindungan terhadap kekayaan alam,
mewujudkan swadaya, dan merealisasikan swasembada.13
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim
baik individu ataupun komunitas adalah berpegang pada semua yang
dihalalkan Allah dan tidak melewati batas.14 Pada dasarnya, produsen pada
tatanan ekonomi konvensional tidak mengenal istilah halal dan haram. Yang
menjadi prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan pribadi dengan
mengumpulkan laba, harta, dan uang.15
Adapun sikap seorang muslim sangat bertolak belakang. Seorang muslim
dilarang memproduksi barang-barang haram. Jika memproduksi barang-barang
yang dilarang beredar, maka ia turut berdosa. Jika orang yang memanfaatkan
barang yang dilarang beredar ini berjumlah ribuan atau jutaan, maka ia
mendapat dosa dari mereka karena ia memudahkan jalan untuk berbuat dosa. 16
Dalam hadits sahih dapat ditemukan alasan ungkapan di atas, sebagai berikut:
َم ْن َس َّن ُسنَّةً َح َسنَةً فَ ُع ِم َل بِهَا َكانَ لَهُ َأجْ ُرهَا َو ِم ْث ُل َأجْ ِر َم ْن َع ِم َل بِهَا اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن
ُور ِه ْم َش ْيًئا َو َم ْن َس َّن ُسنَّةً َسيَِّئةً فَ ُع ِم َل بِهَا َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ُأ
ِ ج
ِ ِم ْن بَ ْع ِد ِه اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن َأوْ ز
َار ِه ْم َش ْيًئا
“Barangsiapa membuat satu sunnah yang baik, kemudian sunnah tersebut
dikerjakan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa
membuat satu sunnah yang buruk kemudian sunnah tersebut dikerjakan, maka
ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”.17
13
Sentot Imam Wahjono, dkk, Pengantar Bisnis,.... hlm. 27.
14
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 117.
15
Ahmad Rajafi, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia: Telaah Kritis Berdasarkan
Metode Ijtihad Yusuf Al-Qaradawi, Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2013, hlm. 56.
16
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm, 117.
17
HR. Ibnu Majah, Kitab Mukadimah, Bab Barang Siapa Memulai Amal Kebaikan atau
Keburukan, no. 199.
12
dapat digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan. Sebab, sebagian kecil dan
hal yang jarang ini tidak bisa dijadikan pijakan bagi suatu hukum.
Diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak
akidah, etika, moral manusia, seperti produk yang berhubungan dengan
pornografi dan sadisme, baik dalam opera, maupun film. Juga apa saja yang
berhubungan dengan media informasi, baik media cetak ataupun media
televisi. Pada umumnya, pengusaha dalam bidang ini hanya mengejar
pendapatan, mengembangkan ekspor, dan meraih laba tanpa pernah
memikirkan halal dan haram.
Dampak negatif produk seperti ini lebih berbahaya daripada ganja dan
narkotika, walaupun korban yang jatuh akibat narkotika sangat kasat mata.
Sebab, pornografi dan sadisme merusak jiwa, sedangkan ganja dan narkotika
hanya merusak tubuh. Ginja dan narkotika adalah bahaya yang selalu diawasi,
sedangkan pornografi dan sadisme beredar dengan bebas. Lebih daripada itu,
pengedar ganja dan narkotika dihukum jika mereka tertangkap, sedangkan
produsen film (oknum pornografi) disanjung dan dipuja jika ia meraih sukses.
Terakhir pornografi meracuni masyarakat sebelum mereka diracuni oleh
narkotika dan mematikan mereka sebelum dimatikan oleh narkotika. Maka
semua orang yang ikut andil dalam produksi bertanggung jawab dihadapan
Allah atas tindakan kriminal mereka terhadap masyarakat, khususnya siapa saja
yang terkena pengaruhnya.18 Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Qs. An-
Nahl:25 yaitu:
13
Dalam perspektif etika, komponen paling penting hubungan antara
manusia dan lingkungan adalah pengawasan manusia. Tujuan agama adalah
melindungi, menjaga serta merawat agama, kehidupan, akal budi dan akal
pikir, anak cucu serta sifat juga merawat persamaan serta kebebasan.
Melindungi, menjaga dan merawat lingkungan adalah tujuan utama dari
hubungan yang dimaksud.20
Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan baik di darat
maupun di laut pelakunya adalah manusia karena eksploitasi yang dilakukan
manusia tidak sebatas memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan
tidak mempertimbangkan kelangsungan lingkungan dan keseimbangan alam
tetapi lebih didasarkan pada faktor ekonomi, kekuasaan dan pemenuhan nafsu
yang tidak bertepi.21 Karena faktor dominan manusia terhadap alam maka
Allah mengingatkan dalam surat Al-A’raf ayat 56 :
ۡ ُوهSS ٰلَ ِحهَا َو ۡٱد ُعSص
ِ ا ِإ َّن َر ۡح َمتَ ٱهَّللSۚ S ا َوطَ َم ًعSخَو ٗف ِ وا فِي ٱَأۡل ۡر
ۡ َد ِإSض بَ ۡع ْ ُدSَواَل تُ ۡف ِس
20
Alef Theria Wasim, Ekologi Agama dan Studi Agama-Agama, Yogyakarta: Oasis Publisher,
2005, hlm. 78.
21
Rabiah Z Harahap, “Etika Islam dalam Mengelola Lingkungan Hidup”, Jurnal Edutech,
Vol.01, No. 01, Maret, 2015.
22
Kementerian Agama RI, Quran dan Terjemahnya, hlm. 155.
23
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 119.
14
ۡ ِٓا ُء بSSٓا ِإاَّل َمن نَّ َشSSَر اَّل يَ ۡط َع ُمهٞ SSث ِح ۡج
زَع ِم ِهمۡ َوَأ ۡن ٰ َع ٌمSS ٌ رSSۡ م َو َحٞ ِذ ِٓۦه َأ ۡن ٰ َعSSَوا ٰه
ْ ُالSSََوق
ۡ َم اَّل يَ ۡذ ُكرُونٞ ُح ِّر َم ۡت ظُهُو ُرهَا َوَأ ۡن ٰ َع
اSSٱس َم ٱهَّلل ِ َعلَ ۡيهَا ۡٱفتِ َرٓا ًء َعلَ ۡي ۚ ِه َسيَ ۡج ِزي ِهم بِ َم
َوا يَ ۡفتَرُونْ َُكان
Artinya: Dan mereka berkata (menurut anggapan mereka), “Inilah
hewan ternak dan hasil bumi yang dilarang, tidak boleh dimakan, kecuali
oleh orang yang kami kehendaki.” Dan ada pula hewan yang diharamkan
(tidak boleh) ditunggangi, dan ada hewan ternak yang (ketika disembelih)
boleh tidak menyebut nama Allah, itu sebagai kebohongan terhadap Allah.
Kelak Allah akan membalas semua yang mereka ada-adakan.24
Qs. Yunus: 59
ۡ ُرِّز ٖق فَ َج َع ۡلتُم ِّم ۡنهُ َح َر ٗاما َو َح ٰلَاٗل ق
َل َءٓاهَّلل ُ َأ ِذنSS ۡ قُ ۡل َأ َر َء ۡيتُم َّمٓا َأنزَ َل ٱهَّلل ُ لَ ُكم ِّمن
َلَ ُكمۡ ۖ َأمۡ َعلَى ٱهَّلل ِ ت َۡفتَرُون
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku tentang
rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya
haram dan sebagiannya halal” Katakanlah, “Apakah Allah telah
memberikan izin kepadamu (tentang ini) ataukah kamu mengada-ada atas
nama Allah?”.25
َعبَثًا َع َّج ِإلَى هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة يَقُو ُل يَا َربِّ ِإ َّنSَم ْن قَت ََل عُصْ فُو ًرا
فُاَل نًا قَتَلَنِي َعبَثًا َولَ ْم يَ ْقتُ ْلنِي لِ َم ْنفَ َع ٍة
“Barang siapa yang membunuh burung pipit dengan sia-sia maka
burung tersebut akan berteriak kepada Allah, dan mengatakan; wahai
Tuhanku, sesungguhnya Fulan telah membunuhku dengan sia-sia dan
tidak membunuhku untuk suatu manfaat”.26
24
Kementerian Agama RI, Quran dan Terjemahnya, hlm. 148.
25
Ibid, hlm. 216.
26
HR. Nasai, Kitab Hewan Sembelihan, Bab Membunuh Burung dengan Tanpa Haknya, no.
4370.
15
Hadits ini merupakan dalil yang kuat tentang dijaganya makhluk
bernyawa oleh Islam, baik burung atau binatang melata. Ia juga
merupakan larangan bagi manusia membunuh binatang yang tidak untuk
dimanfaatkan. Hadits ini juga membuktikan kepada kita sejauh mana
penekanan Islam atas pemeliharaan sumber daya alam dan larangan untuk
merusaknya. Juga menunjukkan bahwa Islam menganjurkan umatnya
untuk menjaga lingkungan dan menjaga segala jenis hewan dari
kepunahan.27
3. Penebangan hutan secara liar
Pelarangan ini dikuatkan dengan hadits Nabi sebagai berikut:
27
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 120.
28
HR. Abu Daud, Kitab Adab, Bab Menebang Pohon Bidara, no. 4561.
29
Ika Yunia Fauzia, Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid
Al-Syariah, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 124.
30
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 121.
16
Aturan preventif ini menggariskan agar para peternak tidak
menyatukan tempat minum hewan yang sakit dengan tempat minum
hewan yang sehat karena dikuatirkan penyakit itu akan menular.
Dianjurkan agar hewan yang sakit dikarantina dan diobati karena pada satu
sisi ia termasuk makhluk hidup, dan pada sisi lain, ia adalah aset yang bisa
dikembangkan.31
5. Hati-hati terhadap binatang perah
Nabi melarang orang yang kedatangan tamu menyembelih binatang
perahnya untuk dihidangkan kepada tamu karena binatang perah bisa
dimanfaatkan air susunya dan bisa berfungsi sebagai penjaga rumah.32
6. Memanfaatkan kulit bangkai binatang
ْ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َر َأ ْن يُ ْستَ ْمتَ َع بِ ُجلُو ِد ْال َم ْيتَ ِة ِإ َذا ُدبِغ
َت َ َأ َّن َرس
َ ِ ُول هَّللا
“Rasulullah SAW menyuruh memanfaatkan kulit bangkai apabila
telah disamak”.33
Nabi mengingatkan agar memanfaatkan kulit kambing dengan cara
disamak terlebih dahulu.
7. Jangan meninggalkan sesuap makanan
ط َع ْنهَا اَأْل َذى َو ْليَْأ ُك ْلهَا َواَل يَ َد ْعهَا لِل َّش ْيطَا ِن
ْ ت لُ ْق َمةُ َأ َح ِد ُك ْم فَ ْليُ ِم
ْ َِإ َذا َسقَط
“Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh,
ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang
bersih. Jangan dibiarkan dimakan setan”.34
Sesuap makanan yang jatuh, terbuang, dan tidak dimanfaatkan adalah
makanan yang ditinggalkan untuk setan. Segala yang masih bisa
dimanfaatkan lalu tidak dimanfaatkan, walaupun dalam jumlah kecil,
diperuntukkan bagi setan.
8. Menghidupkan tanah tak bertuan
Kekayaan alam yang sangat diperhatikan Islam ialah tanah
perkebunan yang merupakan sumber pangan dan makanan bagi manusia.
31
Ibid, hlm. 121.
32
Ibid.
33
HR. Malik, Kitab Buruan, Bab Kulit Binatang Yang Telah Mati, no. 944.
34
HR. Muslim, Kitab Minuman, Bab Sunahnya Menjilat Jari dan Piring, no. 3795.
17
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Abasa 24-32:
35
Kementerian Agama RI, Quran dan Terjemahnya, hlm. 585.
36
HR. Bukhari, Kitab Al-Muzara’ah, Bab Orang Yang Menghidupkan Lahan Mati, no. 2167.
37
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 123.
18
Kehidupan manusia di dalam lapangan ekonomi mempunyai empat
standar yang satu dengan yang lain berbeda. Dalam swasembada individu
terdapat beberapa standar, yaitu:38
a. Standar primer
Keadaan ini dilalui manusia dalam keadaan sulit, paceklik, dan
mendekati kematian. Contohnya adalah apa yang dialami penduduk di
daerah yang mengalami masa paceklik. Raut muka mereka yang
ditayangkan di televisi bagaikan patung atau tengkorak. Keberadaan
manusia yang sangat sengsara adalah noda hitam pada aspek
kemanusiaan, padahal pada sisi lain manusia mengeluarkan puluhan
bahkan ratusan miliar rupiah untuk persenjataan.
b. Standar cukup
Yaitu standar rendah dalam kehidupan, tidak lebih dan tidak juga
kurang. Tidak ada masa dan sarana untuk mencapai satu bentuk
kemewahan dan kelapangan.
c. Standar swasembada atau mapan
Mapan yang dimaksudkan di sini bukanlah sekedar cukup, tetapi
cukup dalam arti sebenarnya. Inilah standar yang ditargetkan Islam
untuk seluruh manusia, muslim ataupun nonmuslim.
