Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAFSIR AYAT DAN HADIS AHKAM EKONOMI

TAFSIR AYAT TENTANG PRODUKSI

Dosen pengampu: Dr. Ghufron Hamzah, M.SI.

Penyusun:
Royyan Kafiy (22106021081)
Kusen (22106021001)
Ahmad Khotibul Umam (22106021013)

UNIVERSITAS WAHID HAS’YIM SEMARANG

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (B)

2023
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya semata, kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul. Tafsir Ayat
Tentang Produksi. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi kita Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari
penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi
tugas dari mata kuliah tafsir ayat dan hadis ahkam ekonomi dan semoga segala yang tertuang
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.

Semarang, 28 September 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2

BAB I .............................................................................................................................................. 3

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 3

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 3

C. TUJUAN .............................................................................................................................. 3

BAB II............................................................................................................................................. 5

A. Pengertian Produksi dan Ayat Tentang Produksi ................................................................ 5

B. Makna Mufradat Tafsir Jalalain ........................................................................................... 6

C. Makna Secara Global ........................................................................................................... 7

BAB III ......................................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 12

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al- Qur’an
menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara
berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.

Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak
manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga
peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari
menyatunya manusia dengan alam. Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari
konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa,
kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan
berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi
melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar
jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.

Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang


perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan
efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam batas-batas
tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, berikut beberapa rumusan masalah yang akan kita bahas
pada makalah ini:
1. Ayat yang terkait tentang produksi
2. Tafsir ayat tentang produksi
3. Ayat-ayat tentang produksi

C. TUJUAN
1. Mengetahui ayat yang terkait tentang produksi.
3
2. Mengetahui tafsir ayat tentang produksi.
3. Mengetahui ayat-ayat tentang produksi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi dan Ayat Tentang Produksi

Kata “Produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang secara harfiah dimaknai
dengan ijadu sil’atin (mewjudkan atau mengadakan sesuatu), menurut Al Quran adalah
mengadakan atau mewujudkan sesuatu barang atau jasa yang bertujuan untuk kemaslahatan
manusia. Dimana kegiatan produksi menjadi tumpuan bagi ekonomi Islam karena merupakan
pondasi bagi aktivitas distrbusi dan konsumsi. Pada prakteknya, produksi merupakan aktivitas
mengelola dan mengombinasikan beberapa faktor produksi sehingga menghasilkan output
produk. Seperti pengelolaan bahan mentah menjadi bahan menjadi bahan setengah jadi,
dan pengelolahan bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Tujuan produksi sendiri tidak
lain untuk mengoptimalkan faktor produksi, yang dengan itu produk yang dihasilkan
dapat mempermudah terpenuhinya kebutuhan manusia.

produksi adalah pekerjaan berjenjang yang memerlukan kesungguhan usaha


manusia, pengorbanan yang besar, dan kekuatan yang terpusat dalam lingkungan tertentu
untuk mewujudkan daya guna material dan spritual. Pemahaman produksi dalam islam
memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber yang
diperbolehkan dan melipatgandakan income dengan tujuan kesejahteraan masyarakat,
menopang eksistensi serta ketinggian derajat manusia.1

Allah berfirman dalam Q.S. an-Nahl/16: 5-9

َ‫َوت أحمِ لَُأ أثقال ُك أم‬٦َ‫ََول ُك أمَفِيهاَجما ٌلَحِ ينَت ُ ِري ُحونَوحِ ينَتسأ ر ُحون‬٥َ‫ءَومنافِ ُعَومِ أنهاَت أأ ُكلُون‬ٞ ‫ِف‬ ‫وَٱ أۡل أن َٰعمََخلقه ۖاَل ُك أمَفِيهاَد أ‬
َ‫َوَٱ ألخ أيلََوَٱ ألبِغالََوَٱ ألحمِ يرََلِت أركبُوهاَو ِزينةَوي أخلُقُ َما‬٧َ‫يم‬ٞ ِ‫َرح‬ َ ِ ُ‫ِقَٱَ أۡلنف‬
ٞ ‫سَإِ َّنَربَّ ُك أمَلر ُء‬
ََّ ‫وف‬ ِ ‫إِل َٰىَبلدٖ َلَّ أمَت ُكونُواْ ََٰب ِلغِيهَِإِ ََّّلَبِش‬
٩َ‫ِرَول أوَشآءَلهد َٰى ُك أمَأ أجمعِين‬ٞ ‫لَومِ أنهاَجآئ‬ َّ ‫ّللَقصأ دََُٱل‬
َِ ‫سبِي‬ ََِّ ‫َوعلىَٱ‬٨َ‫َّلَتعأ ل ُمون‬

