Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ETIKA PRODUKSI PRESPEKTIF ISLAM

DI SUSUN OLEH :

ANNISA AULIA LUKMANA (05220210014)


ALFIYAH SYAWALIAH (05220210016)
UTARI (05220210017)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNUVERSITAS MUSLIM INDONESI
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillh dengan rasa syukur ke hadirat Allah SWT yang


dengan rahmat karunia, serta taufik dan hidayah-nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "ETIKA
PRODUKSI PERSPEKTIFNYA ISLAM'. Shalawat beriring
salam tidak lupa kita curahkan kepada junjungan Nabi besar
kita Nabi Muhammad SAW yang telah mendidik seluruh
umatnya untuk menjadi generasi terbaik dibumi Dalam
penulisan makalah ini, Kami mengucapkan terima kasih
kepada bapak dosen selaku dosen pada mata kuliah ini. yang
telah mengamanahkan tugas makalah ini kepada kami,
sehingga tercapainya salah satu pembelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya serta dapat menambah wawasan
kami dalam mengembangkan pengetahuan yang akan dibahas
pada mata kuliah ini.Seperti kata pepatah “tidak ada asap tanpa
asanya api”, hukum sebab akibat selalu berlaku di Alam
semesta yang selalu bisa dikaji dari segala sudut pandang. Oleh
karena itu, kami mengharapkan masukan dari pembaca baik
berupa kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik
kedepannya

DAFTAR ISI
Sampul.................................................................................. i

Kata pengantar...................................................................... ii

Daftar isi............................................................................... iii

Bab I Pendahuluan............................................................... 1

A. Latar belakang........................................................ 1
B. Rumusan masalah................................................... 2
C. Tujuan..................................................................... 2

Bab II Pembahasan............................................................... 3

A. Pengertian produksi dalam islam............................ 3


B. konsep produksi dalam Al-Qura’an dan
hadist.............................................................................. 4
C. Motif-motif produksi dalam islam........................... 5

BAB III Penutup.................................................................... 7

A. Kesimpulan............................................................ 7
B. Saran...................................................................... 7

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tidak bisa dipungkiri pengabaian konsep produksi
konvensional terhadap sistem nilai telah mengakibatkan
mundurnya kualitas hidup manusia dewasa ini. Global warming
(pemanasan global), krisis air bersih, sanitasi, dan bahan
makanan sering dijadikan tema global demi memperbaiki kondisi
kemanusiaan1. Masalah sebenarnya dari sejumlah krisis
kemanusiaan itu terletak pada mekanisme dan model produksi
yang secara massif berkembang dewasa ini di setiap belahan
dunia yaitu model produksi tanpa pertimbangan moral (moral
judgement).

Model produksi konvensional berangkat dari masalah


kelangkaan (scarcity) barang-jasa dan keterbatasan kemampuan
produksi untuk memenuhi keinginan manusia yang semakin hari
semakin tak terbatas. Dengan demikian, ekonomi konvensional
dihadapkan pada permasalahan bagaimana mengupayakan
ketersediaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan individu
dengan memaksimalkan produktivitas untuk menghasilkan
barang-jasa2.

Produsen dituntut untuk meng-efisienkan penggunaan sumber


daya agar menghasilkan keuntungan maksimal. Di samping itu,
produsen diharuskan mengabaikan sistem nilai agar proses
produksi dapat dilakukan secara bebas. Sebaliknya konsep
produksi Islam berangkat dari status manusia sebagai ‘abd dan
khalifah fi al-ardh. Dengan status ini,
kegiatan produksi menjadi manifestasi ketundukan manusia
pada Allah SWT (QS Hud: 61) sekaligus menjadi sarana untuk
mengaktualisasikan kemampuannya (QS al-An’am: 165).
Kegiatan produksi tidak sekedar upaya memenuhi kebutuhan
hidup sebagai homo economicus tapi juga menjadi sarana untuk
mengupayakan keadilan sosial dan menjaga keluhuran martabat
manusia.

