Salah satu definisi tentang produksi adalah aktivitas menciptakan manfaat dimasa kini
dan mendatang, Disamping pengertian diatas, pengertian produksi juga merujuk kepada
prosesnya yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk
dalam proses produksi untuk menghasilkan output produksi disebut faktor produksi.
Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam
pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Qur’an surah Al-Maidah ayat 87. Islam menghargai seseorang
yang mengelolah bahan baku kemudian menyedekahkannya atau menjualnya sehingga
manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk meningkatkan ekonomi untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri. Pekerjaan seseorang yang sesuai keterampilan yang
dimiliki, dikategorikan sebagai produksi, begitupun kesibukan untuk mengolah sumber
penghasilan juga dapat dikatakan produksi.
Produksi tidak hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada menjadi ada, tetapi
menjadikan sesuatu dari unsur-unsur lama yaitu alam menjadi bermanfaat. Dari binatang
ternak misalnya, orang dapat mengambil kulitnya untuk dijadikan pakaian dan barang jadi
lainnya, dari susu binatang ternak dapat diperas dijadikan minuman susu segar ataupun
untuksusu bubuk untuk bayi. Manusia harus mengoptimalkan pikiran dan keahliannya
untuk mengembangkan sumber-sumber investasi dan jenis-jenis usaha dalam
menjalankan apa yang telah disyari’atkan.
Dalam firman Allah surah An-Nahl (16) : 11
ِ يُنبِت لَ ُك ْم بِ ِه ال َّز ْر َع َوال َّز ْيتُونَ َوالنَّ ِخي َل َواألَ ْعنَ َب َو ِمن ُك ِّل الثَّ َم َر
َ اِنَّ فِى َذلِ َك أليَةً لِّقَ ْو ٍم يَتَفَ َّكرُون,ت
Artinya : “ Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Toeri Produksi
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan
ekonomi yang tidak dipisahkan. Ketiganya, memang saling mempengaruhi namun harus
diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu. Tidak akan ada distribusi tanpa
produksi. Dari teori ekonomi makro kita memperoleh infformasi. Kemajuan ekonomi
pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya
dari pada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengankemampuan ekspornya ketimbang
agregat impornya (Sukirno, 198).
Dari sisi pandangan konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga hal, yaitu apa yang
diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/jasa diproduksi. Cara
pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai
skala ekonomi. Dalam produksi itu terjadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga
kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, tiga faktor lainnya adalah sumber
alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja ini terdapat sejumlah
perbedaan. Paham ekonom sosialis misalnyamemang mengakui faktor tenaga kerja
merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak memberikan pengakuan dan
penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun
derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis yang
saat ini menguasai dunia, memandang modal atau kapital sebagai unsur yang terpenting,
dan oleh sebab itu para pemilik modal atau para kapitalis yang menduduki tempat yang
sangat dalam ekonomi kapitalis.
Sedangkan terdapat pula pandangan produksi dalam al-Qur’an dan hadits sebagaimana
Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya, 21:80): “Dan telah kami ajarkan kepada Daud
membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu: Maka
hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”. Dan pula terdapat hadits yang membahas
teori produksi, yaitu: “Seorang diantarakamu mengambil tali dan pergi ke gunung untuk
mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta
dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada ia meminta-
minta kepada manusia, kadang ia diberi dan kadang tidak diberi (HR. Ahmad, Bukhari
dan Ibnu Majah).
Rasululullah memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1. Tiga manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi
dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa
yang ada diantara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada
manusia. Karenanya sifat tersebut harus melandasi aktivitas manusia dalam
pemanfaatan bumi dan langit serta segala isinya.
2. IslamIslam selalu mendorong kemajuan dibidang produksi. Menurut Yusuf
Qhardawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan
kepada penelitian, eksperimen dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak
membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti
melepaskan dirinya dari al-Qur’an dan Hadits.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi
bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4. DalamDalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam
menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala
urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau
kesialan, karena berdalih dengan ketetapan da ketentuan Allah, atau karena
tawakkal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat didalam agama
selain Islam.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. MencegahMencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi,
memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
3. ProduksiProduksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat serta mencapai kemakmuran.
4. ProduksiProduksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian
umat.
5. MeningkatkanMeningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual
maupun mental dan fisik.
Artinya:
Dan dia yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebagian kamu atas kebahagiaan (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (QS. Al-An’am (6): 165).
e. QS. Yunus (10): 14
ِ َح َّدثَنَا إِ ْب َرا ِهي ُم بْنُ َس ِعي ٍد ْال َجوْ ه َِريُّ َح َّدثَنَا أَبُو تَوْ بَـةَ ال َّربِيـ ُع بْنُ نَــافِ ٍع َحـ َّدثَنَا ُم َع
اويَـةُ بْنُ َسـاَّل ٍم ع َْن يَحْ يَى ب ِْن
ٌَت لَـهُ أَرْ ض َ ِ ير ع َْن أَبِي َسلَ َمةَ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَـا َل قَـا َل َر ُسـو ُل هَّللا
ْ صـلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيـ ِه َو َسـلَّ َم َم ْن َكـان ٍ ِأَبِي َكث
)ضهُ (رواه أبن ماجه َ ْفَ ْليَ ْز َر ْعهَا أوْ لِيَ ْمنَحْ هَا أخَ اهُ فَإ ِ ْن أبَى فَليُ ْم ِس ْك أر
َ ْ َ َ َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Mu'awiyah bin Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah]
dari [Abu Hurairah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan
pengolahannya kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan
tanahnya.”(HR. Sunan Ibn Majah).
Ahmad - 16628
ْج قَـا َل ِ ْج ع َْن َجـ ِّد ِه َرافِـ
ٍ ـع ب ِْن خَـ ِدي ِ َح َّدثَنَا يَ ِز ْي ُد َح َّدثَنَا ْال َم ْسعُوْ ِديُّ ع َْن َوائ ٍل أَبِ ْي بَـ ْك ٍر ع َْن َعبَايَةَ ب ِْن ِرفَا َعـ ةَ ْب ِن َرافِـ
ٍ ـع ْب ِن خَـ ِدي
)طيَبُ قَال َع َم ُل ال َّر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُكـلُّ بَي ٍْع َم ْبرُوْ ٍر (رواه أحمد ْ َب أ
ِ يا َ َرسُوْ َل هَّللا ِ أَيُّ ْالـ َك ْس
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah menceritakan kepada kami Al Mas’udi dari
Wa’il Abu Bakr dari Abayah bin Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadij dari kakeknya Rafi’ bin
Khadij dia berkata, “Dikatakan, “Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang
paling baik?” beliau bersabda: “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri
dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad).
Implementasi
Berikut ini implementasi dari ayat tersebut yang berkaitan dengan produksi:
QS. Hud (11): 61)
Kita manusia hanya menyembah Allah, karena Dia-lah yang menciptakan kita yaitu dari
tanah dan kita dijadikannya sebagai pemakmur buni (tanah) dengan cara menfaatkan
semua apa yang ada di bumi ini dan disamping itu kita sebaiknya memohon ampunan
kepada-Nya karena rahmat Allah sangat dekat.
Bumi adalah lapangan sedangkan manusia adalah pekerja penggarapnya yang sungguh-
sungguh sebagai wakil dari Sang Pemilik lapangan tersebut. Untuk menggarap dengan
baik, Sang Pemilik memberi modal awal berupa fisik materi yang terbuat dari tanah yang
kemudian ditiupkannya roh dan diberinya ilmu. Dalam Al-Qur’an digambarkan kisah
penciptaan Adam anara lain pada Surah al-Baqarah. Maka ilmu merupakan faktor
produksi terpenting yang ketiga dalam pandangan Islam. Teknik produksi, mesin serta
sistem manajemen merupakan buah dari ilmu dan kerja. Modal adalah hasil kerja yang
disimpan.
QS. Al-Anbiya (21): 80
Allah swt. telah mengajarkan Dawud cara membuat baju besi atau baju pelindung saat ia
menghadapi peperangan. Dan kita sebaiknya mensyukuri apa yang Allah berikan
(petunjuk atau cara) membuat sesuatu (contoh; baju besi).