Yang artinya: Dan Dia-lah (Allah) yang menciptakan binatang ternak untuk kamu,
padanyaada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dansebagaimana
kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu
membawanya kembali ke kandang dan ketika kamumelepaskannya ke tempat
pengembalaan. Dan ia memikul bebab-beban kamuke suatu negeri (tempat) yang kamu

1
Dwi Suwiknyo, Komplikasi Tafsir ayat-ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010),h.232.

5
tidak sanggup (membawanya) sampaikepadanya, kecuali dengan kesukaran-kesukaran
(yang memberatkan) diri.Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar maha pengasih lagi maha
penyayang.Dan (Dia telah menciptakan) kuda, baga (peranakan kuda dengan keledai)dan
keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan.Dan Allah
meenciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. Dan adalahhak bagi Allah (untuk
menerangkan) jalan yang lurus, dan diantara jalan-jalanitu ada yang bengkok, dan jikalau
Dia (Allah) menghendaki, tentulah dia akanmemimpin kamu semuanya (kepada jalan yang
benar)

B. Makna Mufradat Tafsir Jalalain

Lafadz َ‫( و ْاَّل ْنعام‬Dan binatang ternak) berupa unta, sapi, dan kambing. Lafaz al-an’ama
dibaca nasab karena dinasabkan oleh fi’il yang diperkirakan keberadaannya, lalu fi’il
tersebut ditafsirkan atau dijelaskan oleh lafaz berikut ini, yaitu ‫( خلقهال ُك َْم‬Dia telah
menciptakannya untuk kalian) sebagian dari manusia َ‫ِف ٌء‬
ْ ‫( فِيْهاد‬padanya ada kehangatan)
yaitu bulu dan kulitnya dapat dibuat pakaian dan selimut untuk penghangat tubuh kalian
َ‫( ومنافِ ُع‬dan berbagai manfaat) yaitu dari anak-anaknya, air susunya, dan dapat dijadikan
sebagai kendaraan َ‫( وَمِ ْنهاتأ ْ ُكلُ ْون‬dan sebagainya kalian makan) zaraf didahulukan karena
untuk tujuan fasilah.
َ‫( ول ُك ْمَفِيْهاجما ٌل‬Dan kalian memperoleh pandangan yang indah padanya) yakni sebagai
perhiasan kalian َ‫( حِ يْنَت ُ ِر ْي ُح ْون‬ketika kalian membawanya kembali ke kandang) ketika kalian
menggiringnya kembali ke kandangnya di waktu sore hari َ‫( وحِ يْنَتسْر ُح ْون‬dan ketika kalian
melepaskannya ke tempat penggembalaan) kalian mengeluarkannya dari kandangnya
menuju ke tempat penggembalaan di waktu pagi hari.
َ‫( وَتحْمِ لَُاثْقال ُك ْم‬Dan ia dapat memikul beban-beban kalian) barang-barang kalian َ ٖ‫إِل َٰىَبلد‬
‫( لَّ أمَت ُك ْونُواْ ََٰب ِلغِي َِه‬ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya) kalian tidak
sanggup mencapainya tanpa memakai kendaraan unta ‫س‬ َ ِ ُ‫ِقََٱ أۡلنف‬ َ َّ ِ‫( إ‬melainkan dengan
ِ ‫َّلَ بِش‬
kesukaran-kesukaran yang memayahkan diri) yang membuat payah diri kalian َ‫ِإ َّنَ ربَّ ُك أم‬
َ‫ْم‬ٞ ‫فَ َّرحِ ي‬ٞ ‫( لر ُء ْو‬Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang) terhadap kalian, Dia telah menciptakannya untuk kalian manfaatkan.
َ‫( و‬dan) Dia telah menciptakan َ‫( ْالحيْلَو ْالبِغالَو ْالحمِ يْرلِت ْركب ُْوهاو ِزيْنة‬kuda, bigal, dan keledai
agar kalian menungganginya dan menjadikannya sebagai perhiasan) lafaz zinatan menjadi