Menurut Nawawi, swadaya yang dimaksud oleh Islam ialah cukup
sandang, pangan, papan, dan segala kebutuhan, tanpa berlebihan dan
tidak pula terlalu irit untuk pribadi dan keluarga.
d. Standar mewah
Islam mentargetkan agar pemeluknya mencapai standar swadaya
dengan memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1) Cukup makan, hal ini diperlukan untuk menjaga stamina tubuh agar
manusia bisa melaksanakan kewajiban sehari-hari seperti kewajiban
atas Tuhannya (shalat lima waktu), kewajiban atas diri, keluarga,
dan masyarakat.
38
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, hlm. 124-128.
19
2) Cukup air. Air sangat diperlukan untuk minum, melakukan perairan
dan membersihkan badan pada umumnya yang merupakan adab
Islam dan untuk bersuci pada khususnya yang merupakan syarat sah
shalat.
3) Cukup sandang, yaitu cukup pakaian untuk menutup aurat, menjaga
diri dari terik matahari dan udara dingin.
4) Cukup papan atau tempat tinggal
Ciri-ciri kediaman asri:
a) Layak dihuni
b) Luas dan lapang
c) Terlindung dari gangguan alam seperti hujan, terik matahari,
dan angin.
d) Merdeka, yaitu penghuni rumah tidak terlihat oleh orang yang
lalu lalang di depannya.
5) Cukup uang untuk berumah tangga
Menabung untuk masa depan dan mempersiapkan hidup berumah
tangga adalah suatu kiat untuk mewujudkan swadaya bagi individu.
6) Cukup uang untuk menuntut ilmu
Swasembada juga dibutuhkan untuk menuntut ilmu dan
menyiapkan segala perlengkapannya.
7) Pengobatan apabila sakit
Perintah ini adalah wajib, terutama terhadap penyakit yang bisa
disembuhkan dengan pengobatan. Ilmu menjadi lambang kemajuan
masyarakat dalam bidang pemikiran, sedangkan kesehatan menjadi
lambang kemajuan masyarakat dalam bidang jasmani.
8) Tabungan haji dan umrah
Setiap muslim hendaknya menyisihkan sebagian uangnya untuk
mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji dan umrah. Seorang
muslim tidak wajib melaksanakan haji jika tidak sanggup
melakukan perjalanan ke Baitullah. Namun, muslim dalam arti
komunitas wajib menyemarakkan rukun Islam kelima ini.
20
2. Mewujudkan swasembada umat
Tujuan lain produksi ialah memenuhi target swasembada masyarakat.
Dengan kata lain, masyarakat harus memiliki kemampuan, pengalaman,
serta metode untuk memenuhi segala kebutuhannya, baikmaterial ataupun
spiritual, sipil atau militer.39 Tanpa adanya swadaya ini, kita tidak dapat
mewujudkan kemerdekaan dan membentuk umat pilihan yang kuat
sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Munafiqun: 8 yaitu:
ُ َّزةSSا ٱَأۡل َذ ۚ َّل َوهَّلِل ِ ۡٱل ِعSSَز ِم ۡنهSSَ
ُّ ِر َج َّن ٱَأۡلعSS ِة لَي ُۡخSSَٓا ِإلَى ۡٱل َم ِدينSSََّج ۡعن
َ ونَ لَِئن رSSُيَقُول
٨ ََولِ َرسُولِ ِهۦ َولِ ۡل ُم ۡؤ ِمنِينَ َو ٰلَ ِك َّن ۡٱل ُم ٰنَفِقِينَ اَل يَ ۡعلَ ُمون
Artinya: Mereka berkata, “Sungguh, jika kita kembali ke Madinah
(kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan
mengusir orang-orang yang lemah dari sana.” Padahal kekuatan itu
hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tidak mengetahui”.40
39
Ibid, hlm. 128.
40
Kementerian Agama RI, Quran dan Terjemahnya, hlm. 555.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran mengarahkan pandangan kita kepada dunia yang
dikelilingi oleh air, udara, lautan, sungai, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
benda mati, matahari dan bulannya, malam dan siangnya. Semua itu
diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Allah memuliakan manusia
dengan anugerah kenikmatan-kenikmatan bagi mereka.
Tujuan bekerja yaitu, untuk mencukupi kebutuhan hidup, untuk
kemaslahatan keluarga, untuk kemaslahatan masyarakat atau orang lain,
bekerja untuk memakmurkan bumi, dan bekerja untuk kerja.
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap
muslim baik individu ataupun komunitas adalah berpegang pada semua
yang dihalalkan Allah dan tidak melewati batas.
Dalam perspektif etika, komponen paling penting hubungan antara
manusia dan lingkungan adalah pengawasan manusia. Tujuan agama
adalah melindungi, menjaga serta merawat agama, kehidupan, akal budi
dan akal pikir, anak cucu serta sifat juga merawat persamaan serta
kebebasan. Melindungi, menjaga dan merawat lingkungan adalah tujuan
utama dari hubungan yang dimaksud.
Berproduksi bertujuan untuk mencapai swadaya, baik swadaya
dalam bidang komoditi ataupun swadaya dalam bidang jasa, yang
selanjutnya menciptakan kehidupan yang layak yang dianjurkan Islam
bagi manusia
B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat, saya menyadari banyaknya
kekurangan di dalam penyusunannya. Maka dari pada itu saya meminta
maaf dan mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan Ibu
Dosen untuk memberikan krtitik dan saran agar mekalah ini menjadi lebih
22
baik di masa yang akan datang. Atas perhatiannya saya ucapkan terima
kasih
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Quran Tafsir Perkata Tajwid dan
Kode Angka, Tangerang: Kalim, 2010.
Fauzia, Ika Yunia. Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Perspektif Maqashid Al-Syariah, Jakarta: Kencana, 2014.
Kahmad, Dadang. Sukron Abdillah. Mencari Rezeki Bersama Allah Kerja
Tak Sekedar kerja, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014.
Kementerian Agama RI, Quran dan Terjemahnya, Jakarta: PT Sigma Eksa
Media Arkanleema, 2013.
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, Jakarta: Prenada Media, 2017.
Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani
Press, 1997.
Rajafi, Ahmad. Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia: Telaah Kritis
Berdasarkan Metode Ijtihad Yusuf Al-Qaradawi, Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2013.
Sule, Ernie Tisnawai. Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: PT Refika
Aditama, 2016.
Wahjono, Sentot Imam, dkk. Pengantar Bisnis, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2018.
Wasim, Alef Theria. Ekologi Agama dan Studi Agama-Agama, Yogyakarta:
Oasis Publisher, 2005.
Yani, Ahmad. Menjadi Pribadi Terpuji, Depok: Al-Qalam, 2007.
B. Jurnal
Harahap, Rabiah Z. “Etika Islam dalam Mengelola Lingkungan Hidup”,
Jurnal Edutech, Vol.01, No. 01, Maret, 2015.
C. Software
HR. Abu Daud, Kitab Adab, Bab Menebang Pohon Bidara, no. 4561.
HR. Bukhari, Kitab Al-Muzara’ah, Bab Orang Yang Menghidupkan Lahan
Mati, no. 2167.
HR. Bukhari, Kitab Al-Muzaraah, Bab Keutamaan Bertani dan Menanam
Jika Sebagiannya Dimakan, no. 2152.
HR. Bukhari, Kitab Zakat, Bab Menjaga diri dari meminta-minta, no. 1378.
23
HR. Ibnu Majah, Kitab Mukadimah, Bab Barang Siapa Memulai Amal
Kebaikan atau Keburukan, no. 199.
HR. Malik, Kitab Buruan, Bab Kulit Binatang Yang Telah Mati, no. 944.
HR. Muslim, Kitab Minuman, Bab Sunahnya Menjilat Jari dan Piring, no.
3795.
HR. Nasai, Kitab Hewan Sembelihan, Bab Membunuh Burung dengan Tanpa
Haknya, no. 4370.
24