Sehingga pada akhirnya, produksi dan konsumsi adalah dua hal paling determinan untuk
keberhasilan bisnis sangat dependen terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada dalam
sebuah masyarakat. Jika tidak ada konsumsi maka secara otomatis tidak mungkin akan
ada produksi. Begitu juga jika masyarakat tidak memiliki daya beli, maka bisa dipastikan
semua produksi juga akan rontok. Hal tersebut menunjukkan betapa vitalnya hubungan
antara kesejahteraan umum yang ada dalam masyarakat dan keberlangsungan aktivitas
bisnis. Dengan demikian, tanpa bisa dibantah lagi, penekanan al-Qur’an terhadap
pentingnya infak memainkan peran yang sangat desisif dalam hal distribusi kekayaan,
penghapusan kemiskinan, membawa kesejahteraan umum, dan tentu saja menggerakkan
aktivitas bisnis.
QS. Al-Jaatsiyah (45): 13
Allah telah memberitahukan kepada kita semua yang ada di langit dan di bumi sebagai
rahmat dari Allah kepada kita. Kita sebagai makhluk Allah (manusia) yang diberikan akal
pikiran sebaiknya mengetahui bahwa segala yang ada di langit dan di bumi adalah tanda-
tanda kekuasaan dari Allah swt.
Rabb yang seringkali diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa Indonesia, memiliki makna
yang sangat luas, mencakup antara lain pemeliharaan (al-Murabbi), penolong (al-Nashir),
pemilik (al-Malik), yang memperbaiki (al-Mushlih), tuan (al-Sayyid), dan wali (al-Wali).
Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri dan pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
ketetapan-Nya (Sunatullah).
Dengan keyajinan akan peran dan pemilikkan absolut dari Allah Rabb semesa alam, maka
konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi
keuntungan dunia, tetap lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat.
Ayat 77 surat Al-Qashash mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat
tanpa melupakan urusan dunia, tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba mencapai
kebaikan di akhirat. Subhanallah.
QS. Al-An’am (6): 165
Allah menjadikan kita pemilik apa yang ada di bumi ini dan Allah meninggikan
derajatnya bagi manusia yang dapat memanfaatkan apa yang ada di bumi dengan
membantu orang lain. Allah menyuruh kita mencari kesejahteraan di dunia tanpa
melupakan kebahagiaan di akhirat. Karena, azab Allah sangatlah pedih dan Allah selalu
mengampuni semua hamba-Nya jika ia ingin memperbaiki diri dengan alasan lain karena
Allah Maha Penyayang.
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti pola pikir ekonomi
konvensional tadi. Hanya bedanya lebih jauh Islam juga menjelaskan nilai-nilai moral di
samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu Islam menjelaskan mengapa produksi
harus dilakukan menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullah atau wakil Allah
dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah
kepada-Nya.
QS. Yunus (10): 14
Allah jadikan kita sebagai manusia saat ini sebagai manusia yang dapat memanfaatkan
atau mengelola apa yang ada di bumi dengan jauh lebih baik dibandingkan manusia yang
terdahulu.
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang banyak
manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas ini tidak
mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Demikian, bekerja dan
berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam. Sangatlah
sulit untuk membayangkan seseorang tidak bekerja dan berusaha, terlepas dari bentuk dan
jenis pekerjaannya, dapat menjalankan fungsinya sebagai Khalifatullah dan bisa
memakmurkan bumi serta bermanfaat bagi masyarakat. Dalam peran sebagai
khalifatullah sesorang produsen tentu tidak akan mengabaikan masalah eksternalitas
seperti pencemaran. Karena bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk
dikonsumsi sendiri atau dijual kepasar. Dua motivasi itu cukup, karena masih terbatas
pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi
harus pula mewujudkan fungsi sosial.
Berikut ini implementasi dari hadits tersebut yang berkaitan dengan produksi:
Hadits Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi
Saw No. 2340
لِيَ ْمنَ ْح َها (hendaklah dia memberikan secara gratis). Maksudnya, diberikan untuk diambil
manfaatnya secara gratis. Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Mathar al-Warraq
dari Atha’, dari Jabir dengan lafadz
سلَّ َم نَ َهى عَنْ ِك َراء اأْل َ ْرض َ أَنَّ النَّبِ ّي
َ صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو
Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW melarang menyewakan tanah.”