6
maful lah disebutkannya kedua ‘illat itu, yaitu untuk ditunggangi dan dianggap sebagai
perhiasan; hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan manfaat lain yang ada padanya.
Seperti halnya pada kuda, selain dapat ditunggangi dan dijadikan perhiasan, dagingnya
dapat dimakan. Hal ini telah ditetapkan berdasarkan hadis sahihain. َ‫( وي أخلُقَُماََّلَتعأ ل ُم ْون‬Dan
Allah menciptakan apa yang kalian tidak mengetahuinya) berupa hal-hal yang aneh dan
menakjubkan.
َّ ‫َّللاَقصأ دَُال‬
َ‫س ِب ْي ِل‬ ِ َّ َ‫( وعلى‬Dan hak bagi Allah menerangkan jalan yang lurus) hak bagi Allah
menjelaskannya ‫( ومِ ْنها‬dan diantara jalan-jalan) tersebut َ‫ِر‬ٞ ‫( جآئ‬ada yang bengkok)
menyimpang dari jalan yang lurus َ‫( ول أوَشآء‬Dan jikalau Dia menghendaki) untuk memberi
petunjuk kepada kalian ‫( لهد َٰى ُك أَم‬niscaya Dia memberi petunjuk kepada kalian) ke jalan yang
lurus َ‫( أ أجم ِعيْن‬semuanya) sehingga kalian semua mendapat petunjuk ke jalan yang lurus itu
atas kehendak kalian sendiri.

C. Makna Secara Global

Kandungan ayat 5-9 surat An Nahl mengandung arti bahwa Allah telah memberikan
berbagai nikmat untuk manusia dari hasil ciptaan-Nya diantaranya diciptakannya hewan
ternak yang mempunyai berbagai manfaat dan fungsi bagi kehidupan manusia[8]. Binatang
ternak yang dimaksudkan diatas ditundukan Allah bagi manusia untuk dimakan,
ditunggangi, dan dijadikan perhiasan.

Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut merupakan ayat yang berhubungan dengan ekonomi


terutama masalah produksi. Dalam pandangan Islam produksi merupakan hal yang sangat
penting, karena dengan produksi kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Al-Ghazali
menyebutkan bahwa produksi adalah pengerahan secara maksimal sumber daya alam (raw
material) oleh sumber daya manusia, agar menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia.

Segala yang diciptakan Allah untuk manusia merupakan sumber daya yang harus
dimanfaatkan dan dimakmurkan untuk kemaslahatan hidup manusia. Sumber daya tersebut
merupakan sumber ekonomi yang harus dijaga dan dilestarikan. Ismail Nawawi membagi
sumber daya ekonomi menjadi beberapa bidang yaitu:

1) bidang perdagangan,
2) bidang pertanian dan pengolahan tambang,
3) bidang peternakan,

7
4) bidang industri dan teknologi,
5) bidang kelautan,
6) bidang perikanan,
7) bidang pengairan,
8) bidang kesehatan,
9) bidang dirgantara.

Afzalur Rahman memandang bahwa sumber daya merupakan faktor-faktor produksi,


dimana faktor-faktor produksi tersebut antara lain: tanah, tenaga kerja, modal, dan
organisasi. Adapun menurut Fauzia dan Riyadi bahwa yang termasuk faktor produksi
adalah tanah, tenaga kerja, modal, manajemen produksi, dan teknologi.

Menurut Afzalur Rahman pengertian tanah mengandung arti yang luas termasuk
semua sumber yang kita peroleh dari udara, laut, gunung, dan sebagainya, sampai dengan
keadaan geografi, angin, dan iklim terkandung dalam tanah. Maka yang termasuk pada
faktor produksi tanah adalah bumi (tanah), mineral, gunung, hutan, hewan, iklim dan hujan.
Keseluruhan sumber daya yang diciptakan tuhan tersebut semuanya diperuntukkan untuk
manusia, oleh karena itu terdapat sebuah premis dalam ekonomi Islam yaitu “bahwa
manusia dapat mencukupi keseluruhan hidupnya karena Allah telah menciptakan seluruh
alam ini untuk kepentingan manusia”.

Tanah merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya.
Landasan hukum yang digunakan untuk menjadikan tanah sebagai faktor-faktor produksi
adalah bumi (Al-Baqarah:36), mineral (Al-Hadiid:25), gunung (Al-Hijr:19-20, An-
Nazi’at:32-33), hutan (An-Nur:35, Al-Mu’minun:20), hewan (Thahaa:54, An-Nahl:5-8,
Yaasiin:71-73, Al-Mu’min:79-80, Al-Mu’minun:21-22, An-Nahl:66), iklim dan hujan
(An-Nahl:10-11, Al-Waaqi’ah:68-69).

Walaupun segala sesuatu yang diciptakan Allah diperuntukkan bagi manusia, tetapi
manusia tidak serta merta dengan bebasnya dapat menggunakan atau mengeksploitasinya.
Sebagai khalifah dimuka bumi manusia harus tunduk pada aturan-aturan yang telah
ditetapkan Allah melalui Al-Qur’an dan petunjuk Rasul-Nya, termasuk dalam produksi.
Menurut konsep Islam produksi harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah
digariskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits. Menurut AM Saefuddin bahwa manusia sebagai

8
khalifah diberikan tugas untuk memakmurkan bumi dengan berbagai syarat atau perjanjian
diantaranya; manusia haruslah mengadakan ta’awun (saling menolong), takaful
(kerjasama), kewajiban berlaku sederhana yaitu menghindari bentuk pemborosan atau
pengmaburan harta dan penggunaan yang tidak semestinya dalam mendayagunakan rezeki
Allah, selain itu manusia didalam usaha disyaratkan menumbuhkan dan memperbanyak
harta namun tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dan dilakukan dengan cara yang
baik dan halal.

Muhammad Al-Mubarak menjelaskan prinsip-prinsip produksi yang perlu


diperhatikan dalam produksi antara lain:

1. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena


bertentangan dengan syari’ah (haram).
2. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kezaliman, seperti riba di
mana kezaliman menjadi illat hukum bagi haramnya riba.
3. Segala bentuk penimbunan (ikhtikar) terhadap barang-barang kebutuhan bagi
masyarakat, adalah dilarang sebagai perlindungan syari’ah terhadap konsumen dan
masyarakat.
4. Memelihara lingkungan.

Sedangkan menurut Muhammad Hidayat bahwa prinsip produksi dalam ekonomi


Islam berkaitan dengan maqashid al-syari’ah antara lain[18]:

1. Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-
Syari’ah. Tidak memproduksi barang/ jasa yang bertentangan dengan penjagaan
terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
2. Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan, yaitu dlaruriyat, hajiyat,
dan tahsiniyat.
3. Kegiatan produksi harus memerhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak,
dan wakaf.
4. Mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, berlebihan, dan merusak
lingkungan.
5. Distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh.

9
Tentunya kegiatan produksi dalam Islam tidak sebebas menurut kapitalisme yang
membebaskan memproduksi apapun asal dibutuhkan manusia. Kebutuhan produksi dalam
Islam tidak hanya didasarkan atas kebutuhan manusia saja melainkan harus didasarkan atas
petunjuk syara’. Jadi produk-produk yang dihasilkan haruslah barang-barang yang halal
menurut syari’ah.

Rasulullah Saw juga melarang untuk memproduksi barang-barang yang diharamkan


oleh syara. Dari Anas bin Malik ra. ia berkata:

ْ ‫س ْولَُهللاَِصلَّىَهللاَُعل ْيهَِوسلَّمَع ِن‬


َ‫َا ْخرجهَُ ُم ْس ِل ٌم‬.‫ََّل‬:‫َالخ ْم ِرَت َُت َّخذَُخ اًّل؟َقال‬ ُ َ:‫ضىَهللاَُع ْنهَُقال‬
ُ ‫سئِلَر‬ ِ ‫ع ْنَان ِسَب ِْنَمالِكٍ َر‬
ٌَ ‫َحس ٌنَصحِ ْي‬:‫ىَوقال‬
.‫ح‬ ُّ ‫والت ِْرمِ ِذ‬

Dari Anas bin Malik ra. ia berkata: Rasul Allah SAW pernah ditanya tentang khomer
yang dijadikan cuka. Nabi menjawab: Tidak boleh. Dikeluarkan oleh Muslim dan Tirmidzi,
dia berkata: Hadis Hasan shohih.