Al-Qur’an dan as-Sunnah menjadi kerangka acuan untuk


mengembalikan kegiatan produksi pada tujuan awalnya yaitu
meningkatkan kesejahteraan manusia secara total (dalam istilah
as-Syaibani disebut ‘imaratul kaun). Seluruh proses dan kegiatan
produksi mengarah pada pemuliaan status manusia, peningkatan
kesejahteraan hidup, menghilangkan ketimpaertumbuhan dan
kemandirian ekonomi.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian produksi dalam islam


2. Bagaimana konsep produsi dalam islam
3. Apa saja motif-motif produksi dalam islam

C. TUJUAN

Berdasarkan uraian dari rumusan masalah, maka tujuan dalam


makalah ini menyadari kita akan pentingnya etika produksi
perspektif Islam dalam kehidupan sehingga mampu meyesuaikan
tempat atau waktu atas kedudukan penggunaan etika produksi
islam.dengan melihat aturan serta etika apa saja yang harus lebih
di pahami.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi Dalam Islam

Pembicaraan tentang produksi menempati bagian besar dari ruang jiwa


manusia menurut tingkat dan taraf masing-masing. Hal itu karena eratnya
hubungan antara produksi dengan perkembangan pendapatan dan
peningkatan taraf hidup, yang mempengaruhi kemuliaan hidup dan
kehidupan yang sejahtera bagi individu dan masyarakat. Sehingga dapat
dikatakan bahwa produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan-kegiatan
ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan
memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam waktu tertentu.

kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang


menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini mau pun masa yang akan
datang. Perusahaan selalu diasumsikan untuk memaksimumkan keuntungan
dalam berproduksi. Dalam Islam, produksi dapat diartikan sebagai usaha
manusia untuk memperbaiki kondisi fisik material dan moralitas sebagai
sarana untuk mencapai tujuan hidup sesuai syariat Islam, kebahagiaan dunia
dan akhirat (Monzer Khaf).

Pada masa Rasullulah, orang-orang biasa memproduksi barang dan


beliau pun mendiamkan aktivitas mereka. Sehingga diamnya beliau
menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktivitas
berproduksi mereka. Status taqrir dan perbuatan Rasul itu sama dengan
sabda beliau, artinya sama-sama merupakan dalil syara’. (Abdul Aziz, 2008:
53).

Mannan, Siddiqi dan ahli ekonomi Islam lainnya menekankan


pentingnya motif altruisme, dan penekanan akan maslahah dalam kegiatan
produksi. Perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi dan
perusahaan namun juga memberikan kemaslahatan bagi masyarakat dengan
tidak mengabaikan lingkungan sosialnya. Hal ini bertentangan dengan
produksi dalam Konvensional yang mengutama-kan self interest. Kegiatan
produksi pada hakikatnya adalah ibadah. Sehingga tujuan dan prinsipnya
harus dalam kerangka ibadah. Perusahaan tidak hanya mementingkan
keuntungan pribadi dan perusahaan namun juga memberikan kemaslahatan
bagi masyarakat dengan tidak mengabaikan lingkungan sosialnya. Hal ini
bertentangan dengan produksi konvensional.

B. Konsep produksi dalam islam

1. Al-Quran surat Ibrahim ayat 32-34.

‫اواتِخَ لَقَالَّ ِذياللَّهُلَ ُك ْم ِر ْزقًاالثَّ َم َراتِ ِمنَبِهََِأ ْخ َر َجفاأل ْنهَا َرلَ ُك ُم َو َس َّخ َربَِأ ْم ِر ِها‬ َ ْ‫َما ًءال َّس َما ِء ِمن ََوَأ ْنزَ لَ َواألر‬
َ ‫ضال َّس َم‬
33‫كو َس َّخ َر‬ َ َ‫اراللَّ ْيلَُ ُمل‬
َ َ‫كو َس َّخ َردَاِئبَ ْينِ َو ْالقَ َم َرال َّش ْم َُس ُمل‬ َ َ‫ َوالنَّه‬32‫ْلبَحْ ِرفِيلِتَجْ ِريَ ْالفُ ْل َكلَ ُك ُم َو َس َّخ َر‬
34 ‫َعوِإنُْوهُ ُم َسَأ ْلت َماآُِّل‬ َ ‫ِم ْن ُْم َوآتَاآَآفَّارٌو ٌُملَظَالإل ْن َسانَِإنَّوهَاُحْ صُتالاللَّ ِهنِ ْع َمةَّواُ ُدت‬
Artinya: (32) Allahlah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air
hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan dia Telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan
kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
(33) Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menunduk-kan bagimu
malam dan siang. (34) Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu)
dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung
nikmat.

2. Produksi dalam al-Qur’an surat al-Nahl, ayat 97. Allah berfirman yang
artinya:

َ ‫َوهُ َوُأ ْنثَىَأ ْو َذَآ ٍر ِم ْن‬


ْ‫صالِحًا َع ِملَ َم ْنطَيِّبَةً َحيَاةًفَلَنُحْ يِيَنَّهُ ُمْؤ ِمنٌیَ ْع َملُونََآانُوا َمابَِأح‬
‫َسنَِأجْ َرهُ ْم َولَنَجْ ِزیَنَّهُ ْم‬
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada yang telah mereka
kerjakan”. Pemahaman produksi dalam al-Qur’an memiliki arti sebagai
bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber produksi
yang diperbolehkan.