Karena, berapapun bidang tanah yang kita miliki alangkah baiknya memanfaatkan dengan
cara bercocok tanam atau dihibahkan. Dan hendak menfaatkan harta (tanah) yang dimiliki
kita untuk menjadi sumber penghasilan kita agar dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan
dapat membantu orang lain. Jika memang tidak ingin mengelolanya sebaiknya berikan
kepada orang lain yang lebih membutuhkan agar ia mengelolanya menjadi hal yang
bermanfaat.
Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab Fadhli Al-
Manihah No. 2632.
Pada jalur dari Mathar disebutkan,
ْ َمنْ َكانَتْ لَهُ أَ ْرض فَ ْليَ ْز َر ْع َها فَإِنْ ع ََج َز َع ْن َها فَ ْليَ ْمنَ ْح َها أَ َخاهُ ا ْل ُم
سلِم َواَل يُؤَ ا ِجرهَا
Artinya: “Barang siapa memiliki lahan, maka hendaklah menanaminya. Apabila tidak
mampu, maka hendaklah memberikannya kepada saudaranya sesama muslim, dan
janganlah dia menyewakannya.”
Riwayat al-Auza’i yang disebutkan Imam Bukhari menjelaskan maksud larangan ini,
karena dalam riwayat itu disebutkan sebab larangan tersebut.
Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544
َ سكْ أَ ْر
ُ ضه ِ فَإِنْ لَ ْم يَ ْف َع ْل فَ ْليُ ْم
Artinya: “apabila tidak melakukannya, maka hendaklah dia menahan tanahnya.”
Yakni, jika tidak mau mengelolanya dan tidak mau memberikan kepada orang lain untuk
dikelola secara gratis, maka hendaklah menahan dan tidak menyewakannya.
Dalam hal ini timbul kemusykilan bahwa menahan tanah tanpa dikelola berarti menyia-
nyiakan manfaat tanah itu. Dalam hal ini termasuk menyia-nyiakn harta, sedangkan sikap
seperti ini dilarang.
Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-Rub’i No.
2452 :
Kemusykilan ini dijawab dengan memahami bahwa yang dilarang adalah menyia-nyiakan
harta itu sendiri atau manfaat yang ada gantinya. Sebab, jika tanah itu ditinggalkan tanpa
dikelola, maka manfaatnya tidak terputus. Bahkan, akan tumbuh rerumputan dan kayu-
kayu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan dan lain sebagainya.
Meskipun apa yang kami sebutkan tidak ada, tetapi membiarkan lahan tidak digarap tetap
dapat menyuburkan lahar tersebut. Mungkin saja hasil yang diperoleh pada tahun ini
dapat menutupi hasil ketika tanah itu dibiarkan tanpa digarap.
Berikut implementasi dari hadits Ahmad – 16628:
Rasulullah mengatakan bahwa mata pencaharian yang baik adalah pekerjaan seorang laki-
laki yang menggunakan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. Pekerjaan
dengan menggunakan tangan sendiri seperti menulis, bertani, berkebun,menmpa besi
yang kesemua itu dilakukan dengan tangan yang merupakan bagian dari proses produksi.
Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa melakukan aktivitas produksi lebih baik
daripada mengkhususkan waktu untuk ibadah-ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia
dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti ini adalah riwayat yang mengatakan,
bahwa Umar Radhiyallahu Anhu melihat tiga orang di masjid tekun beribadah, maka
beliau bertanya kepada salah satu diantara mereka, “dari mana kamu makan?” ia
menjawab “aku adalah hamba Allah, dan Dia mendatangkan rezekiku sebagaimana Dia
menghendaki”. Lalu Umar pun meninggalkannya, lalu menuju ke orang kedua seraya
menanyakan hal yang sama. Maka dia menjawab “aku memiliki saudara yang mencari
kayu di gunung untuk dijual, lalu ia makan sebagian hasilnya, dan dia datang memenuhi
kebutuhanku” Maka Umar berkata. “saudaramu lebih beribadah daripada kamu.