ْ ‫َالميْتةَوتمنهاَوح َّرم‬
.َ‫َالخِ ْن ِزيْروتمَنه‬ ْ ‫َالخ ْمروتمنهاوح َّرم‬
ْ ‫هللاَصلَّىَهللاَُعَل ْيهَِوسلَّمَقالَ ِإ َّنَهللاَح َّرم‬ ُ ‫ع ْنَأ ِب ْيَهُريْرةَأ َّنَر‬
ِ َ‫س ْول‬

Dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah


mengharamkan khamer dan harganya, bangkai dan harganya, serta babi dan harganya”.

Dari hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah diatas jelas bahwa khamer, bangkai, dan
babi merupakan barang haram untuk diperjualbelikan, dengan begitu tentunya
memproduksinya juga merupakan haram. Maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
mengeluarkan fatwa tentang Hukum Alkohol dalam Minuman pada tahun 1993 yang
mengharamkan masuknya alkohol dalam berbagai minuman.

Kembali pada pendapat AM Saefuddin tentang syarat manusia dalam memakmurkan


bumi. Selain memproduksi barang yang bermanfaat dan halal, manusia juga harus
mengadakan ta’awun (saling menolong). Saling tolong menolong disini dapat diartikan
dalam hal kemampuan memproduksi (kepemilikan faktor produksi). Seseorang yang
memiliki kemampuan produksi lebih haruslah menolong orang yang kemampuan
produksinya rendah. Jadi menurut konsep Islam tujuan dari produksi tidak untuk mengejar
keuntungan semata. Dalam hadist disebutkan bahwa kegiatan seperti itu merupakan
sedekah.

10
َُ‫َفيأْ ُك ُلَمِ ْنه‬،‫سَغ ْرساَأ ْوَي ْزرعَُز ْرعا‬
ُ ‫َماَمِ ْنَ ُم ْسل ٍِمَي ْغ ِر‬:‫هللاَصلَّىَهللاَُعل ْيهَِوسلَّم‬ ُ ‫َقالَر‬:َ‫ضيَهللاَُع ْنهَُقال‬
َِ َُ‫س ْول‬ ِ ‫ع ْنَأن ٍسَر‬
]َ ‫َ[رواهَالبخاري‬.ٌ‫َ ِإ ََّّلكانَلهَُ ِبهَِصدقة‬،ٌ‫َأ ْوب ِهيْمة‬،‫ان‬
ٌ ‫َأ ْوَ ِإ ْنس‬،‫طيْر‬

Diriwayatkan dari Anas r.a., Dia berkata: Rasulullah Saw. pernah


bersabda:”Siapapun dari salah seorang muslim menanam pohon atau menabuh benih,
kemudian (tumbuh dan berbuah) lalu buahnya dimakan oleh manusia atau hewan, maka itu
bernilai sebagai sedekah yang diberikannya”, (HR. Bukhari).

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah:

ْ ‫ََّلَت ْمنعُ ْواَفضْلََ ْالماءِ َلت ْمنعُ ْوابِه‬:‫س ْولَُهللاَِصلَّىَهللاَُعل ْيهَِوسلم‬


َ‫َ[أخرجه‬.‫َِالكأل‬ ُ ‫َقالَر‬:‫َقال‬،ُ‫ضيَهللاَُع ْنه‬
ِ ‫ع ْنَأبِ ْيَهُريْرةَر‬
]‫البخاري‬

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., Ia berkata: Rasulullah Saw. Pernah bersabda”
“Janganlah kalian mencegah (menghalangi) orang mengambil kelebihan air untuk
menyirami rerumputan (tanaman)”, (HR. Muslim).

Syarat lain yang diharuskan Allah kepada manusia sebagai khalifah adalah manusia
harus bertindak sederhana dan tidak berlebihan. Dalam konteks produksi, proses produksi
harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia bukan untuk memenuhi keinginan
manusia sebagaimana ekonomi kapitalis yang selalu mengejar pemenuhan keinginan
manusia, dampaknya manusia menjadi hedonis. Maka dari itu produksi harus ditujukan
untuk menghasilkan barang-barang sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dlaruriyat,
hajiyat, dan tahsiniyat. Selain itu produksi juga harus dilakukan seefisien mungkin
sehingga tidak terjadi pemborosan. Perilaku efisien dan tidak boros tersebut dianjurkan
oleh nabi sebagaimana dalam hadits dari Maimunah.

َ‫يَصلَّىَهللاَُعَل ْيهَِوسلَّمَفقالَأَّلَدب ْغت ُ ْم‬


ُّ ِ‫تَفم َّرَبِهاَالنَّب‬ َّ ‫تَأ ُ ْهدِيَلِم ْوَّلةٍَلناشاةٌَمِ ْنَال‬
ْ ‫صدقةَِفمان‬ ْ ‫ع ْنَم ْي ُم ْونةَقال‬
.‫س ْولَهللاَِ ِإنَّهاميْتهٌَقالَ ِإنَّماَ ُح ِرمَأ ْكلُها‬
ُ ‫ِإهابهاواسْت ْنف ْعت ُ ْمَ ِبهَِقالُ ْواياَر‬

Dari Maimunah, dia berkata: Budak kami diberi hadiah sedekah berupa seekor
kambing, tetapi kambing itu lalu mati pada saat itu, Rasulullah SAW lewat, kemudian
beliau berkata, “Mengapa Kalian tidak menyamak kulitnya, agar kalian dapat
memanfaatkannya? Mereka berkata, “Wahai Rasulullah SAW, kambing ini telah mati?”
Beliau pun bersabda, “Yang diharamkan (dari bangkai kambing) hanya memakannya”.
{Shahih: Muttafaq ‘Alaih}.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ayat 5-9 surat An-Nahl berbicara tentang nikmat yang diberikan Allah kepada
manusia. Nikmat itu berupa berbagai manfaat dari hewan ternak diantaranya sebagai
makanan, menghasilkan minuman, perhiasan, dan alat trasfortasi. Nikmat itu harus
disyukuri oleh manusia dengan memanfaatkanya sebaik mungkin sesuai dengan yang
disyariatkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ayat tersebut juga mengandung arti bahwa
manusia diberikan kewenangan untuk mengeksploitasi alam semesta ini untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri dengan berbagai syarat yaitu; manusia haruslah
mengadakan ta’awun (saling menolong), takaful (kerjasama), kewajiban berlaku sederhana
yaitu menghindari bentuk pemborosan atau penghamburan harta dan penggunaan yang
tidak semestinya dalam mendayagunakan rezeki Allah, selain itu manusia didalam usaha
disyaratkan menumbuhkan dan memperbanyak harta namun tidak menimbulkan kerugian
bagi pihak lain, dan dilakukan dengan cara yang baik dan halal.

12
Daftar Pustaka

Ad-Dimasyq, Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir Juz 14, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.
Al-Mahalli, Jalaluddin dan As-Suyuti, Jalaluddin, Tafsir Jalalain Jilid 1, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2004.
Al Asqalani, Al Hafidh Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, Surabaya: Mutiara Ilmu,
1995.
Al-Mundziri, Imam, Ringkasan Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Az-Zabidi, Imam, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Bin Musa, Abu Yahya Marwan, Tafsir Hidayatul Insan (Digital), Tanpa tahun.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Al-
Hidayah, 2002.
Fauzia, Ika Yunita dan Riyadi, Abdul Kadir, Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.
Hidayat, Muhammad, The Sharia Economic, Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2010.
Izzan, Ahmad dan Tanjung, Syahril, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-Ayat Al-Qur’an yang
Berdimensi Ekonomi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta: Erlangga, 2015.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997.
Nawawi, Ismail, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, Surabaya:
ITS Press, 2009.
Pradja, Juhaya S, Ekonomi Syariah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, Bandung: CV Diponegoro, 1989.
Qutb, Asy-Syahid Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Dibawah Naungan Al Quran,
Jakarta: Gema Insani, 2008.
Rahman, Abdur, Ekonomi Al-Ghazali: Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’
Ulumuddin, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2010.

13

Anda mungkin juga menyukai