3. Berproduksi itu hukumnya mubah dan jelas berdasarkan As-Sunnah.


Sebab, Rasulullah Saw pernah membuat cincin. Diriwayatkan dari Anas
yang mengatakan: ”Nabi saw telah membuat sebuah cincin”. (HR. Imam
Bukhari). 145Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata:
“Rasul Allah saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau):
‘Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat
duduku, sehingga aku bisa duduk di atasnya’.” (HR. Imam Bukhari) Pada
masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun
mendiamkan aktivitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan
adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktivitas berproduksi mereka.
Status taqrir dan perbuatan Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya
sama-sama merupakan dalil syara’.

4. Berproduksi juga sebagai penambah sumber penghasilan bagi diri nya.


Nabi Saw bersabda: “Seseorang yang membawa seutas tali kemudian
memanggul kayu bakar dan membawa ke pasar lalu menjual dan ia hidup
berkecukupan lalu untuk menafkahi dirinya, itu lebih baik dari meminta-
minta pada manusia, diberi atau ditolak”. (HR. Bukhari 1378, Ibnu Majah
1826) Hadits ini mengindikasikan adanya anjuran produksi untuk
menambah penghasilan dari pada meminta-minta. Pekerjaan sese-orang
yang sesuai keterampilan yang dimiliki, dikategorikan sebagai produksi,
begitupun kesibukan untuk mengolah sumber penghasilan juga dikatakan
produksi. Rasul berkata: “Tidak ada makanan yang lebih baik kecuali dari
hasil tangannya sendiri, nabi Daud makan dari tanganya sendiri”. (HR. Ibnu
Majah 2129, Ahmad 16552, 16560)
Dalam berproduksi tidak boleh mengeksploitasi kekayaan alam secara
berlebihan, tetapi harus dikelola dengan cara yang baik, seba-gaimana
firman Allah Swt bahwa manusia tidak boleh melampaui batas, (Q.S. Al-
Maidah, 5: 87). Nabi juga mengancam penghasilan yang didapat dengan
cara yang tidak sesuai prinsip syariah, seperti jual beli seks, barang najis
seperti anjing dan canthuk sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan
Turmudzi (1196), Nasa’i (4220), Abi Daud (2976, 2973), Ahmad (15251)
dan Darimi (2507), sebagaimana dikutip Ilfi Nur Diana (2008: 35). Nabi
bersabda: “Sejelek-jelek usaha adalah penghasilan dari pekerja seks, hasil
penjualan anjing, dan usaha canthuk”.
Pekerjaan yang termaktub dalam hadits tersebut (jual beli anjing, jual beli
seks, dan cantuk) bukan termasuk produksi, karena tidak menghasilkan
sesuatu yang manfaat. Produksi dalam bahasa Arab adalah al-intaaj dari
akar kata nataja, tetapi dalam istilah fiqh lebih dikenal kata tahsil, yaitu
menghasilkan sesuatu atau penghasilan. Begitupun dengan Ibnu Khaldun,
menggunakan kata tahsil untuk produksi ketika ia membahas pembagian
spesialisasi tenaga kerja.

C. Motif-motif produksi dalam islam

Monzer Kahf (1995: 33), dalam buku Ekonomi Islam menjelaskan panjang
lebar tentang motif-motif produksi. Menurutnya, produksi merupakan
pengambilan manfaat dari setiap partikel pada alam semesta adalah
merupakan tujuan ideologik umat muslim. Hal ini jelas karena merupakan
kewajiban keagamaan bagi manusia terhadap dunia dan ia secara langsung
bersumber pada pandangan Islam mengenai manusia dan alam semesta.
Karena, Islam mengancang tujuan ini dengan dua sasaran, yaitu ajaran etik
(akhlak) dan hukum. Dalam pandangan Islam, produksi merupakan upaya
manusia untuk meningkatkan tidak hanya kondisi materialnya tetapi juga
moralnya dan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya di hari akhirat
kelak. Hal ini, kata Monzer, karena mempunyai tiga implikasi penting,
yaitu:

1. Produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moralnya


sebagai di tetapkan dalam al-Qur’an dilarang. Semua jenis kegiatan
produksi yang menurunkan martabat manusia atau menyebabkan ia
terperosok ke dalam kejahatan dalam rangka meraih tujuan ekonomi
semata-mata dilarang juga. Dengan demikian Nabi Muhammad SAW
melarang beberapa bentuk kegiatan ekonomi tertentu seperti pelacuran dan
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi tersebut.

2. Aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan


proses produksi. Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi di antara
sebagian besar orang dan dengan cara yang seadil-adilnya adalah tujuan
utama ekonomi masyarakat.

3. Masalah ekonomi bukanlah masalah yang jarang terdapat dalam


kaitannya dengan berbagai kebutuhan hidup tetapi ia timbul karena
kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil manfaat
sebesar-besarnya dari anugerah-anugerah Allah SWT baik dalam bentuk
sumber-sumber manusiawi maupun sumber-sumber alami. Kemalasan dan
kealpaan disebut “ke-zaliman” atau “kekejaman” dalam al-Qur’an. Sebuah
Hadits Nabi menceritakan bahwa beliau menyerukan: “Mintalah
pertolongan kepada Allah dan jangan merasa tidak mampu, karena tidak ada
sesuatu pun yang tidak mungkin dikerjakan”.

Ajaran-ajaran etik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits banyak


memberikan tuntunan dan bimbingan ke arah produksi yang lebih baik,
sebagai-mana tersebut dalam Q.S. Al-Nahl dan Hadits-hadits tersebut di
atas. Intinya, ajaran Islam memberikan respon positif dalam hal produksi
dan produktivitas umat manusia, bahkan itu akan diberi pahala oleh Tuhan
bila perbuatannya (baca: produksi) mendatangkan kebaikan. Namun
diberikan dosa dan nista bila perbuatan yang dihasilkan mendatangkan
kemudaratan dan kezaliman.

motif produksi adalah menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan


individu (self interest) dan kesejahteraan kolektif (social interest). Setiap
muslim harus bekerja secara maksimal dan optimal, sehingga tidak hanya
dapat mencukupi dirinya sendiri tetapi harus dapat mencukupi kebutuhan
anak dan keluarganya. Hasil yang 148dimakan oleh dirinya sendiri dan
keluarganya oleh Allah swt dihitung sebagai sedekah, sekalipun itu sebagai
kewajiban. Ini menunjukkan betapa mulyanya harga sebuah produksi
apalagi jika sampai memper-kerjakan orang lain (karyawan) yang banyak
sehingga mereka dapat menghidupu keluarganya. (Nur Diana,2008:14)

BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan-kegiatan ekonomi


untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-
faktor produksi dalam waktu tertentu. Perilaku produksi tidak hanya
menyandarkan pada kondisi permintaan pasar, melainkan juga
kemaslahatan.
Adapun konsep produksi dalam islam yakni terdapat dalam surah
Ibrahim ayat 32-34, An nahl ayat 97. Berproduksi itu hukumnya mubah dan
jelas berdasarkan sunnah, berproduksi juga sebagai penambah penghasilan
bagi dirinya.
Dalam motif-motif produksi islam, prduksi ialah pengambilan manfaat
dari setiap praktikel pada alam semesta dengan tujuan kemaslahatan umat
manusia. Pada pandangan islam mengenai manusia dan alam semesta, islam
mengancang tujuan ini dengan dua sasaran yaitu etik(ahlak) dan hukum.
Ajaran etik bersumber dari Al-Qur’an dan hadist banyak memberikan
tuntutan dan bimbingan kearah produksi yang lebih baik. Islam memberikan
respon positif produksi dan produktivitas umat manusia, bahkan itu akan
mendapatkan pahala dari Tuhan apanila produksi tersubut mendatangkan
kebaikan. Namun mendapatkan dosa jika produksi yang dihasilkan
mendatangkan kemudaratan dan kezaliman.
Adapun aspek hukum juga dapat berperan dalam produksi dengan
memberikan justifikasi apakah barang itu halal diproduksi tidak, atau
sebaliknya. Meskipun dalam urusan ekonomi (baca: muamalah), semuanya
diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang-nya.Dari prinsip inilah motif
berproduksi dalam Islam memberikan motivasi bagi siapa saja agar berbuat
sesuatu yang bermanfaat. Kemanfaatan itu diharuskan bukan saja untuk
dirinya, tetapi bagi orang lain.

B. SARAN

Kami menyadari makalah kami diatas masih banyak kesalah serta jauh dari
kata sempurna dengan demikian, di harapkan untuk para pembaca agar
encari lebih luas lagi dan dapat memahami lebih lanjut tentang Etika
Produksi dalam Islam yang belum dapat kami bahas dalam makalah ini.
Demikian yang dapat kami uraikan dalam makalah ini somoga dapat
memberi manfaat serta meningkatkan pengetahuan bagi para penulis dan
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai